Tumgik
wulanwindy · 1 month
Text
Sebagian orang ada yang menunggu waktu malam tiba untuk bisa bercerita pada Tuhannya, sepi dan sunyi, hanya antara dia dan Tuhannya saja.
Tersebab siang yang ramai oleh manusia itu, seringkali berkhianat. Pada rahasia yang akhirnya tersebar dan menjadi obrolan sesama mereka.
Bukankah bercerita pada Allah itu begitu menenangkan? Terkadang berteman air mata, dan terkadang berteman senyuman.
Bangunlah, dan ceritakan hari-harimu pada-Nya, hanya kamu dan Tuhanmu saja.
@jndmmsyhd
413 notes · View notes
wulanwindy · 2 months
Text
Tidak ada seorang pun yang bisa merasakan apa yang sedang kamu rasakan, jadi jangan repot-repot mengungkapkannya pada orang lain. Sembunyikan dan adukan pada Tuhan, sebab masalah yang diumbar itu ujungnya membesar.
893 notes · View notes
wulanwindy · 2 months
Text
Jangan bosen buat ngulang-ngulang doa, dan jangan tergesa-gesa untuk segera dikabulkan, seorang itu berada diatas kebaikan selama ia terus menerus mengulang doa.
243 notes · View notes
wulanwindy · 2 months
Text
Jika sudah waktunya, hujan pun akan turun. Jika sudah masanya, bunga pun akan mekar dan wangi.
Begitulah takdir Tuhan, doa-doa kita di masa lampau akhirnya dikabulkan begitu sudah waktunya.
Bukankah ada banyak hal yang diberikan sebelum kita siap menerimanya, hingga akhirnya berantakan dan hanya menjadi pelajaran.
Sengaja dikabulkan dengan cepat hanya untuk pelajaran. Sabar, jangan terburu-buru menagih doa, ya.
@jndmmsyhd
588 notes · View notes
wulanwindy · 2 months
Text
Fiersa besari : setiap tempat memiliki keindahannya masing-masing, setiap manusia memiliki kencantikan dan ketampanannya sendiri-sendiri, semua hanya memerlukan mata yang tepat untuk memandang. Karena seburuk-buruknya kita akan dimaafkan oleh dia yang memandang baik, dan sebaik-baiknya kita akan dibenci oleh dia yang memandang buruk.
0 notes
wulanwindy · 5 months
Text
Semangat jangan terlalu banyak mengeluh...
Jangan terlalu banyak bicara hal yang gak penting..
Dirimu saja mendengar dari orang lain hal yang tidak penting saja membosan kan.. apalagi itu keluar dari mulut mu..😅 tentu sebaliknya akan membuat orang lain menjadi bosan mendengar ocehan mu yang tidak penting..🤭
Diam lebih baik..🫠
0 notes
wulanwindy · 6 months
Text
Gak suka orang ungah..
Gak suka orang manja..
Gak suka orang caper..
Gak suka banyak bacot gak penting..
Gak suka orang cari muka..
Gak suka orang bisik"
Bilang gak peduli tapi nyata ke ikut juga bacot..
Gak suka semuanya
0 notes
wulanwindy · 6 months
Text
Sssttt....
Silent please...!!!
0 notes
wulanwindy · 8 months
Text
33 Tahun dan mengapa belum menikah di usia ini?
Ini tentu bukan bercerita tentangku, tapi tentang pengamatan. Sebagai penulis, beberapa kali melakukan proses interview, ngobrol, bertukar pikiran, dan sebagainya. Dulu, pandangan seperti ini tidak banyak kutemukan karena dulu usiaku masih 24 tahun saat memulai karir. Sekarang, tahun ini telah beranjak 33 tahun, sebentar lagi anak pertama masuk SD. Dan beberapa kali juga, melalui istri, ditanya apa ada temanku yang bisa dikenalkan ke teman-temannya istri. Yang tahun ini, menjelang kepala tiga. Dari proses-proses yang risetku selama menulis dan apa yang terjadi, datanya tidak sesederhana itu. Kita berada di lingkungan yang baik, tidak serta merta membuat kita langsung ketemu pasangan hidup yang sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Dipadu padankan dengan obrolan bersama psikiater beberapa waktu terakhir. Ada beberapa pendapat subjektif yang bisa kuhadirkan dari seluruh kumpulan riset itu, nanti kalau kamu ada lainnya, boleh ditambahkan : 1. Kehidupan yang semakin materialistik, ukuran terhadap materi dan kesiapan materi menjadi parameter yang sangat menentukan dalam pernikahan. Dan ukuran ini membesar, seperti kepemilikan rumah, kendaraan, atau gaji dalam nominal tertentu, serta tuntutan hidup materialistik (apa-apa diukur dengan uang) ini berpengaruh pada pola pikir dan kesiapan orang untuk menikah. Memang, mempersiapkan finansial untuk menikah itu penting, tapi ketika semua keputusan berpusat pada uang - mendominasi pikiran. Itulah awal mula dari kondisi tersebut. Apakah kamu setakut itu pada masalah rezeki? Kondisi yang sangat mungkin berbeda dengan waktu orang tua kita dulu. 2. Kondisi mental dan emosional yang belum pulih. Percaya atau enggak, orang lain bisa merasakan apakah kita ini cukup stabil atau se-eror itu. Apalagi jika keeroran kita tervalidasi melalui asesmen. Kita perlu untuk mengakui dan menyadari kalau memang kita perlu meluangkan waktu untuk mengobati diri sendiri. Kalau pun butuh waktu beberapa tahun, ya itu bagian dari konsekuensi. Karena masuk ke dalam pernikahan memang memerlukan kondisi mental emosional yang cukup kuat. "Badai"nya sesuatu, dinamikanya sangat beragam, dan tantangan yang akan dihadapi sangat berbeda dengan saat kita masih single. Kita akan berkompromi dengan banyak sekali orang. Apalagi jika nanti kita memiliki anak. Mereka perlu orang tua yang sehat jiwa dan pikirannya. Agar jangan sampai, kalau saat kita memiliki trauma, ternyata tanpa sengaja menjadi penghambat bagi anak-anak kita. 3. Romantisasi keadaan. Belum menikah di usia tersebut sebenarnya itu bukan masalah, tidak ada panduan bahwa menikah itu harus usia 25-30. Tidak ada dosanya juga belum menikah di umur 30 lebih. Tapi, membiarkan diri meromantisasi keadaan sehingga dari sana kita merasa mendapatkan dukungan, validasi, pembenaran pendapat, dan apapun yang sebenarnya digunakan untuk menutupi kekhawatiran diri karena belum menikah. Alih-alih berusaha untuk membangun persepsi diri yang benar, pandangan hidup yang lebih luas, dengan demikian kita bisa memiliki value kita sendiri yang kuat, yang tidak goyah saat kita sendirian dikamar yang sepi, atau saat di tengah kumpulan keluarga.
4. Tidak siap dengan masalah. Kalau kata buku yang kubaca, menikah itu seperti memilih masalah yang akan kita jalani seumur hidup, jadi pilihlah masalah yang kamu mau menjalaninya. Tontonan berupa film, drama, dan romanitasi yang berseliweran di media sosial secara tak sengaja membangun kesadaran kita bahwa menikah itu pasti akan sebahagia itu. Ini juga berkaitan pada poin satu tadi salah satunya. Tidak siap dengan beragam masalah, harus beradaptasi dengan beragam kondisi, kompromi dengan pasangan, belum lagi hal-hal lainnya. Tidak setiap pernikahan itu selalu dimulai dengan sudah memiliki rumah, kadang harus ngontrak. Tidak dimulai dengan langsung ada mobil, harus kerja bertahun-tahun dulu. Belum lagi nanti kalau harus memilih sekolah anak yang disesuaikan sama budget keluarga. Belum lagi, bersosialisasi dengan masyarakat. Singgungan yang banyak itu akan menciptakan dinamika, salah satu dinamikanya adalah masalah-masalah tersebut. Belum lagi dinamika soal tinggal di mana, siapa yang akan ngejar karir duluan, dan berbagai pembagian peran dan tugas dalam keluarga. Apakah kamu siap menghadapi dan berkompromi dengan beragam masalah itu? Sesuatu yang memang sudah sepaket dengan pilihanmu untuk berkeluarga.
Apakah kamu bisa membayangkan? Empat dulu, ada banyak temuan lainnya dari hasil diskusiku selama ini. Pendapat di atas sangat subjektif, benar-salahnya tidak mutlak. Tapi semoga bisa menjadi pelajaran penting. Pelajaran yang membuat kita bisa memiliki perspektif yang lebih luas dalam mengamati sesuatu. Ada tambahan? (c)kurniawangunadi
609 notes · View notes
wulanwindy · 8 months
Text
Normalnya
Kemarin lusa ngobrol sama psikiater, dari kurang lebih 2 jam ngobrol ada banyak sekali yang kubawa pulang dalam pikiran. Mau kutulis di sini, biar nggak lupa. Karena ada beberapa aspek pembahasan yang loncat-loncat, jadi nggak apa-apa kutulis seloncat-loncat itu.
Jadi kemarin diskusi soal cara berpikir yang normal dan tidak normal. Sehingga kita jadi mudah mengidentifikasi diri sendiri dan juga orang disekitar kita, normal apa enggak.
Normalnya, orang kalau mau menikah itu kan pasti mencari yang baik. Nyari yang lebih baik darinya atau minimal setara. Kalau sampai ada yang nyarinya di bawah kualitas dirinya - yang penting mau sama dia. Bahkan mungkin terjebak dalam toxic relationship dengan orang yang buruk banget karakternya tapi tetap dipertahankan. Ini udah nggak normal. Kalau orang normal, pasti akan mencari yang baik, bukan yang buruk. Dan akan langsung nge-cut kalau sudah tahu kondisinya demikian.
Wajar kalau orang tuamu itu pengin kamu dapat pasangan yang baik secara bibit-bebet-bobot. Kamu sudah dihidupi, disekolahkan, banyak hal yang dikorbankan orang tuamu untukmu bisa kayak sekarang. Eh pas mau nikah, seadanya orang yang penting cinta. Wajar sekali kalau nantinya orang tuamu muntab dengan keras kepalanya dirimu. Itu normal. Nggak normal justru kalau orang tua membiarkan diri kita tersesat dalam memilih pasangan hidup, membiarkan kita terjebak dengan orang yang salah, apalagi kalau nanti tahu anaknya KDRT terus sama ortu kalian nggak boleh cerai karena malu-maluin - jaga nama baik keluarga, tidak mau tahu, dan sebagainya. Itu baru nggak normal.
Normalnya, orang kalau sudah tahu bahwa orang yang kita kenal itu karakternya buruk. Meskipun, bukan kita yang mengalami kejadiannya langsung. Alarmnya sudah ON, sudah akan berhati-hati untuk membangun hubungan. Bukan malah mengabaikan data itu dan menganggap selama bukan kita yang mengalami, maka itu semua FINE FINE aja. Tidak terjadi di kita, bukan berarti itu adalah hal baik. Normalnya, kita akan lebih waspada dan itu memang sangat wajar.
Sangat wajar dan normal sekali kalau kita kemudian membangun boundaries dan tidak membangun hubungan dengan orang-orang yang sudah melewati batasan kita. Justru nggak normal dan pasti ada sesuatu, kalau kita tidak bisa memberikan rejection pada orang-orang tersebut. Tidak membangun boundaries, yang terjadi adalah diri sendiri yang kesulitan. Jadi wajar sekali kalau bahkan mungkin kamu memutus hubungan dengan mereka. Jadi, selama ada fitur unfollow - block - hide - report, silakan dipakai.
Sebagian hal itu adalah dari obrolan kemarin. Catatan lainnya banyak, tapi akan jadi catatan penting bagi diri aja.
Oh iya, ke psikolog/psikiater itu tidak hanya kalau kamu sedang sakit secara mental dan emosional. Dan kondisi sehat, coba aja cek-cek aja. Selayaknya medical-check up dalam kondisi sehat.
-kurniawangunadi
451 notes · View notes
wulanwindy · 8 months
Text
Jika hari yang kamu jalani sedang berat, ambil air wudhu, sholat taubat, setelahnya duduk dulu diatas sajadah perbanyak minta ampunan, buka Al-Qur'an dan baca dengan tenang, relax, dan pelan-pelan saja, bayangkan Allaah sedang mendekap mu dalam lelahnya tubuh, riuhnya pikiran, dan berantakannya isi hatimu, sembari berucap ;
"AKU tidak membebani hamba²-Ku melebihi kesanggupannya, dibalik kesulitan yang KU berikan selalu ada kemudahan didalamnya, AKU selalu ada di jarak paling dekat denganmu wahai hamba-KU"
"Allaah tidak membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya" (Al-Baqarah; 286)
"Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan" (Al-Insyirah;5-6)
Dan, jika harimu sedang banyak bahagia didapat jangan lupa bersyukur, sujud berterimakasih pada-Nya, karena disetiap keadaan yang kita terima sepantasnya selalu mengingat-Nya
*Just Note To Me
57 notes · View notes
wulanwindy · 8 months
Text
Kamu harus selalu ingat, bahwa Allaah tidak akan menguji diluar batas kemampuan seorang hamba.
Dan pahala kesabaran itu tiada batasnya.
Ingatlah, dunia ini hanya 1,5 jam saja dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal abadi selama lamanya.
Sedihmu, sakitmu, susahmu, sabarmu hari ini, kelak suatu hari akan berganti bahagia..
Lailaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzalimin..
101 notes · View notes
wulanwindy · 9 months
Text
Lelaki yang paham agama mungkin tidak akan menyakitimu ketika dia marah.
Tapi lelaki yang mencintaimu, dia tidak akan tega marah padamu. Dia akan selalu menyediakan ruang maaf seluas langit dan bumi untuk semua kesalahanmu meski pun sebanyak air di samudra.
82 notes · View notes
wulanwindy · 9 months
Text
Bila dalam prosesmu bertumbuh, kau merasa dikhianati oleh seseorang yang kau namai dia sebagai seorang teman. Maka lapangkanlah hatimu, sebab tidak ada duri yang menusuk hati pada seorang muslim kecuali telah Allaah tetapkan untuknya.
Maka. Jika dalam prosesmu bertumbuh kau dikhianati oleh temanmu. Barangkali itu adalah cara Allaah untuk mendewasakan mu dalam prosesmu menjadi seorang manusia. Sangat menyakitkan memang, namun kamu tidak boleh dendam. Cukuplah Allaah yang akan membalas perbuatannya.
Tugasmu adalah dengan tetap berlapang hati memaafkan dan cukup tahu saja. Sebab, untuk berteman seperti sediakala tidaklah mudah. Butuh proses yang tidak sebentar. Atau beberapa dari kitapun lebih memilih untuk menghindar dan menjaga jarak yang jauh.
Menjaga jarak bukan berarti tak memaafkan. Menjaga jarak adalah cara memaafkan agar hati lebih lapang. Sebab sesuatu yang sudah pecah berkeping-keping, sampai kapanpun tidak akan pernah bisa utuh kembali. Selamanya akan ada retak yang terlihat jelas.
Bila nanti dalam prosesmu bertumbuh kau bertemu dengannya kembali. Tak ada yang salah pada keputusanmu jika kamu memilih untuk menjaga jarak darinya. Sebab mendekat belum tentu akan membaikkan iman.
Menyelamatkan diri dari rasa sakit itu penting. Dan memang kita diminta untuk demikian.
Terimakasih ya, untuk berkenan dan bertahan sampai sejauh ini. Meski ada banyak luka yang kau tutupi, meski ada banyak senyum yang kau upayakan. Atas kebaikan Allaah semua itu bisa dilalui.
125 notes · View notes
wulanwindy · 9 months
Text
Mereka mereka yang belum pernah diposisi ini..
Hanya bisa berkomentar negatif...
Abaikan.. karena rasa itu pun mereka blm tentu sanggup menjalani seperti kamu kok..
Bersyukur lah kamu sudah kamu bisa melewati ini semua...doakan saja suatu saat mereka ada diposisi mu sekarang... dan mereka ingat akan dirimu.. dan berterimakasih sm kamu itu aja..
Ingat hidup itu terus berputar..
0 notes
wulanwindy · 9 months
Text
Hal yang paling menyesakkan adalah ketika kebaikanmu tidak diterima dengan baik.
Tidak selamanya ketulusan yg kita berikan kepada orang lain, diterima dengan baik. Bahkan bisa jadi itu menjadi alasan mereka untuk membenci dan membicarakan kita dibelakang.
Surabaya, 1 Januari 2023
Dezy Zahrotul
2 notes · View notes
wulanwindy · 9 months
Text
Akhirnya terlampiaskan unek" ku..
0 notes