Tumgik
Text
Cara paling sederhana untuk mensyukuri nikmat sehat adalah dengan taat, mengisi hari dengan manfaat.
(c)Quraners
354 notes · View notes
Text
Hiduplah Dengan Kewarasanmu
Perkara kenangan itu sesuatu yang pelik. Kamu tidak akan pernah bisa benar-benar menghapusnya, apalagi urusan perasaan. Bahkan setelah kamu jalan begitu jauh, ataupun kamu tengah mengupayakan sesuatu dengan orang lain, bisa saja kenangan itu tiba-tiba datang.
Kamu butuh kewarasan untuk tetap menjalani kehidupanmu. Kan tidak lucu, ketika pasanganmu tahu kamu masih suka deg-degan kalau status/strorymu dibaca seseorang dari masa lalumu.
Urusan perasaan memang bisa membuat hidupmu oleng, tapi kewarasanmu akan selalu mengajakmu untuk kembali berjalan. Tidak harus langsung berjalan tegak, yang penting jangan sampai terlalu lama berhenti.
Jaga terus kewarasanmu. Bahkan ketika nanti kamu menjalani hidup dengan seseorang yang baru, kamu tak harus memberikan keseluruhan hatimu. Simpan sebagian untuk dirimu sendiri agar kewarasanmu tetap ada dalam kendali.
178 notes · View notes
Text
Ni
Karena tinggal di dua kebisingan berbeda, akhirnya kita menjemput waktu untuk berjumpa di sehening-heningnya kota. Begitu tiba, sengaja kupakai penutup kepala bercorak ramai, biar kau tak sempat lihat betapa hatiku sebenarnya kerap terasa gelap. Ada pula bingkisan sederhana dariku untuk kau gantung di dinding kamarmu, yang - entah mengapa aku berharap - kelak dapat menjadi pengingat, bahwa kau tak perlu gantungkan senyummu di diri siapapun termasuk aku.
Ternyata, itu malah menciptakan genangan bening di pelupuk matamu, yang kemudian langsung deras membasahi seisi dadaku. Bermacam-macam cuaca, kulihat saling beradu di air mukamu, sampai kau ketakutan. Ya. Kau takut akan banyak hal, tak terkecuali pada ketenanganku. Maka, kau tak menjelaskan apapun, selain menggenggam tanganku dan bilang, "Tebak! Aku sedang dekat dengan siapa?" Karena tentangmu, kau selalu tahu, aku selalu tahu tanpa pernah aku tahu bagaimana.
Tak seperti biasanya, kenyataan yang kutebak dengan benar, kali ini malah membuatmu kalut. Namun, seperti biasanya, aku paham benar ke mana ini semua akan berakhir. Ialah, bukan di mana-mana, tapi di sini. Setelah ini, kau tak akan pernah melihatku lagi. Bagianku di dalam hidupmu, selesai. Tentu kau tak bisa bertanya mengapa atau bahkan meyakinkan aku, bahwa perpisahan kita bukanlah hal yang perlu. Sebab, kau menyadari, yang kau sambut untuk bersatu denganmu, adalah dia yang pernah bikin belenggu sampai tubuhku lebam membiru.
Kini, beberapa tahun setelah semuanya, doaku tentangmu masih sama. Tetaplah kau baik dan baik-baik saja. Berbahagialah kau selalu, sahabatku, bersama seseorang yang paling enggan kusebut sebagai mantan pecintaku.
33 notes · View notes
Text
Akan Tetap Pergi
Tumblr media
Suatu waktu, ada seseorang yang tiba-tiba hadir di hidupmu. Bagimu, ia sosok yang tepat. Tidak sempurna, tentu saja, tetapi sebagian besar yang ada di dirinya sudah sesuai kriteria.
Tidak salah lagi. Kali ini, kamu cukup yakin keluarga dan lingkunganmu akan menerimanya dengan tangan terbuka. Akan ada satu dua yang saling berbisik tentang ketidaksempurnaannya, tentu saja, tetapi tidak apa-apa. Itu tandanya ia masih manusia.
Ini pasti konspirasi semesta, batinmu. Tiba-tiba harimu jadi penuh bunga.
Lalu, tanpa menunggu lama, kamu diam-diam mendekatinya. Mencari tahu apa yang disuka dan tak disukanya. Menciptakan pertemuan-pertemuan kecil yang seolah tak sengaja. Melakukan aneka tindakan bodoh untuk mencuri perhatiannya. Merancang strategi tahap demi tahap untuk memenangkan hatinya.
Sayangnya, ia tampak acuh tak acuh pada setiap usahamu. Setelah semua yang kamu lakukan, baginya dirimu hanyalah seorang teman, sebagaimana orang-orang lain di sekitarnya.
Kamu marah, entah pada siapa. Tetapi bisikan itu terus terngiang di telingamu: amour vincit omnia … cinta menaklukkan segalanya. Belum lagi imaji tentang betapa indahnya dunia bila kamu bisa selalu bersama dengannya. Maka, meski masih sibuk menyatukan potongan-potongan hati yang patah, kamu tak berhenti berusaha.
Hatinya pasti kan luluh bersama waktu, ucapmu meyakinkan diri.
Sayangnya lagi, ia benar-benar ingin pergi. Kamu sedih, tentu saja, tetapi mau bagaimana lagi?
Memang begitu cara dunia bekerja. Tak semua yang kita damba jadi nyata. Tak semua cita bertemu dengan izin Sang Pencipta.
Sekuat apa pun kamu berusaha menahannya, yakinlah: yang ingin pergi akan tetap pergi.
Sehebat apa pun upayamu untuk memenangkan hatinya, percayalah: yang tak benar-benar mencintaimu akan meninggalkanmu.
Semua hanya soal waktu.
14 Januari 2019
2K notes · View notes
Photo
Tumblr media
Kita menghitung hari depan terlalu banyak, membiarkan otak kita penuh khayalan pada apa yang belum tentu terjadi. Tubuh kita memang di sini, tapi jiwa kita tengah berkelana pada masa yang entah. Aku khawatir kita justru tersesat di sana dan lupa di mana semestinya kita harus hidup.
Mengapa kita tak berbincang saja tentang bagaimana cangkir ini bisa penuh kembali setelah kita menenggak isinya berkali-kali?
Mungkin di negerimu ini hal biasa, tapi jika ini terjadi di negeriku, ah, kujamin, seseorang yang memvideokannya bisa tenar dengan segera, atau lebih tepatnya, laman notifikasi pada akun sosial medianya akan banjir ungkapan keheraan, lalu yang lain mulai mengaitkan dengan hal-hal mistis yang sulit dicerna anak balita.
Sesekali kau memang perlu bermain ke negeriku, akan aku tunjukan lawakan-lawakan dunia yang hanya bisa kau temui di sana.
image source: bandung.bisnis.com
69 notes · View notes
Text
“Jangan mengatur isi kepala orang, jangan. Itu bukan hakmu.”
— Biarlah, biar saja ia melakukan apa yang membuatnya hidup. Toh, tidak ada hukum yang ia langgar, kan?
198 notes · View notes
Text
“Beginikah Mencinta?”
Aku sedang di rumah teman. Maaf ya, aku tadi lupa tidak pamitan dulu.
“Tak apa kamu lupa, nanti aku ingatkan lagi. Tak apa kamu pergi, asal kembali lagi. Bukannya tak marah kamu pergi tanpa pesan, aku marah. Hanya saja rasa cinta mampu meluruhkan segalanya. Semoga kamu pun demikian, paham bahwa jika cinta semestinya saling mengingatkan, menerima dan saling menjaga. Jangan seenaknya lagi ya, nanti aku makin cinta loh.”
Dih, Mas, apaan si. Kan, jadi pengin cepat pulang.
“Jangan buru-buru pulang, ndak apa kok, aku main Dota dulu.”
pfffftttttttf adyttyttstysysuatwrIYT
256 notes · View notes
Text
Yang Dibutuhkan?
Nyatanya Tuhan lebih sering memberikan apa yang benar kita butuhkan saat ini, bukan yang sekadar kita inginkan.
Bila sesuatu yang sangat kita inginkan tak kunjung terjadi, mungkin Tuhan tengah mengingatkan kita untuk bertanya lebih serius pada diri sendiri; benarkah kita sungguh-sungguh membutuhkannya? 
Atau jangan-jangan kita hanya mengikuti hasrat diri semata. Atau lebih parahnya, bahkan sebenarnya sesuatu yang kita inginkan justru hal yang tak Dia sukai.
Bukan sebab tak baik, tapi barangkali niatnya yang keliru.
Bahkan bisa saja, kita merasa benar-benar membutuhkan sesuatu, tapi sebenarnya hanya perasaan kita saja. Iya, hanya perasaan.
Jangan, apa?
Jangan manja, kita bukan anak kecil lagi, yang setiap apa yang kita inginkan harus didapatkan. Jika masih ingin, upayakan. Jika belum sampai, upayakan, tanpa perlu terlalu lama meratapi.
Negeri ini butuh lebih banyak orang-orang tangguh, anak-anak kita kelak butuh teladan orangtua yang tangguh. Meneteskan air mata boleh, merengek jangan. Lelah boleh, menyalahkan keadaan jangan.
564 notes · View notes
Text
Sudah Dekat
Nona, pertemuan kita sudah deket, sedeket keyakinanmu bahwa Tuhanlah sebaik-baik perencana. Sedekat kemauanmu untuk percaya bahwa masa depan masih tetap menawarkan kebahagiaan.
Nona, percayalah, pertemuan kita kianlah dekat, sedekat upayamu untuk terus mematangkan diri. Sedekat penerimaanmu bahwa bisa jadi, kenangan-kenangan silam yang terus berupaya kau genggam, masih menjadi pengganjal yang kokoh pada pintu hatimu.
Jangan, Nona, jangan terlalu berharap bantuan seseorang untuk menyingkirkan ganjalan itu. Bantulah dirimu sendiri.
197 notes · View notes
Text
Untuk Siapa?
Menjadi yang dibicarakan terkadang memang tidak menyenangkan, terlebih jika apa yang dibicarkan seolah menyudutkan, menghakimi, entah mereka melemparkannya dengan sengaja, atau pun bercanda yang kelewatan.
Tidak semua orang menangkap lelucon yang kita anggap lucu sebagai hal yang menarik, justru terkadang menyakitkan. Kita perlu berhati-hati.
Nona, ada begitu banyak karakter manusia dengan seabreg pemahamannya, dan terus hidup dengan apa yang dipikirkan mereka adalah cara menyakiti diri paling nyata.
Nona, kau takkan bisa membuat semua orang sepakat melihat sesuatu sebagaimana dengan caramu memilih sudut pandang. Jangankan, Kau, Tuhan saja yang memiliki segalanya, yang mengatur segalanya, bahkan yang memberikan seseorang kemampuan untuk bernafas, masih saja bisa mereka salahkan.
Ada begitu banyak batas yang tak perlu semua kau rengkuh, ada begitu banyak bisik angin yang tak selalu harus telingamu tampung dengan seksama.
Nona, jika suatu hari kau menjumpai ucapan yang tak mengenakkan hatimu, jika suatu hari kau mendapati anggapan yang tak membuatmu nyaman. Kembalilah bertanya lebih dalam pada diri sendiri, tanyakan dengan tenang padanya; Apakah Tuhan memandang seperti itu juga?
Nona, hina dianggapan manusia belum tentu hina di hapadan Tuhan, salah menurut manusia belum tentu salah juga di mata Tuhan. Terkadang kita terlalu jahat menghakimi diri sendiri.
Nona, tenang saja, mau satu juta orang menganggapmu salah, keliru, atau bahkan hina, jika yang kau lakukan tak melanggar aturan-Nya, tentu itu takkan mengurangi satu butir pun kebaikanmu di mata-Nya. Kau hidup untuk siapa?
Nona, andai saja kau mau lebih tenang untuk menyikapi, andai saja kau mau lebih adil pada dirimu sendiri, rasanya, apa kata mereka yang sebenarnya tak tepat dengan kenyataan yang kau lakukan, tentu tidak akan menjadi hukuman yang teramat menyedihkan. Sayangnya terkadang kau pun suka tak adil pada dirimu sendiri. Kau terkadang membiarkan dirimu sendiri larut terbawa air bah yang menghampirimu.
Nona, ada dua kebaikkan yang kau dapat ketika orang-orang mengolokmu, bila itu benar dan kau bersabar, kau akan mendapat kebaikkan di mata Tuhan sekaligus itu bisa kau jadikan benteng untuk tidak melakukan kesalahan serupa di lain hari. Jika itu keliru dan kau bersabar, kau pun tengah menampung pundi-pundi kebaikkan yang kelak akan kau nikmati buahnya di Surga.
Jangan mengharap berlebih mendapat pengertian dari manusia. Tangguhlah, sebab kau paham dan percaya, kasih sayang-Nya takkan luntur hanya karena anggapan manusia.
Nona, terkadang masalahnya adalah kita lupa sebenarnya kita hidup untuk siapa. Jika kau hidup terlalu besar untuk anggapan manusia, kau harus siap untuk lebih sering kecewa. Jika kau benar hidup untuk Tuhan, mestinya kau tak perlu terlalu khawatir pada apa kata manusia, selama kau pun benar paham bahwa yang kau lakukan memang benar-benar tidak menyalahi aturan-Nya.
Percayalah, Nona, hidup terlalu banyak pada cara pandang orang adalah cara termudah untuk mengikis kebahagiaan. Belajarlah untuk lebih arif menilai dirimu sendiri.
604 notes · View notes
Text
“Semoga Dapat Yang Terbaik Ya”
Hmmm …. sampai saat ini saya masih selalu gemas ketika ada seseorang mengucap atau menuliskan permohonan macam itu, entah untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Kalimat itu selalu membuat saya gregetan dan pengin bilang; Emang kapan Allah enggak ngasih yang terbaik!?
Entah logika saya yang keblinger atau saya yang berlebihan, tapi menurut saya, permohonan macam itu justru menunjukan barangkali ada sebagian hati kita yang tidak benar-benar yakin bahwa Allah-lah sebaik-baik peramu kehidupan.
302 notes · View notes
Text
“Buat apa? Formalitas Belaka?”
Mungkin ada beberapa orang yang berpikiran begitu. Tak ingin melakukan sesuatu jika untuk “formalitas” belaka, menurutnya. Iya, memilah-milah, dan tetap tak melakukan jika itu menurutnya cuma formalitas, padahal secara nyata tak sulit.
Beberapa yang lain berpikir berbeda, mereka ikut-ikutan agar tetap dianggap teman, atau mungkin agar terlihat ikut peduli juga. Biar tidak ketinggalan.
Beberapa yang lainnya lagi, lebih berhati-hati, ketika kepalanya berpikir bahwa; ya aku harus melakukannya, biar tidak ketinggalan hits, biar kelihatan peduli—temen-teman yang lain udah ngucapin, masa aku ndak, ntar dikira aku gimana. Ia akan merenung sejenak, lalu menarik nafas panjang, beristighfar, kemudian meluruskan niat. Ia kembali pada kepercayaannya; bahwa membahagiakan orang lain juga ladang pahala. Jika dengan memberi perlakuan tersebut akan membuatnya tambah kebahagiaan, kenapa tidak.
Padahal yang dilakukan sama, kalau niatnya cuma ikut-ikutan doang ‘kan sayang banget. Tanggung. Kenapa enggak istighfar saja dulu, lalu luruskan niat lagi sebelum melakukan. Siapa tahu kan dapat pahala. Siapa tahu.
42 notes · View notes
Photo
Tumblr media
Kita menghitung hari depan terlalu banyak, membiarkan otak kita penuh khayalan pada apa yang belum tentu terjadi. Tubuh kita memang di sini, tapi jiwa kita tengah berkelana pada masa yang entah. Aku khawatir kita justru tersesat di sana dan lupa di mana semestinya kita harus hidup.
Mengapa kita tak berbincang saja tentang bagaimana cangkir ini bisa penuh kembali setelah kita menenggak isinya berkali-kali?
Mungkin di negerimu ini hal biasa, tapi jika ini terjadi di negeriku, ah, kujamin, seseorang yang memvideokannya bisa tenar dengan segera, atau lebih tepatnya, laman notifikasi pada akun sosial medianya akan banjir ungkapan keheraan, lalu yang lain mulai mengaitkan dengan hal-hal mistis yang sulit dicerna anak balita.
Sesekali kau memang perlu bermain ke negeriku, akan aku tunjukan lawakan-lawakan dunia yang hanya bisa kau temui di sana.
image source: bandung.bisnis.com
69 notes · View notes
Photo
Tumblr media
Ada yang bilang bahwa lelaki adalah simbol tanggung jawab. Pada tangannya bukan hanya satu mulut saja yang harus ia suapi. Pun begitu pada kedua kakinya, langkahnya bukan hanya untuk kebahagiaan tubuhnya sendiri. Tak jarang seorang lelaki harus pandai menikam keinginannya dengan lapang, mendamaikan egonya dengan tenang, lalu menggeser jauh-jauh kata gengsi yang menyesaki kepalanya.   
Dulu, membayangkan kalimat-kalimat itu acapkali membuat kepalaku nyeri. Aku tak sempat memikirkan sebelumnya bahwa kehidupan orang dewasa bisa serumit ini. Aku terlalu nyaman pada banyak hal yang sebelumnya kuanggap benar. 
Bukan, bukan aku tengah menyesali apa yang ada pada diriku sekarang. Aku menikmati apa pun yang aku lakukan. Aku bahagia ketika dengan kostum ini aku bisa membuat anak-anak tertawa. Aku bahagia pula ketika satu dua orang melebarkan senyum di depan kamera ponselnya sembari memeluk tubuhku, meski senyumnya lebih banyak untuk diri mereka sendiri. Tentu saja apa yang terjadi pada diriku sekarang tetaplah anugrah.
Tapi, ada beberapa kejadian yang sering membuatku bertanya-tanya, apakah menjadi hina bila aku tak ingin hidup sepertimu, meski kita menetas dari satu almamater yang sama!?
. .
image source: satujam.com
145 notes · View notes
Text
Meluaskan Sabar
Aku khawatir jika tanpa sepengetahuanmu aku tahu kau mengeluhkan tindakan Ibuku-Bapakku yang mungkin merepotkanmu.  Aku tak tahu betapa rasanya hatiku saat itu, membanyangkan saja begitu ngeri. 
Aku takut jika sewaktu-waktu kau kelewat tak kuasa menjaga emosi, lalu tanpa sadar mengeraskan suaramu pada mereka. Aku khawatir aku tak kuasa pula menahan murkaku padamu. 
Ah, menjadi seorang yang mudah emosi ternyata begitu mengerikan. Aku begitu khawatir tentang mengukur bagaimana aku di hari depan. 
Nona, aku tak tahu bagaimana tabiatmu, aku tak mengerti seperti apa sifatmu. Tapi nanti, ketika kita sudah dipertemukan dan kita sepakat untuk bersama, semoga kita tak lupa untuk sama-sama terus berjanji menjaga perasaan mereka. 
Semoga apa pun yang mereka lakukan kepada kita, apa pun pendapat mereka yang tak sejalan dengan pemikiran kita, semoga tak secuilpun menumbuhkan kejengkelan yang terpendam. 
Nona, sebelum kita dipertemukan, semoga kau pun berpikiran demikian, lalu perlahan mulai belajar meluaskan kesabaran. Semoga apa pun yang kita pilih kelak, kita selalu diberi kebesaran hati untuk lebih fokus pada kebahagiaannya, sekalipun lebih sedikit dari ujiannya barangkali.
Selamat malam, Nona, selamat rehat. Jangan lupa untuk terus berbenah yak. Ssstt … aku nanana padamu. 
173 notes · View notes
Text
Tak Perlu Membuatnya Merasa Bersalah
Nona, jika suatu hari suamimu membelikan sesuatu untukmu dan itu kemahalan. Kau tak perlu buru-buru memberitahunya bahwa barang itu kemahalan, baik dengan nada bercanda atau malah menyalahkan. Perlu kau tahu, ia tidak membeli itu dengan “uang”, ia membelinya dengan cinta dan kasih sayang. 
Jadi tolong, jangan nodai upayanya untuk berbuat manis dengan membuatnya merasa bersalah karena telah membelikan barang itu untukmu. Tahanlah, dan bersyukur saja sebab tidak semua lelaki mau berinisiatif seperti itu.
Bila ingin memberitahunya, jangan secara langsung, ajak saja ia sesekali mengunjungi tempat di mana kau bisa mendapatkan barang seperti itu atau bahkan dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih murah.
Biarkan saja ia tahu dengan sendirinya bahwa ia telah membeli itu dengan harga kemahalan tanpa perlu kata-kata yang bisa jadi membuatnya merasa tertipu.
Saat hari itu tiba, dan bila ia berujar; “wah, berarti aku pas beliin kamu kemahalan dong, Ai?” Kau cukup senyum saja, lalu berkata, “ hu'um, terima kasih ya sudah menjadi manis. Ndak nyangka kamu bakal beliin aku kayak itu.” Gandeng tangannya, terus bilang, “beli bakso yuk, aku yang bayarin. Tapi uang belanja bulanan ditambah yak,” kau bisa mengucapkan itu sambil tertawa, kemudian pererat gandenganmu pada lengannya. 
Diam-diam ucapkanlah syukur, bahwa lelakimu bagitu sayang pada kau. Jagalah kesetiaannya, jagalah kepercayaannya, sebab padanya salah satu pintu surgamu bermuara.
345 notes · View notes
Text
Sudahlah, Ning, Tepiskan Saja Gusar Itu Perlahan
Bukankah memang seharusnya begitu Ning, buat apa kita terlalu mengkhawatirkan perasaan pada seseorang yang kita sendiri tak tahu dia jodohnya siapa.
Sudahlah Ning, bukankah memang semestinya begitu, kita simpan baik-baik perasaan yang kita punya, kita tahan khawatir yang kita punya, kita sisihkan rindu yang kita punya, kita genggam itu semua hanya untuk seseorang yang ketika kita melakukannya kita akan mendapat lebih banyak pahala.
Sudahlah Ning, selesaikan saja dulu Tugas Kuliahmu, atau pekerjaanmu, atau sudahkah kau buatkan teh manis untuk ayahmu, atau sudahkah kau bantu ibumu membersihkan perabotan kotor yang menumpuk di dapur itu.
Ning, yang jelas-jelas sumber pahala saja ada di depan mata, kenapa pula kita memikirkan yang belum semestinya?
243 notes · View notes