Tumgik
valisanurajizah · 3 years
Text
MOTIVASI BELAJAR DALAM PERSPEKTTIF PENDIDIKAN ISLAM TERDAHULU
NAFIAH
VALISA NUR AJIZAH
MUKHLIS
Universitas Islam 45 Bekasi
Abstract
Islam requires believers to learn. In connection with this obligation, there are many hadiths of the Prophet Muhammad, which are implied or explicit, that motivate Muslims to always seek knowledge and seek knowledge without distinguishing between religious knowledge and universal science. Motivation can be extrinsic or intrinsic. With external motivation, we can say a few things: Like people who seek knowledge, the virtue of pursuing knowledge and pursuing knowledge advances the way to heaven and raises degrees. On the other hand, true learning motivation must be based on a sincere desire to gain the pleasure of Allah. In some Islamic education literature, especially Arabic, motivation is combined with the word Niya. Classical Islamic Education Thought discusses the topic of learning motivation very much, including one of his books, the concept of intention to learn (learning motivation) from the perspective of Al Jarnuji which has a vast treasure trove. Ta'limal-Muta`al lim. Studying Al Jarnuji's manuscripts and concepts concludes that the most important thing that students emphasize in their studies is not to achieve worldly pleasures, but to gain integrity and the pleasure of Allah SWT. His deep thinking deserves to be used as an effort to develop insight into learning theory from the perspective of Islamic education.
Keywords : Motivation Education,Early Islam, Niyat learning al-Jarnuzi
Abstrak
Islam mengharuskan orang percaya untuk belajar. Berkaitan dengan kewajiban tersebut, banyak hadits Nabi Muhammad SAW yang tersirat maupun tersurat yang memotivasi umat Islam untuk senantiasa menuntut ilmu dan menuntut ilmu tanpa membedakan antara ilmu agama dan ilmu universal. Motivasi bisa bersifat ekstrinsik atau intrinsik. Dengan motivasi eksternal, kita dapat mengatakan beberapa hal ini: Seperti orang yang mencari ilmu, keutamaan mengejar ilmu dan mengejar ilmu memajukan jalan ke surga dan menaikkan derajat. Di sisi lain, motivasi belajar yang hakiki harus dilandasi oleh keinginan yang tulus untuk memperoleh keridhaan Allah. Dalam sebagian literatur pembelajaran Islam, spesialnya bahasa Arab, motivasi digabungkan dengan kata Keinginan. Pemikiran Pembelajaran Islam Klasik sangat banyak mangulas topik motivasi belajar, termasuk salah satu bukunya, konsep Niyat belajar(motivasi belajar) dari perspektif Al Jarnuzi yang memiliki harta karun yang luas. Ta'limal-Muta`al lim.Mempelajari naskah dan konsep Al Jarnuji menyimpulkan bahwa hal terpenting yang ditekankan siswa dalam studi mereka bukanlah untuk mencapai kesenangan duniawi, tetapi untuk mendapatkan integritas dan keridhaan Allah SWT. Pemikirannya yang mendalam layak dijadikan sebagai upaya mengembangkan wawasan teori belajar dari perspektif pendidikan Islam.
Kata kunci : Motivasi Pendidikan, Islam terdahulu,Niat belajar al-Jarnuzi
PENDAHULUAN
Belajar merupakan sesuatu hal yang Sangat penting Sebagai sumber untuk meraih ilmu pengetahuan yang teratas, Melalui ilmu pengetahuan manusia dapat mencari solusi serta menyelesaikan masalah kehidupannya baik di masa sekarang maupun di masa yang bakal tiba, salah unsur yang berperan penting dalam kegiatan proses belajar yang baik serta bermakna pada diri pribadi ialah motivasi.
Motivasi ialah sesuatu perihal yang sangat berarti buat dijadikan acuan dalam menuntut ilmu. Motivasi belajar (menuntut ilmu) untuk tiap penuntut ilmu memanglah diperlukan, apalagi begitu banyak hadits- hadits yang membagikan uraian tentang khasiat menuntut ilmu serta perintah yang menyarankan buat belajar. Seluruh ungkapan dalam hadits- hadits tersebut ialah dalil- dalil yang bisa jadi pedoman selaku perlengkapan buat memotivasi tiap umat Islam buat terus menuntut ilmu.[1]
Motivasi pula mendeskripsikan perihal kekuatan yang menekan dan mengarahkan keberhasilan sikap yang tetap kearah tujuan tertentu. Sejalan dengan pendapat Djamarah ( 114 : 2002) mengatakan bahwa motivasi merupakan suatu pendorong yang menukar stamina pada diri seseorang ke pada wujud aktifitas nyata guna meraih tujuan eksklusif. dimengerti Jika motivasi belajar mendeskripsikan suatu perihal yang sangat berfungsi bernilai pada aktifitas proses mencari ilmu pengetahuan di tiap eksklusif. pada perspektif Islam para penganutnya sangat disarankan buat memiliki motivasi belajar yang tinggi, sehingga dengan adanya motivasi belajar yg tinggi ilmu pengetahuan akan praktis didapat oleh penganutnya. dalam menuntut ilmu, Islam tidak membedakan antara laki-laki serta wanita, sebagai mana Hadits Rasulullah SAW : “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim” (HR. Baihaqi). Dari hadits-hadits di atas, jelas bahwa Islam ingin menegaskan kepada manusia bahwa semangat belajarnya sangat baik dan harus dilakukan.[2]
Dari hadits-hadits di atas, jelas bahwa Islam ingin menegaskan kepada manusia bahwa semangat belajarnya sangat baik dan harus dilakukan. pada hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda : “jika manusia telah mati, maka putuslah pahala amalnya selain berasal 3 yaitu : sedekah jariyah, ilmu yang berguna, dan anak yang sholeh yang mendoakan” (HR. Muslim). Dari Hadits ini bisa dimengerti kalau seorang muslim yang berilmu pengetahuan dan dapat memfaatkan ilmunya cocok memakai tuntunan agama Islam, hingga ia hendak menemukan reward global serta akhirat, dimana didunia akan mendapat segala kemudahan di urusan global dan pada akhirat menerima amal yang mengalir dari orang lain yg sudah menerima ilmu pengetahuan yg berguna darinya, jadi seorang muslim yg baik telah selayaknya buat sering memiliki semangat belajar yang besar dan penuh atensi di menggali serta mencari ilmu pengetahuan yg berkuantitas dan bermutu besar, namun ditinjau asal kenyataan dewasa ini tak jarang kita melihat bahwa sebagian besar umat Islam masih full yang memiliki motivasi belajar rendah, hal ini mampu tercermin dari galat satu indikasi yaitu kurangnya minat baca berasal rakyat, sebagai akibatnya sering kali kita melihat diperpustakaan yg sepi berasal pengunjung dan pembaca, yang mana kita ketahui bahwa perpustakaan artinya keliru satu daerah yang sebagai sumber menggali ilmu pengetahuan.[3]
Berbicara tentang pembelajaran Islam dalam tataran keilmuan tidak dapat dipisahkan dari kajian wacana kitab- kitab pembelajaran yang berbahasa Arab. Ajaran Mengenai keislaman bersumber dari al- Qur’ an dan al-Hadist yang ditulis serta dikodifisikan dengan bahasa Arab . Begitu juga menggunakan buku- buku pembelajaran Islam, dia banyak ditulis dengan bahasa Arab, baik buku klasik juga modern. Tegasnya, ketika berbicara tentang mempelajari aspek-aspek ilmu dalam Islam, itu mudah dan peran buku-buku Arab tidak bisa diabaikan.Transper pengetahuan keislamanan khsususnya buku-buku pendidikan Islam terutama yg klasik full menggunakan bahasa Arab . pada kerangka keilmuan , kajian mengenai buku-kitab pendidikan Islam terutama buku klasik adalah hal yg krusial dilakukan . sang sebab itu, buat pengembangan pendidikan Islam, kajian terhadap kitab teks pendidikan Islam memegang peranan krusial dalam pembentukan teori pendidikan Islam. salah satu kitab klasik yg berisi ihwal pendidikan adalah Ta’ lim al- Muta’ alim karya al- Zarnuji. kitab ini jadi keliru satu novel popular paling utama pada golongan pesantren.
Dari salah satu tokoh yang mempunyai pemikiran tentang motivasi pendidikan dalam islam klaasik yakni Al- Zarnuji yakni tokoh pendidikan abad pertengahan yang berupaya memberikan pemecahan tentang gimana membentuk pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada keduniawian, hendak tetapi beriorientasi akhirat pula. Karya al- Zarnuji yang terkenal ialah Ta’ lim Al- Muta’ alim Thariq al- Ta’ allum, artinya galat satu karya klasik pada bidang pendidikan yg telah banyak dipelajari serta dikaji oleh para penuntut ilmu, sangat utama dipesantren. Materi novel ini sarat dengan muatan- muatan pendidikan moral spiritual yang Apabila direalisasikan dan aplikasikan dalam kehidupan masing- masing hari tentu tujuan sempurna asal pendidikan Islam yang bisa tercapai.[4]
METODE PENELITIAN
Metode atau langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan artikel ini adalah dengan menggunakan studi pustaka/studi literature. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan (Library Research). Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai pengumpul data analisis dan laporan hasil. Penelitian ini mengkaji dan mencari informasi dan data-data dari bahan yang tertulis serta relevan dengan permasalahan yang di bahas. Dalam penelitian ini terdapat sumber data primer yang diperoleh dari bahan pokok utama yaitu buku al-Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim, Motivasi belajar dalam perspektif Pendidikan Islam klasik dan sumber data skunder yang berhubungan dengan objek penelitian atau sumber yang berkaitan dengan perkembangan pendidikan Islam diantara lain buku-buku pustaka, artikel ilmiah, internet dan skripsi terdahulu yang berkaitan dengan kebutuhan penelitian. Teknik pengumpulan data didapatkan dengan cara observasi. Observasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dengan mencari data dan informasi mengenai hal-hal atau variable berupa catatan, skripsi, artikel sesuai dengan judul yang diambil.
PEMBAHASAN
A. Biografi singkat tentang Imam Al-Zarnuji
Di kelas Pesantren, khususnya di Pesantren tradisional, nama Alzarnuji dikenal oleh para santri. Al- Zarnuji diketahui selaku tokoh pembelajaran Islam. Kitabnya yang bertajuk Ta’ lim al- Muta’ allim ialah kitab sangat popular yang harus dipelajari di pesantren- pesantren. Apalagi para santri harus mengkaji serta menekuni kitab ini saat sebelum membaca kitab- kitab yang lain. Tetapi siapa sesungguhnya al- Zarnuji itu?
Nama lengkap al- Zarnuji merupakan Burhan al- Din Ibrahim al- Zarnuji al- Hanafi. Nama lain yang disematkan kepadanya merupakan Burhan al- Islam serta Burhan al- Din. Tetapi, sampai saat ini belum dikenal secara tentu waktu serta tempat lahirnya al- Zarnuji. Nama "Al Zarnuji" sendiri berasal dari sebuah tempat bernama Zarnuji di Turki. Sedangkan kata“ al- Hanafi” diyakini dinisbatkan kepada nama mazhab yang dianutnya, ialah mazhab Hanafi. Ekspedisi kehidupan al- Zarnuji tidak bisa dikenal secara tentu. Walaupun diyakini dia hidup pada masa kerajaan Abbasiyah di Baghdad, kapan nyatanya masih jadi perdebatan sampai saat ini. Al- Quraisyi menyebut al- Zarnuji hidup pada abad ke- 13 M. Sedangkan para orientalis semacam Gram. E. Von Grunebaun, Theodora Meter. Abel, Plessner serta J. P. Berkey meyakini kalau al- Zarnuji hidup dipenghujung abad 12 serta dini abad 13 M.[5]
Al Zarnuji belajar di luar negeri di Bukhara dan Samarkand, dua tempat yang dikenal sebagai pusat pengetahuan dan pendidikan. Al Zarnuji belajar banyak selama penelitiannya. Syekh Barhan Al Din, penulis novel Al Hidaya. Bukhara Mufti, Kawahill Zada. Seseorang yang dikenal sebagai Hamad bin Ibrahim, Faki, Mutakalim, dan Adib. Fakhr al Islam al Hasan bin Mansur al Auzajandi al Farghani; Al Adib al Mukhtar Ruknuddin al Fargani, juga dikenal sebagai Fikh dan sastra, pula pada Syeikh Zahir al- Din bin‘ Ali Marghinani, yang diketahui selaku seseorang mufti. Karya termasyhur al- Zarnuji ialah Ta’ lim al- Muta’ allim Tariq al- Ta’ allum, sesuatu kitab yang bisa dinikmati dan dijadikan rujukan hingga dikala ini. Bagi Haji Khalifah, kitab ini ialah salah satunya kitab yang dihasilkan oleh al- Zarnuji. Walaupun bagi periset yang lain, Ta’ lim al- Muta’ allim, cumalah salah satu dari sekian banyak kitab yang ditulis oleh al- Zarnuji. Seseorang orientalis. Misalnya, Plessner menyatakan bahwa kitab Ta'lim al Muta'alim adalah salah satu sisa karya al Zarnuji.Plessner menebak kokoh kalau al- Zarnuji mempunyai karya lain, namun banyak lenyap, sebab seribuan tentara Mongol yang dipandu oleh Hulagu Khan terhadap kota Baghdad pada tahun 1258 Meter.[6]
Pemikiran Plessner ini dikuatkan oleh Muhammad‘ Abd Qadir Ahmad. Menurutnya, minimal ada 2 karena jika al- Zarnuji mencatat banyak karya, ialah: dini, kapasitas al- Zarnuji sebagai pengajar yang menggeluti bidang kajiannya. Dia menyusun tata cara pendidikan yang dikhususkan supaya pasa siswa berhasil dalam belajarnya. Tidak masuk ide untuk al- Zarnuji, yang pandai serta bekerja lama di bidangnya itu, cuma mencatat satu wacana. Kedua, ulama- ulama yang hidup semasa al- Zarnuji sudah menciptakan banyak karya. Sebab itu, mustahil apabila al- Zarnuji cuma menulis satu wacana.
Apakah ada karya lain dari Al Zarnuji yang sebenarnya Al Zarnuji sendiri gambarkan dalam kitab "Talim Al Muta Alim"? kala itu guru kami syeikh Imam‘ Ali bin Abi Bakar berkata , mudah- mudahan Allah menyucikan jiwanya yang mulia itu menyuruhku buat menulis kitab Abu Hanifah sewaktu saya hendak kembali ke daerahku, serta saya juga menulisnya…” Perihal ini dapat membagikan cerminan kalau al- Zarnuji sesungguhnya memiliki karya lain tidak hanya kitabnya yang bertajuk Ta’ lim al- Muta’ allim. Telepas dari perdebatan itu, al- Zarnuji ialah tokoh yang sudah membagikan sumbangan berharga untuk pertumbuhan pembelajaran Islam. Karyanya, pantas dikaji serta dipelajari.[7]
Al- zarnuji pula sempat belajar kepada Rukn al- Din al- Farghani, seseorang pakar fiqih, serta sastrawan yang meninggal pada tahun 594 H/ 1170 Meter, Rukn al- Islam Muhammad Ibn Abi Bakr yang diketahui dengan nama Khawahir Zadah, seseorang mufti Bukhara serta pakar dalam bidang Fiqih, sastra serta syair yang meninggal pada tahun 573 H serta yang lain. Pemaparan di atas menampilkan terdapatnya mungkin kalau al- Zarnuji tidak hanya pakar dalam bidang pembelajaran serta tasawuf, dia pakar pula dalam bidang yang lain, sekalipun belum dikenal dengan tentu kalau buat bidang tasawuf dia mempunyai guru yang masyhur. Tetapi bisa diprediksi kalau dengan memiliki pengetahuan yang luas dalam fiqh dan teologi diiringi dengan jiwa sastra yang halus, seseorang telah mempunyai peluang buat masuk ke dalam dunia tasawuf. [8]
Seperti disebutkan di atas, kehidupan Al Zarnuji adalah dari akhir abad ke-12 hingga awal abad ke-13. Sampai sejauh ini masa keemasan dan kemajuan peradaban Islam. Hasan Langgulung pernah berkata: "Zaman keemasan Islam terjadi di dua pusat, Kerajaan Abbasiyah Baghdad (750- 1250 M) dan Kerajaan Umayado Spanyol (771-1492 M)."[9]
Mencermati keterangan di atas, terlihat bahwa Al Zarnuji hidup pada masa ilmu pengetahuan dan peradaban Islam sampai dengan puncak kejayaan emas, dan pada akhir Dinasti Abbasiyah, yang ditandai dengan munculnya ulama-ulama ensiklopedis. Berdasarkan hal tersebut, mengherankan jika Hasan Langgrun melihat seorang Al Zarnuji merupakan tokoh filosof yang memiliki sistem pemikirannya sendiri dan dapat dijelaskan oleh orang-orang seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan Al Ghazali.[10]
B. Cerita singkat kitab Ta’lim Al-Muta’allim
Kitab ini menggambarkan salah satu buku yang monumental dan keberadaannya patut diapresiasi. Buku ini juga banyak digunakan sebagai penelitian, meninggalkan makalah penelitian dalam penyusunan karya ilmiah. Buku ini khusus usia untuk kursus yang dimilikinya. Meski kecil dengan judul yang terkesan hanya membahas metode pengajaran, isi buku ini padat: tujuan pengajaran, prinsip pengajaran, strategi pembelajaran, dan banyak lagi.[11]
Sebagai dasar penulisan kitab Ta'lim al-Muta'allim, seperti yang beliau katakan di awal kitabnya: “Ketika saya melihat banyak intelektual santri zaman kita, mereka sangat serius dalam menuntut ilmu. Tidak sia-sia.. ) Mereka banyak berbicara tentang keadaan mereka karena cacat dalam cara mencari ilmu. Berdasarkan apa yang saya pelajari dan dengar, (Imam al-Zarnuji, Ta'lîm) al-Muta 'alim Tharîq et-Ta'allum)”
Ikhtisar buku ini meliputi 13 bab: Sifat dan keutamaan ilmu, Keinginan untuk belajar, Memilih ilmu, Guru dan sahabat serta ketekunan dalam menuntut ilmu, Menghargai ilmu dan keahlian, Serius, ketekunan dan semangat, Inisiasi, Sore dan Perintah, Percaya kepada Tuhan , Waktu yang baik, kasih sayang dan bimbingan, nikmati pelajarannya, hati-hati saat belajar, pemicunya mungkin, ingat dan tidak ingat.[12]
Al-Zarnuji juga menyatakan tentang keinginan dan tujuan belajar, bahwa keinginan belajar yang benar adalah tujuan mencari ridha Allah, mencapai kebahagiaan di dunia dan di dunia. untuk menghancurkan kebodohan dalam dirinya. dan lain-lain, untuk memajukan dan membela Islam dan bersyukur. Nikmat Allah berupa energi mental dan kesehatan fisik. Dalam hal ini, al-Zarnuji menekankan bahwa setiap pencari tidak boleh gagal untuk mendefinisikan keinginannya untuk belajar, seperti mencari pengaruh, belajar untuk kesenangan duniawi atau gelar tertentu, dan peran tertentu. Jika soal keinginan ini benar, ia akan merasakan nikmatnya ilmu dan amal dan kecintaannya pada harta duniawi berkurang.
Dalam aspek tata cara pendidikan pula ada sebagian perihal yang dapat di sorot. Awal, tata cara yang bertabiat etik. Tata cara tersebut berkaitan dengan keinginan untuk belajar, Kedua, strategis secara inheren berkaitan dengan metode memilih ilmu, pemisah guru, memilih teman sebaya, serta konsep pembelajaran.[13]
C. Niat belajar dalam perspektif Imam Al-Zarnuji
Setelah membahas hakikat dan kualitas ilmu, al-Zarnuji pun membahas keinginannya untuk belajar. Menelaah keinginan tersebut setidaknya menunjukkan bahwa keinginan memiliki tempat yang penting dalam proses pembelajaran dan tujuan pembelajaran. Seorang siswa harus memiliki keinginan dalam proses pembelajaran. Motivasi belajar menentukan arah dan arah proses belajar, atau sekedar keinginan untuk menentukan ke arah mana tujuan itu dicapai. Keinginan siswa dalam proses pembelajaran mencerminkan motivasi dan tujuan mereka.
Mendasari niat ini, pemikiran Al Zarnuji didasarkan pada kedudukan dan keberadaan hadis berdasarkan niat belajar Nabi Muhammad.Hadist tersebut adalah :
نَوَى.مَاامريءٍ لِكُلِّ وإِنَّما بالنِّيَّاتِ الأعمَال إنَّمَا
Artinya : “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.”[14]
Hadits di atas singkat. Lebih jauh lagi,hadist ini memiliki editor hadist yang lengkap. Hadist ini dapat dilihat paling utama dalam shahih al- Bukhari serta Muslim. . Tidak hanya itu, hadits ini juga terdapat dalam kitab-kitab mukharaj dan muhaqqaq, dan tentunya hadits syahwat dalam salah satu bagian pembahasan kitab tersebut.[15]Hadist niat dapat ditemukan dalam Riyadh al-Shalihin li al-Nawawi[16], hadist al-Arbani li al-Nawawi,[17]dan al-Adab al-Nabawi li al-Khuli[18].
Pengarang matan tersebut adalah : “Dari amir al-mu’min Abu Hafsh Umar Ibn al-Khaththab Ibn Nufail Ibn abd al-Uzza Ibn Riyadh Ibn Allah Ibn Qurth Ibn Razah Ibn Adiy Ibn Ka’ab Ibn Lu’ay Obn Ghalib al-Qurasyiy al-Adawy r.a, ia berkata : “Saya mendengar Rasulullah Saw., bersabda : “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa saja yang berhijrah sebab Allah serta rasul- rasul- Nya hendak berhijrah karena Allah serta rasul- rasul- Nya.. Siapa pun yang dia cari dunia atau bermigrasi untuk wanita yang dinikahinya akan pergi ke mana pun dia pergi.” (HR. Bukhari dan Muslim).[19]
Hadist tentang niat diatas, ada juga dalam sebagian kitab hadis yang 6 ialah ( kutub al- sittah) serta Musnad Ahmad Ibn Hambal. Hadist- hadist ini terdapat pada matan sama dan ada pula yang berbeda. Tetapi, rawi hadist tersebut ada perbandingan nyaris pada tiap thabaqah terakhir serta awal.[20]
Guna menguasai hadist diatas yang digunakan oleh al- Zarnuji dalam kaitannya dengan maksud di atas tampaknya perlu dilakukan analisis, baik pada aspek kebahasan ataupun Qarinah kata yang menampilkan I’tikad tertentu tentang wasiat. Beberapa hadist di atas terdapat sebagian tema yang dapat dianalisis, antara lain merupakan kata innama, al- a’ mal, al- niat, al- hijrahserta al- dunya. Tetapi biar ulasan tidak melebar, ulasan hendak ditunjukan cocok dengan redaksi hadist yang dikemukakan oleh al- Zarnuji, ialah innama, al- a’ mal, serta al- niat.
Kata innama dalam bahasa Arab ialah kebiasaan al- Qashr (terutama pada kata yang sebelumnya memperkuatnya). [21]Kata tersebut memiliki I’tikad untuk memperkuat dan menunjukkan arti kata yang sebelumnya sambil menegaskan arti kata tersebut. Al- Khuli melaporkan kalau kata innama memiliki arti al- ta’ kid ( memperkuat).[22] jadi hanya amal yang dikuatkan oleh iman. Niat adalah kepastian dari setiap perbuatan. Akibatnya, tiap pekerjaan didorong oleh keinginan. Dalam arti yang luas, setiap kalimat yang diberikan setelah innama memiliki makna ta’ kid.
Kata al- a’ malu dalam hadist tersebut dibangun dengan kata jama’. Mufrodnya adalah al- amalu. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut berarti perbuatan, pekerjaan, dan kegiatan, sehingga muncullah perkata subjek( isim fa’ il) semacam al- amil( orang yang melaksanakan pekerjaan). Atau dengan kata lain tergantung konteksnya, kata al- amil adalah untuk orang yang tugasnya mengumpulkan zakat( amil al- zakat). kata muamalah yang dalam bahasa sehari-hari berarti pekerja ataupun karyawan. Bila sebuah kata tersusun dengan jama’, maka arti kata tersebut bersifat menyeluruh. Kata jama’ memiliki arti umum. Dan ini biasa digunakan oleh kelompok ushulliyin. Hal ini karena kata jama’ secara sederhana memiliki arti yang sama untuksemua tindakan yang merata, termasuk kata al- a’ mal dalam matan hadist tersebut memiliki arti universal menyangkut seluruh suatu perbuatan yang merata meliputi pekerjaan lidah berbentuk perkataan, pekerjaan anggota badan meliputi kepala, tangan, kaki, serta pekerjaan yang lain.[23]
Pertanyan serta uraian simpel tentang hadist yang digunakan oleh al- Zarnuji untuk tujuan pembelajaran menunjukkan bahwa seseorang harus bertujuan untuk mendapatkan keridhaan Allah dan memiliki keinginan untuk bekerja. Siswa harus memiliki keinginan untuk mendapatkan keridhaan Allah tidak hanya untuk kesenangan duniawi, tetapi juga untuk mendapatkan keridhaan Allah. Kemampuan aql oleh Tuhan.
D. Manfaat motivasi dalam pendidikan Islam
Motivasi ialah hal yang sangat penting saat belajar. Hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi. Semakin akurat motivasi Anda, semakin sukses pelajaran Anda. Motivasi selalu menentukan kekuatan usaha belajar. Sehubungan dengan hal tersebut, ada tiga fungsi motivasi, seagai berikut :
1. Mendorong manusia untuk berbuat. .Dalam hal ini, motivasi merupakan kekuatan pendorong di balik semua kegiatan yang dilakukan.
2. Memastikan arah perbuatan, ialah kearah tujuan yang hendak dicapai.
3. Menyeleksi perbuatan, ialah memastikan perbuatan- pebuatan apa yang wajib dikerjakan yang cocok, guna menggapai tujuan, dengan menyisikan perbuatan- perbuatan yang tidak berguna untuk tujuan tersebut.
4. Motivasi pula bisa berperan selaku pendorong usaha serta pencapaian prestasi. Seorang yang melaksanakan usaha sebab terdapatnya motivasi. Maka terdapatlah motivasi yang baik buat belajar untuk menuju pada hasil yang baik.[24]
E. Motivasi pendidikan dalam perspektif hadist
Rasulullah SAW juga memberikan support, motivasi terhadap umatnya agar rajin mengajarkan ilmu. Sebagaimana dalam sabdanya sebagai berikut :
حدثنا محمد بن عبد الاعلى تاصنعانى, اخبرنا سلمة بن رجاء, اخبرنا وليد بن جميل, اخبرنا القاسم أبو عبد الرحمن, عن ابى أمامة البهليِّ قال ذُكرَ لرسو ل الله صلى الله عليه وسلم رجلان احدهما عبدٌ والاخرُ عَالمٌ فقال رسو ل الله صلى اللهم عليه وسلم فضل العالم على العابد كفضل على ادناكم ثمّ قال رسو ل الله صلى اللهم عليه وسلم ان الله وملائكته واهل السموات والارضين حتى نملة فى جهرها وحتى الحوت ليصلون على معلم الناس الخير. (رواه الترمذى)
Artinya : “"Ceritakan tentang Muhammad ibn 'Abdul A'la al-Sana'ani, ceritakan tentang salam ibn raja, ceritakan tentang Walid ibn Jamil, ceritakan tentang Qasim ibn' Abdurrahman, dari kepercayaan al-Bahili Dia berkata: Dua Laki-Laki Kemudian Rasulullah (saw) berkata: "Keutamaan orang bijak terhadap jamaah adalah seperti kebajikan antara saya dan yang hina. Yang terburuk di antara kamu., kemudian berkata Rasulullah SAW, sesungguhnya Allah, MalaikatNya, penduduk langit dan bumi, sampai semut yang berada pada batu dan ikan, mereka bershalawat kepada seorang pendidik yang mengajarkan kebaikan.”(HR.At-Tirmidzi).[25]
PENUTUP
Jika kita melihat pernyataan-pernyataan dalam presentasi tertulis (teks tertulis), al-Zarnuji menetralisir konsep keinginan dalam belajar, ada beberapa hal yang bisa ditonjolkan. Pada awalnya, al-Zarnuji seolah-olah menekankan bahwa tujuan belajar adalah untuk memperoleh kesenangan dan mengejar kebahagiaan di kemudian hari. Keyakinan untuk tujuan.
Kedua, definisi al-Zarnuji pada poin pertama di atas menunjukkan bahwa konsep niat dipengaruhi oleh konsep mistik baik yang berasal dari gurunya maupun dari definisi agama yang berkembang pada saat itu, serta mempopulerkan dan mempengaruhi ulama pada masanya. Jika kita melihat sejarah, dari hidup sampai wafatnya al-Zarnuji (meninggal pada tahun 1234 Meter), dunia Islam saat itu sedang menghadapi kemunduran politik. Tapi kita menghadapi kemajuan mistis. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh pendapat masyarakat dan ulama tentang kemewahan dan gaya hidup hedonistik raja dan penjaga istana, sehingga banyak ajaran agama diabaikan dan condong ke kesenangan duniawi. Berdasarkan pemahaman tersebut, konsep niat dalam pandangan al-Zarnuji lebih bersifat moral religius.
Ketiga, sebagai perwujudan dari hasrat moral-religius ini, orientasi niat tidak hanya pada kebahagiaan dan kebahagiaan masa depan, tetapi berorientasi pada altruistik, yaitu menuju pemenuhan menunjukkan pengabdian kepada sesama warga negara agar tidak terjadi kebodohan. Keempat, al-Zarnuji, meskipun lebih imperatif dalam presentasinya, mengusulkannya seolah-olah menghadirkan opsi untuk konsekuensi arah niat. Mereka yang mencari kebahagiaan Allah untuk keselamatan, dan mereka yang berpaling ke kegelapan dunia, akan menderita.
Bersumber pada riwayat diatas, bisa disimpulkan, kalau rasulullah SAW merupakan motifator ulung yang sukses menggerakkan semangat umat buat gemar belajar serta mengkaji ilmu pengetahuan serta mengembangkannya. Kenaikan motivasi yang diterapkan Rasulullah SAW, dengan bermacam berbagai tata cara serta pendekatan, ialah dengan metode penanaman aqidah serta tauhid yang kuat, prinsip tata cara serta keteladanan( uswatun hasanah) dan tata cara al- targhib serta al- tarhib.
DAFTAR PUSAKA
Abd al-Qadir Ahmad,(1986). Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum versi tahqiq, Kairo : Mathba’ah Sa’adah
Abuddin Nata, (2000). Pemikiran Para Tokoh Pendidikan islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Ahmad Warson, (1992). Kamus al-Munawwir, Yogyakarta : Krapyak
Al-Ghalayiny, (t,t). Jami’ al-Durus al-Arabiyyah, Beirut : Dar al-Fikr
Al-Ghazali, (t,t). Ihya Ulum al-Din, Semarang : Toha Putra.
Al-Khuli, (t,t). al-Adab al-Nabawi, Beirut : Dar al-Fikr.
Al-Nawawi, (t,t). Riyadh al-Shalihin, Semarang : Toha Putra
Al-Nawawi, (t,t). Hadits al-Arbain, Beirut : Dar al-Fikr
Al-Zarnuji, (t,t). Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum, Semarang : Toha Putra
Djudi, (1990). Konsep Belajar Menurut al-Zarnuji : Kajian Psikologi-Etik Kitab Ta’lim al-Muta’allim, Tesis, Yogyakarta : PPs IAIN Sunan Kalijaga
Hasan Langgulung, (1989). Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta : Pustaka al-Husna.
Mochtar Affandi, (1990). The Method of Muslim Learning As IIIustrated in al-Zarnuji’s Ta’lim al-Muta’allum, Tesis, Montreal : IIS Mc. Gill University.
Suwito et.al, (2006). Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta : Prenada, 2006
Von Grunebaum, et.al, (1947). Ta’lim al-Muta’allim. Instruction of Studies : The Method of Learning, New York : King’s Crown Press
Zuhairini, (1992). Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara
https://rumaysho.com/16311-hadits-arbain-01-setiap-amalan-tergantung-pada-niat.html
http://hildaarmayanti.blogspot.co.id/2016/01/makalah-hadis-tarbawi.html
M, Sardiman A. 2011. Interaksi& Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Muhammad, Abu Bakar. 1995. Hadits Tarbiyah I. Surabaya: al-Ikhlas.
Nizar, Samsul dan Zainal Efendi Hasibuan. 2011. Hadis Tarbawi: Membangun Kerangka Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah. Jakarta: KALAM MULIA.
Al-Ghazali, Muhammad. 1993. Akhlaq seorang Muslim, Terj. Moh. Rifa’i. Semarang: Wicaksana
Azhari Akyas (2004).Psikologi Umum dan perkembangan, Mizan Publika, Jakarta Selatan
Chaplin J.P. (2002).Kamus lengkap Psikologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Abd al-Qadir Ahmad, Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum versi tahqiq, ( Kairo : Mathba’ah Sa’adah, 1986)h.2
Mochtar Affandi, The Method of Muslim Learning As Ilustrated in al-Zarnuji’s Ta’lim al Muta’allim. Tesis. (Montreal : IIS Mc. Gill University,1990), h.19
Sutrisno Agus, Ta’lim al-Muta’allim (Brebes : Ponpes Al-Hikmah,2012) ,Ibid
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1992), h.7
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,( Jakarta : Pustaka al-Husna, 1989),h.13
Hasan Langulung, Pendidikan islam menghadapi Abad ke-21, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1989),h,99
Menurut al-Zarnuji hadist ini adalah shahih
Nurhakim Amien Mengenal kitab Ta’lim Muta’allim, Panduan etika belajar,(Jakarta : Pustaka Nu online, 2020)
Jurnal Pendidikan Agama Islam-Talim Vol.10 No.1-2021
[1] Al-Ghazali, Muhammad. 1993. Akhlaq seorang Muslim, Terj. Moh. Rifa’i. Semarang: Wicaksana [2] Azhari Akyas (2004).Psikologi Umum dan perkembangan, Mizan Publika, Jakarta Selatan [3] Chaplin J.P. (2002).Kamus lengkap Psikologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta [4] Jurnal Pendidikan Agama Islam-Talim Vol.10 No.1-2021 [5] Abd al-Qadir Ahmad, Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum versi tahqiq, ( Kairo : Mathba’ah Sa’adah, 1986)h.2 [6] Mochtar Affandi, The Method of Muslim Learning As Ilustrated in al-Zarnuji’s Ta’lim al-Muta’allim. Tesis. (Montreal : IIS Mc. Gill University,1990), h.19 [7] Sutrisno Agus, Ta’lim al-Muta’allim (Brebes : Ponpes Al-Hikmah,2012) ,Ibid [8] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1992), h.7 [9] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,( Jakarta : Pustaka al-Husna, 1989),h.13 [10] Hasan Langulung, Pendidikan islam menghadapi Abad ke-21, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1989),h,99 [11] Menurut al-Zarnuji hadist ini adalah shahih [12] Nurhakim Amien Mengenal kitab Ta’lim Muta’allim, Panduan etika belajar,(Jakarta : Pustaka Nu online, 2020) [13] Jurnal Pendidikan Agama Islam-Talim Vol.10 No.1-2021 [14] Menurut al-Zarnuji hadist ini adalah shahih [15] Hadist ini bias dilacak pada kitab-kitab yang memiliki beberapa bab pembahasan yang mempunyai corak pembahasan tertentu. Biasanya hadist ini banyak mewarnai kitab-kitab hadist yang berkenaan dengan pembahasan fiqh. [16] Al-Nawawi, Riyadh al-Shalihin, (Semarang : Toba Putra,t,t),h.5 [17] Al-Nawawi, Hadist al-Arbain, (Beirut : Dar al-Fikr,t,t), h.7. Pada kedua kitab ini, hadist niat ditempatkan dalam bab tentang niat. Matan hadist dalam kedua kitab ini tidak sama dengan matan yang berada dalam beberapa al-Mashadir al-Ashliyah hadist. Matan hadist seperti ini merupakan “oplosan” dari beberapa matan hadist yang diteliti oleh penulis kitab tersebut terutama dari al-Bukhari dan Muslim [18] Al-Khuli, al-Adab al-Nabawi,( Beirut : Dar al-Fikr, t,t),h. 12. Dalam kitab ini, penulis turut pula melakukan syarh sederhana terhadap hadist niat tersebut. [19] Lihat al-Nawawi, Riyadh al-Shalihin, terj. Ahmad Sunarto, (Jakarta : Pustaka Amani,1999), h.2 [20] Al-Bukhari mencatat sekitar tujuh hadist, Muslim mencatat dua hadist , al-Tirmidzi mencatat satu hadist, al-Nasa’I mencatat tiga hadist, Abu Daud mencatat satu hadist, Ibn Majah mencatat satu hadist dan Ahmad Ibn Hanbal mencatat dua hadist. Apabila semua rawi hadist dalam kitab-kitab tersebut digabungkan, maka runtutan rawinya sebagai berikut : Pada thabaqah pertama diriwayatkan oleh Umar Ibn al-Khaththab, pada thabaqah kedua diriwayatkan oleh Alqamah, pada thabaqah ketiga diriwayatkan oleh Muhammad Ibn Ibrahim, pada thabaqah kelima driwayatkan oleh Yahya Ibn Sa’id al-Anshary. Dari Yahya ini hadist diriwayatkan oleh Sufyan, Hammad al-Laits, Malik, Abd al-Wahab. Dari kelima orang ini hadist diriwayatkan oleh banyak orang sehingga sampai kepada al-Bukhari dan Muslim. Ditinjau dari kualifikasi hadist, hadist Umar ini dapat dikatakan sebagai hadist gharib (hadist yang jarang diriwayatkan atau hanya satu orang yang meriwayatkan hadist tersebut) pada awalnya akan tetapi menjadi mashyur pada akhirnya (ketika hadist tersebut pada thabaqah selanjutnya banyak diriwayatkan, hadist yang statusnya ahad menjadi masyhur dan pergeseran posisi hadits tersebut akan mengubah pula kualifikasi hadist. [21] Al-Ghalayiny, Jami’al-Durus al-Arabbiyyah, (Beirut : Dar al-Fikr,t,t),h.158 [22] Al-Khuli, loc.cit [23] Ibid [24] M, Sardiman A. 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. [25] Muhammad, Abu Bakar. 1995. Hadits Tarbiyah I. Surabaya: al-Ikhlas, Nizar, Samsul dan Zainal Efendi Hasibuan. 2011. Hadis Tarbawi: Membangun Kerangka Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah. Jakarta: KALAM MULIA.
1 note · View note