Kami Cungkil Sepasang Bola Mata sebagai Lambang Negara
Bukankah kami yang seharusnya menyalahkanmu?
Karena celaka sudah menemui kodratnya
Salah siapa uang panas kota
menjadikanmu begitu merdeka?
Maka kami cungkil kau sepasang bola mata
sebagai sebuah estetika
...
Salah siapa tubuh mu itu menelan pangkat dari pejabat
Tumbuh subur membongkar panggung rakyat
Tembok tinggi hanya menafsirkan sebuah elegi
Birokrasi hanya menyisakan bait-bait nyanyian sunyi
...
Kami terlanjur pucat
Kami keparat layak nya aparat
Hai akhirat,
maaf kami datang agak terlambat
Advokat tek lekas menyelesaikan sengketa sebagai sebuah mandat
Ayat-ayat berbunyi pekak dengan suara berat
Mungkin firasat juga sebuah filsafat
Lantas kenapa kau menyalahkan kami wahai negara bangsat?
0 notes
33@$?x<!!
Mau sampai kapan marahnya?
Sampai hutan habis?
Atau sampai perasaanmu sampai di garis finish?
Selamat malam…
Walaupun nanti aku bakal lebih awal tidur
Lebih awal dari dering teleponku yang tak pernah sama sekali kau angkat.
Daripada diam, mending marah.
Agar hutan tak habis.
Agar pulang, lebaran, dan tiap pertemuan aku memelukmu,
sampai menangis.
0 notes
Celaka!!!
Apa yang bisa dicela,
Jika kekasihmu bersandar pada segala yang biru
Jika Ibu menjelma menjadi meja makan yang haru
Jika bapak bersulang dan sempoyongan
dengan bir pletok yang ditenggak cemburu
Sebagai umat kerja,
Mesin mesin mengigau di kala tidur
Sangkakala ditiup di tanggal tua
Rapikanlah tidur, gawai bukan bekal
Namun sore nanti
Kau bisa menyusuri perasaan itu
Bersama hati ibu, menenteng jantung bapak
Sudah...
Ndak papa ”Toh aku juga masih kata imajinatif mu”
0 notes
Menangis Yang Kau Tafsirkan Sebagai Kehinaan
Kami dimakan cita-cita
Doa dan asa terus mengudara
Membakar mesin
Menyetem sangkakala
Nada dan ritme kegerahan
Yang seolah merangkak perlahan
Entah siapa pun kalian
Membatasi itu memerdekakan
Cerita panjang malam di lingkaran
Kita hanya membual dan termakan
Entah siapa pun kalian
Versi apa yang kalian bawakan
Serta hidup yang semakin tangkas
Tangis haru tetaplah yang beringas
Entah siapa pun kalian
Kebaikan dan kejahatan
Putarlah cawan seraya berfirman
Bernyanyilah dan berbahagialah
Luka dan penderitaan merupakan
Baju yang paling indah engkau kenakan.
0 notes
Hitungan Tanpa Angka
kepada hitam yang sering kukenakan
walaupun sama dengan telanjang
kepada hitam yang sering kupercayakan
dan kumpulan cerita yang terbuang
hitam kini, nanti...
kita ada
kita nyata
di kepala saya.
kita akan selalu dihitung sebagai angka
kucuran keringat yang hanya memberi makan siang
tidak bisa memberikan sepersen
angka kebanggan bagi pemiliki nomor nomor merah
tentang indeks indeks yang tak akan pernah kita mengerti
kita akan selalu dihitung sebagai angka
karena setelah jari kita akan selalu menjadi ungu
kepada hati hari rabu yang dungu
mereka akan menandatangani
perjanjian bagi mereka sendiri
sedangkan kita
akan tetap lapar
0 notes
Belajar; mempelajari
Peduli setan jika terlalu gelap
Doa sudah dirapal sampai puas
Duduk juga sudah diambang tuntas
“Hai, kamu lagi kenapa?”
Mereka umat kerja
Mereka mengeja mesin
Mereka merapikan gawai
Mereka tidak didengar
Mereka yang ternyata kita.
Udah gapapa,
Malam memang tak selalu menyenangkan
Mengingis, mewarnai tangis
Masa lalu tersimpan rapi dalam botol bir
tubuh dan bibir
Mereka bersama hati ibu
Mereka menenteng jantung bapak
Mereka digerogoti sepi
Mereka yang murung
Dan Mereka yang ternyata kita.
0 notes
Perintah di Barat Desa Barukan
Tolong bacakan aku buku!
Di sudut bangku taman minggu pagi
Yang makin rapuh dan renta dimakan mimpi
Keringat kita tetap deras
Tapi kenapa pesan dan invoice mu semakin memelas?
Tolong nyanyikan aku lagu!
Di ujung ekor mata yang mulai menutup tirai nya
Jejali aku dengan cerita kepulangan
Tentang seorang prajurit muda
Yang beringas di sebuah medan perang:
Yang tak pernah dimenangkan.
Tolong tampar dan remas jantungku!
Di akhir pertunjukan mu yang menyedihkan itu
Seni memang harus ironi
Post-modernism juga sudah hampir mati
Tapi, kau memang layak untuk diakui bahwa
Kau aktor yang lebih pandai dari seorang maestro yang mencipta sepi.
0 notes