vafx
vafx
Today’s Good Message/Quote/Insight/Sharing
53 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
vafx · 1 year ago
Text
Today’s Good Message/Quote/Insight:
Kemuliaan TUHAN
^
^
^
|
|
|
DOA (praise & worship, melakukan kehendak TUHAN, melaksanakan mandat budaya & Injil)
^
^
^
|
|
|
Firman Tuhan (ALKITAB)
Ini hirarkinya setiap gerakan misi, dasarnya adalah selalu Firman Tuhan yang tertulis di dalam ALKITAB, bukan fenomena, bukan pengalaman, bukan perasaan, bukan apapun yang di luar ALKITAB (Sola Scriptura).
Atas dasar ALKITAB kita ber-DOA, doa bukanlah sekedar berkata-kata kepada Tuhan secara lisan, baik berupa permohonan maupun pujian, tetapi doa adalah mengasihi Tuhan dengan segenap hati kita, akal budi kita, jiwa raga kita, dan mengasihi sesama seperti mengasihi diri kita sendiri (kedua hukum yang terutama). Hukum harus diterapkan di dalam setiap kehidupan dengan melakukan kehendak Tuhan (artinya: menyelaraskan hidup kita dengan rencanaNYA sesuai Karya AgungNYA bagi dunia ini, dan ini, sekali lagi, kita pahami melalui ALKITAB). Perwujudan dari melakukan kehendak Tuhan adalah melaksanakan mandat budaya dan Injil yang sudah dipercayakan kepada kita, sebagai Kristen (Militia Christi = Prajurit Kristus), inilah tugas, tanggung jawab, kewajiban kita, inilah DOA kita (DOA = Diutus oleh Allah). Jadi, ingat !!! Praise & worship hanyalah salah satu sarana, bukan yang utama, bukan yang lebih dari segalanya, karena kita masih hidup di bumi ini, masih bergumul dengan dunia ini, itulah mengapa Yesus Kristus berkata, “Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran." (roh, bukan Roh, artinya roh manusia, maksudnya hidup manusia, the whole life of ours) dan di dalam kebenaran, yaitu: kepercayaan dan keyakinan kepada Firman Tuhan (Yesus Kristus), dan itu kita dapatkan dari Roh Kudus; yaitu IMAN, hanya karena kasih karunia (anugerahNYA) dan sekali lagi, hanya karena iman (Sola Gratia => Sola Fide).
Dan dari semuanya, yang menjadi goal-nya adalah PI (Pekabaran Injil) yang meninggikan dan memuliakan Tuhan Yesus Kristus saja !!! (Christus Centris, Solus Christus, Soli Deo Gloria).
Saya harap ini dapat dipahami, sehingga setiap pelayanan kita sesuai dengan kehendak dan rencanaNYA seturut Karya AgungNYA bagi manusia.
Gloria in exelcis Deo !
- vafx -
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
Kelemahan/kekurangan anak muda Indonesia adalah tidak mampu melihat (memprediksi/mengantisipasi) masa depan, hal ini disebabkan:
1. Tidak memiliki survival skill dan life skill (AQ).
2. Selalu memakai alasan terkendala (menyerah/ketidak-mampuan untuk berjuang) dengan kekurangan/hambatan (kemiskinan, kelumpuhan, keterbelakangan/keterbatasan).
Dalam hal ini, ada 2 (dua) faktor; antara lain: budaya dan politik & ekonomi.
3. Tidak dapat berbahasa Inggris/Mandarin.
- vafx -
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
Today’s Good Message/Quote/Insight:
https://youtu.be/fdOMoar71Dk?si=MjT5ww32yS9Y0ugS
Academic bukan segala-galanya,
Attitude juga harus diajarkan
Education bukan soal akademik saja,
Etika juga bagian dari edukasi
IQ perlu, tp EQ, AQ, PQ (Personality Quotient), MQ (Morality Quotient), NQ (Nationality Quotient), CQ (Cultural Quotient), SQ, juga sama perlunya…
- vafx -
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
World Evangelical Alliance (WEA) Publication
*Free e-book*
World of Theology (WoT) Series
https://theology.worldea.org/world-of-theology/
Global Issues Series
https://theology.worldea.org/global-issues/
Evangelical Review of Theology (ERT)
https://theology.worldea.org/evangelical-review-of-theology/
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
*SIAPAKAH KRISTEN FUNDAMENTALIS ITU?*
Kebanyakan orang Kristen di Indonesia tidak mengenal Kristen Fundamentalis. Yang dikenal adalah kaum Injili, Liberal, Pantekosta, dan Reform atau Protestan. Tahun 70-an di mata sebagian orang Kristen Indonesia, yang alkitabiah adalah yang Injili sedangkan yang Liberal itu salah, secara tanpa pengertian.
Tahun 80-an setelah mulai Gerakan Reformed di Indonesia, sebagian orang Indonesia yang kurang informasi berpikir yang berbau Reformed itulah yang alkitabiah.
Sesungguhnya siapakah Fundamentalis, Liberal, Injili, dll. itu? Apakah ada perbedaannya jika kita menjadi salah satu dari mereka? Ikutilah nasehat Yakobus, “tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit (tidak menegur), maka hal itu akan diberikan kepadanya (1:5).
Sejak zaman renaissance, setelah kekristenan pernah dikagetkan oleh kesesatan Gereja Roma Katolik (GRK) yang sangat parah, ada kehausan akan kebenaran yang alkitabiah. Pada saat itu muncul kelompok Puritan, dan berbagai kelompok yang tendensi theologisnya adalah menuju ke kebenaran Alkitab yang murni. Semua yang dikatakan Alkitab diyakini sebagai kebenaran absolut. Inilah KRISTEN FUNDAMENTALIS itu.
Tetapi pada akhir abad ke-19, muncul kelompok yang tidak lagi percaya bahwa Alkitab adalah kebenaran absolut yang tidak ada salah. Fenomena yang terhebat adalah terbitnya Alkitab bahasa Yunani Critical Text oleh Brooke Foss Westcott (Bishop Gereja Anglican) dan John Anthony Hort (Anglican) pada tahun 1881, yang isinya penuh kesalahan tetapi diyakini sebagai yang lebih tepat. Menurut pengeditnya kesalahan memang pada sang penulis (Matius, Paulus, dll.), bukan karena manuskrip yang mereka jadikan patokan terjadi kerusakan. Jadi, mereka menyalahkan penulis Injil bukan menyalahkan Manuscript yang rusak. Sejak saat itu Liberalisme yaitu “sikap tidak mempercayai Alkitab sebagai kebenaran absolut yang tidak ada salah” melanda Eropa. Angin itu bertiup kencang dan yang pertama kali ditumbangkan adalah para theolog Jerman.
Adu argumentasi yang tidak ada habis-habisnya antara kelompok FUNDAMENTALIS dan LIBERAL terus berlanjut dan makin hari makin sengit. Tahun 1909, dua orang kaya membiayai sebuah komisi yang diketuai oleh beberapa orang dan terakhir oleh R.A.Torrey, menyusun argumentasi mewakili kelompok FUNDAMENTALIS terhadap LIBERAL, menghasilkan 12 volume buku yang berjudul The Fundamentals. (Buku ini ada di STT GRAPHE). Pada saat itu oleh kedua orang kaya itu dicetak 300.000 set dan dibagi secara gratis kepada pengkhotbah siapa saja yang menginginkannya. Peperangan doktrin tentu semakin seru dan bukan hanya di Eropa dan Amerika melainkan juga hingga di ladang misi.
Tahun 1947, Harold Ockenga, Rektor pertama Fuller Theological Seminary, mendirikan kelompok yang ia sebut INJILI, katanya untuk menjembatani kelompok Fundamental dengan Liberal. Sejak saat itu muncullah kelompok INJILI yang memposisikan diri di tengah-tengah. Karena posisinya di tengah, maka kadang ia seperti Fundamental dan kadang ia seperti Liberal (berubah-ubah warna seperti bunglon). Kelompok Injili ini maju pesat karena didukung oleh Billy Graham yang pada saat itu sudah sangat tergiur untuk menjadi mashyur. Selain itu juga didukung oleh Carl F.H. Henry, yang mendirikan majalah Christianity Today pada tahun 1955. Kelompok ini berkembang terutama disebabkan oleh sikapnya yang seperti bunglon. Ia bisa diterima oleh semua kelompok karena fleksibilitasnya yang tinggi.
Sementara itu Gerakan Kharismatik dimulai pada tahun 1886. Seorang Pendeta Baptis yang bernama Richard G. Spurling dari Cokercreek, Tennessee, merasa tidak puas dengan organisasi gerejanya sehingga ia keluar dan berusaha mendirikan gereja sendiri. Setelah ia keluar, ia memimpin sebuah kebangunan rohani yang disertai bahasa lidah. Kemudian ia berhasil mendirikan gereja yang disebut Church of God (Sidang Jemaat Allah). Tahun 1898, Charles F. Parham, yang dipanggil bapak Gerakan Pentakosta Modern, mendirikan rumah penyembuhan Betel. Kemudian tahun 1900, dia juga mendirikan Betel Bible College di Topeka, Kansas. Salah seorang siswanya yang bernama William Seymour diundang ke California, dan kemudian memunculkan gerakan Pentakosta dari Azusa Street. Dari Azusa Street, dan Sekolah Alkitab di Topeka inilah yang dengan efektif menyebarkan gerakan Pentakosta-kharismatik ke seluruh dunia. Mereka percaya masih ada wahyu tambahan sesudah Alkitab (Wahyu 22:21).
Kesalahan terbesar kelompok ini ialah mengejar Extra Biblical Authority (otoritas di luar Alkitab), yaitu: mimpi, bahasa lidah, nubuatan dan berbagai fenomena. Mereka percaya Allah masih menurunkan wahyu sesudah Wahyu 22:21. Dengan demikian berarti mereka tidak percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya firman Allah. Mereka tidak percaya bahwa diluar Alkitab tidak ada firman Allah baik tertulis maupun lisan.
Kelompok Reformed atau Presbyterian adalah kelompok yang dimulai oleh John Calvin. Kelompok Reformed dan Lutheran bisa dilihat sebagai kelompok yang sama yaitu kelompok Protestan karena kedua-duanya melakukan protes dan keluar dari GRK dalam waktu yang hampir bersamaan, atau setidaknya dalam suasana yang sama. Pada awal reformasi hampir semua theolog Reformed maupun Lutheran berpandangan fundamental, yaitu Alkitab tidak ada kesalahan. Tetapi fakta menunjukan bahwa di Eropa dan Amerika kelompok Lutheran dan Reformed adalah yang paling cepat menjadi Liberal. Boleh dikatakan bahwa Liberalisme itu muncul dari Lutheran dan Reformed. Mengapa?
Penyebab sebegitu lemahnya kelompok Reformed dan Lutheran dalam menghadapi godaan penyesatan itu sangat mungkin karena mereka hanya mereformasi Doktrin Keselamatan (soteriology) tanpa mereformasi Doktrin Gereja (Ecclesiology). Padahal kesesatan Doktrin Keselamatan GRK itu dikarenakan kesesatan Doktrin Gerejanya. Tetapi baik Calvin maupun Luther sama-sama masih tetap memungut banyak tradisi GRK misalnya baptisan bayi dan baptisan percik serta sistem tata-ibadah yang memakai Liturgi dan gereja menyatu dengan pemerintah.
Baptisan percik sekalipun salah tetapi tidak sebahaya baptisan bayi (paedo-baptis). Baptisan bayi menyebabkan orang yang belum lahir baru menjadi anggota gereja sejak bayi dan bertumbuh sebagai anggota gereja. Kalau semua orang telah menjadi anggota gereja melalui kelahiran jasmani atau Kristen keturunan, tentu pasti suatu hari gereja akan dipimpin oleh orang yang belum lahir baru, dan sekolah theologi akan menghasilkan banyak theolog tanpa lahir baru (theolog Kristen keturunan).
Sesuai dengan berjalannya waktu, makin hari akan makin banyak theolog atau pemimpin gereja Reformed, Lutheran, dan Anglikan (episkopal), yaitu semua yang membaptis bayi, yang menjadi Liberal.
Kelompok Baptis terhitung sebagai kelompok yang memiliki resistensi tinggi terhadap Liberalisme. Kelihatannya rahasianya adalah tradisi ana-baptist yang menjadi sokoh-gurunya. Tradisi Ana-baptis telah berumur dua ribuan tahun. Sejak gereja dirusak dengan sistem Katolik (universal/Am), sekelompok orang yang tidak rela membiarkan gereja dirusak dari dalam, memisahkan diri. Mereka mempertahankan kemurnian kekristenan sambil mengorbankan segala-galanya.
Gereja Roma Katolik sangat membenci ANABAPTIS karena mereka membaptis ulang orang dari GRK yang bertobat. Mereka diburu lebih dari memburu binatang. Dan jumlah mereka yang telah dibunuh tidak sanggup dihitung. Bahkan pada masa reformasi, mereka juga dibunuh oleh para reformator, terutama Zwingli. Para reformator menganiaya ana-baptist itu karena ana-baptist berkata bahwa mereka masih belum benar sehingga orang Protestan yang mau bergabung dengan ana-Baptist tetap diminta dibaptis ulang. Atas hal ini para reformator bukannya sadar atas kesalahan mereka, malah tersinggung dan membunuh banyak ana-baptist. John Bunyan, penulis buku Perjalanan Seorang Musafir, dipenjarakan oleh gereja Anglikan selama 12 tahun, hanya karena ia mengkhotbahkan pengajaran yang bertentangan dengan gereja Anglikan, yaitu tidak boleh membaptis bayi dan gereja harus dipisahkan dari negara. Setelah kebebasan beragama dijamin baik di Eropa maupun di Amerika, ana-baptist keluar dan mendirikan gereja yang bernama BAPTIS.
Akhirnya, kelompok gereja Baptislah yang kuat mempertahankan Fundamentalisme, yaitu sikap mempertahankan Alkitab yang tidak ada salah tanpa kompromi. Namun demikian pada abad 21 ini banyak juga gereja Baptis yang terhanyut oleh badai Liberalism. Terlebih lagi di Indonesia, dimana banyak gereja Baptis kehilangan hakekat inti jati dirinya. Namun kalau theolog Baptis saja terhanyut, anda bisa bayangkan apa yang terjadi dengan kelompok lain, terutama yang tidak mereformasi Doktrin Gerejanya.
Fundamentalis tentu bukan hanya orang Baptis saja. Dari kelompok lain juga ada, cuma lebih banyak dari kelompok Baptis terutama baptis yang alkitabiah. Bob Jones, Sr., pendiri Bob Jones University adalah pendekar Fundamentalis dari gereja Methodis. Dr. Timothy Tow di singapore adalah Fundamentalis dari gereja Bible Presbytarian, dll.
Menurut hemat saya, tidak ada kelompok Kharismatik yang tergolong ke dalam fundamentalis karena tidak mungkin benar untuk percaya bahwa Alkitab satu-satunya firman Allah sambil mempercayai adanya wahyu tambahan di luar Alkitab. Mereka tidak sadar bahwa dengan mempercayai adanya nubuatan sesudah Alkitab selesai, itu artinya percaya bahwa ada firman Allah di luar Alkitab. Biasanya mereka akan dengan lugu berargumentasi bahwa I Kor.14:1 menyuruh bernubuat, tanpa mereka menyadari bahwa pada saat surat itu ditulis Alkitab belum final, atau Wahyu 22:21 belum ditulis.
Di Indonesia, Kristen Fundamentalis hampir tidak pernah dikenal. Dr. Rod Bell, Sr. (president Fundamental Baptist Fellowship) bahkan berkata kepada Dr. Suhento Liauw, “Kalau nama Fundamentalis tidak harum di negara anda, pakai istilah lain saja.” Tetapi Dr. Liauw tetap memakai istilah Fundamentalis dan mempopulerkan istilah Kristen Fundamentalis karena percaya bahwa orang-orang di Indonesia sudah cukup pintar dan pasti dapat membedakan dan tahu bahwa Fundamentalis Kristen itu adalah yang sangat teguh berpegang pada Alkitab, dan kalau seseorang sangat teguh berpegang pada Alkitab itu pasti tidak mungkin menculik orang seperti yang dilakukan Abu Sayaf atau kelompok yang membunuh orang demi agama. Justru karena sangat memegang teguh Alkitablah kaum Fundamentalis telah dianiaya sepanjang masa oleh berbagai kelompok yang tersinggung oleh ketegasan mereka.
Sepulang dari USA, Dr. Suhento Liauw memperkenalkan Kristen Fundamentalis yang berpegang teguh pada Alkitab. Alkitab adalah kebenaran firman Tuhan yang absolut. Diluar Alkitab tidak ada firman Tuhan baik lisan maupun tertulis. Orang Kristen lahir baru harus memiliki kerinduan untuk mematuhi Alkitab apapun resikonya. Inilah seruan Dr. Liauw di antara begitu banyak prinsip yang diperjuangkan oleh kaum Kristen Fundamentalis yang penuh damai.
Tidak ada maksud untuk menyinggung pihak manapun, melainkan hanya dengan tanpa rasa takut mengungkapkan kebenaran. Dan jika kebenaran itu ternyata membuat sebagian orang tersinggung, yang dapat kami katakan hanyalah “mohon maaf, yang sebesar-besarnya.” Itu adalah pendapat kami. Apakah mengemukakan pendapat itu sebuah kesalahan? Apakah ada negara yang melarang orang berpendapat? Kalau semua pihak memakai akal sehat, seharusnya tidak ada.
Siapakah Kristen Fundamentalis?
Orang yang hanya percaya kepada Alkitab dan memegang teguh Alkitab tanpa kompromi, berapapun harga yang harus dibayarnya untuk itu.*
Jakarta, 5 November 2020.
Suhento Liauw, D.R.E., Th.D.
Rektor GRAPHE INTERNATIONAL THEOLOGICAL SEMINARY (GITS)
Gembala Gereja Baptis Independen Alkitabiah (GBIA) GRAPHE
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
Betul di dalam pengajaran, kita tegas mengatakan Yesus Kristus bukanlah Isa seperti yang diceritakan di dlm Al-Quran
Namun, secara kontekstual (dan a/n toleransi), memang kita tetap menggunakan kata Isa Almasih, tapi jangan di-salah-pahami, kita tidak kompromi, kata Isa Almasih digunakan untuk menjembatani gap pemahaman yang nggak nyambung, tapi bukan menyetujui, melainkan dlm rangka meluruskan, spt yg dikatakan, meluruskan dgn sejarah dan pengetahuan akan kebenaran (doctrine/theology yg sehat, baik dan benar…uh jd kalimat relative, tp saya mengacu kpd coptic, ortodoks, lutheran, dan calvinis).
Secara kontekstual, pendekatan bahasa dapat menjadi dasar penggunaan kata Isa Almasih (istilahnya: phonetic correspondency, nah ini terkait dengan sejarah), bukan ajarannya, tp bahasanya, di negara2 Arab, org Kristen disana tetap menyebut Yesus Kristus dengan Isa Almasih.
Kita menyebut Yesus Kristus juga karena pengaruh bahasa, aslinya kan Yeshua Hamashia.
Dan sejarah kekristenan di tanah (pulau) Jawa, bukan karena penginjilan para misionaris barat, melainkan pencerahan yang diberikan langsung oleh Roh Kudus kepada Kyai Tunggul Wulung dan petapa perempuan Sukowati dari kisah Isa Almasih di dlm Al-Quran.
Jadi, secara toleransi, kita menggunakan hanya berdasarkan bahasa, bukan pemahamannya atau yg dipercayai, namun jangan juga menjadikan debat kusir, krn memang beda, akhirnya melupakan sejarah lokal (sejarah dunia diakui, lupa yg lokalnya), bahwa nama Isa Almasih itu sendiri yg menyebabkan pekabaran Injil di Jawa, langsung dari Roh Kudus melalui kedua orang pribumi tadi, sebelum misionaris barat melakukannya.
https://youtu.be/7bR_8Fyw4gU?si=dpwVvD0crtzFbqHI
https://youtu.be/ziN-NUW02eQ?si=cBye8cXvZghY6iK2
https://youtu.be/zgpbDJ1H_fY?si=iFsVwJrYETEXQhgr
Saya sendiri berusaha membaca Al-Quran (terjemahan), tapi selalu menjadi malas dan tdk pernah move on, karena:
1. Saat membaca, yg bikin malas, nggak nyambung, algoritma & logikanya nggak konsisten, dan jadinya nggak ngerti dlm arti ‘aneh’, krn bahasa terjemahannya jelek atau spt dipaksakan.
2. Dalam satu cerita, spt ada dua konten yg berbeda, tp dipaksakan jadi satu cerita, ya contohnya ttg Isa itu…jelas sptnya ada 2 Isa, kayak comot cerita dari satu sumber, comot lagi dari sumber yg lain, dan nggak nyambung.
3. Dan banyak comot dongeng lokal, bahkan spt tdk ada verifikasi atau dibenarkan saja, padahal kontradiktif, nggak salah Salman Rusdhie bilang itu ayat-ayat setan.
Nah yg gini hanya kita sampaikan di kalangan kita sendiri, jgn disebar-luaskan, demi toleransi…tapi dalam pelayanan misi kontekstual kita, masuk melalui Isa Almasih dan secara bertahap dan bijak akan ‘menyentuh’ hal-hal ini.
Bijak dalam bertoleransi
Ketat dalam berteologi
Giat dalam bersaksi
- vafx -
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
Makanya, belajarlah Firman Tuhan dengan baik dan benar, seperti dengan baik dan benar kita belajar Finance, Business, Marketing & Sales, Statistic, dan lain sebagainya…
Saya heran, banyak orang Kristen yg pinter dan jenius di bidang sekuler, tp jadi ‘bodoh’ begitu masuk Gereja atau di hal-hal rohani…atau acuh terhadap theology dan history…
Makanya banyak juga orang pinter dan jenius yg terpapar ajaran bidat dan/atau sesat…dari successful theology sampai Jehovah Witness…
Tapi, kalau tersesat masih bisa dimaklumi, karena mis aja di masalah theology & history, karena nggak belajar…..yg kadang tidak dapat dimaklumi (secara manusia), yang punya ‘kepahitan’, terhadap Kekristenan, karena pernah diberlakukan atau berpikir Gereja atau orang Kristen berlaku tidak sesuai ajarannya…..walaupun sebenernya nggak konsisten juga, satu sisi terganggu dengan kelemahan manusianya, disisi lain minta diakui juga ke-‘manusia’-annya…
- vafx -
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
Mempersiapkan KopiMAS Cluster Induk (prioritas) & KopiMAS Cluster Komunitas
KopiMAS Cluster Induk untuk menaungi Cluster-Cluster dalam satu propinsi, tujuannya untuk mengkoordinir, mengawasi, membina, mengarahkan dan mengembangkan propinsinya sesuai visi-misi Pemda setempat.
KopiMAS Cluster Komunitas adalah berbagai Cluster di dalam propinsi, bisa berupa Cluster Kota/Kabupaten/Kecamatan/Kelurahan/Desa/Kampung/RT/RW atau Cluster Kelompok masyarakat/pertemanan/pekerja/keluarga atau lainnya yang berdiri sendiri di bawah naungan Cluster Induk.
Masing-masing Cluster (Induk/Komunitas) dapat membuat ART sendiri untuk menyesuaikan dengan sikon, keadaan dan kebutuhannya masing-masing, sedangkan AD mengacu kepada satu AD KopiMAS yang sah dan legal berlaku secara nasional.
Setiap Cluster minimal beranggotakan 9 orang, dan maksimal 250 orang (disarankan jumlah anggota seminim mungkin).
Catatan:
Cluster Induk merupakan Cluster khusus CMT, maka hanya yang Kristen/Katholik yang menjadi anggota disini, supaya visi-misi kita tetap terjaga.
Cluster Komunitas adalah terbuka untuk siapa saja, karena tujuannya memang community development dan PI.
Legalitas KopiMAS meng-cover semua Cluster di seluruh Indonesia, maka tidak ada legalitas yang perlu dibuat di wilayahnya masing-masing, kecuali ijin warga atau aparat setempat sebatas pada kegiatan yang akan dilaksanakan, dan mungkin sekedar surat keterangan domisili, bila sudah memiliki kantor.
Namun ada baiknya berkunjung ke Dinas Koperasi setempat untuk memperkenalkan diri dan menjelaskan keberadaan KopiMAS di wilayahnya, namun baiknya Cluster sudah clear & clean dulu soal organisasi, Road map dan rencana kerjanya.
Inilah idealisme dan ideologi KopiMAS:
Lima-isme:
1. Sosialis-Idealisme (mempertahankan kearifan lokal, budaya dan adat istiadat yang baik dan selaras dengan cita-cita bangsa dan negara Indonesia, dengan terbuka dan berkembang secara berkelanjutan menyesuaikan dengan perkembangan jaman, tanpa menghilangkan prinsip-prinsip dasar dari ideologi negara dan budaya lokal yang sudah diselaraskan) - Think Locally, Act Globally.
2. Sosialis-nasionalisme (Menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika) - Politik Bebas Aktif Bertanggung-jawab.
3. Sosialis-patriotisme (Bela Negara: NKRI Harga Mati, yang didasari pada #2 di atas).
4. Sosialis-liberalisme (kebebasan bersama yang didasarkan pada prinsip-prinsip hak azasi manusia yang integral dalam kebersamaan dan kesejahteraan sosial yang proposional) - Kebebasan yang menjadikan kemandirian yang bersifat mutualis, baik internal maupun eksternal, berkelanjutan dan terintegrasi.
5. Sosialis-mutualisme (Gotong Royong dengan Ekonomi Kerakyatan melalui Koperasi; dipahami dengan makna: co-operative/co-operation, bukan sekedar organisasi kaku, melainkan organisme yang bebas dan aktif) - Ekonomi Kerakyatan Semesta.
- vafx -
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
Tugas inti CMT (Co-op Ministry Team) adalah membangun ekosistem pelayanan misi Injil yang holistik-kontekstual (hcgmme).
Membangun ekosistem pelayanan misi Injil yang holistik-kontekstual adalah proses menciptakan lingkungan alami yang terdiri dari bagian-bagian hidup dan tak hidup yang saling berinteraksi untuk menyebarkan kabar baik Yesus Kristus. Bagian yang hidup mencakup orang-orang yang dipanggil atau diutus untuk membagikan Injil kepada orang lain, sedangkan bagian yang tidak hidup mencakup sumber daya, strategi, dan struktur yang mendukung pekerjaan mereka. Prosesnya bersifat holistik karena mempertimbangkan keseluruhan ciptaan Tuhan dan umat-Nya, serta dua aspek rencana Tuhan bagi mereka di dalam Mandat Budaya dan Mandat Injil.
Prosesnya bersifat kontekstual karena berkaitan dengan keadaan dan kebutuhan spesifik masyarakat, serta tempat di mana Injil dibagikan. Prosesnya berpusat pada Injil, karena berfokus pada pesan keselamatan dan kehidupan kekal yang Tuhan Yesus Kristus ajarkan dan tunjukkan melalui kematian dan kebangkitanNYA. Prosesnya berorientasi pada misi karena melibatkan tugas atau penugasan khusus yang diberikan Tuhan kepada umatNYA, biasanya melibatkan perjalanan atau bahaya. Prosesnya berbasis pelayanan, karena menyangkut pekerjaan atau panggilan seorang pekerja misi yang mengabdi kepada Tuhan dan sesama. Proses ini didorong oleh ekosistem, karena mengakui saling ketergantungan dan keragaman dari berbagai bagian yang membentuk keseluruhan.
Membangun ekosistem pelayanan misi Injil yang holistik-kontekstual merupakan upaya yang sangat menantang, namun juga akan sangat bermanfaat, yang memerlukan kreativitas, kolaborasi, dan komitmen.
Dengan membangun pelayanan ini kepada ekosistem, maka kita menyiapkan ‘jemaat-jemaat’ yang visioner dan misioner, siap menghadapi berbagai tantangan hidup, dengan tetap melihat Karya Agung Tuhan dalam kehidupan ini.
Dengan ekosistem yang kuat dan terintegrasi, maka segala sesuatu dapat ditanggung bersama dengan tidak mengabaikan kejujuran, keuletan dan kesejahteraan bersama.
Bisakah kita membangun ekosistem dalam 2 (dua) tahun ke depan ?
- vafx -
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
https://youtu.be/uiUPD-z9DTg?si=GRCNQCmRBZqpq1CY
Listen & Think, we are in the future now !!!
Ini mungkin bisa jadi introspeksi dan refleksi dari sharing #3 kemaren…
Seharusnya kalau ada akibat dari masalah, bukan cuma akibatnya saja yang diputuskan, tapi penyebabnya dibiarkan saja, sebabnya apa ? Perbaikannya atau improvement-nya bagaimana ?
Sosmed tdk boleh jualan, emangnya Sosmed nggak bisa bikin e-commerce sendiri? Bener2 keputusan bodoh dan blunder...
Yg bener support nyata utk UMKM yg perlu diperlihatkan, peningkatan kualitas, kemudahan akses kapital, peningkatan pengetahuan dan skill, kemudahan mengakses digital platform
Kenapa Pemerintah tdk buat aja platform spt TikTok ?
Karena tidak siap, karena kreativitas dan inovasi anak muda tidak bisa sebebas yg dilakukan TikTok, terlalu banyak aturan, terlalu banyak pungli, terlalu banyak ketakutan yang disikapi salah!!!
- vafx -
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
Ya Om, kali ini utk ketiga kalinya Jokowi salah ambil keputusan (mungkin saya salah, dan mungkin semua keputusan ini karena deal politik ekonomi dengan ‘pendukungnya’ waktu pemilu, ‘business is business’ lah…)
1. Mendukung game online, ya mungkin in the future ini akan menjadi salah satu cabang game, tapi dampaknya ini, banyak anak-anak kita kecanduan game online, bahkan sampai judi online, percaya nggak percaya…saya cuma mau nanya sih, emang berapa persen sih anak muda yg akan hidup dari game online ? Emang berapa besar sih devisa negara dari game online ? Emang nggak mikir dampak negatifnya ya ?
Satu sisi, saya sih nggak ngelarang juga main game online, tapi ada batasannya, ini yang kita belum siap seperti medsos dan e-Commerce yang dipermasalahkan, cuma ambil ‘jalan singkat’ seolah-olah membela rakyat, seolah-olah mendukung anak muda bebas berkreasi…mungkin kalau yg dimaksud ini, harusnya bukan main game online-nya yang didukung seperti itu, tapi industri yg menghasilkan game online, anak-anak muda yang di-support belajar IT terkait…ini dampak positifnya jauh lebih nyata…
2. Menswastanisasi BUMN, akhirnya semua BUMN jadi PT, bukan lagi BUMN, tapi BUMS (Badan Usaha Milik Sendiri), makanya yg ‘dikejar-kejar’ adalah WP (Wajib Pajak), ini sih bener juga, tp bayangkan kalau BUMN direformasi secara profesional spt PT, maka harusnya keuntungan BUMN full milik negara, gede lho itu…lah kalo PT, dividennya dibagi kepada pemegang saham saja, mungkin salah satunya dianggap negara (we never know), terus lainnya ke siapa ? Berapa % ? Jangan-jangan ini jatah bagi-bagi ‘roti’ untuk dana partai, guna ikut pemilu 2024, alamhualam…
3. Kali ini, mau memisahkan medsos dgn e-Commerce, satu sisi sebenernya saya pribadi senang juga mendengarnya, tapi satu sisi dengan akal sehat, ini adalah kebodohan !!! Karena nggak mungkin dan ‘kuasa’ medsos dan e-Commerce sudah melebihi ‘kuasa’ negara manapun, dan inilah masa depan…kita yang nggak siap…harusnya para UMKM di-up grade skill teknologinya (tapi menurut saya, setahu saya, banyak sekali UMKM yang sudah melek teknologi, dan sudah terbiasa dengan bisnis online, mau bukti ?
Check aja berapa banyak seller UMKM di Tokopedia, Bukalapak, Blibli, Lazada, Shopee, apalagi ya…termasuk Gojek, Grab, di Facebook, di Instagram, di Line, apalagi ayo…itu platform-platform yang terkenal, belum yang kurang dikenal…
Apa Pemerintah buta atau Jokowi lagi ngelindur ? Atau karena ada deal tadi ? Coba aja check and re-check tuh yang terkenal-terkenal itu, siapa di belakangnya, dan seberapa ‘berkuasanya’ mereka mengatur negara, karena…ujung-ujungnya duit lah…
Ada kepentingan di atas kepentingan…rumitnya negara ini…
Ngeri jadinya kalo dipikirin lebih jauh lagi, gimana 2024 ya … ?
Negeri ini masih dikuasai oleh kaum kapitalis…
Ini kayak janji politik…demi kepentingan rakyat, tapi rakyat yg mana ? … demi memperjuangkan UMKM, maksudnya UMKM yg mana ya ?
- vafx -
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
Today Good Message/Quote:
KASIH adalah Kebenaran, Keadilan dan Kekudusan; contohnya waktu Tuhan Yesus marah di Bait Allah yg dijadikan tempat berdagang, itulah KASIH !!!
Kasih Tuhan tidak selalu seperti yang kita definisikan, definisi setiap kata harusnya adalah definisinya Tuhan…
- vafx -
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
Today Good Message/Quote/Insight:
Gereja suka ‘ngeles’, yang sering kita dengar dari khotbah di Gereja hanya mencoba memberikan ‘halusinasi’…
Jangan khawatir, karena Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu !
Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan !
Mintalah, maka kamu akan diberikan !
Ikuti doa setiap hari di Gereja, jangan tinggalkan ibadah di Gereja, ini bukan sekedar program Gereja, tapi karena Gereja peduli kerohanian jemaat dalam menghadapi kesulitan hidup saat ini, iman kita perlu kuat, pasti Tuhan akan menolong !
Saya pikir, jemaat yang pintar tidak akan terus-menerus ‘terbuai’ dengan retorika-retorika seperti di atas.
Jemaat butuh solusi !!!
Dan inilah yang Gereja ‘lupa’ atau memang tidak tahu solusinya ?!
Efesus 1:22-23
#Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada.
And hath put all things under his feet, and gave him to be the head over all things to the church,
#Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.
Which is his body, the fulness of him that filleth all in all.
Tuhan Yesus Kristus yang adalah Kepala Gereja dan ‘semua Gereja’ adalah tubuhnya, ‘yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.’, Gereja punya tugas, kewajiban dan tanggung jawab untuk ‘memenuhi semua dan segala sesuatu.’, bukan soal rohani saja !
Saya yakin, jemaat yang sudah bertahun-tahun tidak pernah lalai beribadah di Gereja, ‘imannya sudah kuat’, kok masih diragukan ???
Retorika-retorika di atas mempunyai nilai keragu-raguan kepada umat dan usaha untuk tidak kehilangan jemaat, sedangkan mereka perlu solusi ! Perlu makan, perlu bayar sekolah, perlu bayar cicilan…
Kapan Gereja bisa memberikan solusi ???
Perpuluhan ‘dikeruk’ terus tiap bulan, giliran jemaat nggak punya duit, butuh pekerjaan, perlu mencukupi kebutuhan hidupnya, dimana Gereja ?!
Maka benar Firman Tuhan yang mengatakan, kalau dalam perkara kecil saja kita tidak setia, bagaimana dengan perkara besar ?
Makanya Gereja tidak bersuara dan berkuasa saat Gereja-gereja ditutup/dibakar, saat dunia pendidikan Kristen makin tidak menunjukkan prinsip-prinsip kekristenan, begitu juga rumah-rumah sakit, saat ada apologetika Kristen dipenjara, saat ada pengacara Kristen dikriminalisasi, saat Kebenaran, Keadilan dan Kekudusan harus dinyatakan secara umum, bukan di dalam saja yang ditekankan, tapi Gereja sendiri tidak menjadi contoh !!!
Militia Christi
- vafx -
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
Semangat pagi!!!
Selamat hari ini...
Shalom !
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas apa yang sudah Tuhan berikan kepada kita semua, anugerah, karunia dan kepercayaanNYA untuk menjadi hambaNYA, sahabatNYA (kawan sekerja Allah) dan mempelaiNYA.
Terima kasih buat semua rekan, sahabat, saudara/iku di dalam Tuhan Yesus Kristus atas kerendahan hati, kesabaran dan kesediannya untuk kita bersama-sama melaksanakan mandat Tuhan kepada kita untuk menjangkau jiwa-jiwa yang masih terhilang dan/atau tersesat, guna menjaga negeri tercinta kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan bersinergi bagi Kerajaan Allah.
Ini tanggung jawab kita:
1. Akselarasi, percepatan PI
2. Ekspansi, perluasan PI
3. Optimalisasi, penuntasan (memaksimalkan) PI
Dengan memahami PI dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengemban 2 (dua) mandat dari Allah Tri Tunggal, Tuhan Allah Bapa di Surga, Sang Pencipta Langit dan Bumi beserta segala isinya yang kita kenal di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Juru Selamat, Penebus dan satu-satunya Tuhan yang hidup dan yang benar, yang sudah mencurahkan Rohul Kudus untuk menjadi Roh penolong dan penghibur kita, guna membantu kita masuk dalam segala kehendak, rencana dan karya agungNYA, dalam tugas kita melaksanakan mandat budaya dan mandat Injil.
Adalah kewajiban kita sebagai pengikut Kristus (orang Kristen) melakukan segala sesuatu dalam kehidupan kita, hanya bagi kemuliaanNYA (Soli Deo Gloria) berdasarkan Sola Gratia, Sola Fide, Sola Scriptura dan Solus Christo (Chrsto-centris), sebagai militia Christi (Prajurit Kristus) yang menyatakan dan menegakkan Kasih (Kebenaran, Keadilan, dan Kekudusan) Tuhan Allah sendiri,
Bahwa Injiil adalah Kabar Baik yang harus disampaikan kepada seluruh umat manusia dan dalam segala aspek kehidupan manusia di bidang ipoleksosbudkumhankam, maka sudah layak dan sepantasnya orang Kristen berpartisipasi dan berperan aktif dalam perjalanan sejarah dan pembangunan bangsa dan negara kita tercinta ini, NKRI.
Bangkit dan bercahayalah, jadilah terang dan garam bagi Indonesia dan dunia ini, karena Keselamatan telah datang, siapkah kita ?
Semangat, pantang mundur, berbakti dan berkarya bagi Tuhan Yesus Kristus saja !
Imanuel !!!
Militia Christi
- vafx -
Itulah Mission Statement kita, saya harap rekans dapat memulai kolaborasi kita, khususnya bagi wilayahnya masing-masing untuk mulai membangun ekosistem mandiri yang secara bertahap akan membantu pertumbuhan ekonomi dan menyejahterakan masyarakat pada umumnya, sehingga nama Tuhan Yesus Kristus masyhur dan PI dapat dilakukan dengan lebih kondusif dan efektif.
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
👆ini bukan sekedar jualan, tapi ini adalah produk resmi KopiMAS (Koperasi Mitra Anda Sejati) yang merupakan platform untuk pelayanan misi holistik kontekstual.
KopiMAS adalah hasil dari ICMF/N OMC (Indonesia Christian Mission Fellowship/Network Online Mission Conference) yang sudah kita adakan selama 4 (empat) tahun berturut-turut (2020-2023, selama masa pandemi) yang dikelola oleh CMT (Co-op Mission Team).
CMT juga adalah hasil dari ICMF/N OMC, guna me-manage, menjaring orang-orang yang peduli (dan benar-benar mau terlibat) di dengan pelayanan misi holistik kontekstual, dan mengevaluasi kinerja KopiMAS.
Bapak/Ibu/Rekans ada disini, karena saya menyampaikan visi-misinya di tahun 2019 dan/atau mengikuti ICMF/N OMC 2020-2023, harapannya Bapak/Ibu/Rekans jugalah dapat terlibat dan/atau berjejaring secara nyata di CMT dan KopiMAS, bukan hanya menebar ide dan renungan di WAG ini, karena kita perlu gercep dan berkolaborasi secara sinergis dalam melaksanakan Mandat Budaya dan Injil bagi dunia ini.
Kita akan adakan kembali ICMF/N OMC 2024 untuk yang kelima kalinya, dengan harapan keterlibatan dan kontribusi Bapak/Ibu/Rekans dapat direalisasikan minimal dalam acara tersebut.
Kita tidak dapat melakukan pekerjaan pelayanan sendiri saja, sebagai Satu Tubuh Kristus seharusnya saling membutuhkan dan melengkapi.
Harapan kami, Bapak/Ibu/Rekans tidak hanya menjadi penonton saja atau melihat-lihat dulu, kalau ada hasilnya baru mau ikutan alias seperti istilah 'sama dengan iman Thomas' (lihat dulu, baru percaya), karena ICMF/N atau CMT atau KopiMAS masih baru, belum dikenal, belum ada buktinya, dan alasan lainnya. Bukan itu sebenarnya yang dimaksud, justru Bapak/Ibu/Rekans yang seharusnya membuktikan, memperkenalkan, merealisasikan visi-misi bersama demi kemuliaan Tuhan Yesus Kristus saja.
Ini adalah pesan terakhir dari saya di WAG ini, semoga Roh Kudus memberikan pertolongan dan penghiburan bagi kita semua untuk secara nyata menjadi Satu Tubuh Kristus di dalam pelayanan holistik kontekstual bagi Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya.
Fyi, apa sih yang sudah dirintis?
Di CMT, kita masih berusaha membuat jejaring nyata (bukan cuma jejaring kebanyakan saat ini, yang hanya tukar mimbar (program organisasi), saling memberikan kesaksian (membanggakan diri), sekedar memberikan info saja), yang benar-benar mau berkolaborasi secara sinergis.
Saat ini, kita masih mencoba menghubungkan beberapa kota ini: Majalengka, Bandung, Cirebon, Tegal, Pemalang, Semarang, Yogyakarta, Salatiga, Surabaya, Denpasar, Mataram, Samarinda, Makassar, Mamasa, Manado, dan lainnya.
Di KopiMAS, kita sudah memutuskan untuk bergerak di bidang Pariwisata, Perdagangan Umum, Agribisnis, Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) dan Pemberdayaan UMKM.
Yang sudah mulai berjalan adalah PSDM, seperti undangan yang berkali-kali saya kirimkan di group ini, tentang program kuliah di Tiongkok (herannya, baru kurang dari 10 orang dari WAG ini yang mengikutinya, sedangkan dari luar dan yang non-Kristen antusias mengikutinya).
Sedangkan bidang lain, masih mencari pola dalam perintisannya.
Sekedar info saja yang akan dikerjakan ke depan dan kita butuh banyak tenaga; antara lain:
1. Rencana men-supply cabe ke pasar induk.
2. Kita sudah tembus Majalengka, tapi belum ada yang follow up.
3. Rencana program sistem Arisan Modal Bersama untuk memunculkan banyak enterpreneur dan/atau membantu pemodalan UMKM.
4. Bahas opportunity program Umroh+ dan lainnya yang terkait (termasuk program Holy Land untuk Kebhinekaan).
5. Rencana kerja sama dengan HoB (House of Bread)
Dan masih banyak lagi...
Siapa yang terpanggil dan mau bekerja sama, silahkan hubungi saya di wa.me/62818645546 (hanya yang serius mau berkomitmen dan konsisten), terima kasih.
Soli Deo Gloria !
Militia Christi
- vafx -
1 note · View note
vafx · 1 year ago
Text
Saat saya memulai gerakan Indonesia Christian Mission Fellowship/Network (ICMF/N), salah satu kegalauan saya adalah ketidak-hadiran Gereja secara nyata di negeri ini. Hal yang kecil saja pun, sifatnya hit & run, tidak berkelanjutan, karena sekedar menjalankan program saja, bukan melakukan kehendak Bapa di Surga.
Tahun 2019, saya coba share, bahwa Gereja sudah kehilangan momentum yang Tuhan berikan dengan terpilihnya Pemerintahan saat ini, kita sudah kehilangan satu periode 2015-2019 (rezim Jokowi); salah satu yang saya tekankan pada waktu itu adalah soal pendamping desa, yang sampai saat ini pun, tidak ada satu Gereja pun yang terlibat dalam ‘kesempatan’ ini, yang ‘kesempatan’ itu diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri.
Dari periode pertama, Pak Jokowi mengatakan akan membangun 100.000 desa, makanya ada dana desa yg disalurkan, tapi tidak ada satu Gereja pun yang ‘aware’ hal ini. Kalau saja saat itu Gereja ‘aware’, hari ini kita sudah melakukan ‘penuaian’ besar-besaran !!!
Sekarang, periode kedua Pak Jokowi sudah akan berakhir, Gereja akan segera kehilangan ‘masa anugerah’ yang sudah diberikan oleh DIA bagi Gereja di Indonesia…kita ya masih seperti ‘gini-gini’ aja !
Dari tahun lalu, ini perasaan saya aja yang saya coba ‘share’, banyak ‘kasus-kasus besar’ terungkap, seperti: kasus Sambo, kasus Mario Dandy dan bapaknya, kasus Lukas Enembe, dan lain-lain; saya berpikir, sekali lagi, ini perasaan saya aja yang saya coba ‘share’, kok Kristen (termasuk Katholik) semua, apakah jangan-jangan Tuhan sengaja membiarkan semua itu terjadi, supaya Gereja ‘malu’, lalu baru Gereja ‘mau bergerak’ !?
Tapi, kita bisa lihat, ‘nothing’ !!!
Lalu, saya merasa, jangan-jangan kasus Alvin Lim ini adalah ‘kesempatan’ Gereja untuk ‘sadar dan bertobat’, lalu ‘mulai bergerak’ secara nyata bagi bangsa dan negara ini !
Tuhan adalah Sang Keadilan yang sejati, dan realisasinya harus ada pada Pemerintahan yang bersih, baik dan benar dihadapanNYA, dan itulah Tugas Gereja untuk menyuarakan KeadilanNYA !!!
Mungkin ‘hati Gereja’ sudah ‘bebal’, sehingga tidak dapat melihat ‘rencana Tuhan’ bagi Indonesia. Saya heran, banyak Gereja ‘teriak-teriak’ soal transformasi Indonesia, tapi tidak pernah menjadi sebagai transformator-nya !!!
Mungkin inilah moment-NYA untuk orang Kristen melakukan kehendak Bapa di Surga, memberikan kontribusi nyata dalam bidang hukum dan politik !!! Kita dukung dan terlibat (bila memungkinkan) untuk menegakkan keadilan bagi Bapak Alvin Lim, agar Indonesia melihat kasih dan kuasa Tuhan Yesus Kristus !!!
Militia Christi
- vafx -
0 notes
vafx · 1 year ago
Text
Sepenggal (4 paragraf) dari buku yang sedang saya baca, untuk menjadi renungan hari ini…
GEREJA YANG MEMENUHI SEMUA DAN SEGALA SESUATU
GEREJA, GARAM YANG (Sulit) LARUT
Satu hal yang menarik sebagaimana sudah ditulis di atas, bahwa identitas orang percaya bukan hanya sebagai garam, melainkan garam dunia. Kata ‘dunia’ ini dalam bahasa Yunaninya adalah “Ge” yang berarti ‘bumi’, tetapi juga berarti sebagai ‘negeri’ atau ‘tanah dengan batas-batas tertentu.’
Dengan pengertian dunia sebagai tanah dengan batas- batas tertentu, konteks identitas garam dunia ini menjadi lebih jelas dan bisa diukur. Orang percaya atau Gereja memang ditugaskan untuk melakukan fungsi garam dalam sebuah wilayah teritorial tertentu tempat dia berada. Fungsi yang dimiliki orang percaya dilakukan bukan dalam ruang yang luas, tetapi dalam teritori yang Tuhan sudah tentukan baginya. Dalam konteks Daud, dia membawa misi Tuhan kepada bangsa Israel yang dimulai dari Suku Yehuda dan Benyamin, kemudia dilanjutkan sampai menjadi lengkap 12 suku. Hal ini juga ditegaskan oleh Yesus sendiri ketika memberikan gambaran ruang lingkup pelayanan-Nya, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.”7 Ruang teritori ini sebenarnya juga muncul dalam Kejadian 2:8-15 ketika Tuhan menempatkan manusia untuk mengusahakan dan memelihara Taman Eden yang dibatasi dengan aliran empat sungai. Arti dari kebenaran ini adalah tiap-tiap orang percaya atau Gereja sebenarnya dapat menjalankan fungsi sebagai garam di lokasi masing- masing sesuai dengan penempatan Tuhan. Sebagai orang percaya yang bersaudara dengan seluruh orang percaya di segala tempat, kita adalah bagian dari dunia yang universal, tetapi fungsi kita sifatnya selalu sangat kontekstual dalam lingkungan kita masing-masing. Secara sederhana hal ini bisa ditulis dengan pernyataan, “Think globally, but act locally.”
Dalam batasan lokasi dan konteks masing-masing Gereja, kebenaran sebagai garam menjadi lebih sederhana untuk dipraktikkan. Dari kebenaran ini kita bisa melihat bahwa ketika Yesus mengatakan kamu adalah garam dunia, kebenaran selanjutnya adalah tentang fungsi garam yang seharusnya mampu memberikan rasa pada lingkungan masing-masing. Lingkungan tempat Gereja berada sebenarnya membutuhkan rasa dari garam tersebut. Namun, lingkungan tersebut lebih dulu harus dapat menerima garam sebagai bagian darinya. Tentu saja, ketika garam akan memberikan rasa pada lingkungannya, harus diawali dari sebuah proses yang dinamakan larut.
Ketika seorang koki memasak dan menambahkan garam pada masakannya, jumlah garam yang ditambahkan memang tidak banyak. Setelah dimasukkan, sang koki mengaduk masakannya untuk memastikan garam tersebut larut. Garam tidak perlu terlihat karena fungsinya memberikan rasa secara merata pada seluruh masakan dalam takaran yang pas. Di sisi lain, selain menjadikan masakan lebih enak, garam yang larut ternyata juga memunculkan rasa dari bahan makanan lainnya. Beberapa senyawa rasa terlalu halus untuk dideteksi, tetapi ketika Anda menambahkan sedikit garam, keajaiban neurologis terjadi. Dengan tiba-tiba, reseptor rasa kita dapat mendeteksi rasa yang tidak dapat dirasakan sebelumnya.8 Garam yang larut ini kemudian memberikan ‘inspirasi’ bagi rasa yang lain untuk muncul.
Tambahan:
W.A. Jurgen menuliskan kembali Surat Mathetes untuk Diognetus dari abad kedua yang menceritakan hidup keseharian orang Kristen. Penulis dan penerima surat ini tidak diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan surat ini berasal dari antara tahun 130 M hingga akhir abad ke-2.11 Dalam surat tersebut disebutkan:
“Sebab orang Kristen tidak dapat dibedakan dari bagian umat manusia lainnya melalui tempat atau bahasa atau adat kebiasaannya. Mereka tidak membuat kota-kota sendiri untuk didiami, mereka tidak menggunakan bahasa atau cara bicara tersendiri dan tidak mengikuti pola hidup yang eksentris. Namun, meski mereka hidup dalam kota-kota Yunani, dan mengikuti kebiasaan negeri itu dalam berpakaian, makanan dan hal-hal lain hidup keseharian, pada saat yang bersamaan mereka membuktikan adanya konstitusi dari persekutuan mereka yang harus diakui luar biasa. Mereka memiliki andil dalam segala sesuatu sebagai warga, dan menanggung segala sesuatu walaupun menjadi orang asing. Bagi mereka, segala tempat adalah tanah air mereka. Mereka menikah, seperti halnya semua orang dan melahirkan anak-anak tanpa membuang anak-anak tersebut. Mereka saling berbagi tempat tinggal, tetapi bukan ranjang pernikahan mereka. Memang benar mereka ada ‘dalam daging’ tetapi mereka tidak hidup ‘menurut daging’. Mereka menyibukkan diri di bumi, tetapi kewarganegaraan mereka di surga. Mereka menaati hukum yang ditegakkan, tetapi dalam kehidupan mereka sendiri mereka jauh melampaui apa yang hukum tuntut... sebagaimana jiwa bagi tubuh, demikian orang Kristen bagi dunia.”
Bagian akhir dari surat tersebut—sebagaimana jiwa bagi tubuh, demikian orang Kristen bagi dunia—menanamkan sebuah kesan yang kuat bahwa Gereja mula-mula punya pengaruh yang siginifikan di tengah-tengah masyarakat pada saat itu. Orang-orang percaya kelihatan serupa dengan masyarakat pada umumnya, tetapi memiliki kualitas kehidupan yang luar biasa dan memberikan dampak sebagai garam yang larut di tengah-tengah masyarakat.
Sepenggal lagi…
GEREJA YANG MEMENUHI SEMUA DAN SEGALA SESUATU
GEREJA, GARAM YANG (Sulit) LARUT
Pergeseran posisi Gereja ini dapat disebabkan karena banyak hal, tetapi saya melihat bahwa ada beberapa dasar penting yang telah bergeser. Hal ini terjadi sejak masa awal Gereja dan tidak kita sadari. Ini seperti pergeseran tanah yang kita pijak atau turunnya permukaan tanah dari tahun ke tahun. Pergerakannya sangat kecil sehingga kita hampir tidak merasakannya sampai saat kita mengalami gempa tektonik atau berkurangnya air tanah di sumur akibat turunnya permukaan tanah tersebut. Saya mencatat beberapa perubahan dan pergeseran mendasar atas Gereja yang menyebabkan Gereja tidak menjadi garam yang larut di tengah masyarakat.
Pergeseran 1:
Dari Injil Kerajaan menjadi Injil Keselamatan
Pada Bab 2 saya sudah menguraikan sejarah perjalanan Gereja yang mulai menyempitkan Injil Empat Pasal menjadi Injil Dua Pasal. Injil Dua Pasal ini hanya berfokus pada Pasal Kejatuhan dan Pasal Penyelamatan. Kondisi ini rupanya berbarengan dengan adanya perubahan paradigma di tengah-tengah Kekristenan, yang fokus pelayanannya pada Injil Keselamatan dan bukan lagi Injil Kerajaan.
Fokus dari Injil Keselamatan seperti yang kita kenal adalah surga. Kita menginginkan agar semua orang diselamatkan dan tidaklah mengherankan, fokus utama dan seluruh sumber daya kita digunakan untuk lebih banyak memindahkan orang dari neraka ke surga. Hal tersebut dipercaya merupakan buah- buah keselamatan seseorang. Di sisi lain, fokus pada surga membuat Gereja secara perlahan namun pasti meninggalkan perhatian pada hal-hal yang terjadi di bumi.
Berbeda dengan Injil Keselamatan, fokus dalam Injil Kerajaan bukanlah surga, melainkan bumi. Fokus Injil Kerajaan didasarkan pada doa Yesus, “Datanglah Kerajaan-Mu dan jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga.”16 (Matius 6:10). Eng Hoe Lim menyatakan, “Sementara saya melanjutkan pembacaan Alkitab, keterkejutan saya berikutnya adalah ketika saya menemukan bahwa Yesus tidak memberitakan Injil Keselamatan, tetapi memberitakan Injil Kerajaan.”17
Pada tahun 2000-an, di Indonesia masuk sebuah penyegaran pengajaran yang cukup masif tentang Injil Kerajaan, yang kemudian lebih terkenal dengan istilah Kingdom. Pengajaran ini ingin mengembalikan fokus Gereja bahwa yang diajarkan oleh Yesus sejatinya adalah Kerajaan Allah dan Dia memerintahkan murid-murid-Nya juga untuk memberitakan Kerajaan Allah.
Kata kerajaan muncul 162 kali dalam Perjanjian Baru sehingga kata tersebut memang memiliki arti penting bagi kisah-kisah Injil dan dapat dikatakan merupakan pusat dari pesan di dalam Alkitab. Kerajaan Allah adalah salah satu tema yang sangat penting dalam Alkitab, sampai dapat dikatakan bahwa keseluruhan Alkitab adalah tentang Yesus dan Kerajaan. Dalam artian paling umum, Kerajaan Allah adalah pemerintahan Tuhan yang berdaulat kekal atas seluruh ciptaan-Nya.19 Sebagai sebuah pemerintahan, kerajaan-Nya seharusnya tidak dipahami secara sempit hanya sebagai pemerintahan dalam bidang rohani, tetapi juga pada bidang- bidang lain di dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Pemerintahan Tuhan tidak hanya bergerak di dalam Gereja dalam bentuk ritual-ritual ibadah, tetapi juga harus terefleksi dalam aktivitas orang percaya di luar kegiatan Gereja.
Tentu saja, Tuhan ingin pengakuan kepada-Nya tidak hanya dinyatakan di dalam sebuah kebaktian, tetapi juga terlihat dalam bidang pekerjaan, dalam bidang kesehatan, dalam bidang ekonomi, bahkan bidang-bidang lainnya. Oleh karena itu, sebagaimana sudah dipahami secara umum di tengah-tengah orang percaya, bahwa tugas Gereja adalah tiga misi atau tritugas, yakni koinonia, marturia, dan diakonia. Dalam menjalankan tritugas tersebut, Gereja diharapkan dapat menyentuh semua aspek umat dan tidak ada yang tertinggal, Itulah yang disebut dengan pelayanan holistik. Ketiga tugas Gereja tersebut tidak dapat dipisahkan dalam mendukung hakikat Gereja. Artinya, tidak ada yang lebih penting dari antara ketiganya, tetapi semua sama-sama penting dan harus sama-sama dijalankan secara seimbang.
Saya sering memberikan sebuah perumpaan mengenai apakah yang terjadi apabila Kerajaan-Nya turun di muka bumi. Apakah terdapat perubahan dalam apa yang dikerjakan oleh manusia? Misalnya, ketika Kerajaan-Nya turun, apakah kemudian rumah sakit menjadi hilang, atau apakah asuransi menjadi tidak ada, apakah wisata kuliner kemudian berganti menjadi kebaktian dan persekutuan? Atau, apakah orang tidak lagi membuat aplikasi teknologi dan orang tidak bermain media sosial? Atau, apakah dengan kehadiran Kerajaan- Nya, sistem perbankan dan e-money serta pertambangan juga berubah menjadi hanya kebaktian? Maka, jawaban atas seluruh pertanyaan ini adalah: Tidak! Seluruh sistem yang ada saat ini akan tetap ada dan dilakukan oleh manusia. Jadi, apa perbedaan antara kehadiran Kerajaan Allah dan tidak adanya Kerajaan Allah?
Kehadiran Kerajaan-Nya mengubah nilai-nilai dasar manusia, bukan mengubah sistem yang dijalankan manusia di dunia ini. Dari nilai-nilai menyukakan diri sendiri dan melayani ego, berubah menjadi nilai-nilai kasih yang bermanfaat bagi orang lain. Orang masih bisa membutuhkan asuransi dan layanan kesehatan, tetapi di dalamnya tidak ada lagi penipuan asuransi. Setiap aspek kehidupan manusia didasarkan pada nilai-nilai kebenaran yang sesuai dengan firman Tuhan.
Dalam pemahaman ini, persepsi kita diubah bahwa konsep Injil Kerajaan membuka ruang yang seluas-luasnya bagi setiap orang percaya dan orang yang belum percaya untuk terlibat. Orang percaya sudah seharusnya menjadi inisiator atas perubahan yang ada ini, tanpa mempertimbangkan apakah setiap orang yang terlibat bakal percaya kepada Kristus atau tidak. Mandat untuk menghadirkan Kerajaan Allah menjadi tugas yang harus dilakukan oleh Gereja di dalam segala bidang kehidupan manusia. Konsep ini juga sekaligus memberikan penghargaan bagi setiap orang Kristen yang telah memberikan kontribusi kepada perbaikan dunia yang lebih baik. Banyak orang percaya baik yang dikenal maupun tidak terkenal ternyata telah memberikan kontribusi berdasarkan keahliannya untuk menyelesaikan masalah- masalah manusia. Saya mengingat bahwa ada tokoh Alkitab yang ternyata bisa berpartisipasi dalam pelayanan dengan keahlian yang dimilikinya, yaitu Bezaleel dan Aholiab, yang memiliki keahlian untuk bekerja mendirikan tempat kudus. Alkitab bahkan menyatakan bahwa keahlian ini sudah ditanamkan oleh Tuhan di dalam diri mereka sejak mulanya.
Injil Kerajaan membuka ruang yang besar untuk orang terlibat dan tunduk dalam segala hal kepada pemerintahan Kristus, sedangkan Injil Keselamatan membatasi pelayanan dan partisipasi hanya bagi orang-orang yang sudah percaya. Injil Keselamatan menjadikan manusia secara umum sebagai objek dan sasaran tembak dari orang yang sudah percaya. Sejurus kemudian orang-orang yang sudah percaya dianggap hanya dapat bekerja sama dengan orang-orang yang sudah Kristen juga. Injil Keselamatan juga menempatkan orang yang sudah percaya lebih superior dibandingkan orang lain, padahal pada saat yang bersamaan orang Kristen diajar untuk menjadi pelayan bagi sesamanya. Saya menyukai diagram yang dibuat oleh Eng Hoe Lim mengenai perbedaan antara pertumbuhan Gereja versus kemajuan Kerajaan Allah.
Pertumbuhan Gereja
“Bawa mereka masuk”
Pandangan Terpusat: Bagaimana keadaan kita
Jemaat, keanggotaan, gedung
Keteraturan dan program
Menjaga wilayah
Pertumbuhan dan suksesi
Kemajuan Kerajaan Allah
“Kirim mereka keluar”
Visi Keluar: Buka matamu dan lihatlah ladang
Terlibat dengan masyarakat
Mencoba hal-hal kreatif
Mengambil wilayah
Multiplikasi
Pemahaman yang sempit mengenai Injil Keselamatan ternyata telah menarik Gereja keluar dari masyarakat karena menganggap orang di luar Kristen adalah objek sasaran, padahal seharusnya Gereja terlibat dengan masyarakat. Inilah salah satu penyebab mengapa Gereja tidak dapat larut di masyarakat.
Pergeseran 2:
Pemisahan Rohani dan Sekuler
Dari beberapa dasar pergeseran Gereja, pemisahan antara hal rohani dan sekuler menjadi isu yang sangat krusial. Sebagian telah saya bahas di bagian bab ini sebelumnya. Pemisahan ini menyebabkan Gereja bergeser fokusnya dengan hanya memperhatikan hal-hal rohani dan tidak terlalu memperhitungkan hal-hal yang berada di luar itu. Tentu saja, perubahan ini tidak terjadi secara mendadak, tetapi telah berlangsung sejak awal sejarah Gereja.
Di dalam perkembangan Gereja mula-mula, di abad ketiga Masehi terjadi sebuah pergeseran dalam pemahaman para Bapak Gereja pada waktu itu. Pemikiran teologi para Bapak Gereja dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Yunani yang cenderung memberikan tempat yang lebih tinggi kepada para pemikir. Hal ini tampak dalam tulisan dua bapak Gereja pada waktu itu, yaitu Eusebius dari Kaisarea (lahir pada 275 – meninggal pada 30 Mei 339) dan Agustinus (13 November 354 – 28 Agustus 430).
Eusebius menulis tentang dua cara hidup yang bertentangan. Ada vita contemplativa “kehidupan yang sempurna”, terdiri atas panggilan sakral yang diabdikan untuk berkontemplasi. Hidup ini dikhususkan untuk para imam, rahib, suster, dan para anggota ordo religius. Kemudian ada cara kehidupan yang kedua, yaitu vita activa “kehidupan yang diizinkan”, yang meliputi panggilan kerja sekuler yang diabdikan untuk tindakan seperti memerintah, bertani, berdagang, menjadi serdadu, dan mengurus rumah tangga.
Agustinus juga membedakan kehidupan ke dalam dua jenis, yaitu kehidupan aktif dan kehidupan kontemplatif. Agustinus memuji kedua jenis kehidupan tersebut dan juga memuji pekerjaan para petani, tukang, dan pedagang, tetapi kehidupan kontemplatif dianggap berada dalam tataran yang lebih tinggi. Orang sewaktu-waktu perlu mengikuti kehidupan aktif, tetapi apabila mungkin orang harus memilih kehidupan lainnya, yaitu kehidupan kontemplatif.
Pemahaman Eusibius dan Agustinus ini diterima oleh Gereja dan terus dikembangkan dalam masa-masa selanjutnya. Dualisme atau dikotomi spiritual dan sekuler menjadi sebuah pemahaman umum di kalangan masyarakat Kristen. Kehidupan kontemplatif/rohani/spiritual berada dalam tataran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kehidupan sehari-hari/sekuler. Hal ini terus berkembang dari generasi ke generasi serta mendominasi pemikiran Kristen sampai terjadinya Reformasi.
Pada masa reformasi, Martin Luther (10 November 1483 – 18 Februari 1546) mencoba mengembalikan pola kehidupan dualisme ini menjadi pola kehidupan yang tidak memisahkan lagi antara kehidupan spiritual dan sekuler. Ini tampak dalam salah satu tulisan Luther sebagai berikut:
“Apa yang Anda buat di rumahmu berarti sama seperti jika Anda melakukan itu di surga bagi Tuhan Allah kita. Sebab apa yang kita buat dalam panggilan kita di sini, di bumi, yang sesuai dengan firman Tuhan dan perintah-Nya, Dia perhitungkan seolah itu dilakukan di Surga bagi-Nya... Karena itu, kita harus membiasakan diri berpikir tentang posisi dan pekerjaan kita sebagai suatu yang sakral dan menyukakan Allah, bukan atas perhitungan posisi dan pekerjaannya, tetapi atas dasar firman dan iman yang darinya keluar ketaatan dan pekerjaan itu.”24
Bahkan pada tulisan yang lain, Luther menyatakan dengan tegas bahwa kita dapat melayani Allah di tengah keseharian kita dan semua usaha meninggikan makna kehidupan kontemplatif adalah salah.
Pandangan Martin Luther di abad 15 dan 16 ini rupanya gagal bertahan di tengah-tengah Gereja pada masa selanjutnya. Pada abad 18-19 muncul sebuah gerakan intelektual yang disebut Pencerahan. Abad Pencerahan ditandai dengan kemunculan serangkaian gagasan yang berfokus pada nilai kebahagiaan manusia, pencarian pengetahuan yang diperoleh melalui penalaran akal dan observasi dengan pancaindra, dan cita-cita ideal seperti kebebasan, kemajuan, toleransi, persaudaraan, pemerintahan konstitusional, dan pemisahan antara Gereja dan negara.26
Tokoh pada masa ini adalah Immanuel Kant (22 April 1724 – 12 Februari 1804). Kant membagi realitas kehidupan dalam dua bagian, yaitu fenomena dan noumena. Fenomena adalah dunia publik dengan fakta empiris, yaitu segala sesuatu yang dapat dibuktikan dengan akal semata. Begitu sesuatu dibuktikan, Anda dapat mengetahui secara pasti dan Anda dapat mendorong orang lain untuk mempercayainya. Sebaliknya, dunia noumena mencakup moralitas dan spiritualitas, yaitu hal-hal yang tidak dapat dibuktikan secara empiris. Semua kepercayaan dalam lingkup ini harus diterima dengan iman karena hal tersebut tidak dapat dibuktikan.27
Pemisahan ini seperti mendapatkan sambutan yang luas bersamaan dengan lahirnya Gerakan Kebangunan Rohani Gelombang Kedua, yang merupakan awal dari pemahaman Injil Dua Pasal. Hal ini sudah saya uraikan dalam Bab 2 buku ini.
Kedua pandangan ini, baik Injil Dua Pasal dan Pemisahan antara Sekuler dan Spritual, memiliki akibat yang sama. Pada satu sisi, dalam Injil Dua Pasal posisi manusia yang berdosa dan membutuhkan Tuhan memberi ruang yang lebih besar kepada pelayan-pelayan mimbar pada saat itu. Pelayanan dalam bentuk Kebaktian Kebangunan Rohani secara masif menjadikan pelayan mimbar memiliki peran yang sangat krusial. Pada sisi lain, kehidupan sekuler dianggap terpisah dari urusan rohani karena merupakan sumber dosa dan kehidupan kedagingan. Kombinasi pandangan ini bersifat saling melengkapi sehingga membawa Gereja menerima beberapa pandangan yang keliru yang masih kita terima dan warisi sampai saat ini.
Gereja menerima kondisi bahwa fokus kehidupan Kristen terletak pada penerimaan Tuhan atas pribadi orang percaya. Penekanan ini bersifat egosentris karena kebutuhan pribadi manusia harus dipenuhi terlebih dahulu dan baru ia akan memikirkan orang lain. Mengingat bahwa kehidupan manusia untuk hidup berkenan merupakan proses yang terus bertumbuh, pemenuhan kebutuhan ini terus diperjuangkan, sementara kebutuhan untuk menjadi agen pemulihan sering terabaikan.
Gereja juga sulit untuk melepaskan kaum rohaniman yang ada di dalam struktur organisasinya. Jabatan-jabatan pelayanan menjadi semacam jenjang yang harus dilalui ketika seseorang ingin ‘terlihat’ memiliki sebuah pencapaian kondisi rohani. Urutan pelayanan yang dimulai dari pembawa kolekte, usher, dilanjutkan dengan menjadi anggota choir, singer dan berakhir di mimbar sebagai song leader atau pembicara, dianggap merupakan bukti pertumbuhan rohani. Untuk mendapatkan kaum rohaniman ini, terdapat dua kategori, yaitu para full timer dan orang-orang yang melayani secara sukarela. Kaum full timer mendapatkan tempat yang lebih berharga. Kaum full timer ini sering berasal dari kaum profesi atau orang dengan keahlian tertentu. Ia merasa dipanggil oleh Tuhan untuk melayani sehingga meninggalkan profesi dan kehidupan duniawinya dan kemudian terjun sepenuh waktu melayani Tuhan dalam pelayanan Gereja baik di mimbar maupun jabatan pelayanan lainnya. Pada sisi yang lain, jemaat dimanjakan dengan pertunjukan ibadah yang glamour, membuat jemaat lebih bersikap pasif dan hanya mau menerima tanpa bersikap kritis. Khotbah-khotbah sejenis berkat dan pelepasan atau pemulihan kondisi ekonomi menjadi khotbah yang disenangi oleh jemaat yang relatif tidak kuat berjuang di dunia nyata.
Gereja telah berubah menjadi sebuah tempat pemulihan, menjadi sebuah bengkel untuk setiap permasalahan manusia. Kondisi ini membuat Gereja terlena dan kemudian lebih cenderung memperbesar organisasi dengan banyaknya cabang dan berbagai pelayanan yang ada.
Pelan-pelan Gereja menjadi terpisah dari masyarakat sesungguhnya. Alih-alih menjadi pelita yang menjadi suar bagi lingkungan, Gereja telah mendapatkan tahtanya sendiri, dengan pola organisasi, budaya, dan bahasa yang berbeda dari dunia tempat dia berada. Tidaklah mengherankan apabila Gereja sering menjadi ‘musuh’ masyarakat karena dianggap lebih banyak menekankan pada penginjilan daripada memberikan kontribusi riil di tengah masyarakat. Menurut saya, pengeboman Gereja beberapa waktu yang lalu terjadi karena Gereja gagal mengkomunikasikan bahasa kasih dengan lembut di tengah-tengah masyarakat.
Pergeseran 3:
Gereja berubah dari Organisme menjadi Organisasi
Pergeseran ketiga yang cukup mendasar adalah Gereja yang berubah dari organisme menjadi organisasi. Organisme ada- lah sebuah sistem kehidupan yang secara alami mengalami pertumbuhan dan perkembangan layaknya mahluk hidup, sedangkan organisasi adalah sebuah sistem yang dikem- bangkan untuk berkembang yang didasarkan pada aturan- aturan manusia. Organisme bersifat alamiah, organisasi bersifat lebih kaku. Organisme lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan, organisasi harus melakukan perubahan- perubahan sistem terlebih dahulu agar mampu beradaptasi dengan lingkungan.
Pola organisasi Gereja ini pada awalnya muncul ketika Kristen diterima sebagai agama di tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa perkembangan Kekristenan melalui dua tahapan, yaitu masa Religio Illicito (Agama yang belum sah) pada tahun 33 Masehi dan masa Religio Licito (Agama yang sudah sah), yaitu ketika Gereja dan Kekristenan diakui sebagai Gereja dan agama negara Romawi.
Pada masa Religio Illicito (Agama yang belum sah) kehidupan Gereja mula-mula dalam Kisah Para Rasul memperoleh kesan bahwa Injil tersebar dari Yerusalem menuju dunia mencapai Roma. Kota Alexandria di Mesir telah lama menjadi pusat koloni orang-orang Kristen. Di Kirenchester ditemukan sisa-sisa tulisan yang berbahasa latin, yang berisi dua kata pertama dari Doa Bapa Kami, dan keterangan ini menunjukkan bahwa penyebaran Injil tidak hanya menurut satu jalur Yerusalem dan Roma. Pada masa ini kebaktian jemaat Kristen belum mempunyai gedung-gedung Gereja, anggota- anggotanya berkumpul di rumah salah seorang di antara mereka, atau juga ruang lain yang tersedia. Di dalam kebaktian ada pembacaan firman dari surat-surat rasuli, lalu dari PL yang berlangsung cukup lama. Kemudian dinyanyikan salah satu mazmur. Pada masa ini, alat musik tidak ada sebab dianggap tidak pantas dipakai dalam kebaktian, yang ada ialah seorang chantol, yaitu seorang biduan pemimpin. Dia dan jemaat menyanyikan mazmur bersahut-sahutan. Setelah itu, uskup berkhotbah ia tidak berdiri tetapi duduk di atas kursi yang cukup tinggi. Namun, pada masa ini Gereja mulai memperkembangkan bentuk organisasi, liturgi, dan teologia meskipun banyak hambatan dan ancaman yang dihadapi oleh Gereja. Bentuk organisasi atau tata Gereja dikembangkan Gereja berdasarkan organisasi yang terdapat di rumah-rumah ibadah ataupun di masyarakat. Namun, seiring dengan bertumbuhnya tata Gereja di tempat-tempat tertentu rakyat mulai menyiksa dan menganiaya kaum Kristen. Banyak orang Kristen mati syahid karena ancaman-ancaman dari sistem pemerintahan kaisar Romawi. Akan tetapi, akibatnya adalah Gereja tidak hilang, melainkan bertambah anggotanya, sebab keberanian iman yang diperlihatkan para syahid sangat mengesankan.
Pada masa ini perkembangan Gereja terancam oleh penganiayaan yang dilakukan penguasa. Beberapa kaisar menganiaya orang Kristen, misalnya Kaisar Nero (54-68 M). Ia merekayasa suatu kejahatan berupa pembakaran kota Roma, yang dituduhkan secara keji sebagai perbuatan kaum Kristen. Akibatnya, banyak orang Kristen yang ditangkap, dianiaya dengan siksaan yang kejam, dan akhirnya dibunuh. Kaisar Domitianus (81-96 M) menganiaya kaum Kristen karena dia takut terhadap persaingan dalam bentuk apa pun. Tatkala sang penguasa menuntut rakyat untuk mengakui dirinya dominus et deus (tuhan dan allah), kaum Kristen tegas menolak sehingga banyak di antara mereka yang dihukum mati syahid. Kaisar Aurelius (161-180 M) menganiaya kaum Kristen karena dia berpihak kepada kepentingan aliran Stoa. Kaisar Decius (249-251 M) menganggap bahwa semakin bertambah banyaknya orang Kristen merupakan ancaman terhadap ketentraman kekaisaran. Decius adalah kaisar pertama yang mengadakan penganiayaan secara besar-besaran terhadap orang-orang Kristen, yaitu meliputi seluruh wilayah kekaisaran. Kaisar Diocletianus (284-305) menganiaya kaum Kristen karena khawatir bahwa mereka akan bersikap tidak loyal sehingga dia menganggap mereka akan menghambat pembaruan dan pembangunan negeri. Dia memerintahkan suatu penganiayaan yang paling dahsyat sepanjang sejarah Gereja Lama. Pejabat-pejabat dan para penguasa di setiap wilayah kekaisaran diperintahkan untuk membakar kitab-kitab suci kaum Kristen, menghancurkan tempat peribadahan mereka, mengejar-ngejar mereka, mengadili serta membunuh siapa pun yang tidak bersedia untuk mempersembahkan kurban kepada para dewa.
Masa Religio Licito (Agama yang sudah sah) adalah masa ketika Gereja dan Kekristenan diakui sebagai Gereja dan agama negara Romawi. Kaisar Konstantinus menjadi Kristen pada 312 Masehi. Dalam dekrit Milan, ia menjadikan Kristen sebagai agama negara. Orang-orang Kristen yang kelelahan karena telah mengalami penganiayaan selama berabad-abad memuji dia sebagai penyelamat dan merasa lega. Namun, apa yang mereka rasakan itu barangkali adalah penyimpangan terbesar dalam sejarah. Setelah 312 Masehi, Gereja menjadi sangat profesional, para pendeta diberikan kebebasan melangsungkan upacara pernikahan dan berbagai fungsi dalam tata ibadah Kristen.
Pada masa ini, Gereja berpindah dari rumah-rumah yang sederhana ke gedung dan katedral. Gereja diberikan lembaga resmi dan perlindungan hukum. Dalam proses tersebut, Gereja justru kehilangan kekuatan profetisnya atas berbagai kebiasaan sosial, budaya, dan moralitas.
Di dalam perkembangan tersebut ada satu hal yang sangat menonjol. Pada 380 Masehi, Uskup Theodosius dan Gratian memerintahkan agar hanya ada satu Gereja ortodoks resmi yang diakui oleh negara, satu acuan iman, dogma, dan doktrin. Pertemuan-pertemuan rumah kemudian dilarang. Pada masa pemerintahan Severus (222-235 Masehi), membuka perkumpulan Gereja di rumah merupakan pelanggaran hukum yang harus diberikan sanksi.
Pergeseran esensi Gereja ini menjadi sesuatu yang lumrah dan lazim walaupun telah banyak tokoh reformator yang mencoba untuk mengembalikan posisi Gereja dari yang terkungkung dalam ‘wadah’ organisasi Gereja menjadi Gereja yang kembali bersifat organisme. Secara detail bagaimana sejarah perubahan ini bisa dibaca dalam buku Wolfgang Simson, Gereja Rumah yang Mengubah Dunia. Buku tersebut menerangkan bagaimana seharusnya Gereja bergerak sesuai dengan esensi dari Jemaat mula-mula dengan menyampaikan beberapa esensi Gereja yang seharusnya, seperti Kekristenan adalah gaya hidup dan bukan kebaktian agamawi; Gereja dari gedung menuju Gereja rumah; tidak ada Gereja yang hanya dipimpin oleh seorang gembala; keluar dari tangan birokrasi kependetaan menuju keimamatan semua orang percaya; dan kembali dari bentuk organisasi pada bentuk Kekristenan yang alami.
Dengan demikian sebenarnya pengertian Gereja rumah adalah sebuah perubahan paradigma di mana Gereja bukan lagi merupakan bangunan dan ritualitas, tetapi benar-benar kembali ke masing-masing orang percaya yang bersekutu untuk membawa kehadiran Kerajaan Allah di tengah-tengah masyarakat. Gereja bukan lagi bangunan tempat beribadah, melainkan setiap orang yang telah ditebus Kristus. Bukankah terdapat lagu Sekolah Minggu terkenal yang liriknya berbunyi “Gereja bukanlah gedungnya, dan juga bukan menaranya, bukalah pintunya, lihat di dalamnya, Gereja itulah orangnya”? J.C. Sikkel pernah mengatakan, “The church can live without buildings, but without diakonia the church dies.”
Selanjutnya saya ingin memberikan sebuah pesan yang kuat bahwa ketika menuliskan kata Gereja, pengertian yang menyertainya adalah orang atau komunitas orang percaya dan bukan lagi berupa gedung atau organisasi atau sebuah upacara ritual Kristen tertentu. Saya ingin kita memahami perubahan paradigma mendasar ini. Gereja yang terdiri atas bangunan gedung tidak akan dapat memenuhi semua dan segala sesuatu. Namun, apabila Gereja adalah orang percaya atau komunitas orang percaya, Gereja ini niscaya dapat memenuhi semua dan segala sesuatu. Saya dapat memahami maksud Tuhan Yesus dalam Yohanes 2:19-21:
Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali."Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?" Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri.
Ketika Yesus berkata mengenai Bait Suci, Dia sedang berbicara tentang Tubuh-Nya, dan Tubuh-Nya adalah Gereja. Ketika kita membangun Tubuh Kristus, sebenarnya kita sedang membangun orang dan bukan membangun sebuah bangunan yang mati atau organisasi. Kesalahan dalam memandang pengertian Gereja ini telah berdampak sampai dengan saat ini.
Saya ingin memberikan penekanan pada akibat yang masih diterima Gereja sampai saat ini ketika Gereja terkotak- kotak menurut organisasi dan bukan lagi menjadi sebuah organisme. Gereja yang terkotak dalam organisasi secara tidak sadar akan memisahkan antara kaum rohaniman dan kaum awam atau jemaat biasa. Pemahaman kaum awam terhadap wahyu dalam Alkitab dianggap lebih terbatas dibandingkan dengan kaum rohaniman. Secara kedudukan rohani, kaum awam menjadi lebih rendah dibandingkan dengan kaum rohaniman.
Gereja yang terkotak-kotak menurut organisasi cenderung membesarkan organisasinya dengan memperbanyak cabang dibandingkan dengan mendukung pelayanan Tubuh Kristus secara umum. Gereja dengan organisasi A ketika memenangkan jiwa akan membentuk organisasi A juga, sedangkan Gereja organisasi B akan melakukan hal yang sama untuk organisasi B. Dikotomi ini juga menghasilkan sebuah paradigma bahwa orang percaya hanya akan tumbuh secara rohani apabila tinggal dalam organisasi yang sama. Perpindahan organisasi Gereja dari A menjadi B atau sebaliknya dapat memicu isu pencurian domba yang berakibat saling membenci di antara organisasi tersebut. Hal yang tak kalah sengitnya adalah perlombaan pembuatan teritori atau wilayah Gereja. Sebuah Gereja akan merasa mendapatkan saingan apabila ada Gereja dari organisasi lain mendirikan Gereja pada lokasi yang berdekatan. Pada dasarnya kotak- kotak ini membatasi kehidupan kerohanian orang percaya. Selama masih tinggal di dalam kotak aturan dan tidak melanggar keluar, kerohanian seorang jemaat dianggap masih dalam pertumbuhan yang sehat, tetapi apabila melanggar kotak aturan, status kerohaniannya dianggap bermasalah. Secara perlahan, kondisi ini juga menjauhkan Gereja dari masyarakat, membuat Gereja kehilangan kualitas garamnya.
Lanjut…
*GEREJA YANG MEMENUHI SEMUA DAN SEGALA SESUATU*
*GEREJA, GARAM YANG (Sulit) LARUT*
*Garam yang tidak larut*
Jadi, sampai di sini kita telah mendapatkan beberapa pemikiran dasar mengenai mengapa Gereja gagal larut di tengah-tengah masyarakat. Bagian paling awalnya adalah ketika Gereja gagal melihat gambaran utuh Alkitab mengenai Injil Empat Pasal. Injil Empat Pasal tersebut tereduksi atau menyusut menjadi berfokus pada dua hal saja, yaitu: Kejatuhan dan Penyelamatan, yang kita sebut Injil Dua Pasal. Pemahaman ini menjadikan Gereja menjadi sangat spiritual/ rohani dan berlomba-lomba memenangkan banyak jiwa untuk menjadi berkenan di hadapan Tuhan, tetapi kemudian memberdayakan para petobat ini menjadi agen perubahan. Keberhasilan pertobatan hanya diukur dari lahirnya petobat- petobat lain. Hal ini telah mengkristalkan Gereja dan memisahkan Gereja dari rencana pemulihan segala sesuatu.
Rupanya Injil Dua Pasal ini kemudian mendapatkan persetujuannya ketika Gereja jatuh dalam pemisahan antara dunia rohani dan dunia sekuler. Pemisahan ini melahirkan sebuah anggapan bahwa dunia rohani lebih mulia daripada dunia sekuler sehingga harus mendapatkan perhatian yang lebih besar. Keberhasilan dalam kehidupan kerohanian dianggap menjadi pencapaian dari tujuan hidup di muka bumi. Tanpa sadar, pemisahan ini telah menggeser fungsi orang percaya sebagai agen pemulihan segala sesuatu sama seperti Injil Dua Pasal menggeser tugas orang percaya dalam rencana pemulihan yang sudah direncanakan oleh Tuhan.
Dapatkah Anda mulai memahami bahwa secara pengertian, si garam dunia ini secara perlahan mulai keluar dari habitatnya? Gereja menjadi sibuk dengan dirinya sendiri dalam dunia rohani dengan aktivitas religius untuk berkenan di hadapan Tuhan dan menjadikan orang-orang lain serupa dengan dirinya. Gereja secara tidak langsung membuat orang melupakan tanggung jawabnya kepada sesama dalam pemulihan. Namun, rupanya ini belum cukup. Serangan kepada Gereja yang sudah mulai keluar dari masyarakat ini masih ditambah dengan pergeseran paradigma bahwa Gereja bukanlah organisme melainkan sebuah organisasi.
Dua paradigma awal yang telah menyeret Gereja keluar mendapatkan bungkusnya ketika Gereja beralih dari kehidupan organisme menjadi masuk ke dalam kotak-kotak organisasi yang lebih penting dari kualitas kehidupan kero- hanian jemaatnya. Gereja menjadi sibuk dalam biara-biaranya sendiri dengan acara-acara kerohanian supaya lebih berkenan di hadapan Tuhan. Atau pada sisi lain, Gereja sibuk membuat acara-acara kebaktian untuk mendengarkan suara Tuhan bagi bangsa dan sibuk berdoa, tetapi tidak pernah pergi kepada yang terhilang dan masyarakatnya.
Saya pernah memiliki sebuah pengalaman menarik ketika diminta untuk melayani khotbah di sebuah seminar dan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) gabungan mahasiswa Kristen di sebuah kota. Tema yang diusung adalah “Indonesia Memanggil” dengan tujuan agar para mahasiswa memiliki beban dan bergerak untuk bangsa melalui hal-hal yang nyata di masyarakat. Saya berkhotbah tentang hati Bapa bagi Indonesia dan bagaimana anak muda dapat melayani di masyarakat. Pada bagian akhir, saya berdoa bagi anak-anak muda yang bersedia diutus oleh Tuhan bagi Indonesia. Saya berharap mereka pergi untuk sungguh-sungguh melayani.
Setahun kemudian, saya diundang kembali untuk menjadi pembicara di acara serupa, tetapi dengan judul yang sedikit berbeda, yaitu “Indonesia Memanggil #2.” Diliputi dengan rasa penasaran, saya bertanya kepada panitia tentang bagaimana anak-anak muda yang bersedia didoakan di acara setahun sebelumnya. Panitia menjawab bahwa anak- anak tersebut kembali ke persekutuan kampusnya selama setahun untuk mengajak anak-anak baru ikut di acara tahun ini karena merasa sangat diberkati di “Indonesia Memanggil” sebelumnya. Dengan bergurau, saya menolak menjadi pembicara di acara tersebut sembari berkata apabila orang-orang hanya merasa senang diberkati dalam acara KKR episode 2 dan episode selanjutnya, lebih baik seminar dan KKR-nya diberi judul “Indonesia Memanggil-Manggil.” Indonesia tidak membutuhkan kebaktian berjilid-jilid karena Indonesia membutuhkan karya nyata dari orang-orang yang telah ditebus oleh Kristus.
Demikianlah, akhirnya Gereja secara perlahan dan tanpa disadari telah terpisah dari habitatnya. Gereja menjadi sangat rohani, tetapi gagal menjadi garam di tengah-tengah masyarakat yang membutuhkan. Gereja tidak lagi mampu larut di masyarakat. Kiranya tepat kalimat dari Eng Hoe Lim yang berkata:
_Mengapa Allah menciptakan kita? Mengapa Dia menempatkan kita diatas planet ini? Apakah Allah menempatkan kita di planet ini hanya untuk menyelamatkan kita keluar dari planet ini?_
Terakhir:
https://youtu.be/EzHj6Xqol0U?si=5axdi5z7zuYU52nD
GEREJA YANG MEMENUHI SEMUA DAN SEGALA SESUATU
TIPE-TIPE GEREJA
Saya ingin menyampaikan contoh yang menarik terkait dengan Gereja Tipe C ini di dalam pengembangan masyarakat di Cateura, Paraguay, yang ditulis sebagai berikut:
Terletak beberapa kilometer dari Asuncion, ibukota Paraguay, kota Cateura dengan populasi 10 ribu orang selama bertahun-tahun dikenal sebagai tempat pembuangan akhir dari sampah-sampah perumahan. Penduduk setempat menghabiskan keseharian mereka bergelut di antara tumpukan sampah dengan harapan menemukan sesuatu— apa pun-- yang memiliki nilai, baik untuk mereka gunakan atau jual kembali. Menjalani hidup di bawah garis kemiskinan menjadikan kota kerap dilanda dengan kekerasan, perperangan geng, alkoholisme, dan narkoba. Namun, komunitas kecil di Paraguay itu kini bisa membantah reputasi buruk yang melekat pada diri mereka.
Dilaporkan The Plaid Zebra, Kamis (26/11/2015), kisah ini bermula sembilan tahun lalu, ketika seorang pekerja lingkungan mengunjungi Cateura untuk proyek manajemen sampah. Namun, Favio Chaves tak hanya sekadar melaksanakan tugasnya—ia juga adalah seorang pencinta musik. Dari situlah, 'kota sampah' ini mengambil langkah pertama untuk membangun reputasi baru.
Salah satu pemungut sampah di Cateura, Nicolas Gomez, menemukan sampah yang sekilas terlihat seperti biola. Tanpa berpikir panjang ia membawanya ke Favio. Dengan kepandaiannya, imajinasi tinggi, dan potongan sampah lainnya serta senar milik Favio, ia menciptakan biola yang bisa berfungsi dengan baik. Sejak itu, lebih banyak potongan sampah yang 'menjelma' menjadi alat musik seperti suling, drum, dan cello hanya dengan sedikit imajinasi dan keterampilan. Cello dibuat dari drum oli bekas, suling dari pipa penguras, dan drum dari foto x-ray yang dibuang. Penciptaan itu memunculkan sebuah ide, bisakah anak-anak Cateura dilatih bermusik dan membentuk pertunjukan orkestra? Jawabannya, iya. Terbentuklah Recycled Orchestra of Cateura.
Selama empat tahun terakhir, Chavez mendedikasikan waktunya untuk orkestra tersebut. Dan hari ini ratusan anak-anak Cateura yang semula ditakdirkan hanya mengais sampah, mendapat kesempatan bermain musik dan keliling dunia. Tiket untuk menonton penampilan mereka pun laris manis.
Mereka mendapat kesempatan tampil di Paraguay dan keliling Amerika Selatan. Namun, mereka melakukan penampilan perdana mereka di Amerika Utara dalam acara Musical Instrument Museum di Phoenix, Arizona. Baru-baru ini, mereka juga bermain di Bergen International Festival, Norwegia. Kisah menarik mereka ini tengah menjadi perhatian rumah produksi Creative Visions, yang membuat film mengenai kisah anak-anak Cateura dan musik mereka, berjudul "Landfill Harmonic". Untuk membantu mendanainya, dan mendapat perhatian dunia, kampanye Kickstarter pun digelar, dan hingga kini telah berhasil mengumpulkan lebih dari USD 200 ribu (Rp. 2,73 miliar.)
Bila Anda lebih jauh ingin melihat beberapa cuplikan kegiatan komunitas ini, Anda bisa mengaksesnya di Youtube. Di dalam video tersebut Anda bisa melihat bahwa orang yang menginisiasi musik dari sampah dan anggotanya yang berasal dari daerah kumuh tersebut ternyata sangat rohani.
https://youtu.be/CsfOvJEdurk?si=q9T2QE0b4X_vLNDp
NOTE:
Gereja disini bukan dimaksudkan berupa organisasi atau gedung, tapi organisme. Gereja Tipe C ini maksudnya, organisme yang ‘larut’ dengan masyarakat, hidup dengannya, berpengaruh di dalamnya, membawa transformasi yang nyata dan positif.
Ini salah satu yg saya maksudkan utk membina anak2 yg dikirim melalui YBAIK, agar anak2 itu memiliki:
1. Heart & Passion
2. Knowledge & Skill
3. Persistence & Endurance
0 notes