Kanal untuk refleksi, berbagi dan meninggalkan jejak. | now 25 y.o with many questions
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
27 yang ke-26
Tidak ada kejutan, tidak ada perayaan, semua berjalan seperti biasa saja, sama dengan 27 yang sebelum-sebelumnya. Namun, aku juga lebih nyaman demikian.
Hari ini rasanya entah kabut apa yang menutupi, semoga tidak lantas membuatnya menjadi buta akan segala nikmat yang Dia berikan. Melihat kembali setahun ke belakang, ternyata sosoknya telah melalui banyak hal.
Hal-hal buruk sempat membuatnya tersungkur, hingga hampir menyerah, namun juga membuatnya menyadarkannya akan rasa syukur ternyata ia mampu melaluinya. Ia yang sempat tergugu menangis, tapi kembali bangun di pagi hari. Bukan, bukan sekadar masalah percintaan yang sudah berusaha ia relakan karena tiba - tiba dihempaskan dan ditinggalkan begitu saja, tetapi juga terkait kondisi keluarga, diri sendiri dan masa depan.
Begitu banyak hal yang ia pikirkan, kepalanya berisik seolah tak mengenal waktu kapan ia harus istirahat dan bekerja. Tak jarang pikiran-pikiran itu terlintas begitu saja, terutama setelah ia lelah bekerja. Datangnya bersama dengan gerumul awan hitam berupa kekhawatiran, kesedihan dan kekecewaan. Seringkali ia tak mampu menghalaunya. Ia juga bingung bagaimana mengungkapkannya, melainkan menyimpannya begitu saja hingga tiba hari - hari hatinya terasa layu. Ia tetap menjalani harinya dengan segenap upaya, karena ia berusaha menjalankan tugasnya dengan tanggungjawab, walau banyak tak sempurnya. Ia tetap mengupayakan bangkit dari kegagalan, berdamai dengan kekecewaan, dan berserah terhadap ketetapan terbaikNya bagi dirinya di masa yang akan datang. Ia tetap berusaha menjadi orang baik, terutama bagi orang - orang di luar sana-- walau beberapa kali ia juga menyakiti keluarganya karena ia gagal mengendalikan diri tatkala di dalam rumah.
Banyak tanya yang belum mampu ia temukan jawabannya. Namun, banyak juga tanya yang ia lepaskan. Rasanya ia ingin menyusun tanya yang lebih bermakna. Rasanya ia ingin tidak lagi terburu - buru untuk memproses semuanya, menentukan pilihan dan mengejar pencapaian. Rasanya ia ingin lebih dahulu mengenali dirinya yang sekarang tidak jarang terasa asing. Ia ingin mencipta ruang bagi dirinya untuk mengenali diri dan (lebih) mengenali pencipta. Ia ingin berdamai dengan segala hal yang sudah terjadi, melepaskan segala bentuk ekspektasi, memaafkan dirinya yang tidak jarang menyakiti diri sendiri oleh rasa kecewa dengan diri sendiri, perasaan bersalah, tidak cukup layak, belum cukup baik, rasa tertinggal.
Semarang, 27 April 2025
0 notes
Text
Am I Left Behind?
Ada sebuah penyakit, saya tidak tahu nama resminya. Tapi kita namakan saja “Sindrom Ketinggalan Balapan”.
Indikasinya begini:
• Kamu sedang belajar atau meniti karir, tapi have no idea kamu mau jadi seperti apa di ujungnya nanti.
• Kamu ngeliat figur-figur hebat di bidang kamu. Di satu sisi kamu jadi bersemangat, di sisi lain kamu jadi overwhelmed karena ngerasa banyak banget hal yang mesti kamu pelajari untuk berada pada posisi seperti mereka.
• Efek lainnya juga, mungkin kamu jadi ngerasa ketinggalan, atau bahkan ngerasa udah salah jalan selama ini.
• Lalu kamu ngerasa tahun-tahun yang sudah kamu lalui kamu habiskan begitu saja, agak sia-sia. Kesal dan menyesal rasanya.
• Terlebih, kalau figur yang kamu lihat adalah teman sebaya kamu. Ada yang udah sampai di sana, ada yang udah jadi ini, ada yang sudah menghasilkan itu. Rasanya pengen mencet tombol restart hidup–andai saja ada.
Apa yang mesti dipikirkan-dilakukan dalam kondisi begitu?
Penanganan pertama: “Ingat, hakikat yang paling hakiki tentang hidup, bahwa kita semua akan mati, lalu semua cita-cita, pencapaian, karir–betapapun cemerlangnya, akan berakhir. Tutup buku. Apa yang penting adalah amal yang kita niatkan, persembahkan, untuk Sang Pencipta.
Penganan kedua: “Ingat, semua orang berproses. Semua yang ada di puncak pernah mendaki dari bawah. Jika kita masih di bawah, santai aja. Panik tidak akan membuat kita tiba-tiba berada di puncak. Tenang. Terus bejalan, selangkah demi selangkah. Lakukan sekecil apapun upaya kamu untuk menjadi versi lebih baik dari diri kamu, setiap hari, setiap waktu.”
Penanganan ketiga: “Ingat, hidup bukan balapan. Yang lebih dahulu menjadi hebat tidak membuatnya superior secara permanen dibanding kita; suatu saat kita bisa melampauinya. Terlebih, yang di mata kita sudah hebat, barangkali payah dan berantakan dalam sekian aspek–yang mungkin kita baik di sana. Kasih sayang keluarga, pertemanan yang berkualitas, ibadah yang khusyu’–banyak sekali hal yang matters dalam hidup yang tidak perlu syarat untuk memilikinya.
Oke, sementara segitu dulu.
Tarik nafaaas, hembuskan. Ayo kita jalan lagi, selangkah demi selangkah.
It does not matter how slowly you go as long as you do not stop.
Confucius
Bismillah.
4K notes
·
View notes
Text
Ada berbagai cara yg Allah hadirkan untuk pada -akhirnya kita harus benar-benar memutuskan untuk melepaskan.
Melepaskan harapan yang sempat terbersit di dalam benak, melepaskan rasa yang tidak berujung pada pemiliknya, melepaskan segala bentuk "keterikatan" terhadap masa-masa yg pernah dilalui, akibat pernah berjuang bersama dan tertawa bersama, merelakan fakta bahwa seorang yg dulu pernah akrab pada masanya menjadi paling asing di masa kini.
Kabar baiknya, doaku terjawab sudah. Beberapa waktu, hati yang tatkala itu resah terhadap sinyal yg tidak jelas, memohon agar Allah tunjukkan yang terbaik. Jika ya mudahkan, jika tidak maka tunjukkan. Mungkin beberapa sinyal sudah Dia tunjukkan, namun hati yang lalai seolah buta menangkap sinyal tersebut. Seolah enggan menerima, seolah masih ada celah untuk mempertahankan sedikit harap yg kian tergerus dan meragu seiring berjalannya waktu.
Hingga pada akhirnya, semua tersingkap sudah. Allah tunjukkan kebenaran yang tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sudah saatnya untuk benar-benar melepaskan. Bodohnya, beberapa waktu lalu saat karak yg sempat terbentang, frekuensi pembicaraan yg semakin berkurang, " perasaan jauh" yg dirasakan adalah upaya masing-masing untuk tetap menjaga diri, agar tidak terlena, agar tidak terjatuh pada hal-hal yg tidak semestinya, agar tidak banyak harap yg belum tau ujungnya. Tapi ternyata, jarak yang kamu ambil bagi dirimu berbeda dengan persepsiku. Ternyata ada perihal lain yg membuatmu demikian. Karena ada hati yg sedang kau jaga bukan?
Jika dari awal aku tau semua hanya akan berakhir sia-sia, bahkan disingkirkan dengan cara sedemikian rupa -maka mungkin aku sudah lebih dahulu menghindar, menjauh sejauh yg aku bisa, mencegah diri agar tidak jatuh pada harap yang salah.
Tapi kita memang tidak pernah tau bagaimana akhirnya bukan? Setidaknya, aku semakin belajar, walau harus melalui proses merelakan yg tentu tidak mudah. Diingatkan kembali untuk tidak lagi menaruh harap apapun, sekecil apapun kepada manusia. Sungguh berharap kepada manusia adalah jalan yg kita sadari atau tidak, merupakan jalan untuk kecewa. Kita aja tidak bisa mengendalikan diri kita sendiri, perasaan kita, apalagi perasan orang lain. Cukup berharap pada yg Maha Membolak-balikkan hati manusia, yg atas izin-Nya sangat mudah untuk mengubah arah, menimbulkan kecenderungan, hingga tergerak melangkah jila memang Dia sudah berkehendak. Diingatkan bahwa tidak semua orang dapat melihat value atau kebaikan kita, bisa jadi frekuensinya memang di lingkup yg berbeda. Bukan berarti kita tidak berharga, hanya saat kacamata orang bisa berbeda-beda memaknai kehadiran kita di dalam hidupnya. Kamu akan menjadi cukup bagi orang yg tepat. Semoga kelak Allah izinkan bersama orang yg datang bukan hanya untuk menggenapkan yg ganjil, tetapi juga mencukupkan, menutupi yg kurang, menambah kebaikan, melejitkan potensi kemampuan bersama.
Semarang, 04/10/24
1 note
·
View note
Text
Menggema Seumur Hidupmu
Suatu saat akan ada masanya kamu membuat pilihan-pilihan besar. Pilihan yang sekali kamu mengambilnya, ia akan menggema seumur hidupmu bahkan hingga anak keturunanmu. Lalu dari pilihan itu, mungkin akan kamu temui pilihan yang mengantarkanmu pada hal-hal yang paling tidak kamu inginkan dalam hidup. Sesuatu yang sebenarnya kamu sudah sangat hati-hati dalam memilihnya. Hal terbaik yang bisa kamu miliki saat tumbuh dewasa dan membuat pilihan adalah kemampuan untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam hidupmu adalah yang terbaik dan menyadari bahwa mungkin dirimulah yang belum bisa memahami maksud-Nya. Dan untuk memahami itu, perlu waktu yang dilewati. Akhirnya kamu juga akan diminta untuk sabar. Dan dalam kesabaran yang akan kamu jalani, kamu tidak pernah berputus asa. (c)kurniawangunadi
314 notes
·
View notes
Text
Gapapa kalo ternyata di usiamu yg menginjak serempat abad, kamu merasa belum selesai dengan dirimu sendiri.
Gapapa kalo ternyata masih banyak tanya yang belum bisa kamu jawab. Mungkin sekarang memang belum waktunya kamu menemukan jawabannya, tapi nanti ada momen kamu akan paham.
Gapapa kalo ternyata kamu butuh waktu lebih lama dalam mengambil keputusan, karena kamu semakin paham bahwa setiap pilihan pasti ada konsekuensinya, pilihan yg bukan hanya melibatkan diri sendiri di masa kini, tapi bisa jadi akan membawa dampak diri di masa depan, keluarga, pertemanan dll, bukan melulu mana yg paling menyenangkan dan menguntungkan (apalagi hanya ttg diri sendiri, bukan lagi).
Gapapa kalo ternyata langkahmu sempat goyah dan bingung, karena kamu semakin dihadapkan banyak hal, pun ketidaktahuanmu akan masa depan bikin perasaan takut dan gak siap, tapi itu wajar. Pasti butuh waktu untuk mengumpulkan keberanian dan kepercayaan dirimu lagi bukan?
Gapapa juga kalo nanti tiba-tiba kamu berubah langkah dari apa yg kamu pikirkan sebelumnya, asal bukan langkah yg menjauhkanmu dari-Nya, asal muara dari yg kamu upayakan tetap pada keridhaan-Nya.
Gapapa kalo nanti lajumu terlihat seolah "lebih lambat", padahal tidak. Kamu tidak sedang berlomba dgn siapapun, melainkan dirimu sendiri di masa lalu. Karena setiap org Dia anugerahkan nikmat berupa kemudahan masing-masing sekaligus ujiannya masing-masing.
Gapapa kalo nanti kamu ngerasa stuck/gagal, inget-inget lagi tujuan kita hidup. Kalo kamu nanti ngerasa kecil, gak ada kebaikan yg terlalu kecil atau remeh selama niat kita emang baik, walau gak ada org yg tau.
27/4/24

#reminder
0 notes
Text
Arti Menikah - Belajarlah tentang banyak hal.
Kata Bapak hafidzhahullah ta'ala, "jika cinta dan kasih sayang seorang laki-laki itu lebih besar dari pada cinta seorang perempuan, maka dia tidak akan pernah melepaskan perempuan itu darinya. ia akan tinggal lama dihatinya. dan untuk membuat seorang laki-laki demikian, dibutuhkan seorang perempuan yang sabar dan pengertian."
aku teringat obrolan santai dengan Bapak, sehari sebelum menjadi seorang istri. Kala semua orang sibuk menyiapkan banyak hal termasuk Ibu, Bapak justru mengajakku lebih banyak cerita dari kebiasaan Bapak yang tidak demikian. Saat itu aku bertanya bagaimana posisi Ibu dihati Bapak. Yang semakin banyak ku rinci, Bapak semakin banyak tersenyum seolah membenarkan.
Namun satu hal yang Bapak katakan membuatku tertarik untuk bertanya lebih lanjut. "Ibumu itu orang yang sabar dan pengertiannya begitu lapang. Ibumu itu keras terhadap pendirian dan pendapatnya, namun ketika keputusan Bapak tak selaras dengan Ibumu, ibumu meletakkan semua pendapatnya dan memilih pada keputusan Bapak. Ada banyak momen dimana Bapak tidak berkata sekalipun, Ibumu lebih peka perihal apa yang Bapak butuhkan. Tanpa bertanya banyak hal, Ibumu sudah menyiapkan semuanya dengan baik. Tanpa memberi tugas, Ibumu telah paham apa yang menjadi tugasnya. Beberapa hal bertanya tentang apa yang Bapak suka dan tidak, selebihnya tanpa Bapak kasih perintah, Ibumu telah lebih dulu mengerti.
Tak pernah bertanya kenapa begini, kenapa begitu sebab paham bahwa Ibumu tidak ingin memberikan banyak beban. Ibumu begitu totalitas menjalani perannya sebagai seorang istri. Tak pernah menuntut harus jalan-jalan setiap pekan, atau liburan setiap tahun, atau hal-hal yang dirasa bapak belum mampu untuk menyanggupinya kala itu. Tidak pernah merengek meminta waktu bapak atau menuntut untuk lebih romantis atau hal-hal yang dimana Bapak harus peka terhadap kondisi ibumu. Ibumu tidak pernah meminta akan hal itu. Kala sudah tenang semuanya, barulah ibumu sampaikan dengan bahwasanya yang dimana tanpa menggurui bapak akhirnya mengerti.
Pernah saat dimana belum ada HP dan saat itu posisi ibumu sedang mengandung kamu 6 bulan, belum ada telpon rumah juga. Saat itu bapak harus lembur dan tidak pulang karena memang harus menyelesaikan deadline, dimana besok pagi presiden pak Soeharto akan berkunjung. Bapak nggak bisa ngabari ibu, karena memang tidak bisa pulang. Kamu tahu apa yang ibumu lakukan? Ibumu jalan sama emak tetangga sebelah rumah mau pergi menyusul bapak dikantor. Sebelum sampai kantor ada pos marinir dan bertanya perihal ada perlu apa jam segini kok mau ke PT.Pal dari pos ke kesana masih sangat jauh sekali. Lalu ibumu bilang kalau suaminya dari kemarin belum pulang, ia khawatir takut terjadi apa-apa. Lalu seorang petugas meminta ibumu dan emak untuk menunggu di pos, salah satu petugas berangkat menanyakan hal tersebut ke kantor. Setelah memastikan nama dan divisi bapak. Petugas tersebut menyampaikan bahwa seluruh karyawan disivi tersebut memang harus lembur, karena besok pagi akan ada kunjungan presiden. Setelah tahu kabar itu, ibumu dan emak pulang kerumah. Dan setelah beres semuanya bapak pulang kerumah, sampai dirumah ibumu tetap menyambut bapak dengan baik. Tak bertanya ini itu dengan banyak pertanyaan atau memasang muka cemberut. Nggak, ibumu tidak demikian.
Ibumu tetap melayani bapak dengan baik dan membiarkan bapak beristirahat dengan nyaman. Tanpa bertanya kenapa ndak pulang, bapak lebih dulu menjelaskan perihal tersebut.
Sebetulnya diawal pernikahan laki-laki itu sudah siap untuk mengayomi, mendidik, dan siap untuk memenuhi semua kebutuhan istri dan anak-anaknya nanti. Terkadang yang membuat mereka berubah salah satunya dari pasangannya sendiri. Yang mungkin terlalu menuntut banyak hal dan tidak memberikan rasa tenang itu. Memang manusia tidak ada yang sempurna, demikian juga dengan Bapak ataupun ibumu ini. Namun ada banyak hal kebaikan ibumu yang tidak bisa bapak sebutkan satu persatu. Biarlah bapak banyak doakan untuknya, biar Allaah yang balas dengan banyak kebaikan untuknya. Sekali lagi pernikahan itu adalah salah satu karunia yang harus disyukuri selama perjalanannya. Ujar bapak mengakhiri ceritanya.
Lalu malam harinya aku memutuskan untuk tidur dengan ibu sebelum menjadi istri esok harinya. Sebelum tidur banyak hal yang aku tanyakan, aku tak pernah merasa benar-benar begitu sangat dekat ketika saat itu juga. Salah satunya aku bertanya perihal cerita bapak tadi sore itu, mengapa ibu bersikap demikian dan demikian.
Ibu menjelaskan dengan bahwasanya yang apa adanya, "ketika seorang wanita telah memutuskan untuk menikah, maka seharusnya ia sudah paham perihal hak dan kewajiban serta konsekuensinya. bagaimana jika nanti pasanganku seperti ini, bagaimana jika nanti masuk fase seperti itu. Apalagi ketika seorang perempuan telah menjadi istri maka ia sudah mengerti bagaimana seharusnya berkhidmat untuk suaminya. Jika sudah paham dan mengerti bagaimana seharusnya bersikap, maka sudah sepatutnya kita harus memberi banyak udzur kepada pasangan kita. Saat itu ibu mencoba untuk memberi banyak udzur kepada bapak.
Tidak ada seseorang yang melakukan tanpa ada alasan. Dan bapakmu pasti sedang dikondisi yang demikian. Ibu mencoba belajar untuk mengerti, terkadang tidak semua kondisi bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya. Tidak semua kondisi bisa dijelaskan saat itu juga. Pernikahan itu ibadah terlama, dan dalam beribadah tidak semuanya berjalan menyenangkan sesuai dengan keinginan kita kan ya, nduk. Itulah mengapa sabar diperlukan untuk menjalani setiap prosesnya.
Intinya jangan pernah merasa paling capek, paling menderita, paling jenuh, atau paling sibuk. Jika nanti kamu menemukan kondisi yang demikian, cobalah kembalikan ke dirimu sendiri. Saat capek, jenuh dan kondisi tidak baik-baik saja, pasanganmu menuntut banyak hal darimu. Apakah kamu senang? Tentu tidak kan ya, maka diperlukan hati yang lapang untuk mengerti.
Jangan banyak menuntut hak sama manusia, sebab balasan terbaik adalah balasan dari Allaah. Karna kalau banyak menuntut dari manusia, kamu akan merasa capek sendiri dan tidak menemukan ketenangan nantinya. Serahkan semuanya sama Allaah, biar tenang.
Apa yang bisa kamu beri kepasanganmu nanti, berikanlah senampumu. Berkhidmatlah dengan totalitas untuknya, tidak akan sia-sia apa yang kamu berikan. Sebab sekecil apapun upayamu, Allaah melihatnya. Ketika sudah melakukan yang terbaik, jangan berkecil hati bila balasannya tidak sesuai apa yang kamu harapkan.
Berkhidmat itu yang menyenangkan hati suamimu, yang dimana suamimu betah dirumah sebab ia temukan ketenangan dalam rumahnya.
Empat tahun lalu nasihat ini aku simpan ditumblr, ku baca kembali. Dan aku menangis. Sebab memang benar, dalam sebuah pernikahan tidak hanya tentang aku saja melainkan dia juga yang menjadi kita.
Sebagaimana pengertiannya Ibunda Khadijah radhiyallaahu anha yang tanpa bertanya mengapa Rasulullaah Shallaahu alaihi wassalam tubuhnya gemetar dan meminta Ibunda Khadijah untuk menyelimuti Rasulullaah. Yang dengan totalitas berkhidmat dan menyerahkan seluruh harta, jiwa dan hidupnya kepada orang yang tercintanya. Itulah mengapa Ibunda Khadijah radhiyallaahu anha tinggal begitu lama dihati Rasulullaah Shallaahu alaihi wassalam.
Bukan perihal apa yang sudah pasangan berikan kepada kita, melainkan sudah sejauh dan semaksimal apa yang telah kamu lakukan untuknya karena Allaah. Maka mintalah kepada Allaah Ta'ala untuk menganugerahi rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warohmah. Sebab rumah tangga sakinah adalah karunia Allaah yang harus terus dipintakan hingga akhir hayat..
للَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ
"Ya Allaah, satukanlah hati kami. Perbaikilah keadaan kami jalan-jalan keselamatan (menuju surga)." - HR. Abu Daud, no 969, dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu anhu.-
Pernikahan itu tidak tegak karena rupa yang elok atau harta, akan tetapi dia tegak dengan agama dan akhlak. (Syaikh Muhammad Mukhtar Asy Syinqithi rahimahullaah)
Akhlak, sabar dan saling mengerti masuk dalam kategori akhlak kan? Maka berakhlak dengan akhlak yang baik. Semoga Allaah menganugerahi kita semua pasangan yang menyejukkan mata dan hati. Yang menjadi penenangan dalam segala kondisi apapun. Allaah anugerahi kita rumah tangga sakinah, mawaddah, warahmah. Sehidup sesurga bersama.. aamiin..
Kontemplasi 9/11/19 - 9/11/23
885 notes
·
View notes
Text
Begitu lucunya ya kita—manusia. Seringkali disibukkan dengan isi kepalanya sendiri, sibuk menggeledah kemungkinan-kemungkinan pada hal-hal yang sebenarnya belum pasti terjadi.
Pikiran kita terbang ke sana kemari, menggumamkan gumaman "kalau nanti" yang seakan-akan skenario itu pasti akan dialami. Padahal yang dipikirkan itu pun belum sama sekali terjadi. Aneh sekali.
Lalu kita kesal, marah, bingung, lelah hanya karena membayangkan hasil fantasi skenario pikiran yang kita buat-buat. Lucu. Mau sampai kapan sebenarnya kita, membiarkan pikiran kita disibukkan oleh kekhawatiran?
Mau sampai kapan sebenanya kita, membiarkan pikiran kita diramaikan oleh ketakutan?
Mau sampai kapan sebenarnya kita, membiarkan pikiran kita dijejali oleh rasa keputus asaan?
Dan mau sampai kapan sebenarnya kita, melupakan Allah yang dengan kemahaanNya mudah sekali memberikan ketenangan? Mengatur kepastian. Memberikan jawaban.
Sibuk sekali ya kita menyusahkan diri. Padahal tak pernah-pernah Allah suruh kita mengurusnya sendiri.
Berhentilah membuat banyak rekaan kejadian di kepala. Bukan sebuah tugas untuk kita meraba-raba kepastianNya. Karena sejatinya kita tak mungkin bisa mengatur kejadian di masa depan.
Maka, hiduplah di atas keyakinan bahwa Allah adalah sebaik-baik perencana. Sebaik-baik yang menetapkan ketetapan. Dan segala apa yang ditetapkanNya adalah hal yang terbaik untuk kita dapatkan.
601 notes
·
View notes
Text
Orang yang beriman itu tidak mengandalkan dirinya dalam memperbaiki dirinya, ia berharap Allaah memperbaiki amalnya, ibadahnya, urusan urusannya. Sebab kalau kita mengandalkan diri kita sendiri kapan selesainya urusan urusan kita, kapan kita akan bahagia. Kita yang lemah, tiada daya upaya tanpa pertolongan Allaah. Maka bila kita mengandalkan Allaah, hidup kita akan bahagia.
— ditulis dari faidah kajian Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri.
265 notes
·
View notes
Text

Sering kali yang kamu butuhkan hanya melepaskan apa yg memang sudah tidak lagi maupun yg belum dalam genggaman kendalimu: hal-hal yg telah terjadi di masa lalu dan yg menjadi misteri di masa depan, kemudian memberi maaf dan berdamai dengan diri sendiri. Tersebab ketenangan itu sangat mahal. Seringkali yang kamu butuhkan ialah tawakkal, berusaha berdoa dan berserah diri, percaya bahwa Allah tiada luput mendengarkan termasuk apa-apa yg tidak terutarakan, percaya bahwa ketetapanNya akan tepat dan terbaik bahkan bisa jadi di luar apa yg kita bayangkan.
Ya Allaah, berikanlah kelapangan di tengah sesak, turunkanlah ketenangan di kala gundah, berikanlah kemudahan di tengah sulit, dan karuniakanlah hati pikiran yang jernih di kala ruyam.
3 notes
·
View notes
Text
Nak,
Kamu akan hidup di zaman dimana popularitas bagai makanan yang dicari banyak orang dengan perut yang lapar. Beberapa dari mereka bahkan tak dapat hidup tanpanya, mereka mengira rezeki dan kesuksesan hidup, hanya bisa dicapai dengan menjadi terkenal. Tanpa mereka sadari semakin mereka mengejarnya semakin mengering pula jiwa mereka. Semakin mereka menyukainya semakin jauh mereka dari hakikat mengapa dan pada siapa amal semestinya dipersembahkan.
Andai popularitas itu memang harus dikejar, maka mungkin satu satunya yang layak ialah berambisi menjadi manusia yang dikenal para penghuni langit. Sebab manusia manusia itu hanya bisa dikenal dengan satu cara, Allah mencintai mereka lalu Allah pula yang mengabarkannya pada makhluk makhluk kesayanganNya di langit. Sungguh tiada yang lebih membahagiakan selain mengetahui bahwa Allah mencintai kita, dan kitapun mencintaiNya.
259 notes
·
View notes
Text

Pada penghujung senja, tatkala semburat jingga bersemai di penghujung cakrawala, seorang perempuan berpeluh keringat setelah berusaha (me)lari(kan) (dirinya sendiri) bergumam.
Semoga kelak ia dapat menemui dirinya yang jauh lebih baik, dewasa dan bijaksana. Semoga perjalanan memaafkan semua yang terjadi, menerima apa-apa yang telah menjadi ketetapan-Nya, memaafkan dan mencintai dirinya sendiri sampai pada makna cukup. Cukup yang mencukupkan dari yang ganjil, menerima dari yang kurang, memperbaiki dari yang buruk, meningkatkan dari yang baik-sampai (semoga) menjadi potensi amal kebaikan.
Selamat menyelami diri sendiri. Take your time. Make your own pace.
3 notes
·
View notes
Text
Tersambar Nasihat Lama
@edgarhamas
Adakah prinsip baik yang dulu kau yakini, namun makin bertambah umurmu kau mulai melupakannya?
Beberapa malam lalu, seorang guru membahas satu hal sederhana. Tapi bagiku ia bagai sambaran petir luarbiasa. Tausiyah itu berjudul: "Uluwwul Himmah", semangat yang tinggi.
"Kita tidak bangkit dan maju, karena himmah kita receh. Semangat kita redup", sebuah kalimat yang sebenarnya biasa, tapi ia menggugat kepala para manusia dewasa yang mulai menyerah pada mimpi-mimpinya.
Untuk bersemangat saja, banyak di antara kita yang mulai enggan.
Sihir rutinitas membuat kita mati rasa. Semangat besar yang dulu pernah berkobar bahkan kita senyumi sinis karena kita menganggapnya polos dan tak berguna. Beberapa di antara kita, sekadar semangat saja sudah tak punya. Apatah lagi untuk menyelesaikan impian dengan sempurna.
Dulu, kita yakin betul dengan mimpi. Dulu, kita antuasias untuk lakukan banyak hal dengan penuh energi.
Ya, aku tahu realitas membuat kita kaku. Kenyataan meremukkan ekspektasi. Komentar orang membuat kita enggan mencoba lagi. Tapi, apa cuma segitu kita pernah punya nyali?
Tausiyah malam itu, tentang "Uluwwul Himmah", tentang memiliki semangat nan tinggi untuk mewujudkan hal besar. Itu kan yang sering kita bahas ketika masih berseragam putih abu-abu? Ia hadir lagi menggedor pikiran dewasamu yang mulai menjalani hidup sekadarnya saja.
Pantas saja ada orang yang hidupnya hanya sampai usia dua puluh lima, tapi baru dikubur ketika umurnya tujuh puluh lima.
Mari merenung kembali atas perjalanan yang sudah lumayan jauh ini. Adakah ia telah menyerah; atau masih yakin dan punya kemauan mengubah keadaan?
281 notes
·
View notes
Text
"Mbak Afi, gimana caranya bisa tenang?", pertanyaan itu tiba-tiba muncul dengan ekspresi wajah yang tampak menahan sesuatu.
Aku yang tengah terdiam bersamanya di ruangan setelah suatu acara lantas tersontak kaget dengan pertanyaan itu. Cuaca sore itu cerah, langit jingga dengan burung yang terbang kembali ke singgahsana, tidak ada tanda-tanda hujan akan turun seperti hari-hari sebelumnya.
Aku pun terdiam sesaat. Berpikir "apa yang harus kujawab?", "jawaban apa yg tepat?".
"Berdoa, pasrah.", dua kata pertama itu seolah terlontar begitu saja. Padahal otak ini masih berpikir.
"Kenali mana yg bisa dikendalikan dan engga, kalo dia datangnya dari luar (eksternal), kenali seberapa jauh kita bisa bertindak kalo kita cuma bisa berupaya sisanya ya berdoa dan pasrah. Kayak sikap orang lain, hasil gitu kan gak bisa kendalikan tuh.."
"Mbak, aku pengen nangis.."
Dia pun melepas kacamatanya dan menarik lengan kiriku lantas menumpahkan air matanya. Aku semakin tidak bisa berkata apa-apa... dan memang seharusnya kita membiarkan orang menangis terlebih dahulu hingga ia sudah merasa lebih baik. Jangan bertanya, jangan memberi nasihat jika tidak ditanya. Cukup kehadiran kita untuk mendengarkan dan memberi kehangatan.
Tangisnya terhenti setelah beberapa menit. Kini kedua matanya sembab dengan pipi yang memerah. Aku pun mengisyaratkan agar ia mengatur napasnya. Tarik napas.. buang.. tarik napas.. buang..
Kini ia sudah lebih tenang. Namun, belum ada kata-kata yang kembali ia ucapkan.
"Apa ada yang bisa aku bantu?", tanyaku.
Dia pun mulai bercerita masalah yang sedang ia hadapi dengan temannya. Aku pun mulai memahami apa yg ia rasakan.
"Kalo gitu aku harus gimana Mbak?"
"Hmm ini hubungan antar manusia ya. Kamu di lingkungan yg sama dengan orang itu?"
"Iya Mbak."
"Saranku, tetep coba professional, seperlunya dan menghindari konflik aja sm dia. Sisanya pasrah, berusaha menerima dan bersabar. Karena sikap dia, omongan dia ke org lain, dia mau menyebarkan hal yg kurang baik ttg kamu, itu ga bisa kamu kendalikan.. jadi sejauh mana kamu bisa bertindak dlm menghadapi itu ya cukup sampe situ. Ada omongan orang lain yg perlu kita dengar dan ga perlu kita dengar kan. Pun gak semua omongan orang itu mendefinisikan kamu.."
"Jadi emang aku harus menerima dan sabar ya Mbak"
"Heem.. Jadi latihan kita buat memaafkan, melepaskan dan sabar. Doain aja semoga Allah lembutkan hati dia dan Allah kuatkan hati kamu.."
Semarang, 8 Januari 2023
1 note
·
View note
Text
Belajar melepaskan apa yang tidak seharusnya digenggam, bukan dalam tangan, tapi dalam hati. Apa itu? Harapan. Maaf jika hati terkadang begitu lancang menyimpan harap, padahal ia tau jika harap itu sewaktu-waktu bisa jadi akan melukainya suatu saat.
Belajar melepaskan apa yang dirasa-rasa semata demi hati merasa lega, tidak lagi sesak oleh pertanyaan - pertanyaan yg tak pernah berani ia cari tahu jawabannya. Karena ia paham begitu banyak kemungkinan jawaban yg dapat ia temui, yg bisa jadi tidak sesuai dengan imaji. Ia pun paham ada hal-hal yang harus ia jaga agar tetap pada koridorNya.
Belajar menerima bahwa barangkali yg kita anggap baik bagi kita belum tentu baik. Maaf jika manusia yg faqir ilmu ini berlagak seolah tau mana yg terbaik baginya, padahal manusia tidak memiliki ilmu ttg itu. Allaah yg Maha Mengetahui yg terbaik bagi setiap hambaNya. Pun manusia sebenarnya sadar jika ingin ditunjukkan dan diberikan yg terbaik, maka ia sudah seharusnya mendekatkan diri kepada Pencipta.
Belajar buat mengendalikan diri agar tidak terlena lagi. Belajar memasrahkan kehendak atas apa-apa yang sudah Allaah tetapkan. Semoga ketidaktahuan dan ketidakpastian akan masa depan membuat kita lebih-lebih banyak berdoa, mengadu, dan menyerahkan semua urusan kepada Allaah.
Semarang, 3 Januari 2022
1 note
·
View note
Text
Syaikh Abdullah Siddiq Al-Ghumari pernah menasihati muridnya yang seorang dokter, "Dimana saja Allah meletakkan kamu, disitulah kamu beribadah kepada Allah. Lakukan dengan baik, itulah bidang yang dipilihkan Allah untukmu."
130 notes
·
View notes
Note
Gimana cara mas, buat nentuin visi misi hidup. Plus sistem evaluasi diri nya.
Menentukan Visi dan Misi Hidup
Saya coba jabarkan dalam 10 points, ini agak panjang semoga menjawab dan worth it untuk dibaca😁
Pahami terlebih dulu arti visi dan misi, dan bagaimana konsep keterkaitan antar keduanya. Sederhananya, visi adalah impian, cita-cita, tujuan yang didambakan. Misi, adalah proses, langkah, step by step untuk merealisasikannya. Sehingga setiap statement yang hadir dalam misi, haruslah selaras dan koheren dari sebuah visi.
Berbicara membuat konsep hidup, saya menganut konsep "memulai dari akhir", maksud akhir adalah tujuan, yang notabene itu adalah merupakan akhir dalam sebuah perjalanan, apapun; organisasi, program, dsb. Baru setelahnya menentukan metode, sarpras, dsb dalam mewujudkan tujuan (visi) tadi.
Jika hal tersebut dikontekskan dalam kehidupan, maka dalam merumuskan visi, kamu perlu menjawab "Akhir dari kehidupan seperti apa yang kamu inginkan?" Jawabanmu akan sangat menentukan misi-misi yang akan kamu tempuh nantinya.
Saya kasih contoh, dulu saya pernah memberi pertanyaan ke audiens tentang "Kelak, ketika kalian meninggal, berapa orang yang kalian target hadir untuk melayat?"— tentu saja mereka kaget dengan pertanyaan itu. Sebelum mereka menjawab, saya timpali, "Seribu? Sepuluh ribu? Seratus ribu? atau bahkan Satu Juta?" Tentukan! Jawaban kalian akan menentukan bagaimana dalam menjalani hidup."
Singkatnya, semakin besar target yang kamu hadirkan dalam menjawab pertanyaan itu, akan menuntut kamu untuk memberikan lebih banyak manfaat kepada banyak orang, ini adalah yang diaebut sebagai misi. Sehingga kepergianmu nanti akan sangat menjadi kehilangan banyak orang, mereka berbondong-bondong melayati, mensholati, bahkan mengiring jenazahmu. Bayangkan jika targetmu besar, tetapi kamu apatis, egois dsj? Tercapai? Mustahil.
Singkatnya itu untuk visi dan misi. Lalu untuk bagaiamana cara mengevaluasi. Ketika kamu sudah memiliki visi dan misi dengan jelas dan konkret, kamu perlu berikan target dari setiap misi yang kamu perlu kerjakan. Misal, nyambung yang tadi, step awal untuk membuat kebermanfaatan lebih masif adalah menikah, karena kamu butuh supporting system, untuk mengabdi ke masyarakat. Maka targetkan di usia berapa kamu akan melakukan itu. Pun sama halnya dengan karir, penghasilan, dsb. Yang itu semua ditentukan based on you. Bukan standar orang lain.
Angka-angka itu, meskipun mungkin ada pro kontra, akan tetap dibutuhkan untuk menjadi guidance dalam perjalananmu meraih visi tadi, dan kenapa harus dengan angka? Sederhana saja, karena bisa diukur.
Contoh, di usia 25 dengan berbagai pertimbangan, kamu menarget sesuatu, lalu kamu dapati di usia 25 kurang 1 jam, belum tercapai. Kamu akan mudah menjawab, alasan kenapa hal tersebut belum tercapai, apa step yang terlewat, kemana perginya waktu-waktu itu, apa saja yang telah dilakukan, dsb.
Kesimpulan, merumuskan visi dan misi hidup itu mudah. Yang susah adalah mengimplementasikan hal tersebut ke dalam aktualisasi kehidupan kita. Akan tetapi meskipun susah, pada akhirnya ini perlu agar menjaga kualitas kehidupan dari seseorang.
Ada satu quotes bagus dari Desmond Tutu dalam buku How Do You Eat An Elephant, yaitu "There is only one way to eat an Elephant: a bite at a time.". Nggak perlu dijelasin ya, intinya step by step. Sedikit demi sedikit.
62 notes
·
View notes