Text
Tak terasa sudah menuju 30 taun, seharusnya level spiritualitas ku naik dari sebelumnya. Mungkin ideal nya bisa diaplikasikan jika saya sudah berkeluarga, dengan tanggung jawab baru yang lebih bermakna. Tapi yasudah lah, tak perlu mengingkari takdir

Dari tweet ini, aku jadi ingat tentang pemikiran Ikhwan al-Shafa tentang rute spiritual manusia. Sesuatu hal unik yang aku temukan.

Ikhwan al-Shafa menjelaskan perjalanan spiritual manusia melalui 4 tahap.
Al-Abrar dan Al-Ruhama. Dimana ciri² manusia yang menempuh spiritual pada fase ini adalah pikirannya jernih dan batinnya bersih sehingga mudah menangkap makna² dalam. Pada fase ini kualitas individual manusia nya kuat karena batin dan pikiran yang jernih.
Al-Ru'asa dan Al-Malik. Ciri² manusia yang menempuh spiritual pada fase ini adalah pemurah, penyayang dan siap berkorban demi persaudaraan. Kemampuan berfikirnya level hikmah serta terjadi peningkatan ke aspek sosialnya.
Al-Muluk wa Sulthan. Ciri² manusia yang menempuh spiritual pada fase ini manusianya sudah matang. Mereka memiliki kekuasan memerintah, melarang, dan mencegah perselisihan. Lebih kuat dari fase kedua karena bisa mewujudkan ideal² dan mencegah perselisihan karena memiliki kekuasaan.
Para filsuf. Ciri² manusia yang menempuh spiritual pada fase ini adalah hidupnya pasrah dan ridho, total menerima keputusannya Allah. Mampu menangkap hakikat sehingga mampu mengambil jarak dari dunia materi. Ini merupakan level puncak dari spiritual manusia.
Dari pemikiran para ikhwanusshafa ini, jika di refleksikan ke diri sendiri, saya seharusnya pada fase pertama. Mungkin jika disadari bahwa diri sendiri belum masuk pada fase ini yaitu pikiran dan batin masih kotor, perlu diikhtiarkan untuk pembersihan jiwa (tazkiyatun nafs). Dan mungkin jika melihat pemikiran dari orang yang sebaya, kebanyakan bersifat individual yang kuat sehingga terkesan belum bijaksana secara sosial. Sehingga perlu belajar dari guru yang secara ilmu sudah bijaksana.
Dari sini juga, mungkin saya bisa belajar untuk menikmati proses² kehidupan yang saya alami. Lebih memahami posisi dan kapasitas diri sendiri. Sehingga hidup saya lebih jelas dan terarahkan. Dan juga sebagai pengingat bahwa manusia di dunia ini hanya sebentar. Tiba² sudah berumur dan belum tentu juga kita bisa sampai ke level puncak spiritual.
*Malam² ngelantur lagi, tapi pemikiran ini boleh setuju atau tidak monggo~. Aku hanya ingin sedikit mengekspresikan pikiranku.
1 note
·
View note
Text

Aku tuh nyampe beli buku ini buat belajar, semoga kelak suatu saat bisa beruntung dalam hal hubungan 😭
0 notes
Text
aku tak pernah tahu rasanya menunggu jodoh bertahun-tahun itu seperti apa. karena aku menikah dengan suamiku diusia muda 20 tahun.
aku juga tak pernah tahu rasanya berselisih paham dengan mertua, karena dari awal pernikahan hingga saat ini kedua mertuaku sangat baik kepadaku.
aku juga tak pernah tahu rasanya tinggal seatap dengan mertua, merasa tidak nyaman dirumahnya atau konflik dengan ipar. karena sejak awal menikah suamiku telah menyiapkan rumah untukku tinggal bersamanya tanpa harus mencicipi tinggal dengan mertua.
aku tak pernah tahu rasanya bagaimana kesulitan ekonomi, pinjam uang sana dan sini, menggadaikan atau menjual aset untuk bisa makan hari ini. karena selama pernikahanku Allaah cukupi aku dan suami dengan kelapangan rezeki.
Allaah tidak menguji aku dalam hal demikian, tidak tentang menunggu jodoh, tidak dengan mertua, tidak dengan suami ataupun kesulitan ekonomi. tetap ku syukuri apapun keadaan itu hingga saat ini.
tapi apakah kamu tahu dimana letak ujianku? iya, Allaah uji aku dengan penantian buah hati. aku tidak tahu rasanya bagaimana lelahnya mengandung, melahirkan, ataupun mendidik seorang anak. karena selama 15 tahun pernikahanku aku belum pernah merasakan bagaimana perasaan terlambat haid.
jangan tanya bagaimana upayaku, percayalah aku sudah mengupayakan semua cara yang baik. saran dari banyak ahli, dan semua nasihat yang masuk aku semua sudah aku upayakan.
katanya hamil itu berat, menyusui itu membuat payah seorang ibu, dan merawat seorang bayi itu tidak mudah. iya, aku mengerti, keadaan itu sudah Allaah jelaskan di dalam Al-Qur'an. namun mereka tak akan pernah tahu dan juga pahamkan bagaimana beratnya menanti seorang anak sekian lama. letihnya berjuang dengan berbagai upaya yang tak jarang menyakitkan.
maka aku mendidik diriku, semakin kesini jadi semakin berhati-hati. tidak ingin mudah menilai seseorang tentang siapa yang paling berat ujiannya. semua orang sedang berjuang dengan ujiannya masing-masing. hanya Allaah yang tahu kadar keimanan seorang hambanya.
semakin kesini jadi semakin mencoba lebih mudah mensyukuri hal-hal kecil yang sudah dimiliki tanpa membandingkan kebahagiaan ku dengan yang lain. sebab keduanya tak akan pernah sama. dan tak membenci takdir atas apa yang terlewat dari hidup seperti;
Dibalik aku yang nggak bisa naik motor, ada rejeki bapak ojol.
Dibalik aku yang belum hamil, ada rezeki dokter dan perawat yang mengalir disitu karena ikhtiar bayi tabung, inseminasi dan ikhtiar lainnya.
Dibalik AC rumah yang udah nggak dingin atau rusak, ada rezeki tukang service AC yang hadir disitu.
Dibalik ban mobil yang bocor, ada rezeki tukang tukang tambal ban disitu atau ada juga rezeki warung starling yang juga mangkal disitu. sambil nunggu ditambal bannya sambil pesan minum sekalian.
intinya sejatuh dan terpuruk hidupku, tetap ada berkah bagi orang lain. seberat apapun kesedihan hidup yang sedang aku jalani, berbaik sangka sama Allaah adalah yang harus selalu diupayakan. dan bener, semakin kesini hanya ingin hidup tenang. semua yang sudah Allaah takar tak akan pernah tertukar. semua yang memang untukku akan tetap menujuku, yang tidak untukku akan melewatkanku sekuat apapun upayaku untuk menujunya.
jadi ujian mana yang lebih berat dan mana yang mulia? tak akan mengurangi kemuliaan ibunda Aisyah Radhiyallahuanha walau tak memiliki keturunan. tak akan mengurangi sedikitpun kemuliaan Asiyah Binti Muzahim meski bersuamikan Firaun. tak akan mengurangi sedikitpun kemuliaan dan kesucian ibunda Maryam yang melahirkan seorang anak tanpa pernah disentuh oleh laki-laki. tak akan mengurangi kemuliaan Fatimah Az Zahra walau hidup penuh dengan kekurangan. Mereka semua tetap mulia sebab Allaah telah memuliakan mereka, dan itu lebih dari cukup.
.
مَادَام اللّه مَعَك لَايُهمك شَخص أَذَاك، وَ مَادَام اللّه يَحفَظك لَاتَحزَن لِأَحَد أَهملك، وَ مَادَام اللّه يُرِيد لَك شَيْئ، فَلَنْ يَقف فِي وَجهِك شَيْئ أَبَدًا.
Selama Allah bersamamu jangan pedulikan orang yang menyakitimu, selama Allah melindungimu jangan sedih dengan orang yang mengabaikanmu, dan selama Allah ingin memberikan sesuatu untukmu, maka tidak akan ada yang menghalangimu.
***
ini bukan kisahku, namun sepanjang ia bercerita, ia selalu tersenyum seolah ingin mengabarkan bahwa ia sudah lapang atas semuanya...
265 notes
·
View notes
Text
Capek banget ovt terus tentang hidup
Butuh rehat atau pengalihan ini
0 notes
Text
"Orang bisa mencapai potensi terbaiknya bukan dituntut, tapi karena diterima."
*Sepertinya aku mengalami krisis penerimaan
0 notes
Text
Kenapa aku rapuh sekali 🥺

Hei…
Kau tak harus memaksakan semua hal selesai sebelum usia 30. Tak perlu merasa gagal hanya karena temanmu sudah punya jabatan tetap di umur 26, atau menikah di 27, atau beli rumah pertama di 28.
Dunia memang pandai menanam angka-angka di kepalamu—umur 17 harus tahu cita-cita, 21 harus lulus, 25 harus menikah, 30 harus mapan.
Tapi… siapa yang menetapkan semua itu? Siapa yang bilang hidupmu harus dicetak dalam jadwal seragam?
Kau tak pernah menyetujui aturan itu, bukan?
Sejak kecil kau dijejali target yang bukan punyamu. Disuruh cepat-cepat jadi “seseorang” bahkan sebelum sempat tahu siapa dirimu sendiri. Seolah hidup hanya tentang pencapaian demi pencapaian, seperti tangga tak terlihat yang harus kau naiki satu per satu sebelum “terlambat”.
Tapi bagaimana mungkin hidup dibatasi oleh angka? Kau bukan alarm. Kau bukan produk gagal hanya karena belum “sukses” di umur yang mereka anggap ideal.
Lihat sekelilingmu..
Ada yang baru menemukan cinta sejatinya di usia 35. Ada yang ganti karier total di usia 40. Ada yang baru pulih dari trauma masa kecilnya setelah ulang tahun ke-33. Dan ada pula yang memulai dari nol setelah kehilangan segalanya di usia 45.
Apakah mereka terlambat? Tidak. Mereka hidup. Mereka berani.
Aku tahu, ada malam-malam ketika kau diam-diam membandingkan dirimu. Melihat stories orang lain yang kelihatan sudah “sampai.”
Sementara kau masih di sini, mencoba berdamai dengan luka, mencoba menata mimpi yang belum jadi apa-apa. Kau merasa aneh. Terlambat. Tertinggal.
Tapi percayalah… Kau tidak terlambat.
Karena hidup bukan lomba lari. Ia adalah perjalanan—dengan jalan memutar, henti sejenak, dan arah yang sering kali berubah.
Kita semua punya musim sendiri.
Ada yang mekar di usia 22, ada yang baru berani bersuara di 33. Ada yang menemukan panggilannya di 19, ada yang baru menemukan makna hidupnya di 51. Dan semuanya sah. Semuanya indah.
Jadi pelan saja…
Tak apa kalau hari ini kau belum menikah. Tak apa kalau tabunganmu belum cukup. Tak apa kalau kau masih belajar mencintai tubuhmu sendiri setelah bertahun-tahun merasa asing dengannya. Tak apa kalau kau merasa hampa, meski dunia menyebutmu “berhasil”.
Hidup bukan tentang kecepatan, tapi tentang kejujuran. Kejujuran pada dirimu sendiri.
Apa yang kau mau? Apa yang kau rasa? Apa yang benar-benar ingin kau kejar? Dan selama kau terus berjalan, perlahan tapi setia, maka percayalah…
Kau tidak pernah benar-benar terlambat. Tidak di usia 22, tidak di 33, bahkan tidak di 58. Karena hidup yang utuh bukan tentang sampai lebih cepat—tapi tentang tetap pulang ke dirimu, kapan pun waktunya.
132 notes
·
View notes
Text
Rasanya pingin menghilang atau off dulu dari sosmed, down banget rasanya 😭
0 notes
Text
Kadang, naifnya diri kita saat beranjak dewasa adalah merasa tahu tentang diri sendiri, berusaha mengendalikan takdir, dan berpikir bahwa setiap usaha pasti akan sampai.
Lupa kalau Allah pun kadang menjauhkan bahkan membuat kita tidak sampai ke tujuan yang kita mau, demi kebaikan kita. Cuma, kitanya yang sering gagal memahami, menyalahkan takdir, dan merasa gagal sebagai manusia. Padahal, jika kita mau berpikir jernih dan lapang, kita hanya sejengkal dari hikmah kebaikan.
Kadang kita juga ingin mengendalikan takdir dengan pekerjaan apa kita berjodoh atau dengan siapa kita mau menikah. Seolah, jika tidak dengan orang tersebut, hidup kita akan sengsara. Kata siapa? Hanya karena kenaifan kita, kita menyangka bahwa jalan satu-satunya adalah memperjuangkannya sampai dapat, meski harus menunggu dan melepaskan kemungkinan-kemungkinan lain yang datang. Yakin?
Bodohnya kita percaya sama kata mutiara yang dibuat oleh orang yang jatuh cinta dan patah hati. Sementara seharusnya kita lebih yakin sama Qada dan Qadar-Nya. Karena hal-hal terbaik menurutNya seringkali tidak mampu kita pahami dalam kapasitas seorang manusia.
Butuh kelapangan hati, butuh kejernihan berpikir, saat beranjak dewasa dengan berbagai macam keputusan besar yang ada di depan mata. Kita berharap tidak membuat kesalahan dalam pengambilan keputusan, tapi kita seringnya hanya bergantung pada keyakinan diri sendiri dan ketakutan-ketakutan di pikiran memengaruhi pengambilan keputusan tersebut. Coba pejamkan matamu, tarik nafas yang dalam. Bagaimana kalau mulai sekarang, kita menata lagi bagaimana cara kita mengambil keputusan dalam hidup. Pelan-pelan membesarkan ruang hati untuk menerima segala petunjuk dan pertandaNya. (c)kurniawangunadi
276 notes
·
View notes
Text
Ada Dimana Letak Kenikmatan Itu?
Saya pernah membaca sebuah nasihat yang sederhana, tapi maknanya jika ditelisik mendalam, akan menimbulkan decak kagum betapa Allah itu Maha Sempurna atas segala kehendak-Nya. Bunyinya seperti ini:
"Nikmat itu letaknya pada batas, bukan pada kelimpahan."
Sederhana bukan? Tapi bagi mereka yang mampu memahaminya, akan memahami makna filosfis di dalamnya. Misalnya seperti ini, adanya nikmat beristirahat adalah tatkala kita lelah setelah berusaha. Adanya nikmat makan, setelah kita berhasil menahan rasa lapar selepas berpuasa, dsb.
Bayangkan betapa Maha Bijaksana-Nya Allah memberikan ke tiap-tiap hamba-Nya pada jumlah yang sesuai porsinya. Bayangkan jika kita tidak pernah ditimpa kesedihan, apakah kita akan tahu bahwa ternyata hikmah di balik kesedihan seringkali jauh lebih dalam daripada hikmah di balik kebahagiaan?
Kesedihan membuka ruang perenungan, mendidik hati untuk lebih lembut, dan memaksa jiwa untuk lebih dekat dengan Sang Pemilik Kehidupan. Atau juga pada keterhimpitan yang seringkali lebih mendekatkan kita pada Sang Maha Memiliki Segalanya.
Maka, jangan buru-buru mengeluh saat merasa kekurangan. Bisa jadi, di sanalah letak kenikmatan yang Allah titipkan. Bukan dalam tumpukan harta, bukan dalam kenyamanan yang terus-menerus, melainkan dalam keterbatasan yang membuat kita belajar, berjuang, dan akhirnya bersyukur.
Sebab nikmat sejati bukanlah tentang seberapa banyak yang kita miliki, tapi seberapa dalam kita mampu merasakan makna dari setiap yang Allah beri meski tampak sedikit, bahkan ketika terasa menyakitkan.
“Kesempurnaan tidak terletak pada tanpa celanya kehidupan, tetapi pada kebijaksanaan dalam kita menerima, mencoba memahami akan keterbatasan itu sebagai bagian dari nikmat.”
394 notes
·
View notes
Text
Sudut pandang seseorang yang menjalani pernikahan meski Allah takdirkan sebentar saja namun sungguh memberikan banyak hikmah di dalamnya.
Ini untuk mbak-mbak, mas-mas yang ingin dan dalam proses menuju pernikahan. Percayalah bahwa idamanmu yang sholih tentu akan ada kurangnya. Dan sungguh jika kamu membayangkan pernikahan akan indah jika bertemu dengan seseorang yang baik, sholih, akhlak bagus sepenuhnya tidak salah dan sepenuhnya tidak benar juga. Karena sesholih atau sesholihah apapun pasangan kalian jika kalian tidak mampu mengimbanginya maka kamu akan tertinggal atau bahkan menjadi masalah. Jika kamu bermimpi bahwa pernikahan akan saling mengisi kekosongan ilmu maka tidak sepenuhnya benar, saranku sebaiknya kamu memulai dari dirimu sendiri. Karena pasangan hebat yang kita lihat hari ini adalah pasangan yang keinginan untuk belajarnya tinggi, kemauan untuk memenuhi keterampilannya baik, keinginan untuk bertumbuhnya tinggi saat masih sendiri.
Sungguh tidak ada pernikahan yang ideal. Akan ada saja permasalahan yang hadir mengiringi. Jangan bermimpi akan hidup indah ketika sudah menikah, jangan membayangkan akan ditemani selalu, jangan membayangkan akan romantis dan bahagia selalu, jangan habiskan waktumu untuk melihat keromatisan yang dipertontonkan di media sosial.
Habiskan waktumu untuk memperbanyak ilmu, memperbaiki akhlak, melebarkan sayap dan jaringan, meluaskan kesabaran, banyak bertemu dengan orang baik dan hebat. Karena pernikahan yang bertumbuh tidak akan lagi mengingatkan hal-hal yang sederhana seperti sholat, makan, dan sebagainya. Tapi jadikanlah pernikahan impian mu pernikahan yang meluaskan kebaikan, memperpanjang generasi-generasi baik, membicarakan hal-hal besar sehingga lahirlah peradaban yang baik untuk masa depan.
Ingat ya ini sudut pandang bisa jadi berbeda dengan sudut pandangmu.
69 notes
·
View notes
Text
390
Dari minus menuju plus
Arti berdoa adalah permohonan, permohonan yang bergerak dari yang paling minus kepada yang paling plus. Dari manusia kepada Tuhannya. Jadi tak mengapa, engkau bebas berdoa dalam secarut-marutnya rasa atau keadaan yang sedang menimpa, Tuhan kan selalu rela mendengar dan mengabulkan.
20 notes
·
View notes
Text
Tumbuh dewasa itu ternyata bukan soal jadi tahu semua jawaban. Tapi tentang berani tetap hidup walau kamu tahu kamu nggak tahu harus ke mana. Tentang tetap melangkah, walau kaki sudah berat, dan hati sering kehilangan arah.
Kamu memang belum tiba. Tapi kamu sedang menuju. Dan itu lebih dari cukup.
159 notes
·
View notes
Text
pada ketidak sempurnaan yang selalu kau ocehkan tentang dirimu sendiri, justru aku menemukan cukup di dalamnya. sesekali banggalah pada dirimu sendiri.
200 notes
·
View notes
Text
Semoga bahagiaku tidak pernah menyakiti hati siapapun dan bahagia mereka jangan sampai meninggalkan rasa iri dalam diriku :)
460 notes
·
View notes
Text
"Tidak semua hal yang ingin kamu ketahui perlu kamu ketahui. Tidak semua hal yang mampu kamu lakukan, harus kamu lakukan. Sebab di antara keingintahuan dan kemampuan, ada batas yang patut dipertimbangkan, yaitu soal kepantasan."
250 notes
·
View notes