Environmental '11 | Simple | Positive Thinker | Inspiring | Climber
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Berasa lagi sensitif banget hatinya, dikit-dikit cirambay. Temenin ya Allah, gak kuat sendirian mah. minta dipegangin da akunya.
10 notes
·
View notes
Text
Kemarin, kita semacam disuguhi puzzle hikmah dari kejadian Almarhum Eril. Ada yang mendalam sekali hingga membuat banyak sekali pandangan hidup nya mulai dibenahi, ada juga yang ala kadarnya, iya sudah begitu saja. Tapi ya, memang kemampuan diri dalam mengambil hikmah itu perlu berkembang dan bertumbuh. Mungkin kalau kita hatinya ngerasa kejadian yang ada disekitar biasa2 aja, yang perlu dicek hatinya. Ada yang mentok disana, kemampuannya gak berkembang hingga akhirnya hikmah yang sebenrnya banyak itu gak keliatan.
2 notes
·
View notes
Text
Negative Vibe
Alhamdulillah, hari ini tes pcr yang keduaku keluar dan dinyatakan negatif. Pertama tes tanggal 31 Januari lalu itu nano-nano sebenarnya. Satu sisi udah pasrah, sisi lain bilang “horray libur kerja” wk! Tidak untuk ditiru. Tapi gejalanya emang udah kerasa dari tanggal 29 Januari, pusing, sakit tenggorokan dan gak enak badan banget. Untung masih bisa makan dan masih punya persediaan makanan di kosan, huhu. Seninnya, gakberani masuk kantor dan pilih izin untuk tes pcr di klinik, and tadaa. Selamat! Anda termasuk ke dalam ribuan orang yang terkonfirmasi positif. Alhamdulillah lainnya adalah gejala yang aku alamin ringan.
Setelah ngabarin keluarga dan teman-teman dekat, dikirimin ini-itu ku mbatin sendiri “do I deserve this”. Baik-baik banget teman-temanku, huhu. Isoman gimanapun tetep gak enak gais, sehat tetap terbayklah.
Sejak masa-masa work from office, aku bersama semua pejuang wfo lainnya pasti punya kekhawatiran yang sama. Virus ini bisa kapan aja mampir, tapi lagi-lagi Allah tuh Maha tau, tubuhku mungkin baru bisa adaptasi dan dimampiri sama si virus diwaktu tersebut, yang tadinya mau booster hari Rabu, malah dapat booster alamiah.
Kabar baik lainnya, WHO bisa mencabut status pandemi ini di Tahun 2022, tergantung gimana tingkat keganasannya dibandungkan dengan flu influenza yang udah adaa.. Mari berdo’a, semoga beneran pandemi ini segera berlaluu, sudah lelah bukan menggunakan masker dan serba terbatas kalau kangen pengen ketemu - ketemu cantik
At the end of the day we are just human being, aren’t we? Kita bisa berikhtiar dengan cara masing-masing, yang dibutuhkan sama diri kita. Kalau dari pengalaman isomanku kemarin, multivitamin help me a lot, for gain my energy back huw. Makan enak (dan bergizi ehe), dan olahraga tipis-tipis (aku yang bolak balik lantai 3 sudah hah heh hoh cemana ini :’’). dan yang tidak terlupaaa, the one and only, bear brand si susu beruang yang iklannya nagaa, untungnya sudah tidak langka. Ndaktau cuma sugesti apagimana, emang si bear brand ini bikin enak tidur, kalau diminum sebelum tidur, dan bikin bertenaga aja kalau lemes lunglai, pokoknya mantapp.
Sehat-sehat buat kita semuaa, karena sakit itu mahal dan teu enak pisan!
Peace, luv and kayang ~
11 Februari 2022
2 notes
·
View notes
Text
Hati yang Tenang
Manusia adalah makhluk fisik, spiritual dan intelektual. Dalam berislam, kita tidak cukup melibatkan aspek fisik saja. Ada sisi spiritual dan intelektual yang harus kita jaga. Menjaga sholat di awal waktu, istiqomah membaca Al Qur’an dan memiliki wirid yaumi itu penting. Tapi itu bare minimum. Sebagai manusia dewasa yang diuji banyak hal, ada beberapa hal yang perlu kita lakukan secara istiqomah dan pelan-pelan agar hidup kita bisa lebih tenang dan kuat. Tidak usah terburu-buru membuat kebiasaan. Pelan-pelan aja. Yang penting kita tahu mau kemana. Apa saja itu?
Tawaqquf
Tawaqquf artinya tidak terburu-buru mengambil sikap ketika melihat suatu perkara. Tidak mengucapkan apapun kecuali hal-hal yang dipahami dengan baik. Meskipun orang ramai membicarakan perkara tersebut dan menuntut kita bersikap, kita perlu menyadari kapasitas keilmuwan kita ada dimana. Kalau kita bukan orang yang kompeten untuk memberikan fatwa, kita perlu pelan-pelan mencari ulama yang bisa kita ikuti.
Tuma’ninah
Tuma'ninah adalah sikap diam di antara gerakan sholat. Tanpa tuma'ninah, sholat kita kadang-kadang hanya berujung pada gerakan saja. Tidak ada kesadaran bahwa kita sedang menghadap kepada Allah. Ketika kita shalat dalam kondisi pikiran penuh, tuma'ninah itu mengembalikan kesadaran kemana kita menghadap.Kalau kita terbiasa menjaga tuma’ninah dalam sholat, insya Allah sikap ini pelan-pelan terbawa di dunia nyata. Di dunia kerja atau di kehidupan sehari-hari, akan banyak keputusan-keputusan yang kita buat. Kebiasaan untuk tuma’ninah akan membantu kita memeriksa niat di balik setiap keputusan kita.
Puasa
Puasa yang dijalankan dengan baik akan membantu kita untuk terlatih menahan hawa nafsu. Manusia dewasa ujiannya banyak sekali. Maka usahakan puasa kita diikuti dengan kesadaran bahwa yang kita tahan bukan cuma lapar dan haus tetapi juga hawa nafsu. Dengan berpuasa, kita akan pelan-pelan memperbaiki kontrol diri untuk tidak mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan. Akar kedzoliman adalah ketika kita berlebih-lebihan. Puasa yang diikuti dengan pemahaman dan kesadaran akan membuat kita memahami definisi cukup.
Mendekatkan Diri dengan Al Qur’an
Ada banyak cara untuk mendekatkan diri dengan Al Qur’an. Tidak harus selalu one day one juz atau membaca tafsir. Kadang-kadang, kita juga perlu membeli buku-buku yang ditulis oleh ulama dengan tema ayat-ayat Al Qur’an. Ini agak effort sih. Tapi ini penting banget untuk menambah keterikatan kita pada Qur’an. Istiqomahkan selalu agar kalau kita ada masalah, otak kita bisa membantu kita untuk mengingat ayat-ayat-Nya.
Melakukan amal-amal yang melembutkan hati
Ada banyak orang yang memahami agama namun dalam keseharian, mereka menjalankan dengan keras hati dan kurang empati. Ini akarnya dimana? Kelembutan hati bukanlah suatu hal yang bisa datang tiba-tiba. Kita perlu mengusahakan hal tersebut. Bagaimana caranya? Langkah pertama adalah dengan mengenal diri kita sendiri sehingga bisa menyelesaikan rasa marah yang masih bersarang di hati. Selanjutnya, istiqomahkan melakukan kebaikan kecil kepada sesama. Jika kita punya tenaga lebih, berusahalah melindungi pihak yang lebih lemah, tempatkan sudut pandang kita di posisi mereka. Dengan begitu, pelan-pelan kita menjalankan fungsi kita sebagai Khalifah fil Ardh yang berjiwa lembut.
Menata pemahaman tauhid kita ketika berbicara soal takdir.
Ketika kita bicara soal ekspektasi, manusia kadang takut punya keinginan dan takut punya ekspektasi tinggi karena tidak siap dengan kegagalan. Saat kita punya cita-cita, yang pertama perlu kita tata adalah kesadaran bahwa Allah itu maha berkehendak. Maka dalam setiap usaha kita, kamu boleh berusaha sekuat tenaga dan berekspektasi setinggi mungkin sambil memasrahkan semua kepada Allah. Berhasil atau gagal, semua kehendak Allah.
Bekal tauhid ini memang tidak akan langsung membuat kita kuat. Tapi pelan-pelan pemahaman ini akan membuat kita sadar bahwa kita perlu belajar ridho dan tidak terlalu bergantung kepada dunia. Semua yang ada di dunia ini adalah ladang amal. Tercapai atau tidaknya cita-cita hanyalah masalah perpindahan dari satu ladang amal ke ladang amal yang lain. Semua kondisi bisa menghasilkan pahala jika kita menjalankan dengan kesadaran penuh sebagai hamba.
...
"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."QS At Taubah : 105
...
Ditulis karena terinspirasi tulisan kang @yasirmukhtar yang Tranquility. Mungkin nggak detail ya. Semoga bermanfaat :)
262 notes
·
View notes
Text
Usia dan Pencapaian
Sebelum kematian hadir, usia dan waktu adalah kamerad yang berbisik-bisik setiap saat di telinga kita. Mereka selalu setia memberi data sok objektif bahwa kita telah gagal atau paling tidak menuju kegagalan. "Lihat tuh, dia di usia seperti kamu, sudah membelikan jet pribadi untuk isterinya." "Dia di usianya yang jauh lebih muda, sudah memberikan sekian M untuk korban bencana." "Si anu, usianya belum juga genap tiga puluh, sudah jadi staf presiden." "Kamu ga ada apa-apanya, dia itu lulusan kampus nomor 1 di dunia, beasiswanya prestisius lagi."
Beberapa orang menyerah dan mengafirmasi data dan serangkaian komparasi tadi. Mereka menganggukan kepala, kemudian kepala itu terus tunduk dan tak ingin mengangkatnya. Hidup adalah yang tampak di sekitar kaki, sudah baik kalau kaki masih berjalan dan napas masih berhembus. Beberapa lagi, tak punya waktu memikirkan perbandingan-perbandingan itu. Mereka sudah punya manifesto, yang sudah terperosok di dasar lobang, tak akan bisa jatuh lebih dalam lagi.
Kisah penulis yang baru terkenal setelah berumur empat puluh tahun, cerita pendiri waralaba yang baru moncer setelah pensiun, dianggap hanyalah anekdot. Padahal data-data yang selama ini ia gunakan untuk menilai pencapaiannya, berbasis riset mendalam dari sosial media, juga adalah kasuistik. Nyaris tidak berbeda. Akan tetapi jika ini dikatakan kepada mereka, jawabannya mungkin "sudah, tidak usah terlampau banyak justifikasi, males mah males aja."
Pertanyaan sudah sejauh apa yang saya capai, sebenarnya adalah pertanyaan yang sejak awal sudah keliru. Pertanyaan yang semestinya perlu kita jawab terlebih dahulu adalah saya dengan segala potensi yang saya miliki, akan optimal memiliki tujuan ke arah mana. Kita selama ini terlalu fokus dengan jarak, tetapi lupa dengan arah.
Usia dan waktu yang kita kenal, memang hanya punya digit bernama durasi. Usia dan waktu yang kita kenal bukan sesuatu yang bisa kita belok-belokkan. Karena itu adalah kekeliruan sama sekali, jika variabel ini saja yang gunakan untuk mengukur pencapaian. Meski persis berada di khatulistiwa, kita seharusnya tahu bahwa waktu menuju titik nol Kutub Selatan dan Utara, bisa jadi berbeda. Perbedaan itu bisa ditimbulkan bahwa ke Utara kita butuh waktu lebih banyak demi mengurus visa karena banyaknya negara yang perlu kita lewati, sementara menuju Selatan, lautan luas saja yang perlu diseberangi, walau belum tentu lebih mudah.
82 notes
·
View notes
Text
My last day bersama bapak Plh di kantor, huhu 3 bulan doang sama beliau, tentunya semua manusia ada kurang dan lebihnya, tidak terkecuali beliau, tapi so far di dunia per pe en es an ini, beliau cukup memberikan suatu sisi di mana tetep ada kompetensi yang memadai yang seharusnya dipunyai ketika ada di posisi beliau sekarang. Terus ndilalahnya S2 nya belio satu almamater sama aku dong😂🤘(terus kenapa yak) Yah, jadi ada bahasan aja sih sebenrnya, bahas2 update dosen2 hehe. Selain itu, hal unik lainnya si bapak ini beda server, tapi sering banget kalau takjub nyebutnya "MasyaAllah" atau "insyaAllah" kan gimana yak. Yasudahlah, semoga bapaknyaa semakin sukses dan tentu saja amanah ✨
30 September 2021
1 note
·
View note
Text
Wake me up when September ends - Green Day.
Kemudian saat datang Oktober, tetap saja berkutat dengan angka-angka anggaran, hanya beda tahun, Oktober TA nya udah buat 2022 wk! What a life.
Sejak Maret 2021, bulan ke empat ditahun ke 2 pandemi ini ada yang berbeda, dari yang tadinya #dirumahaja, tibalah waktunya buat wfo! Waw, rasanya seperti harus menembus tornado, bentuknya virus.
Allah, lagi-terus-selalu baik. Alhamdulillah, badan yang gak kuat2 amat ini -malah lebih deket ke lemah, lunglai, lesu dih jadi gejala anemia kieu- masih bisa tetep bertahan.
6 Bulan, nano-nano tempat kerjanya. Dalam kurun waktu 6 bulan, merasakan dapet 3 atasan berbeda (iya, ganti tiga kali). Mereka dengan karakter beda2, kasih pressure yang beragam juga, belajar dunia per-RAB an lagi, yang wuhuu penuh angka2 duniawi sekali ~
jalhessoo winaa-shii!!
1 note
·
View note
Photo






Debunking misinformation around Palestine.
Please spread this truth!
31K notes
·
View notes
Text
Konversi do'a ini akan jadi pemahaman yangbbertumbuh setiap waktu. Makna ikhlas dan ridha terhadap hal baik atau buruk dalam pandangan kita mungkin juga tidak akan sama dilihat dari kacamata setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Kuharap diriku terus bertumbuh ke arah di mana perspektif terhadap hal hal tersebut semakin mendekati benar di sisi Allah, semangat buat aku :"
Terkabulnya sebuah do'a hanyalah soal waktu. Sebab ada yang lebih penting dari pengabulan sebuah do'a yaitu kedekatan seorang hamba kepada Tuhannya.
Dan pada do'a, telah kutenun ia dengan kesabaran dan syukur yang selalu ku upayakan, dengan berkali-kali, dengan seluruh perasaan.
Pada bagian ini, Allaah tidaklah akan mematahkan harapan seorang perempuan yang sedang meminta keridhaanNya.
Mencintai diri sendiri itu baik, mencintai doa itu manis, mencintaiNya jauh lebih menenangkan.
Dan aku ingin selalu demikian, berkali-kali jatuh cinta hanya kepadaNya saja.
684 notes
·
View notes
Text
PERIHAL TUDUHAN "AKTOR INTELEKTUAL" DAN "DITUNGGANGI"
Istilah “aktor intelektual” dan “ditunggangi” tidak pernah hilang dari kosa politik Indonesia. Bahasa politik itu kembali muncul saat para pejabat menyikapi demonstrasi besar-besaran menentang RUU Cipta Kerja.
Perlu dikatakan bahwa tidak mungkin massa aksi yang begitu besar tidak punya kepentingan dan agenda politik. Mereka turun ke jalanan justru karena punya itu semua. Sudah pasti juga ada plot dari orang yang mencoba memanfaatkan gelombang aksi ini agar bisa inline dengan, syukur-syukur bisa menggolkan, agenda politik mereka.
Kemunculan istilah “aktor intelektual” atau “ditunggangi” justru untuk menegaskan bahwa plot tersembunyi itulah yang menjadi motif utama. Formula maknanya begini: aspirasi yang diusung secara terbuka dalam spanduk-spanduk dan orasi-orasi para demonstran hanya sampul dari plot tersembunyi untuk mendelegitimasi pemerintah dan itu pasti datang dari kelompok politik yang urusannya hanyalah kue kekuasaan.
Asumsinya: (1) warga yang baik tidak mungkin turun ngeyel di jalanan karena negara tidak mungkin melukai (suara) rakyat dan (2) warga yang baik hanya akan menyampaikan aspirasinya melalui jalur-jalur formal. Dua asumsi itu problematis karena (1) negara dan aktor-aktor negara bukanlah malaikat tanpa cela, (2) jalur-jalur formal biasanya sudah tersumbat dan (3) walau pun sudah tersumbat toh jalur formal itu pernah, sedang, dan akan ditempuh, kok.
Masalah utama dari jalan pikiran yang terwakilkan dari istilah “aktor intelektual” dan “ditunggangi” adalah ketidakpercayaan atas kemampuan warga untuk mengartikulasikan pikiran, aspirasi, kekecewaan, kemarahan dan harapan. Makanya, tiap kali ada warga desa, orang-orang kampung, atau mereka yang (dikesankan) tak berpendidikan angkat suara dan melakukan perlawanan, pasti selalu ada yang mengatakan: tak mungkin lulusan SD ngerti urusan politik dan hukum, mereka pasti ditunggangi, oleh makelar-makelar politik berbaju LSM, aktivis, dan/atau (sekarang lagi ngetren istilah) SJW.
Bingkai itulah yang mestinya membuat narasi “sudah baca belum draft RUU-nya?” bisa diletakkan secara tepat. Narasi itu sejalan dengan rumus berpikir bahwa “warga pasti tidak tahu apa-apa, sehingga kalau mereka merasa tahu sudah pasti itu hanya (1) sotoy atau (2) ditunggangi”.
Jika diperas lebih kencang lagi, semua itu hendak bermuara kepada cara berpikir bahwa “warga pada dasarnya tidak pernah bermasalah dengan agenda-agenda negara”. Warga dibayangkan sebagai makhluk-makhluk naif yang secara alami selalu menerima niat baik negara dengan tulus. Sehingga jika ada warga yang berserikat untuk menolak agenda-agenda negara, hal itu sudah pasti bukan tindakan yang alamiah.
Gema "negara organik", atau "negara integralistik" ala Soepomo, pun tercium. Secara singkat bisa dikatakan bahwa negara organik membayangkan bahwa tidak ada ketegangan antara negara dan rakyat. Keduanya adalah manunggal. Rakyat dan pemimpin itu tidak terpisah-pisahkan. Negara-bangsa dibayangkan sebagai sebuah keluarga besar, dengan pemimpin sebagai bapak dan rakyat sebagai anak-anaknya. Tidak pada tempatnya mencurigai sang bapak hendak mencederai anak-anaknya. Segala yang dilakukan sang bapak, jika pun dirasa merugikan, semuanya untuk kebaikan anak-anaknya.
Saya tak hendak berpanjang-panjang menjelaskan apa itu “negara organik” dan “negara integralstik”. Saya persingkat dengan melompat kepada konsep “politik massa mengambang” yang dirumuskan Ali Moertopo pada 1972 lewat tulisan berjudul 'Dasar-Dasar Pemahaman tentang Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun’.
Siasat ini pada dasarnya adalah sebentuk depolitisasi warga, menjauhkan warga dari diskursus politik. Dalam bentuk yang konkrit, politik hanya boleh sampai di tingkat Kabupaten/Kotamadya, tidak boleh masuk hingga level kecamatan apalagi tingkat desa. Jika pun hendak berpolitik, hanya boleh melalui saluran resmi yaitu lewat dua partai (PPP-PDI) dan Golkar.
Mudah ditebak siasat ini hanya menguntungkan Golkar. Dibandingkan PPP dan PDI, hanya Golkar yang infrastruktur politiknya dapat menjangkau hingga pelosok-pelosok desa. Melalui aparat birokrasi dan organisasi-organisasi turunannya (dari PGRI, Korpri, Dharma Wanita, PKK, hingga pemerintah desa yang diawasi oleh Koramil, Polsek dan Babinsa), Golkar akan dengan mudah menancapkan kepentingan politiknya dengan demikian intens.
Moertopo mendasarkan argumentasinya kepada mendesaknya agenda-agenda pembangunan yang tidak boleh diganggu oleh kancah perjuangan politik partai dan golongan. Dalam kalimatnya Moertopo: "...sudah selayaknya bila rakyat, yang sebagian besar terdiri atas rakyat di pedesaan, dialihkan perhatiannya dari masalah sempit dan diarahkan kepada usaha pembangunan nasional, antara lain melalui pembangunan masyarakat desanya masing-masing."
Dari situlah genealogi istilah "provokator" masuk ke dalam kosa kata politik Indonesia. Dibayangkan bahwa orang-orang luar, mereka yang menunggangi, atau aktor intelektual, sebagai biang kerok munculnya inisiatif perlawanan warga. Tanpa orang luar, warga yang dianggap masih bodoh, kurang berpendidikan, tidak rasional, mustahil punya keberanian atau punya inisiatif menentang agenda-agenda negara. Orang-orang luar, entah atas nama advokasi atau pendampingan atau solidaritas atau apa pun, dianggap sebagai intervensi nurture terhadap nature, yang merongrong kedamaian dan ketenteraman.
Para politisi, kepala daerah, para jenderal atau menteri dan presiden yang masih berpikir bahwa penolakan warga terhadap agenda-agenda negara sebagai tindakan yang tidak alamiah, menyimpang, dan mengganggu ketertiban bukan hanya ketinggalan zaman atau gagap membaca perubahan mas(s)a tapi juga masih merasa dirinya sebagai “bapak” yang serba-berhak menilai dan memutuskan apa yang terbaik bagi rakyat yang terus dianggap sebagai (kek)anak-anak(an) dan tidak mengerti apa-apa.
191 notes
·
View notes
Text
Keraguan
Dalam kisah pencarian ketenangan hati mengenai pencipta, nabi Ibrahim sang Khalilullah atau kekasih Allah ini harus melewati berbagai ujian. Mengagumi matahari, bulan bintang yang semuanya bermuara tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Pada kisah ini, mungkinkah wajar kita pun kadang sebagai manusia yang apalagi bukan Nabi kadang melalui proses keraguan tersebut pada waktu tertentu. Jika ada kawan, kerabat, atau bahkan keluarga kita yang berada posisi bertanya, semoga kita bisa menjadi sebaik-baik penyampai dan bukan malah yang paling pertama berprasangka sesuatu yang tidak kita ketahui perkaranya. Pangkal dari keraguan mungkin adalah prasangka prasangka. Mengatur prasangka ialah suatu keterampilan yang perlu diasah.
2 notes
·
View notes
Text
Tetiba Berubah
Siang menjelang sore tadi, saya mendengarkan ini: https://www.youtube.com/watch?v=hqhqLAg0c8M
Terus cirambay, sampe ditanyain si teteh “kamu nangis?” part nyebelinnya adalah mukanya dia deketin muka saya untuk mastiin, ya emang sih dia tuh minus matanya, tapi gak gitu juga mereun ya.
Tapi coba deh, tonton sendiri. Itu penjelasan background mengenai surat Al Kautsar, surat pendek (favorit) yang suka jadi alternatif kita pas sholat. Dijamin setelah dengerin tayangan kurang dari 30 menit itu, baca Al Kautsar rasanya beda sama sebelum-sebelumnya.
Kalau dipikirkan kembali, memang kitabullan udah paling pas karena didesain dengan diturunkan per surat tertentu, kadang turun karena case by case, kejadian per kejadian dan yang paling bikin merinding adalah kejadian ini berulang sifatnya, jadi meskpun ada surat yang turun disebabkan oleh kejadian di masa lampau tapi sifatnya kejadian itu berulang makanya kenapa selalu relate bahkan sampai akhir zaman.
Perihal Surat Al Kautsar ini, tujuan khususnya hadir karena mau menghibur Rasulullah, yang saat itu kehilangan (dan berbagai kehilangan yang pernah Rasulullah rasain sejak masa kanak2) anak lelakinya, terpukul banget pasti. Sebagai Ayah, sebagai manusia biasa. Tapi, pas ayat ini turun, otomatis membuat senyum di wajah Rasulullah, karena dari banyak hal kehilangan itu fokusnya Allah ke penggantinya. terlebih, yang dimention Kautsar. Ini bikin mimik wajah Rasul berubah, dari sedih jadi senyum :’’) Kautsar itu kan telaga yang nanti dikasih sama Allah diakhirat untuk Rasulullah, istimewanya bukan cuma Rasulullah yang bisa menikmati, ummatnya juga bisaaa :’’) . Jujur, interpretasi saya pas dengerin tuh, ini Rasulullah senyum karena seneng Kautsarnya nanti bukan buat beliau aja yaa, tapi buat ummatnya juga. SO SWEET. T_T Wajah sedihnya (yang dalem banget) seorang Rasul berubah tiba tiba jadi senyum, sebab kecintaan kepada ummatnya melebihi dari hal lainnya :’’)
Allahumma shalli ‘alaa Muhammad
Bogor, 11 Juli 2020
0 notes
Text
4 Penjuru Vs 6 Penjuru
Setelah mengikuti kelas kajian online belajar tafsir surat An nisa dan An Nur beberapa pekan terakhir, Guru yang menjadi pengajar tetapnya qadarullah sama (dan sukak banget dengan cara beliu menjelaskan :'') metodenya dengan kisah2 dan ini membuat saya pribadi mindblowing, banyak banget kalimat yang muncul semacam "eh keren", "oh gitu ya" dan bertasbih memang karena yang menjadi sumber kajian ini ialah kitab gmaps kita para muslim.
Diantara banyak hal mindblowing yang dijelasin, saya mau nulis salah satunya. Sebenarnya ini tergelitik dari omongan sendiri sih, kadang kalau misal lagi pergi-pergi an, kita sering ditanya "pergi sama siapa" terus kalau kebetulan sendirian, saya tuh sering jawab "ber 3, sama malaikat" (beuh sepede itu anaknya). Singkat cerita, ternyata jumlah yang sering saya sebut itu salah euy.
Terus, akhir2 ini juga saya pernah ngobrolin mengenai godaan setan dari berbagai penjuru, ternyata ini juga salah (salah mulu). Menurut penjelasan Guru Tafsir di kelas online, Iblis atau yang sering kita kenal dengan syaiton itu datangnya dari 4 penjuru (sebetulnya Guru menyebutkan sumber2 ayatnya, tapi saya kelewat mencatat :' ). 4 Penjuru itu antara lain dari sisi kanan, kiri, depan dan belakang. Nah, kenapa sih si syaitan ini gak datang dari penjuru atas dan bawah? Alasannya karena dari atas ini mereka gak bisa datengin, sebab dari sisi ini Rahmat Allah turun ke manusia. Terus, alasan dari penjuru bawah ini yang "terwow-wow", mereka gak mau tuh mendatangi manusia dari sisi bawah, karena sifat dasar mereka yang akhirnya membuat mereka juga terusir dari surga, sombong! Iya, syaitan itu gengsi kalau harus datang dari arah ini, karena menurut mereka ini rendahan. Wow kann, ini sangat relate dengan sifat aslinya.
Penjelasan tentang Malaikat dari 6 penjuru ini jujur bikin saya ngeri, sama kata2 yang sering keluar tanpa filter karena emang malaikat dengerin dong ya :''( Kita secara gak langsung didatangi dari 6 penjuru oleh malaikat, dari arah kanan, kiri, depan, belakang, atas dan bawah. Mungkin yang sudah kita kenal itu malaikat yang ada di kanan dan kiri (Rakib dan Atid), nah kalau malaikat yang ada di depan dan belakang itu Malaikat Muaqibat, malaikat ini tugasnya nunggu sinyal dari langit, mana aja hal-hal yang bakalan diacc sama Allah untuk benar jadi takdir manusia atau yang enggak. Terakhir malaikat dari penjuru atas dan bawah ini merupakan malaikat2 yang mengatur rizki, mengaturan sebab-sebab rizki dan janji yang turun dari langit untuk manusia di bumi. Sering denger kalimat "barangkali malaikat lewat dan mencatat" tuh memang benar adanya yah :'')
Kembali lagi, tinggal manusia mau pilih ditemani siapa, yang ada di 4 penjuru atau 6 penjuru.
Bogor, 8 Juli 2020
2 notes
·
View notes
Text
Sumber Energi Terbarukan
disclaimer: ini bukan tulisan ilmiah (tentu saja)
Jam 09.00 - 11.45 pagi ini ada jadwal coaching (yang tentu saja dilakukan secara online :’’) pembicara yang mengisi acara tersebut sepertinya sudah tidak terhitung mengisi acara (secara sengaja ataupun tidak sengaja, saya jadi pesertanya ._.) Sebut saja itu qadarullah. Tapi, entah kenapa meskipun berkali - kali pernah mendengar dari beliau-beliau, selalu ada aura berbeda dan "gebrakan" mendasar tapi tepat sasaran.
Ada rasa iri, bertanya-tanya berasal dari mana energi itu berasal. Tentu saja jawabannya darimana lagi jika bukan dari sumber Yang Maha Pemberi Energi. Sejauh apapun langkah, sebanyak peluh yang mengucur berupa keringat tentu saja jadi investasi yang herapannya akan berharga di mata Allah swt. Saya mewajarkan keirian saya, pada orang-orang yang napas perjuangannya panjang, dan kesabarannya selalu terbentang. Visi besarnya tentu saja untuk Rabb Semesta Alam.
Kemarin, dan kemarin nya lagi. Banyak sekali derai tangis yang masih tersisa atas kepergian orang-orang yang semasa hidupnya telah memberikan lentera cahaya dalam temaramnya malam, besok lusa, saya membayangkan keadaan akhir dari seorang manusia semacam saya akan berakhir seperti apa. Takut. Takut tidak bermanfaat :’’(
Semoga, kita semua diberikan kekuatan untuk mengambil energi dari Sang Maha Penghasil Energi, darisana kita bisa terus menyalurkan energi yang kita miliki dalam berbagai macam bentuk. Apapun bentuknya, semoga dimampukan menjadi sesuatu yang bernilai di mata Rabb kita.
Barangkali kisah penjual - pembeli bisa jadi suatu pengingat saya sampai kapanpun, sebagai sang pembeli pasti kita akan memperhatikan dan bersikap teliti pada apa yang kita beli (bahkan saya jadi teringat kalau saya suka banget membandingkan antar produk, T___T). Allah melakukan perdagangan dengan orang-orang beriman, tentu saja Allah akan mengambil yang terbaik (ahsanu amala) dari kita. Kita pun akan mempersembahkan mastatotum. Semoga.
Bogor, 4 Juli 2020
0 notes
Text
Menghidupi Ekspektasi
Tadi pagi, jadwal diskusi pekanan yang bahasannya cukup seru. Salah satu diantaranya mengenai bahasan seorang anak yang hidupnya terikat dengan ekspektasi orang tua. Kita pun terkadang tidak bisa memungkiri secara otomatis memberikan label, pada anak yang orang tuanya punya status tertentu kemudian menghakimi dengan istilah “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Tapi bagaimana nasibnya dengan buah yang sengaja dipetik kemudian dibawah oleh para penanamnya dan kemudian dijual di pasar atau supermarket, atau bisa saja ternyata buah tersebut diimpor ke luar negeri sehingga kondisi akhirnya memang “jauh” dari pohonnya.
Kembali ke perihal ekspektasi tadi jadi pengingat saya pribadi betapa ekspektasi kita tentang individu jangan terkesan seperti desakan yang akhirnya membuat individu tersebut terbebani. Ia mungkin terpaksa harus menghidup ekspektasi orang lain tanpa mengindahkan kemampuan yang sebenarnya bisa dia optimalkan.
Hal ini menjadi lebih kompleks jika dimasukkan ke dalam ranah pengasuhan. :’’) Dimensinya “anak kita akan menjadi apa?” “harus seperti ini, harus begitu, mematuhi ini, mematuhi itu” tanpa diiringi penerimaan atas diri mereka sendiri serta bagaimana pemenuhan perhatian sebagai orang tua, apakah mungkin seorang anak bisa tumbuh dengan demikian? :’’’’’ beratbangetjadiorangtua.
Bagaimana menyeimbangkan antara hak dan kewajiban sehingga akhirnya kita tidak terkesan menuntut tapi juga menuntun. 1 Ekspektasi yang mesti kita penuhi adalah sebagai hamba, selain itu semoga kita dimampukan untuk menghadapi tantangan ekspektasi orang2 sekitar kita, yang tentunya terkadang datang dari orang-orang terdekat dan tersayang. (Ya Allah, jika tiba saatnya ada individu biologis yang ditakdirkan jadi penerusku, semoga aku tidak membebani dia dengan berbagai ekpektasi, tapi bisa menuntun dan dijauhkan dari sifat menuntut. Aamiin :’‘‘‘‘)
.Bogor, 3 Juli 2020
3 notes
·
View notes
Text
Harun di sisi Musa
Kisah ini mungkin secara offline sudah sering saya ceritakan ke orang-orang. Sejak kuliah(tepatnya mau tingkat2 menuju akhir), saya sering mengklaim musa-harun-relationship sama @desna-qurratul hqhq. Saya udah minta Desna buat baca tulisan ini haha, walbilkhusus cerita ini ada dalam Al Qur'an, buku referensi pertama sebagai Muslim. Saya bersyukut Desna ridho dilibatkan dengan segala keribetan fase-fase hidup saya, huhu. Semoga sampai surga kita bisa direunikan kembali yaa:’)
Dulu saya gak semendalam ini tahu kisah mengenai Musa dan Harun, tapi qadarullah saat ada Story Night di Jakarta, Ustadz NAK ngupas surat Asy Syuara surat ke 26.
Kalau kita baca artinya, di awal-awal surat Allah lagi mau kasih tau ke Rasulullah bahwa Rasulullah yang lagi kena "bully" sama orang-orang yang mendustakannya bukan kali pertama sebagai utusan Allah yang tidak diimani dan diperlakukan demikian (suka terharu kalau Rasul sedih tuh suka langsung dihibur sama Allah, :'''). Barulah, di ayat 10 Allah menceritakan kisahnya Nabi Musa. Ayat ini adalah momen ketika Nabi Musa sedang ada di Negeri Madyan(setelah beberapa tahun kabur dari Mesir karena peristiwa membunuh secara tidak sengaja). Di Negeri Madyan, Nabi Musa sudah dalam kondisi ternyamannya, karena mendapat keluarga baru, perlindungan, dan hal hal menyenangkan lainnya.
Kemudian turunlah perintah Allah untuk kembali lagi ke Mesir, Allah minta Nabi Musa untuk kembali ke Fir'aun. Coba deh bayangkan ya, Nabi Musa itu personal yang gak punya positioning apa2, baik dalam sosial maupun politik. Masa kecil Nabi Musa juga ada dekat sekali dengan Fir'aun, setelah ada peristiwa perginya dia ke Madyan jelas berat banget harus kembali ke Mesir dengan segala status masa lalu yang dia emban. Ayat selanjutnya, 12 -13 berisi kebaratan2nya Nabi Musa atas perintah Allah. Keberatan yang pertama, ia takut "dibully" sama Fir'aun dan kroni-kroninya. Keberatan kedua, dia takut gak lancar untuk berbicara sehingga di keberatan selanjutnya alih-alih nerima perintah, dia nunjuk saudaranya Nabi Harun ketimbang dia yang nyampein kebenaran ke Fir'aun, dan keberatan terakhir barulah ia takut dibunuh. Banyak banget hal menarik dalam penggalan kebertan Nabi Musa di sini. Coba kita telusuri pelan pelan.
Pertama, hikmah mengenai keberatan terhadap suatu perintah. Manusiawi kadang kita tuh bisa aja gak sanggup. Kayak Nabi Musa (jelas sekali ini tidak bisa dibandingkan yhaa saudara-saudara dengan hamba hamba jelita macam kita), tapi intinya it's okay. Boleh2 ajaaa kita tuh ngerasa berat, tapi harus punya strong Why. Kayak Nabi Musa, ngerasa berat buat came back to Mesir, 4 keberatannya itu yang bikin dia takut. Nah, kalau kita gimana? kalau gak punya alasan, jangan cari2 alesan hkhk (nunjuk diri sendiri)
Kedua, coba deh perhatiin keberatannya Nabi Musa. Urutan pertamanya apa? itu mengenai bullyan, heeeh. Kita mesti perhatikan lagi apa yang diucapkan, jangan sampai kata2 kita tuh berpengaruh ke kehidupan orang tersebut. Nabi Musa lebih takut dibully(didustakan) daripada dibunuh. Liat aja, keberatan fisik ditaruh diurutan paling akhir. Jadi hal ini tuh bukan hal sepele yajelas. Kadang saya juga ngerasa sih, lebih nyelekit dikata2i (dan lebih awet ingatnya wq). Poin ini bukan berarti menyetujui baku hantam juga yah ._. Terus sebelum dengar penjelasan ini, saya masih punya tanda tanya kenapa ada yang sampai memutuskan suicide karena perkataan orang, tapi setelah mendengar penjelasan ini, saya jadi percaya bahwa memang "word is sword". Ketiga, ini poin yang paling saya sukak. Nabi Musa merasa gak mampu untuk mengemban amanah menyampaikan kebenaran alih-alih menerima tugas, Nabi Musa malah melempar dan mention saudaranya Nabi Harun. huwaa. Kalau ditinjau dari segi aktivitas sehari2, saya jadi ingat pas masa anak2 kalau sedang disuruh orang tua, kita (ini gak mungkin saya aja kan, wq nyari temen) suka nunjuk sodara kita. Dengg. Tapi, apakah Allah ngabulin permintaan Nabi Musa? kita lanjutin ke ayat selanjutnya. Ayat 15 Allah bilang "Kalla" ini semacam kata yang mau nenangin bahwa gak akan terjadi sesuatu kok, tenang ajaa. "its okay, don't worry" Semacam itu, terus kelanjutannya Allah bilang "Maka pergilah kamu berdua....". Allah ternyata gak ngabulin permintaan Nabi Musa untuk digantikan, tapi Allah ngasih izin Nabi Harun untuk membersamai Nabi Musa... ini angin segar untuk Nabi Musa. Suatu waktu kita punya orang yang ketika ada dia didekat kita. Kita akan ngerasa baik-baik aja, walaupun orang itu gak melakukan apa-apa. Begitulah posisi Nabi Harun untuk Nabi Musa <3 Kehadiran Nabi Harun di sisi Nabi Musa mampu menenangkan, meskpiun dia gak ngapa-ngapain. Menurut saya ini kisah uwu sekali huhu.
Lagi-lagi kita manusiawi, ada kalanya memang mebutuhkan supporting system yang bikin kita bisa tenang apapun yang terjadi, kita tau ada hal semacam "cukuplah Allah sebagai penolong" tapi tentu saja tidak ada salahnya punya Harun di kehidupan kita. Bisa jadi itu teman, keluarga, ataupun pasangan. (Karena pengalaman saya baru di 2 hal yang disebutin, dan benar adanya dua komponen itu secara psikis begitu berfungsi sekali dalam menjalani arus kehidupan yang tidak mudah ini wq)
Saya selalu amaze, kisah-kisah di Alqur'an bisa seseru ini (kamana wae ai kamu Win :’’’ ). Ini baru 5 ayat. masih banyak ayat-ayat lain yang sama menariknya. Semoga kita dimampukan Allah untuk terus mendalami buku panduan hidup ini ya.
Bogor, 2 Juli 2020
4 notes
·
View notes
Quote
Udah nulis panjang eh layar biru dilaptop. Nulis hari ini diawali sambatan karena kekesalan kemarin
sambat yang udah lewa
1 note
·
View note