Tumgik
vienamellia · 7 years
Photo
Tumblr media
D-1 🌺 Bismillahhirohmanirrohim..
5 notes · View notes
vienamellia · 8 years
Photo
Tumblr media
When i first meet you, i honestly didn't know you were gonna be this important to me 💖 #lovelife
4 notes · View notes
vienamellia · 8 years
Photo
Tumblr media
Paket komplit pake telor! 👭👫👭
2 notes · View notes
vienamellia · 8 years
Text
Semoga :)
Tulisan : Perempuan Setelah Menikah
Barangkali dulu, ketika masih gadis. Di usianya yang telah memasuki kepala dua dan usia pernikahan, salah satu kekhawatirannya adalah tentang pasangan hidup. Entah bentuk khawatir seperti; apakah ada laki-laki yang mau menikahinya? atau apakah ia cukup siap untuk menjadi seorang istri? dan lain sebagainya. Dan kekhawatiran itu pun tumbuh subur seiring usianya yang merangkak naik, seiring banyaknya laki-laki yang datang silih berganti tapi tak satupun menarik hatinya.
Di bayangnya, kehidupan pasca menikah, apalagi menikah dengan laki-laki yang dicintainya adalah kehidupan yang segalanya indah. Padahal tidak demikian. Kata siapa bahwa selepas menikah, kekhawatiran perempuan akan sirna begitu saja? Justru sebaliknya, kekhawatiranya bertambah, semakin banyak. Dan ini menjadi sesuatu yang mungkin tidak akan pernah terbayangkan sebelumnya.
Khawatir ketika sudah menikah tapi belum juga hamil. Apalagi ketika melihat teman-temannya yang lain memperbarui halaman sosial medianya dengan berita kehamilan atau kelahiran. Lebih khawatir ketika ditanya oleh keluarga. Dan ini menjadi pembelajaran berharga bagi siapapun, bahwa barangkali ungkapan kebahagiaan kita di sosial media bisa menjadi sebab ketidakbersyukuran seseorang yang melihatnya. Juga ini akan menjadi pelajaran berharga bagi semua perempuan yang menikah nantinya dan belum segera dikaruniai anak, ia akan menjadi lebih memahami dan lebih empati kepada perempuan yang lainnya.
Kekhawatiran ketika suami atau anaknya sakit. Apalagi ketika melihat mereka tidak bisa tidur tenang, tidak bisa makan masakan yang dibuatnya dengan susah payah.
Kekhawatiran ketika belum bisa memasak. Meski kita tahu bahwa memasak bukanlah sebuah hal paling penting dari kesiapan menikah seorang perempuan. Tapi bagi perempuan itu sendiri, memasak untuk keluarga, apalagi melihat keluarganya memakan apa yang ia buat dengan susah payah adalah kebahagiaan yang entah bagaimana menjelaskannya. Khawatir ketika suami tidak mau memakan masakannya, khawatir kalau masakannya tidak enak. Meski, sang suami berusaha untuk menganggapnya bukan sesuatu yang penting. Tapi tetap saja itu penting bagi istrinya.
Kekhawatiran tentang bagaimana ia bisa berbaur dan bergaul dengan keluarga suami. Entah tentang bagaimana ia bisa membuka pembicaraan dan mertua. Bagaimana ia bisa menjadi menyenangkan untuk saudara-saudara suami. Dan memang selama ini tidak ada panduan tentang bagaimana membangun hubungan antara istri dan mertuanya. Dan itu selalu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi perempuan yang akan dan baru menikah.
Ada begitu banyak kekhawatiran yang semakin hari semakin bertambah. Dan perempuan yang perasa, membuat kekhawatiran itu kadang tumbuh tak terkendali. Dan tugas laki-laki yang menjadi seorang suaminya nanti sebenarnya sederhana yaitu; jangan menambah kekhawatirannya. Jadilah laki-laki yang baik.
©kurniawangunadi | 10 Februari 2017
4K notes · View notes
vienamellia · 8 years
Text
Bismillah :)
Tulisan : Taatnya Perempuan
Bismillah ar rahman ar rahim.
catatan : tulisan ini bersifat subjektif dan merupakan hasil dari pengamatan dan pengalaman pribadi, ditambah dengan beberapa cerita dari teman sebaya.
Semasa masih lajang beberapa waktu yang lalu. Saya belum begitu memahami secara benar tentang definisi perempuan yang baik, atau yang salehah mungkin kata teman-teman yang belajar agama lebih dari saya. Bagi saya, yang masih seperti ini; kacau, ilmu agamanya cetek, bacaan qurannya terbatas, dll. Tidak ada dalam keberanian saya untuk mempersunting kesalehahan seperti yang didefinisikan dalam buku-buku, pengajian, atau yang dipropagandakan oleh akun-akun di media sosial. Bagi saya, perempuan baik adalah perempuan yang baik, cukup itu.
Kecantikan yang ada dalam benak saya pun hanya sanggup menjangkau dari apa yang dilihat dan dengar, seperti bagaimana ia berpakaian, pakaian seperti apa yang ia kenakan, bentuk parasnya, bagaimana ia berinteraksi dengan orang lain, bagaimana ia bebicara, dan hanya sebatas itu.
Sampai kemudian, suatu hari saya datang ke kajian di salah satu Masjid. Bahwa hal yang paling sulit bagi perempuan yang nantinya menikah adalah ketaatan terhadap suaminya. Apalagi ketika ketaatan itu berpindah dari orang tua kepada suaminya, dan hal-hal yang mengikuti setelahnya.
Rasanya, ilmu itu hanya sampai pada sebatas pengetahuan kala itu. Sampai akhirnya saya menikah dan memahami betul maksud dari ilmu yang dulu pernah saya dapatkan.
Bagi orang-orang yang merindukan kebebasan yang tidak berbatas, mungkin menikah akan menjadi halangan yang luar biasa. Khususnya bagi perempuan. Bagaimana tidak, sebab setiap hal yang nantinya perempuan ingin putuskan seperti keluar rumah, berpakaian, dan hal-hal krusial lainnya nanti harus melalui izin dari suaminya. Tidak hanya urusan seperti itu, bahkan urusan untuk puasa sunah pun kalau suaminya tidak mengizinkan, ia tidak boleh melakukannya.
Sebagai laki-laki saya pun merenung, berpikir lebih banyak, sambil memandang istri saya hari ini. Betapa “ridho” suami itu benar-benar jadi sesuatu yang amat berharga. Dan sebagai laki-laki saya menjadi mengerti tentang makna-makna yang selama ini abu-abu dalam kehidupan berumah tangga.
Menikah itu harus bisa mengendalikan ego. Saya berusaha untuk meredakannya dan dalam sekian bulan pernikahan ini, saya merasa cukup berhasil. Saya tidak ingin mempersulit istri saya demi melihatnya merasa cukup lapang dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Tidak mengekangnya, saya berusaha memberi pilihan-pilihan yang lebih luas dan leluasa. Saya juga selalu berusaha mendukung setiap pilihan-pilihannya yang baik.
Dan saya pun menjadi paham bahwa ketaatan seorang istri itu tidak bisa kita tuntut, ia lahir dari kepercayaannya kepada kita (laki-laki). Dan saya pun menjadi paham bahwa kecantikan yang hakiki dari seorang perempuan adalah ketaatannya. Ia menyadari bahwa setelah menikah, dirinya tidak lagi bebas. Ada suami yang menjadi pertama dan utama. Ada keputusan-keputusan yang dulu ketika masih sendiri, ia bebas memilih, kini harus melalui izin suaminya. Dan berbagai hal lainnya.
Dan ketaatan itu sungguh akan mengalahkan seluruh atribut kosmetik yang menghiasi wajah, jilbab lucu yang ditawarkan di online shop, dan gamis-gamis panjang yang warna-warni yang melekat di tubuh para model dan endorser. Maka, beruntunglah bagi laki-laki yang mendapatkan perempuan yang memahami tentang ketaatan. Dan beruntunglah perempuan yang mendapatkan laki-laki yang tidak semena-mena dalam menjalani kehidupan rumah tangga.
Ketaatan perempuan itu bisa menjadi jalan surga bagi perempuan. Juga bagi laki-laki. Dan kini, kami sama-sama belajar untuk memaknai ketaatan kami kepada Tuhan sebagai jalan kami dalam menjalani rumah tangga ini. Bismillah :)
Yogyakarta, 15 Maret 2015 | ©kurniawangunadi
2K notes · View notes
vienamellia · 8 years
Text
Sudah cukupkah?
Barangkali nanti
Kalau suatu hari kamu menjadi orang tua. Sudah cukupkah pengalaman emosimu untuk menjadi pembelajaran berharga yang bisa kamu sampaikan kepada anak-anakmu?
Barangkali suatu hari anak perempuanmu akan jatuh hati pada laki-laki yang jauh dan kamu sama sekali tidak mengenalinya. Sudah cukupkah bekalmu hari ini untuk menjadi pelajaran dan nasihat untuknya nanti?
Barangkali laki-laki yang jatuh hati pada anak perempuanmu tidaklah seperti yang kamu harapkan cirinya. Sudah cukup bijakkah kamu untuk bersikap kepadanya nanti? Sebab mungkin laki-laki adalah seperti kamu hari ini.
Barangkali anak laki-lakimu nanti seperti kebanyakan anak laki-laki, tertutup. Kamu tidak tahu bahwa dia jatuh cinta diam-diam. Kamu tidak tahu, dia juga tidak memberi tahu. Sebab bisa jadi keberaniannya itu tidak ada karena kamu tidak bisa menjadi orang tua yang mendukung dan mendorongnya.
Barangkali anak laki-lakimu nanti jatuh cinta. Barangkali juga anak perempuanmu mememdam perasaannya sembunyi-sembunyi. Seperti kamu hari ini.
Sudah cukupkah pengalaman emosimu hari ini untuk menjadi sumber pelajaran bagi anak-anakmu? Perasaan kecewa, sedih, khawatir, cemas, dan segala hal yang harus kamu rasakan hari ini akan menjadi nasihat yang berharga bagi mereka, anak-anakmu. Memang tidak mudah dan menyenangkan menjalani seluruh emosi itu hari ini. Tapi demi mereka, bersediakah kamu bersabar?
©kurniawangunadi
Malang, 27 Desember 2016
736 notes · View notes
vienamellia · 8 years
Text
karena aku sangat mudah untukmu
karena aku sangat mudah untukmu.
kamu tidak perlu lelah-lelah berjuang, sebab aku tidak mungkin sampai hati membiarkan orang yang ingin memperjuangkanku berjuang sendirian.
kamu tidak perlu repot-repot membuat dirimu diterima, sebab aku selalu bersedia mengambil tanggung jawab untuk lebih dari menerima–yaitu memaafkan, melupakan, bahkan melepaskan.
kamu tidak perlu pusing-pusing memikirkanku, sebab aku sungguh selesai dengan diriku sendiri. sebab masa depanku adalah rangkaian rencana yang bisa diganti. sebab ambisiku selalu (hanya) sekeras tangan yang menggenggam pasir, secukupnya mencukupkanku.
kamu tidak perlu khawatir tentang apapun, sebab aku bisa mengikutimu ke mana pun. aku bisa diajak berjalan, berlari, merangkak. aku bisa bertahan pada segala musim dan cuaca, bisa berteman dengan segala rasa dan nuansa.
karena aku sangat mudah untukmu, semoga kamu merasakannya: bahwa yang mudah didapatkan, belum tentu tak berharga.
semoga aku sangat berarti untukmu.
5K notes · View notes
vienamellia · 8 years
Text
Sudah siap menjadi dua kali lebih kebaikannya, dua kali lebih produktifnya, dua kali lebih bermanfaatnya, dua kali melawan buruk-buruknya, dua kali lebih hebatnya, dua kali lebih tangguhnya? :"""
Sebuah Pengingat : Catatan Sebelum Nikah
Bahwa, menikah adalah dalam rangka meraih ridha Allah jadi lakukan apa-apa yang bikin Allah ridha.
Bahwa, ada ruang privasi yang bertambah luas dan harus dijaga sedemikian rupa. Jadi partner yang baik, yang menjadi ‘pakaian’ bagi pasangannya.
Bahwa, ada perasaan orang lain yang harus dijaga. Teman-teman yang sedang berjuang di posisi yang sama. Jadi, alangkah lebih bijak, apabila selektif dalam memilih foto-foto romantis ke akun media sosial. Orang sekarang sangat visual. Selama bisa jadi obat hati, kenapa malah pengen jadi penyakitnya?
Bahwa menikah bukan sekedar pacaran yang halal. Faktanya values dari pernikahan jauh dari itu. Soal kolaborasi dalam kebermanfaatan. Soal menjaga ketahanan keluarga. Soal saling belajar dan mengingatkan.
Bahwa dalam kehidupan berumahtangga, sabar dan syukur harus senantiasa ditumbuhkan, sebagai perisai atas ego, amarah, dan prasangka yang bisa menggoyahkan kebaikan-kebaikan yang sebelumnya ada.
“Barang siapa yang sabar atas budi pekerti isterinya yang buruk, maka Allah memberinya pahala sama dengan pahala yang diberikan kepada Nabi Ayub a.s karena sabar atas cobaan-Nya. Dan seorang isteri yang sabar atas budi pekerti suaminya yang buruk akan diberi oleh Allah pahala sama dengan pahala Asiyah isteri Firaun” Rasulullah.
Bahwa pernikahan tidaklah mudah. Pasti akan datang yang susah-susah, maka selalu genggamlah dengan iman dan prasangka baik, yang susah-susah akan menjadi indah dan penuh hikmah. Ciee. haha. Bukan mudah yang utama dicari, tetapi berkah. Sakinnah, mawaddah, dan rahmah.
Bahwa ketika kita sendiri saja sudah produktif dan bermanfaat, ketika menikah harus dua kali produktifnya, dua kali bermanfaatnya, dua kali kebaikannya, dua kali melawan yang buruk-buruknya, dua kali hebatnya, dua kali tangguhnya.
Bahwa ketika kita hendak menikah, banyak sekali yang mensupport dan membantu kita dalam bentuk yang beragam. Dan setelah menikah, justru kurang etis rasanya kalau tiba tiba asik sendiri sama dunianya. 
Bahwa yang lebih berhak atas anak laki-laki adalah ibunya, dan yang lebih berhak atas anak perempuan adalah suaminya. Jadi saat status berubah menjadi istri, jangan halangi suami untuk tetap berbakti kepada orangtuanya–malah harus disupport sebagaimana mestinya. Dan, menjadi istri bagaimanapun, ridha suamilah yang dicari (dan itu istiqamahnya berat, tapi bisa, semangat). Sebaliknya, saat menjadi suami, jadilah imam yang baik dan juga jadilah suami yang memudahkan ibadah istri.
Bahwa, perempuan bisa masuk surga lewat pintu manapun asal melakukan empat perkara : sholat lima waktu, puasa ramadhan, menjaga kehormatan, dan menaati suaminya (HR Ahmad&Thabrani). Bahwa jihadnya perempuan di rumahnya; menjaga kehormatannya, menjaga kesetiaannya, mentaati Tuhannya, dan patuh pada suaminya.
Bahwa, kita menikah berarti harus bisa menerima segala keburukan dan konsekuensi-konsekuensi di dalamnya. Pasangan juga manusia, banyak khilafnya. Tinggal bagaimana kita meluaskan samudera maafnya. Bahwa saat kita sedang mencicipi ‘pahit’, jangan lupa–bahagia itu kita yang ciptakan, inget yang manis-manis. Inget berjuangnya menuju pernikahan. Inget perjuangan-perjuangan unyu yang lain. Yang lovable jangan sampai lolos.
Bahwa, saat berumah tangga kita sedang belajar maksimal dalam menjalankan peran. Menjadi suami teladan, istri teladan, anak teladan, orang tua teladan. Sehingga jadi sebaik-baik keluarga. Jangan terlebih dahulu menuntut hak, ketika kewajiban masing-masing terhadap pasanganya masih belum terpenuhi.
Bahwa komunikasi tangguh diperlukan. Perbedaan pola komunikasi perempuan dan laki-laki memang benar adanya. Satunya Mars, satunya Venus. Nanti, seiring berjalannya waktu akan beradaptasi, Mari mengusaha dan bahu-membahu untuk menciptakan komunikasi yang baik dan tangguh. Bersama.
Bahwa…..sudah bisa masak berapa resep? :”“” wkwkwk sabar-sabarin yaaaa XD
2K notes · View notes
vienamellia · 8 years
Text
Cerpen : Perempuan-perempuan yang Bersyukur.
“Ma, perempuan yang paling mama suka itu yang seperti apa?” tanyaku suatu sore.
“Mama suka sama perempuan yang mudah bersyukur.” jawabnya.
“Itu yang paling cantik menurut Mama?” aku menegaskan pertanyaan.
“Iya, perempuan yang mudah bersyukur adalah perempuan yang paling cantik.” ujarnya.
* * * *
Percakapan itu melewati lebih dari empat musim. Melewati siang dan malam, melewati ribuan kilometer, melewati begitu banyak detik. Pertanyaan dan jawaban yang baru dimengerti setelah semua jarak dan waktu telah ditempuh.
Aku tidak tahu maksud Mama tentang perempuan yang mudah bersyukur itu seperti apa. Aku hanya mengiyakan kala itu. Bertahun setelah pertanyaan dan jawaban itu terjadi, aku baru memahami hari ini betapa cantiknya perempuan yang mudah bersyukur.
Ditengah obrolan-obrolan di ruang laki-laki bersama teman-teman sebaya. Begitu banyak laki-laki yang resah dengan status pekerjaannya, juga penghasilannya. Ditengah harga rumah yang melangit, harga kebutuhan pokok yang mahal, apalagi harga susu bayi. Di tengah rekan-rekan wanita di lingkungan kerjanya yang menurut mereka “high-maintenance” yang memerlukan banyak biaya untuk gaya hidup. Obrolan tentang keresahan finansial laki-laki selalu jadi tren yang tidak surut. Juga tuntutan keluarga dan masyarakat tentang kemapanan. Kata “kemapanan” selalu jadi monster yang paling menakutkan bagi laki-laki.
Juga obrolan-obrolan di ruang perempuan, tentang ketidakyakinannya dengan laki-laki yang dekat atau mendekatinya saat ini. Tentang pekerjaan dan lagi-lagi, perihal kemapanan. Didukung oleh pertanyaan beruntun dari orang tuanya, dia kerja apa, dimana, berapa gajinya, dan segala bentuk interogasi yang menguliti sisi harga diri laki-laki.
Hidup di zaman yang sangat meterialistik ini, segala sesuatu diukur secara materi. Dikalkulasi secara matematis, didata dengan benda-benda dan kepemilikan. Dan semakin ke sini, semakin menjadi-jadi.
Di tengah keresahan itu. Aku menjadi paham apa maksud Mama bertahun lalu. Perempuan yang paling cantik adalah perempuan yang mudah bersyukur. Bersyukur atas rezeki yang diberikan kepadanya melalui laki-laki yang menjadi pasangannya. Bersyukur dan mendukung setiap usaha baik dari laki-laki yang ingin terus menafkahinya.
Rasa syukur yang membuat laki-laki merasa aman dan tenteram terhadap setiap jihad dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah tangga. Rasa syukur dari perempuan yang dicintainya, yang membuatnya percaya diri untuk membangun usaha-usahanya. Rasa syukur dari perempuan yang ingin dia bahagiakan dan jaga kehidupannya.
Bukankah begitu banyak laki-laki yang berlaku curang, korupsi, melakukan penipuan proyek, manipulasi anggaran, minta bagian, dan hal-hal semacam itu. Banyak yang karena tuntutan perempuan yang kurang bersyukur atas rezeki yang didapat. Selalu merasa kurang, selalu merasa tidak cukup dan ingin lebih banyak.
Aku semakin mengerti apa maksud Mama bertahun lalu. Meski aku tahu, menemukan perempuan yang mudah bersyukur itu sebuah tugas yang tidak mudah, apalagi hari ini. Perempuan yang mudah bersyukur adalah perempuan yang paling cantik, rasa syukur atas segala hal yang ada dan berasal dari laki-laki yang menjadi pasangan hidupnya.
Tentu saja, itu tercermin dari Mama dan Papa, orang terdekat yang paling aku pahami tentang betapa rasa syukur mama yang begitu tulus, membuat papa menjadi orang yang menurutku paling bahagia. Segala hal baik Papa kerjakan demi kehidupan mama dan keluarga yang lebih baik, Mama tidak pernah menuntut lebih, tidak juga meminta. Mama adalah perempuan yang penuh rasa syukur.
Dan aku menjadi tahu, siapa yang hendak aku tuju.
Yogyakarta, 4 September 2014 | ©kurniawangunadi
1K notes · View notes
vienamellia · 8 years
Text
Semoga kamu memahami..
Per(t)empu(r)an
Kenapa harus ngomongin siapa di antara kita yang semakin cantik? Kenapa harus ngomongin sekarang pacar siapa? Kenapa harus ngomongin siapa yang berprestasi karena followers instagramnya ribuan? Kenapa harus ngomongin berapa laki-laki yang mendekati kita? Kenapa harus ngomongin model-model yang cantik seketika ketika pakai produk tertentu, padahal mereka tampil begitu karena perawatan dan produk-produk harga selangit selama berbulan-bulan? Kenapa harus mengikuti standar kecantikan yang ditetapkan orang-orang yang sebetulnya tidak peduli amat pada kita dan hanya memanfaatkan kegelisahan kita demi kepentingan uang lagi uang lagi? Kenapa ga ngomongin kenapa BBM naik? Kenapa ga ngomongin kenapa rupiah melemah? Kenapa ga ngomongin bagaimana cara mempertahankan IPK sekian? Kenapa ga ngomongin proyek apa yang lagi seru kamu kerjakan? Kenapa ga ngomongin lowongan volunteer yang bisa buat kamu belajar memberi? Kenapa ga ngomongin lowongan beasiswa atau program kerja?
“Perempuan itu ga perlu pintar-pintar amat, kalau pintar nanti berani melawan laki-laki.” “Perempuan itu ga boleh sukses-sukses amat, nanti jadi ga nurut sama suami.” “Perempuan itu yang penting cantik terus nanti nikah sama cowo kaya.”
Kenapa kelebihan itu justru jadi mengurangi derajat kita di mata orang? Kenapa derajat kita ditentukan dari keindahan fisik yang bukan pilihan kita dan kelak lekang oleh waktu?
Jangan menyalahkan seorang perempuan karena sanggup mengerti buku-buku yang tidak kamu mengerti. Jangan menyalahkan seorang perempuan karena mencapai sesuatu yang tidak semua orang bisa. Jangan menyalahkan seorang perempuan atas suaranya di muka publik tentang isu-isu yang kamu rasa bukan bidangnya. Jangan menyalahkan seorang perempuan karena ia tahu apa yang ia mau dan apa yang pantas ia dapatkan. Jangan menyalahkan seorang perempuan karena tidak bergantung pada siapa-siapa.
Ketika kita cukup pintar dan tidak bergantung pada kamu, artinya kamu dipilih karena kamu, titik. Bukan karena terlanjur butuh sesuatu dari kamu. Bukan karena kita lemah, pasif, tidak bisa mengurus diri, dan butuh dimanja dua puluh empat jam sehari.
Kepintaran seseorang akan membawanya untuk membela hal yang benar. Apa kamu butuh orang yang submisif, menuruti segalanya tanpa tanya, dan membenarkan pilihan kamu yang salah? Kenapa bukan pilih perempuan yang berani jujur bahwa kamu salah dan dirinya terbuka juga untuk diingatkan ketika salah sehingga bisa saling koreksi? Kenapa bukan pilih perempuan yang bisa diajak berjalan bersama mencari jalan yang tepat dan bukannya jalan keegoisanmu yang ingin dipuja dan selalu dicinta secara buta?
Kenapa bukan pilih perempuan yang bisa mencapai sesuatu dengan tangannya sendiri, tapi entah bagaimana tangannya tetap terbuka untuk menghargai apa yang kamu beri? Kenapa bukan pilih perempuan yang bisa diajak diskusi soal perkembangan ekonomi dunia, sejarah mazhab-mazhab agama, atau teori perkembangan? Kenapa bukan perempuan yang bisa seru berdebat dengan kamu soal liberalisme, sosialisme, sekularsime, marxisme, dan isme-isme lainnya? Kenapa bukan perempuan yang mengerti pekerjaan kamu sehingga memahami di mana letak lelahnya perjuangan kamu?
Kerja keras seseorang akan membawanya pada konsistensi dan ketulusan dalam memberi. Jika kamu pikir mendidik seorang anak adalah perkara hati yang sabar semata, kamu keliru.
Kamu mau pakai teori apa? Mengajar anak dengan cara bagaimana? Menjawab pertanyaannya dengan pendekatan seperti apa? Pada ia umur berapa kamu akan mengajarkan ia membaca dan menulis? Pada ia umur berapa kamu harus sudah mengizinkannya pergi kemana-mana sendiri? Bagaimana caranya supaya tanggung jawab itu tumbuh tanpa kamu perlu mengingatkan apalagi memaki?
Apa menurut kamu wajah saya bisa menjawab semua pertanyaan itu? Apa menurut kamu sekadar tubuh bisa jadi sumber kekuatan untuk menjalaninya nanti? Apa menurut kamu segalanya selalu soal apa yang kamu lihat?
Kenapa berharga tidaknya perempuan harus dilihat dari fisik? Kenapa berharga tidaknya perempuan harus dilihat dari keterhubungannya dengan laki-laki tertentu? Kenapa berharga tidaknya perempuan harus dilihat dari pantas tidaknya ia dipamerkan di acara-acara pertemuan malam hari?
Bukan dari integritas kita. Kecerdasan kita. Kepintaran kita. Kebaikan kita. Kerja keras kita. Konsistensi kita. Ketulusan kita. Kehebatan kita.
Kita lebih dari apa yang kamu lihat.
Tapi, kenapa?
Seseorang pernah bilang pada saya, “Jangan langsung S2. Mana ada yang mau sama perempuan sepintar itu.”
Kalau suatu hari nanti mereka sadar mencari ilmu itu sepaket dengan mencari kedewasaan diri. Kalau suatu hari nanti mereka sadar bahwa perempuan bukan soal menerima apalagi meminta, tapi bisa memberi. Kalau suatu hari nanti saya bertemu orang yang tepat, saya tahu saya akan bilang apa.
“Saya sayang kamu karena kamu seutuhnya, bukan karena uang dan status sosialmu. Karena kalau soal dua hal tadi, saya juga bisa mendapatkannya sendiri.”
640 notes · View notes
vienamellia · 8 years
Text
Masih jauh dari adabnya. Bismillah lebih baik lagi 🙂
Beberapa Adab dalam Berdoa
1. Niat yang benar
2. Memperbanyak doa
3. Berdoa dalam keadaan suci
4. Meminta kepada Allah dengan menengadahkan bagian dalam telapak tangan
5. Memulai dengan mengucapkan hamdalah dan pujian kepada Allah
6. Bershalawat kepada Nabi  ﷺ
7. Hendaklah memulai doa untuk dirinya terlebih dahulu
8. Sungguh-sungguh dalam meminta
9. Menghadirkan hati dalam berdoa
10. Yakin doanya dikabulkan
11. Tidak berdoa meminta kematian karena musibah yang menimpa
12. Tidak berlebihan atau melampaui batas dalam berdoa
13. Tidak meminta menyegerakan siksa akhirat di dunia
14. Menampakkan kebutuhan dan ketergantungan kepada Allah
15. Melaksanakan sebab-sebab terkabulnya doa
16. Berdoa dengan menyebut nama Allah yang Maha Agung
17. Mencari waktu-waktu mustajab dan tempat yang utama
18. Tidak terburu-buru meminta pengabulan doa
19. Memperbanyak doa pada saat lapang
20. Menjauhi perkara-perkara yang dapat menghalangi terkabulnya doa
Ini beberapa adab dalam berdoa yang masih berupa poin-poinnya saja. Penjelasannya agak panjang untuk dituliskan. Semoga bisa dipahami.
Dinukil dari  موسوعة الآداب الإسلامية مرتبة على الحروف الهجائية
تأليف : عبدالعزيز بن فتحي السيد ندا
NB : Maaf baru terlaksana requestnya mbak @aimaulida
374 notes · View notes
vienamellia · 8 years
Quote
Be with someone who is proud to have you.
Unknown (via deeplifequotes)
Semoga itu kamu :)
50K notes · View notes
vienamellia · 8 years
Quote
Kesiapan untuk memilih hanya akan datang pada mereka yang sudah pernah menyelam jauh ke dalam hati. Menjelajahi pertanyaan dan jawaban ke dalam diri sendiri.
Iqbal Hariadi (via kurniawangunadi)
733 notes · View notes
vienamellia · 8 years
Text
orang-orang yang bertumbuh
ciri-ciri orang yang bertumbuh: 1. bangun pagi, sebab dia memiliki cita-cita untuk dicapai setiap hari. 2. fokus pada tujuan hidupnya, bukan pada jalannya, melainkan pada bagaimana cara menjalaninya. 3. tidak iri dengan pertumbuhan hidup orang lain. alih-alih, ikut senang dan bahagia apabila ada orang lain yang meraih keberhasilan (dan justru terinspirasi untuk menjadi versi diri yang lebih baik). 4. banyak bersedekah, sebab semakin menyadari bahwa apa yang dimiliki (harta, waktu, energi) bukan milik sendiri. 5. semakin bertambah keimanan, ketakwaan, dan semakin bersyukur.
2K notes · View notes
vienamellia · 8 years
Note
Ini terlambat saya pelajari juga, tapi percayalah jalan Allah yg terbaik buat diri kita.
Assalamualaikum, Hai kak muthia salam kenal:) Senang sekali bisa terus baca tulisan kakak hehe Oh iya aku mau nanya, dulu kan kk pernah mau jd dokter ternyata gak jadi, gimana cara ngeyakini diri kakak bahwa ada jalan lain untuk menjadi sukses selain jd dokter? Terima kasih kak. Semoga harinya menyenangkan
waalaikumsalam. salam kenal kembali dita! semoga harimu menyenangkan juga.
mungkin waktu kecil kita terlalu sering ditanya “kalau sudah besar mau jadi apa”, kemudian kita diajarkan bahwa jawaban yang paling keren adalah dokter arsitek insinyur polisi presiden tentara guru, atau segudang profesi lain.
mungkin waktu kecil kita kurang banyak ditanya “kalau sudah besar mau melakukan apa”, lalu kita tidak diajarkan untuk menjawab “menjadi orang yang bermanfaat”, “menjadi bapak/ibu yang baik seperti bapak/ibu”, “menjadi tetangga yang menyenangkan”, atau peran-peran lain yang jauh lebih mendasar dalam membentuk masyarakat kita.
akibatnya, kita sering salah kaprah. kita menjadikan sebuah profesi sebagai cita-cita, alih-alih cara untuk mencapai tujuan atau cita-cita kita yang sebenarnya. lalu entah mengapa, menjadi dokter adalah salah satu cita-cita paling populer. pernah saya mengisi sebuah kelas cita-cita yang pesertanya anak-anak usia SD. 80% dari mereka ingin menjadi dokter.
bagi anak-anak TK SD, menjadi dokter menarik karena (kedengarannya) bisa menolong orang sakit. bagi siswa SMP SMA, menjadi dokter menarik karena (labelnya) anak-anak yang bisa masuk kedokteran adalah anak-anak yang sangat cemerlang kecerdasannya. bagi para orang tua, punya anak dokter adalah kebanggaan karena profesi tersebut mahal pendidikannya. bagi pencari jodoh dan para calon mertua, memiliki calon seorang dokter menarik sebab (labelnya) dokter itu mapan.
tapi saya mau kasih tau sesuatu. pertama, melalui apapun yang kita lakukan, kita bisa menolong orang. kedua, kecerdasan kita tidak didefinisikan oleh profesi kita. toh yang nantinya paling bermanfaat di kehidupan adalah kecerdasan emosional dan spiritual, tidak hanya kecerdasan intelektual semata. ketiga, masyarakat kita telah terlalu banyak memberi label kepada profesi-profesi, adalah tugas generasi kita untuk mengubahnya. keempat, percayalah bahwa yang paling mapan adalah pengusaha, bukan dokter. dan tentu, menjadi apapun kita tetap mendapat rezeki sebanyak yang telah dijanjikan Allah.
ini terlambat saya pelajari, saya tidak memahami hal ini saat memilih jurusan kuliah. sekarang saya bisa menyebutkannya. jangan menjadikan profesi sebagai cita-cita. profesi hanyalah sebuah cara untuk mencapai cita-cita yang sebenarnya, kemenangan dunia dan akhirat.
ikuti kata hati, ikhtiarkan. kalau memang jalannya, Allah akan memudahkan. kalau bukan jalannya, ada jalan yang lebih baik menurut Allah. ikhlaslah dari awal dan ikhlaslah sepanjang jalan.
liefs.
211 notes · View notes
vienamellia · 8 years
Photo
Tumblr media
261 notes · View notes
vienamellia · 8 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
2K notes · View notes