Text
ALTERNATIF DI MASA PANDEMI: SEBUAH KEPERCAYAAN BARU

Selama lebih dari empat bulan lebih Indonesia dihadapkan pada musibah pandemi Covid-19 yang mempengaruhi segala sektor kehidupan manusia, khususnya sektor ekonomi. aktivitas berkumpul bersama dihimbau untuk tidak dilakukan. Banyak tempat bisnis yang sekiranya harus ditutup karena bisa memicu adanya kerumunan, misalnya rumah makan dan acara pernikahan (bisa dibayangkan berapa banyak orang yang terlibat dalam wedding organizer harus menganggur untuk sementara). Bahkan beberapa pekerja juga terpaksa menerima PHK dari kantor tempatnya bekerja. Salah satu dari lainnya pula yang kini tidak bisa beroperasi seperti biasanya adalah sektor ekonomi pada kegiatan kesenian. Seperti yang diketahui, bahwa para pekerja seni menghidupi dirinya dengan menampilkan sebuah karya seni baik berupa seni rupa, musik, sastra, maupun seni gerak seperti tari dan theater. Kerja mereka selalu berhubungan dengan kerumunan, karena dimana ada kerumunan, disitu ada apresiator, atau bisa disebut sebagai sumber “pengisi kantong”. Di masa pandemi seperti ini, para seniman dan seniwati harus mengelus dada karena aktivitas mereka dibatasi. Selain karena tidak diperbolehkannya fasilitas publik buka, seperti museum, panggung teater, galeri, dan art space lainnya, mereka juga harus berdiam diri untuk mendukung gerakan #dirumahsaja dan #workfromhome. Ya, gerakan yang dikampanyekan untuk mengurangi penyebaran virus covid-19 di Indonesia dan di belahan negara lainnya.
Alih-alih agar kegiatan seni tidak kehilangan auranya, para penggiat seni pun lantas mengadakan berbagai kegiatan meski sebatas virtual. Di ranah seni gerak seperti tari, dan theater, dilakukan sebuah pertunjukan via online melalui aplikasi online meeting seperti Zoom, Google Meeting, atau melalui platform yang sudah lama diminati yaitu Youtube. Di bidang seni rupa juga tak mau kalah, berbagai kegiatan virtual mulai dari bincang seni di instagram, kuliah online, hingga pameran online dan open museum online ikut berpartisipasi dalam menyemarakkan #dirumahsaja. Sebut saja salah satu museum kelas dunia yang memberikan akses untuk melihat koleksi karyanya secara online seperti Van Gogh Museum dan Louvre. Di bidang seni musik tidak begitu terpengaruh dengan krisis pandemi ini selain terkait dengan pementasan fisik. Pementasan seperti konser dan meet up dengan fans harus tertunda, misalnya saja salah satu konser grub k-pop yang akhirnya harus di cancel penampilannya di Indonesia, atau konser dangdut yang biasa memeriahkan Pemilu kini sepi. Namun untuk industri musik yang on air maupun off air baik di televisi ataupun di platform (lagi-lagi) youtube, tidak begitu nampak pengaruh dari krisis pandemi. Sebagai salah satu contoh adalah viralnya lagu “Aisyah Istri Rasulullah” yang telah di cover oleh banyak sekali kalangan, dan sempat memenuhi trending topik Youtube di bulan April lalu. Di korea nampaknya lebih inovatif, para boyband dan girlband k-pop masih bisa memperoleh uang dengan diadakan konser daring, dimana penonton diharuskan mentransfer sejumlah uang untuk membeli tiket dari konser daring tersebut melalui channel online seperti V-Live misalnya.
Tidak hanya para aktivis kesenian saja yang membuat kegiatan secara virtual, para pegiat seni dibidang manajemen seni juga turut serta dalam seni di rumah saja ini. salah satunya adalah agenda “Arisan Seni” yang diadakan oleh Museum MACAN (Modern And Contemporary Art Nusantara). Target pasar dari museum yang dikuratori oleh Asep Topan ini adalah para seniman/seniwati nasional dan tentu saja para kolektor. Bagi para seniman/seniwati mampu berkontribusi dalam agenda ini dengan cara submit karya visual baik karya konvensional ataupun media baru. Karya-karya yang telah disubmit tersebut, nantinya akan diseleksi oleh tim kurasi dari Museum MACAN. Bagi para kolektor ataupun apresiator yang penasaran dengan bagaimana Arisan Seni ini, maka bisa berpartisipasi dengan cara membeli tiket untuk bisa masuk ke link museum macan e-shop dan untuk mendapatkan kiriman file foto karya seniman/seniwati terpilih. Konsep arisan ini sendiri ditekankan pada undian foto karya misteri yang akan dibagikan pada nomor terpilih. Beberapa seniman yang telah diketahui ikut berpartisipasi dalam arisan adalah, Agus Suwage, Ridwan Rau Rau, Melati Suryodarmo, dan Rega ayundya putri.
Melihat fenomena ini, seni sedang mencari alternatif lain agar terus hidup meski dalam masa krisis seperti ini. Lalu dampak dari apa yang telah terjadi akan menimbulkan sebuah pandangan dan kepercayaan baru. Tentu tidak perlu repot untuk pergi ke suatu galeri atau art space untuk turut berpartisipasi. Apalagi jika partisipasi hanya dilakukan dengan ‘klik’ pada gawai masing-masing. Memang seperti inilah kuasa internet di masa pandemi seperti sekarang ini, semua bergantung pada internet dan arus media sosial. Pihak yang saat ini harusnya khawatir adalah para pemiliki galeri, museum, pengelola auditorium, kurator, kritikus, dan seniman/seniwati yang tidak melek medan seni virtual. Jika tidak mengikuti arus medan virtual yang cepat ini sekarang, hal yang dikhawatirkan adalah ketertinggalan dalam arus medan media sosial seni. ***
W. Anggraeni / The Weekly Diary
--------------
Catatan: Tulisan ini diketik pada bulan Juni dan disunting pada bulan oktober 2020
Foto: Dokumentasi Museum Macan
1 note
·
View note