Tumgik
Photo
Tumblr media
0 notes
Text
Jam 01:36 pagi.
Tumblr media
Tidak. Aku tidak sedang menangisi kisah percintaanku yang tidak beruntung itu. Tidak juga sedang menangisi nasib kepingan rindu ku yang bertebangan tak tau arah yang dituju. Dan, tidak sedang menangisi kewajibanku yang tak mampu aku selesaikan disekali waltu. Aku, bisa kukatakan, baik-baik saja sekarang.
Tapi ntah mengapa sekarang aku kesulitan untuk bernafas. Rasanya, dadaku sesak dikarenakan oleh tumpukkan berbagai macam perasaan, kecuali sedih, yang menyumbat saluran pernafasaanku. Satu-satu kukeluarkan nafasku sambil membiarkan jariku merubah semua perasaan itu menjadi aksara, disini.
Teruntuk semua hal yang telah terjadi dihidupku selama hampir 3 bulan terakhir, terimakasih karena telah menyatukan semua keping harapan yang hancur diakibatkan oleh keadaan dan kenyataan yang selalu menentang diriku.
Terimakasih karena telah membuatku menyadari, bahwa selama ini aku cukup angkuh untuk memilih menjadi berani sendiri, pada kenyataannya aku hanya mengelabui diriku dan semua ketakutanku selama ini.
Terimakasih karena telah membuatku mulai mencoba untuk berani, memang terlihat pelan namun itulah diriku saat ini. Tanpa perlu ada yang merasa dibohongi lagi, termasuk diriku sendiri.
Terimakasih karena telah membuatku mengerti, kemenangan yang didapat dengan cara membuat orang lain terlihat kalah adalah kemenangan yang hanya diakui oleh ego saja, bukan orang lain. Definisi dari "mengalah untuk menang" terdengar masuk akal sekarang.
Terimakasih karena telah membuatku merasakan apa yang selama ini disebut sebagai aman.
Terimakasih karena telah menjadi rumah untuk semua rasa kesepianku yang menumpuk dan berdebu. Akhirnya, mereka tau kemana akan pulang.
Terimakasih karena telah mengingatkanku untuk selalu berterimakasih atas apa saja yang telah diriku perbuat untuk diriku sendiri.
12 Mei 2019,
Baru menyadari bahwa menjadi beruntung bukanlah sebuah pemberian melainkan sebuah proses.
0 notes
Text
Pelan-pelan
Pukul 18:40 saat itu.
Aku sedang berada di sebuah cafe vintage berasitektur kolonial Belanda, dengan jendela-jendela berwarna shamrock green berukuran lebih dari 2 meter mengelilingi setiap sisi cafe tersebut. Mataku dimanjakan dengan pemandangan yang kudapat melalui jendela itu, cukup jelas untuk melihat bahwa hujan deras sedang turun diluar sana. 
Bukan sedang memikirkan bagaimana caraku untuk pulang dan melewati air-air langit yang sedang berjatuhan, pikiranku sedang disibukkan dengan berbagai macam pertanyaan yang sebenarnya, aku pikir pun, terlalu dini untuk aku pikirkan. 
Ikat aku di tulang belikatmu - Sal Priadi
Lagu itu terus aku putar melalui handsfree hitam pinjaman hingga telingaku penuh dengan lirik lagu saja, tanpa ada suara lain yang mampu mendistraksi lagu itu di telingaku. 
“Hey, jangan melamun” 
Aku dikejutkan dengan lambaian tangan kiri yang persis berada di depan mukaku. Aku tidak mendengarnya, aku hanya membaca gerak bibir yang dia katakan kepadaku. Cukup jelas untuk dilihat beserta mimik mukanya yang sedikit kesal karena aku abaikan. Oh well, aku baru tersadar bahwa aku tidak sendirian disini. Aku tidak ditemani dengan hanya lirik-lirik lagu yang memenuhi gendang telingaku lagi, atau dengan hanya layar ponsel berjaringan 4G yang bisa kugunakan untuk mengakses sosial mediaku saja, seperti biasanya. 
“Maaf” kataku.
“Untuk kebiasaanku mengabaikan sekitarku, untuk kebiasaanku membuat percakapan kedap suara di otakku, untuk kebiasaanku yang selalu merasa sendiri, dan untuk semua kebiasaanku yang belum bisa kamu mengerti.” 
Sambil melihatnya yang kembali sibuk dengan laporan penuh angka dan istilah-istilah unfamiliar bagiku, aku mengucapkan lanjutan kata maaf yang aku katakan tadi kepadanya. Pelan. Mungkin nyaris tidak terdengar. 
Pelan-pelan, semuanya akan terdengar. Sambil menunggu pertanyaan yang ditanyakan sendiri di kepalaku tadi, menjadi pertanyaan yang keluar di waktu yang tepat. Bukan sekarang. 
...atau mungkin menjadi pertanyaan yang tidak akan pernah terdengar.
3 Februari 2019
Untuk pertama kalinya, hujan begitu baik kepadaku.
0 notes
Text
Manusia
Tumblr media
Manusia itu unik. 
Aku tidak pernah memikirkan sebelumnya bahwa manusia bisa lebih rumit dari rumus aljabar yang tak pernah bisa aku pahami. Mungkin mereka sama; sama-sama sulit untuk kupahami. Setahun belakangan ini, bisa kukatakan, aku menemui banyak orang baru didalam hidupku. Yang tadinya aku tidak pernah mau tau dengan hubungan antar manusia yang terjadi disekelilingku, akhirnya pun aku harus, mau tak mau, dipaksa untuk tau. Manusia skeptis sepertiku dipaksa untuk mengerti, bahwa sebab-akibat didalam hidup ini sangtlah berperan disetiap keputusan yang diambil manusia. Dulu, aku hanya berfikir bahwa hanya ada dua jenis manusia yang hidup di bumi, baik dan buruk. Sekarang, barulah aku sadar perkataan ibuku benar.
 “Manusia itu baik, tapi kadangkala mereka lupa untuk menjadi baik.”
Mereka hanya lupa. Bahwa mereka sehari-hari berhadapan dengan makhluk yang berasal dari jenis yang sama. Manusia; merasakan hal seperti sedih, senang, bahagia, kecewa, marah, dan bingung. 
Mereka lupa, bahwa tidak ada manusia spesial yang hanya bisa merasakan bahagia-senang-bahagia di dalam hidupnya. Mereka lupa, bahwa manusia lain sama seperti mereka, lalu mereka lupa untuk memperlakukan manusia lain seperti manusia. Mereka, hanya lupa.
Dan ketika mereka sadar, manusia lain telah terlanjur merasakan hal-hal kemanusiannya, ntah berupa marah, sedih, kesal, bahkan dendam. Yang mereka tak tau berapa banyak perasaan-perasaan itu terbenam di diri manusia lainnya. 
Manusia lain mungkin tak mau mengerti, bahwa pasti ada sebab mengapa mereka menyakiti, lalu manusia lain pun lupa untuk menjadi baik dan memutuskan untuk membalas. Hubungan manusia yang saling menyakiti adalah sebab dari manusia yang lupa. Akibanya, mereka saling membiarkan hal buruk tumbuh diantara mereka dan dipupuk dengan ketidakmauan manusia untuk saling mengerti, bahwa mereka adalah makhluk yang sama, Manusia. 
Mengertilah,
Ingatlah,
Bahwa kita sama
Memiliki hal-hal yang sama. 
Apa yang membuatmu berbeda, ketika kamupun masih merasakan hal-hal kemanusiaan yang semua manusia pun bisa rasakan?
1 Jan 2019
-Manusia lain yang ingin diperlakukan sama seperti Manusia
0 notes
Text
Enough!
People have their own expectation, and, of course, they will do anything to reach their expectation. If their expectation goes wrong, some of them will try again and some of them will give up and stop expecting. But i realize, both of them feel the same sadness, the same pain. 
And i’m that kind of person, never let myself give up on something that i expectated. It made me stuck in the same expectation and won't try to expect something new. Even i know i cannot reach that expectation, i still won't give up.  And it gave me so much shit. So DAMN MUCH!
“Give it the last try”
I said that to myself whenever i thought i wanna give it up on something. Many times. And ya, it would never be the last. I should say “Give it so many tries” to myself. 
Maybe i should try to learn how to give up on something that i-really-cannot-reach-until-i-die. Lets say “enough” instead of “give it the last try”
Sometimes, being a looser is better than being someone who always forces something in her life. Something that doesnt belong to her. 
With these heart flakes, ayi
April, 17th 2016
2:09 a.m
1 note · View note