Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Meminta sebuah kelapangan hati..
Dikarunia hati yang lapang itu, menentramkan ya. Kita tidak lagi gusar pada apa-apa yang belum kita miliki, sekalipun banyak hal yang terlewat perihal teman-teman seusia kita yang langkahnya sudah sangat jauh.
aku melihat orang-orang yang ridho terhadap takdir dalam hidupnya. Semuanya adalah orang-orang yang begitu lapang hatinya. Luas sekali kesabarannya, bagi mereka urusan dunia itu hanyalah sebuah sarana jalan mereka untuk menggapai akhirat, kehidupan yang lebih kekal lagi.
Allaah karuniakan mereka kelapangan hati, sehingga melihat suatu urusan dunia yang membuatnya bersedih sekalipun, mereka kembalikan kepada Allaah. Bahwa apa yang telah Allaah kehendaki semuanya baik dan terbaik untuk mereka.
Dan benarlah, kelapangan hati tidak bisa didapatkan dengan begitu saja. Ada banyak ujian yang harus dilalui, dan ilmu yang telah dipelajari. Ilmu Tauhid, ilmu tawakal, ilmu penyerahan diri dengan totalitas penuh kepada Allaah. Lalu, dengan usaha berdoa setiap harinya, setiap waktu. Meminta agar diberi keridhoan dan kelapangan hati dalam menjalani setiap fase kehidupan ini.
Semoga Allaah selalu tolong dan kuatkan. Dan memang hanya Allaah yang bisa menolong dan menguatkan, tidak ada yang lain..
لا حولا ولا قوات إلا بالله
348 notes
·
View notes
Text
Dimudahkan dan memudahkan.
Apa bedanya dimudahkan dan memudahkan? Tentu jelas keduanya atas pertolongan Allaah. Baik dimudahkan ataupun memudahkan semuanya atas izin Allaah. Dimudahkan berarti segala urusannya Allaah selesaikan dengan mudah dan lancar tanpa hambatan. Sementara memudahkan, Allaah gerakkan hati seseorang untuk menyelesaikan dan melancarkan segala sesuatunya menjadi mudah dan ringan.
Kalau hanya mengandalakn diri sendiri tentu tidak akan mampu, bukan? Kalau hanya mengandalkan manusia, manusia tempatnya salah dan kecewa, bukan? Maka yang membuat semuanya terasa mudah, lancar dan sempurna adalah salah satu pertolongan Allaah yang terkadang seringkali kita lupakan.
Barangkali kita lupa untuk memohon pertolongan untuk memulai sesuatu. Barangkali kita lupa untuk meminta pertolongan ditengah kesulitan, yang diingat hanya manusia. Menghubungi si A, si B , si C yang belum jelas akan menyelesaikan itu semua. Dan barangkali ketika selesai semuanya kita lupa meminta pertolongan agar apapun nantinya tetap baik-baik saja.
Kalau kita mendapatkan diri dimudahkan Allaah untuk melakukan kebaikan, maka sungguh itu adalah karunia yang tidak semua orang mendapatkannya. Dan kala kita memudahkan seseorang untuk meringankan bebannya atau permasalahan yang sedang dihadapinya, maka sungguh itu juga karunia yang tidak semua orang memiliki kesempatan baik itu.
Orang-orang yang kulihat sering dimudahkan Allaah dalam hidupnya adalah mereka yang seringkali memudahkan urusan orang lain. Tidak pernah mempersulit jika berurusan dengannya, sehingga hidupnya selalu dimudahkan Allaah. Orang yang dimudahkan hidupnya bukan berarti tidak pernah mengalami ujian berat atau kesulitan, ya. Justru barangkali karena beratnya ujian yang pernah mereka lalui, dan sedihnya ketika menemukan tidak ada yang meringankan bebannya. Mereka adalah orang yang paling keras ingin memudahkan urusan orang lain. Ingin membantu orang lain sebisa yang mereka mampu sekalipun itu kecil menurut pandangan dunia.
Namun bukankah tidak ada yang kecil dalam pandangan akhirat? Allaah mebalas setiap kebaikan, sekalipun itu kebaikan kecil kan ya? Sekalipun hanya senyum yang terlihat remeh bagi sebagian orang hari ini.
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu“. HR at-Tirmidzi (no. 1956)
Karena memang senyum yang hangar Dan tulus, akan sampai pada setiap jiwa yang didalamnya masih ada kebaikan.
Dimudahkan ataupun memudahkan, jangan lupa untuk selalu meminta pertolongan Allaah, ya. Sebab pada akhirnya setiap kebaikan itu akan kembali kepada diri sendiri dalam bentuk kebaikan yang berlipat-lipat. Ketika dimudahkan jangan pernah merasa diri paling baik, paling disayang Allaah, paling amalan diterima. Ataupun sebaliknya, memudahkan urusan orang lain apapun itu bukan berarti kita dibodohi, akan sangat capek, dan dirugikan.
وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ
“Allah senantiasa menolong hamba selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699).
Sekali lagi, aku seringkali melihat Orang-orang yang sering dimudahkan Allaah dalam hidupnya adalah mereka yang seringkali memudahkan urusan orang lain. Tidak pernah mempersulit jika berurusan dengannya, sehingga hidupnya selalu dimudahkan Allaah.
Teringat nasihat seorang teman beberapa tahun lalu,
"aku, Nis. Kalau mengalami kesulitan yang kayak nggak ada solusinya. Biasanya aku akan cari seseorang yang ingin ku bantu, entah hanya mendengarkan curhatan, atau memberikan sesuatu yang dibutuhkan selama aku mampu, atau memberikan jajan atau mungkin beberapa kebutuhan bagi orang-orang yang sedang membutuhkan. Nggak tahu kenapa ya, tiba-tiba aja masalah aku itu ada solusi jalan keluarnya. Yang sampai sekarang ini akupun tak paham. Namun ini yang ku yakini, bahwasanya Allaah nanti yang akan membantu permasalahanku."
Masya Allaah, janji Allaah itu benar. Janji Allaah itu pasti. Tidak akan pernah Allaah menghianati apa-apanyang telah Allaah janjikan. Maka seperti itulah keyakinan kita yang perlu kita yakini lekat-lekat. Allaah pasti menolong, Allaah pasti akan bantu. Gimana caranya? Ya itu bukan ranah kita buat mikir gimana caranya. Yang penting jangan lepas untuk meminta pertolongan Allaah Dan berbuat baik dimanapun berada.
208 notes
·
View notes
Text
Tepat.
Namanya juga berjuang, tidak harus selalu dapat, tidak harus selalu apa yang kita inginkan. Ketika memiliki keinginan tapi tak bisa memilikinya, ya sudah, sederhananya itu yang tepat untuk kita. Seperti kita melamar pekerjaan disuatu tempat, kita memiliki skill yang bagus, memiliki kemampuan layak, tapi ternyata kita terlolak, bukan berarti kita tidak layak. Tapi karena memang yang tepat bukan di apa yang kita mau.
Peluang itu ada banyak, bukan hanya satu. Kalau tidak diterima, berarti masih ada yang lain yang lebih baik. Peluang-peluang itu bertebaran, kalau dijalan satu tidak bisa, coba lagi jalan kedua, kalau masih tidak bisa, coba lagi dijalan ketiga dan seterusnya. Kita hanya harus bergerak melakukan yang kita bisa, berikhtiar yang terbaik sambil berdoa memohon petunjuk.
Kalau tertolak, terus melangkah. Jalan-jalan terbentang luas. Untuk menemukan yang benar-benar tepat, kita harus bersabar, sambil mohon dibimbing pada hal yang sesuai dengan kemampuan yang kita miliki, skill yang kita punya.
Kita memiliki skill yang bagus, kemampuan yang baik. :)
@menyapamakna1
214 notes
·
View notes
Text
#2 Wahai Diri,
Jika kamu ingin mewujudkan mimpimu, kamu harus berjuang untuknya. Kamu harus bertarung, melawan segala rintangan berat yang menghadang , dan rintangan terbesar itu tidak lain adalah soal keraguan.
Jika di luar sana ada orang yang meragukanmu, orang-orang yang selalu memperlakukanmu salah, orang-orang yang membuatmu jatuh, kamu hanya harus percaya. Percaya kepada dirimu, bukan mereka.
Sebab, ketika kamu sudah percaya kepada dirimu, kamu tidak butuh orang lain untuk dapat terus melangkah. Dan sebenernya, orang lain sungguh tidak memiliki hak untuk memaksamu harus menjadi apa dan bagaimana. Hanya kamu yang boleh mengatakan dan memutuskannya.
Kamu harus berjuang, menolak setiap apa keraguan yang ada di dalam kepalamu itu, karena dengan seperti itulah kamu hidup. Kamu harus mampu bertahan, terus berjuang, melangkah, mengakhiri apa yang telah kamu mulai, memperjuangkan setiap mimpi-mimpi yang telah kamu tuliskan.
Aku tahu kamu mampu, lakukan seperti dulu kamu menaklukkan segala rintangan yang berhasil kamu hadapi. Semangat, tersenyumlah, dunia akan lebih indah. Percayalah.
124 notes
·
View notes
Text
Kenapa Kita Harus Minta Hidayah
Kalau kita sudah tahu bahwa suatu amalan itu baik dan benar, lalu kemudian kita amalkan, maka hal yang perlu dipastikan selanjutnya adalah bagaimana cara menjaga keistiqomahan dalam melaksanakannya. Sebab tidak ada garansi dari amalan kebaikan bahkan keimanan sekalipun yang kita lakukan dan yakini hari ini, menjadi gambaran akhir dari kehidupan kita.
Bukankah banyak sirah yang memberi kita banyak hikmah akan hal itu. Misalnya kisah tentang seorang muadzin yang saat itu hendak adzan di menara tinggi, dari ketinggian dia melihat seorang wanita cantik Nasrani, karena terbuai dengan pesona cantiknya, lantas dia tinggalkan agamanya hanya untuk menikahinya. Ia meninggal di hari pertama pernikahannya, bahkan sebelum mencampuri istrinya.
Atau pula, kisah seorang hafidz Qur'an di zaman tabi'in yang terkenal kezuhudannya, puasa Daudnya, keilmuan syar'i-nya dan lain segala bentuk ketakwaan lainnya. Ketika panggilan perang digaungkan, justru ia malah terbuai dengan pesona seorang wanita. Ia gadaikan semua keimanan dan ketakwaannya itu hanya untuk seorang wanita. Di akhir hayat, dari seluruh hafalannya tersisa dua ayat saja yang ada di kepalanya.
Dan masih banyak lagi kisah yang dapat kita selami hikmahnya. Kisah seorang sholih di zaman nabi Musa yang doanya tidak pernah tertolak, sahabat utusan Rasulullah sebagai delegasi sunnah, Ubaidillah bin Ja'syi ditugaskan untuk menyelamatkan agamanya ke Habasyah, dan masih banyak lagi, semua kisah-kisah itu memiliki ujung yang sama, mereka murtad, menggadaikan keimanannya.
Dilain sisi, ada yang justru sebaliknya. Semasa hidupnya dipenuhi dengan kemaksiatan, lari dari satu dosa ke dosa lainnya, jatuh ke lubang kehinaan, akan tetapi di akhir hayat, Allah selamatkan dia, diberikan hidayah padanya hingga dia kembali ke jalan kebenaran.
Akhirnya kita sadar, betapa mahalnya hidayah itu. Maka, ketika kita sudah tahu bahwa satu amalan itu baik dan benar, kemudian kita amalkan, kewajiban selanjutnya adalah bagaimana menjaga keistiqomahan itu, dengan cara apa? Berdoa. Minta kepada Allah untuk memberikan kita hidayah. Teruslah minta hal tersebut, agar Allah senantiasa menjaga diri kita pada jalan kebenaran, jalan yang akan mengantarkan diri kita nanti, pada jannah yang merupakan janji pastinya.
Semoga Allah senantiasa menjaga diri kita, keluarga kita, teman dan orang-orang yang kita sayangi berada dalam hidayah dan taufik dari-Nya. Aamiin yaa Robbal ‘alamin.
Wallahua'lam bis showab.
140 notes
·
View notes
Text
Nasihat Syaikh Qaradhawi : Produktivitas Dakwah dan Spirit Keumatan

Produktivitas dakwah tidaklah diukur dari seberapa sibuk seseorang terhadap aktivitas dakwahnya, melainkan dari seberapa banyak aktivitas tersebut mampu meringankan beban dakwah itu sendiri.
Perjalanan dakwah hari ini menuntut adanya kerja-kerja nyata yang proaktif untuk umat dari para pengusungnya. Sebab, jika kemungkaran hari ini, yang didukung semua fasilitas dan dana yang berlebih meracuni kehidupan, melemahkan ketetapan Allah dan menggiring manusia ke jurang kehancuran, maka bagaimanakah kita akan bersikap terhadapnya?
Apakah banyaknya jumlah ibadah telah membuat aman dan tenang perhitungan kita di hadapan Allah nantinya? Sementara setiap hari, selalu saja kita mendapati kabar dari saudara-saudara kita yang kepayahan, menderita atau bahkan gugur di depan mata?
Apakah kita hanya akan tetap berdiam saja? Perlahan mundur, lantas berbalik arah, kemudian menyerah begitu saja?
Mari kita lihat sejenak ke dalam diri kita. Ada dimana sikap kita hari ini? Bagaimana kabar spirit totalitas berkhidmat, kontributif untuk umat yang dahulu selalu kita gaungkan itu? Sudahkah hal tersebut memiliki dampak yang berarti hari ini? Atau justru membuatmu lelah, lalu berbalik arah?
Lihatlah kembali. Perusahaan tempat kita bekerja, kampus tempat kita berkarya, lingkungan masyarakat dimana kita berada, sekolah tempat kita berlatih, atau dimana saja aktualisasi dakwah kita. Seberapa besar kontribusi produktif diri kita?
Maka mengaminkan sebuah nasihat dari seorang syaikh yang Allah panggil beliau pada tanggal 26 September 2022, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi (Semoga Allah menerima amal dan merahmati beliau) bahwa :
"Bukanlah dikatakan beriman, seorang yang bagus shalatnya, puasanya, zakat, dan ibadah-ibadahnya saja, melainkan mereka yang senantiasa memperhatikan urusan umat Islam dan beramal untuk urusan tersebut."
Itu menjadi pesan yang begitu mendalam bagi siapapun yang hari ini merasa kehilangan dan ingin melanjutkan perjuangan beliau dari segi apapun yang dapat dilakukan.
Jangan sampai upaya-upaya perbaikan diri yang merupakan suatu kewajiban insani, melalaikan upaya-upaya lain dalam membangun, memperbaiki, membawa angin perubahan untuk perbaikan umat. Yang hal itu sejatinya juga merupakan kewajiban lain, yang melekat pada insan yang beriman.
Sebagaimana beliau yang selalu tampil terdepan dan totalitas mengambil peranan-peranan itu, baik dalam tulisan-tulisan beliau, pendapat dan sikap beliau, maupun buku-buku yang telah beliau terbitkan, menjadi inspirasi, pencerah, semangat baru dalam kontribusi membangun umat.
Semoga kita hari ini, yang mengenal, bertemu beliau baik dari segi fisik maupun karya-karya beliau mampu mengambil ibroh untuk memaksimalkan sisa-sisa usia dalam upaya membengun peradaban umat, yang tidak lain adalah untuk menjemput keridhoan-Nya.
Wallahua'lam.
365 notes
·
View notes
Text
Kalau kita punya rasa cinta, maka orang pertama yang harus kita cintai adalah diri kita sendiri. Agar, saat kita bersedih karena tidak ada orang lain yang memiliki perasaan cinta kepada kita, ada diri kita sendiri yang mencintai kita. Perasaan ini sulit dirasakan, lebih sulit dirasakan dibanding ketika kita jatuh cinta kepada orang lain.
Apakah kamu pemaaf terhadap dirimu sendiri? Apakah kamu sewelas asih itu ke dirimu sendiri? Apakah kamu setegas itu ke dirimu sendiri? Apakah justru kita sibuk menerka perasan orang lain? Mencurahkan segenap perasaan yang tak tahu ke mana ujungnya. Berharap balasan, tapi yang datang juga menghilang. Kenapa kamu tidak mencintai dirimu sendiri? Padahal sepanjang waktu kamu hidup dalam badan dan pikirannya? - KG
842 notes
·
View notes
Text
Refleksi.
Gif by tumblr
/1/
Jika kau memandang hidup ini sebagai kompetisi balap duniawi, maka perasaan "tertinggal" akan terus menerus mendominasi. Sebab yah, kiri kanan memang akan selalu tampak terus menerus berkilau dan menarik perhatian.
Seakan bisik-bisik setan, tidak ada habisnya merayumu untuk menghitung kekuranganmu daripada kelebihan dalam dirimu. Seakan-akan, kau tidak punya alasan penting untuk tetap hidup.
Namun, jika kau memandang hidup ini sebagai arena perlombaan kebaikan dalam urusan akhirat maka "rasa tak berarti/ketertinggalan" sangat dapat kendalikan.
Sebab yang tahu perihal diterima atau tidaknya sebuah kebaikan hanyalah Allah. Rasa terima kasih dari manusia tak menjamin, keyakinan di hati bahwa amalmu sudah diterima pun—bisa jadi keliru.
Maka yang paling berkilau di matamu, belum tentu seberkilau itu bagi-Nya.
Kerendahan diri, akan sangat mempengaruhi. Bersihnya niat dalam setiap upaya kebaikan harus selalu di evaluasi.
Penilaian setiap perbuatan baik, sungguh rahasia—yang tak boleh disimpulkan sepihak oleh dirimu sendiri. Jadi jangan merasa tak percaya diri dalam arena lomba kebaikan akhirat ini dan tak boleh pula merasa sombong berbesar hati, sebab penilaian Allah, paling Maha tahu dan Maha adilnya tak tertandingi.
/2/
Jika kau pikir, sebuah eksistensi dan harga diri berpatok pada kontribusi yang "besar"......sebentar, mari memperkecil sudut pandangmu perihal ini.
Ada hal manis yang selalu ku pahami dari hidup yang teramat penuh kejutan ini. Bahwa, ada kebaikan yang bagimu spele atau mungil sekali atau bahkan tak berarti. Tapi ternyata sangat berarti di sisi-Nya.
Ada banyak kebaikan kecil, yang menjadi jalan untuk terjadinya kebaikan besar. Ada banyak kebaikan kecil, yang menjadi penolak dari keburukan besar. Ada banyak kebaikan kecil, yang menjadi jalan keselamatan yang luas.
Sungguh, jangan memandang sebuah kebaikan dari porsi sudut pandangmu yang begitu terbatas. Sungguh, jangan menyepelekan kontribusi yang mungkin biasa saja.
Berbuat baiklah, selalu.
/3/
Jika kau sering merasa tak berarti..
Maka lihatlah, betapa rumitnya penciptaan manusia seperti dirimu. Maka, tidak mungkin tanpa arti—Allah menghadirkanmu ke bumi ini.
Tak ada takdir yang ditulis asal-asalan, semuanya penuh cinta-Nya. Seringkali, orang lain akan berusaha menguatkanmu perihal betapa berharganya dirimu sendiri. Tapi sebenarnya, yang paling kau perlukan, untuk merasa bahagia—adalah afirmasi positif dari dirimu sendiri. Maka mintalah pada-Nya agar hidupmu selalu di naungi perasaan syukur dalam setiap perubahan keadaaan.
Jika hidup berusaha mengalahkanmu dengan banyak ujian dan benturan, di mata-Nya kau bukanlah pecundang sama sekali. Kau tetap berarti. Sebab kau hadir, karena Dia mencintaimu dan besarnya cinta itu tidak memiliki batasan.
Tak apa-apa jika bagi dunia kau tampak biasa saja, tidak wah dan tak dipandang cemerlang. Tapi selama niatmu hidup untuk beribadah dan hatimu senantiasa terpaut pada-Nya, maka hatimu akan penuh oleh rasa lapang dan tenang yang berlimpah.
Kini jika terasa jalannya melelahkan, itu hanya karena mozaik syukurmu, sedang berhamburan. Sebab dihantam ujian yang seakan tiada terputus. Pungutlah perlahan dengan sabar. Sebab kau teramat berarti.....lebih dari yang kau perkirakan.
Draft tertahan, 26 Agustus 2022 12.31
618 notes
·
View notes
Text
Pesan untuk diri sendiri
- Jalani peran semaksimal mungkin
- Fokus pada apa yang menjadi tujuan dan mensyukuri apa yang dipunya.
- Ketika memutuskan menikah, berarti memutuskan bahwa saatnya berhenti memberi makan ego :)
- Jika dalam perjalanan ada kesulitan/kesedihan, yang pertama harus tahu adalah Allah, biarkan pembicaraan itu ada PERTAMA KALI hanya denganNya.
- Jangan terobsesi menjadi produktif jika kita tidak pernah tahu tujuan dari produktivitas kita apa
- Takar kapasitas diri dan keluarga, supaya seimbang dan maksimal dalam menjalani peran
- Ketenangan hati adalah hal yang mahal, jangan merusak ketenangan itu dengan membandingkan diri dengan orang lain
- Keluarga adalah prioritas, kita termasuk di dalamnya. Jadi jangan sampai melupakan kenyamanan dan kesehatan diri sendiri.
- Lebih baik ambil sedikit pekerjaan tapi maksimal dari pada banyak tetapi setengah-setengah
- Berumah tangga adalah berbagi peran, jika sudah mulai merasa berjuang sendiri maka ada yang perlu didiskusikan kembali
- Fokus ke solusi, berhenti menyalahkan, meminta/menerima maaf = saving energy.
- Perhatikan batas-batas diri, mana yang dalam kontrol, mana yang tidak. Kita tidak bisa menyelamatkan dan menyenangkan semua orang, termasuk diri sendiri--kadang tidak bisa senang jika ada hal di luar kontrol yang terjadi, setidaknya dengan aware batas kontrol, kita menjadi lebih legowo.
-Membantu orang lain = membantu jiwa kita. Tidak akan habis harta dibagi.
- Muliakan orang tua, nggak akan bisa kita membalas segala kebaikan mereka
- Rida suami penting, karena bagaimanapun beliau nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya termasuk kita di dalamnya.
- Jangan sombong, minta selalu untuk dijauhkan dari sifat sombong
- Ada yang tidak perlu diungkit : kesalahan orang lain dan kebaikan diri sendiri
- Anak-anak belajar paling banyak dari melihat orang tuanya, jadi versi terbaikmu, biar mereka bisa meneladaninya.
- 3 kata ajaib : maaf, tolong, dan terima kasih. Biasakan ke siapapun, tanpa pandang status sosial.
- Keberkahan harta itu penting, hidup secukupnya dengan sumber harta jelas halal lebih baik daripada hidup mewah tapi sumber harta abu-abu.
- Nuruti dunia engga ada habisnya, sesuaikan gaya hidup, orang yang kaya itu sesungguhnya yang tahu di batas mana dia merasa cukup.
1K notes
·
View notes
Text
Sebab, kita tidak tahu ke mana takdir akan membawa kita. Walau mungkin terasa menyedihkan dan belum bisa terima, kelak saat kita tahu apa hikmahnya, kita akan sadar bahwa setiap hal itu saling terhubung dan terkait untuk membentuk skenario cerita terbaik-Nya.
185 notes
·
View notes
Text
Mental Health.
Menambahkan dari reblog-an sebelumnya, "Kapan Harus Menikah?"
Yha, mental health itu nyata dan komentar yang sering kali terdengar terkait isu ini adalah, “Kurang iman tuh.”, padahal hal tersebut dapat menyerang siapa pun dari berbagai macam latar belakang dan usia sekalipun orang tersebut beriman.
Hal yang menarik disampaikan Ust. Bendri Jaisyurrahman hafidzahullah dalam TuturKataPodcast di channel The Sungkar Family hafidzahullah terkait mental health yang dapat memperluas sudut pandang sekaligus sebagai basic pengetahuan.
Sebenarnya cara kita memandang mental health dari setiap orang itu memang dilihat dari tidak sekadar aspek yang selama ini kita lihat, “Wah dia kan orang beriman.”, orang beriman kok tiba-tiba melakukan hal yang dianggap di luar nalar misalnya seorang ibu yang berhijab padahal banyak hal yang dapat dilihat mengapa seseorang itu mental health-nya dapat terganggu sebab mental health itu, pertama: apa yang disebut keimanan sebagai spiritualitas merupakan satu aspek dari tujuh aspek yang dapat membuat seseorang memiliki mental health yang bagus dan ke tujuh aspek tersebut adalah:
Pertama, insight yaitu kemampuan seseorang untuk mengambil ibrah dari setiap kejadian. Ketika seseorang tidak terlatih mengambil sebuah hikmah dari kejadian sejak kecil maka biasanya dalam hal ini dia akan fokus pada hal yang jeleknya dan melupakan sisi positifnya. Salah satu kebaikan pengasuhan di Indonesia ketika banyak orang mengajarkan, “Untung saja.”, kata tersebut sebenarnya mengajarkan insight lain misalnya ketika kehilangan motor, “Haduh, aku kehilangan motor.”, “Untung saja hanya motor.”, sebenarnya hal tersebut secara teknik untuk membuat orang belajar bahwa ada hal yang lebih baik lagi. Pendidikan tentang mental health itu termasuk mengajarkan kita untuk jangan fokus kepada masalah apa yang hilang.
Sering kali kita melihat misalnya ketika gelas itu setengah, orang yang sudah ter-framing bahwa ini setengah kosong akan memikirkan yang hilang, seharusnya dia berpikir setengah isi. Dia tahu bahwa masih ada, alhamdulillah. Untuk itu, di dalam Islam sendiri dilatih dalam keadaan apa pun mengucapkan, “Alhamdulillah ala kulli hal.”, dari sisi itu akhirnya orang belajar.
Itulah mengapa setiap orang walaupun ibadahnya bagus namun cara berpikir insight-nya tidak dilatih maka dia akan memandang sisi yang negatif, “Kok hidup begini banget sih ya.”, sekalipun orang beriman sebab ada situasi di mana salah satu pekerjaan setan itu adalah bukan merusak ibadah namun merusak memori kita akan nikmat Allah Subhanahu Wata’ala.
Jadi ibadah sih kencang tetapi yang terpikirkan adalah, “Kok Allah kasih saya begini ya?”, sengaja memang supaya yang dipikirkan adalah apa yang hilang, atau kemalangan yang kamu rasakan tetapi nikmat Allah Subhanahu Wata’ala yang terhitung itu akhirnya yang tidak didapatkan. Itu sisi pertama, jadi bagaimana seseorang dapat memiliki mental health itu disebabkan memiliki kemampuan insight.
Kedua, independent yaitu ketika seseorang tidak memiliki ketergantungan kepada manusia yang lain. Dia sudah terlatih dari kecil. Anak-anak yang rentan mengalami mental health adalah anak-anak yang kemungkinan besar dari kecil dia dilatih untuk apa-apa orang tua (ketergantungan) sehingga ketika orang tuanya wafat seperti itu.
Cinta kita kepada pasangan tidak boleh mengalahkan cinta kita kepada Allah Subhanahu Wata’ala sebab ada yang saking cintanya menjadi depresi karena kehilangan. Hal itu dapat terjadi sebab dia tidak mengaktifkan sisi independent-nya.
Itulah mengapa seorang wanita yang dalam hal ini mungkin mengalami sisi ketika dia misalnya sendirian (tidak memiliki pasangan) maka memang salah satu latihan dia adalah melatih sisi independent-nya dia misalnya ketika Siti Hajar dalam keadaan sendirian dilepas di negeri tandus dan tidak ada tanam-tanaman, alhamdulillah dia meyakini bahwa ketergantungan dia bukan terhadap pasangan (Nabi Ibrahim ‘alaihis salam) namun kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Ketiga, relationship (inilah yang menjadi masalah) yaitu ketika seseorang tidak dilatih untuk memiliki interaksi secara sosial dan akhirnya dia merasa hidup sebatang kara.
Untuk itu, salah satu mengapa apabila kita melihat ada orang yang sangat rentan mengalami kondisi misalnya seorang ibu tertekan dan suaminya cuek, jadilah orang yang memberikan minimal injeksi kekuatan dengan mengatakan, “Aku bersama kamu.”, sebagai orang lain misalnya tetangga harus aware.
Tetangga atau orang terdekat harus melihat ciri orang tertekan yaitu pertama: susah senyum, kedua: susah menangis (ekspresi datar saking sudah tidak ingin merasa lagi). Adanya tangisan masih bagus di mana masih memiliki keinginan untuk masuk ke dalam emosi namun ada yang tidak mau menangis dan tidak mau merasa, dia menjauhkan perasaan itu.
Nah, apabila kita melihat dari raut wajahnya susah senyum, tidak mau menangis (datar saja atau kaku), kemudian kita mengetahui itu jalinlah relationship sebab orang ini memiliki kesulitan untuk menjalin relationship, kita yang masuk dengan mengatakan, “Boleh saya temani?” (misalnya apabila sesama jenis), ditawarkan dan hal ini membangun kekuatan untuk survive sehingga dia merasa tidak sendiri.
Mengapa ada hadis, “Silaturahmi itu memperpanjang umur.”?, dibahas oleh para ahli otak sebab ketika bersilaturahmi ada hormon happiness yang keluar dan hal tersebut membantu kesehatan mental.
Keempat, kreativitas di mana hal ini mampu membuat seseorang keluar dari masalahnya, dia tidak melihat bahwa solusinya hanya A (kreatif) dan orang kreatif sangat berpeluang untuk survive.
Kelima, inisiatif yaitu kesadaran diri untuk memulai sesuatu. Apabila kreatif berkenaan dengan variasi maka inisiatif berkenaan dengan kemandirian (bagian dari independent).
Keenam, humor di mana mampu membuat orang lebih rileks dalam menghadapi masalah.
Ketujuh, spiritualitas apabila ada yang mengatakan, “Apaan tuh katanya dia orang beriman tetapi kok tidak begini?”, itu artinya banyak aspek dan tidak bisa asal menghakimi. Bisa jadi apabila dialami oleh kita yang rajin salat atau apa pun tidak mampu juga.
Kita harus melihat pertama dari sisi empati sebab ketika seseorang mengalami misalnya seorang ibu terutama ketika dia mengalami tekanan mental, kita harus melihatnya adalah bahwa sang ibu ini pun juga sebenarnya bisa jadi akumulasi dari emosi yang panjang.
Seseorang memiliki kantong jiwa di mana kantong jiwa tersebut memiliki kapasitas menampung emosi negatif yang apabila sudah penuh dia akan keluar dalam sisi yang kadang-kadang di luar nalar kita sampai melakukan hal-hal yang mengerikan.
Untuk itu, kadang kita melihat kasus-kasus tentang ibu yang menzalimi anaknya, apabila sisi pandang sekadar aspek, "Ini orang dewasa melakukan kezaliman, jahat nih.", kita memandang itu tetapi kita tidak melihat bahwa di belakangnya dia sedang menanggung banyak beban misalnya suami yang cuek.
Yang menjadi masalah ternyata kebutuhan dasar istri yang tidak terpenuhi oleh suami adalah kebutuhan terkait kebutuhan emosi. Ada istri yang merasa tidak disayang, dia tidak merasa dicintai bahkan merasa tidak dibutuhkan. Hal ini yang membuat seorang istri tertekan dan sebagai seorang suami (orang terdekat) harus memahami bahwa kesehatan mental istri itu sangat erat hubungannya nanti dengan pola asuh.
Dalam QS. Al-A’raf: 58 Allah Subhanahu Wata’ala membuat perumpamaan, “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah.”, yang dimaksud tanah dalam ayat ini diwakili dengan makna ibu. Sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah: 223, “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam.”, kita lupa rumus ini sejatinya mengajarkan apabila engkau ingin anakmu terdidik dengan baik, sehat maka pikirkan kesehatan mental ibunya sebab happy mom, happy children, happy wife, happy life. Inilah rumus yang harus dipahami.
Oleh sebab itu, masyarakat pun harus concern terhadap hal ini, Alquran ketika berbicara tentang wanita yang sedih, Allah Subhanahu Wata’ala langsung mengutus utusan-Nya malaikat untuk menghibur, tidak boleh wanita sedih sebab apabila wanita sedih dampak paling fatal adalah pada anaknya. Untuk itu, Allah Subhanahu Wata’ala mengutus malaikat Jibril untuk menghibur Siti Maryam pada saat dia hampir merasakan kekecewaan sebab orang memfitnahnya lalu malaikat Jibril mengatakan, “Alla tahzani, janganlah kamu bersedih.”, diperintahkan. Untuk apa? Supaya recovery mental segera dilakukan sebab membiarkan seorang istri sedih berkepanjangan adalah kezaliman dari seorang kepala keluarga.
Oleh sebab itu, seorang kepala keluarga harus aware membaca bahasa tubuh. Di antara pemahaman yang harus dilatih sebagai seorang suami apabila tiba-tiba istri sudah muram, jarang senyum apalagi bahasa tubuh sudah tidak nyaman, suami harus aware, “Wah dia lagi bete nih.”, segera lakukan recovery sebab apabila dibiarkan itulah yang akan menghancurkan.
Dan dari sisi ilmu psikiatri, akhirnya ibu-ibu yang mengalami tekanan ini dia mengalami halusinasi, psikosis, otak kecerdasan atau otak sehatnya sudah tidak nalar lagi, untuk itu ada ibu yang berpikir, “Daripada dia mengalami seperti yang saya rasakan mendingan dia dibunuh saja.”, sebab nalar sehatnya sudah hilang dan masuk kepada pikiran-pikiran yang orang lain pikir, “Ini kan sudah tidak benar.”, namun baginya benar sebab terlalu lama dia dibiarkan berpikir sendiri dan tidak ada yang mengajak obrol dan solusi yang paling mudah untuk setiap ibu yang sedih atau mengalami tekanan adalah dengan memberi ruang untuknya mengobrol, entah suami, adik, tetangga atau siapa pun.
Harus mengajak obrol, buka pembicaraan dan ingat jangan menghakimi dahulu atau langsung menutupi emosi yang diceritakan dengan segudang nasihat, dengarkan dahulu. Teknik yang paling mudah adalah teknik respon, ”Oh.”, “Uhm.” (teknik merasa dipahami) atau apabila perlu menebak perasaannya, “Jadi kamu kecewa sekali ya dengan suami?”, jangan biarkan misalnya tiba-tiba atau seringnya kita mudah mengatakan, “Sudah sabar saja.”, padahal sebenarnya ini bukan konsep tentang sabar.
Ada strategi di dalam Alquran, apabila ingin menasihati sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah: 151, sebelum mengajarkan lakukan tazkiyah dahulu (membersihkan jiwa). Di antara cara membersihkan jiwa yaitu dengan mendengarkan dahulu. Ketika istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengalami keluh kesah, beliau tidak mengeluarkan ayat melainkan dengarkan saja dan belajarlah menyimak.
Salah satu strategi atau komunikator yang baik bukan dengan banyak bicara melainkan banyak mendengar. Inilah yang harus dilatih dan juga ini perihal kesadaran kita atau siapa pun yang memiliki orang terdekat apabila memandang bahwa ciri-ciri orang yang mengalami gangguan mental health itu lebih baik kita rangkul atau dekati, apalagi jika sesama jenis misalnya laki-laki rangkulan di bahu, perempuan di punggung, punggung yang diusap akan membuatnya tenang. Pelukan kakak kepada adiknya misalnya, hal ini membantu sekali.
Dan didengarkan adalah salah satu hak seorang istri. Seorang wanita memiliki 20.000 perbendaharaan kata perharinya sehingga jangan pernah katakan, “Istri saya pendiam.”, sebab sejatinya tidak ada wanita pendiam; yang ada adalah wanita yang sedang terluka hatinya.
Dari penjabaran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa siapa pun dapat terganggu mental health-nya namun siapa pun juga dapat membantu; mendampingi tanpa menghakimi. Yok bisa yok (,^^)9
186 notes
·
View notes
Text
Jangan jadi penyebab putus asa usahanya orang lain
Dikit-dikit tanya "kapan wisuda, kerja di mana, sudah menikah atau belum?"Seperti tidak ada pertanyaan lain.
Niatnya sih mungkin cuma buat membuka perbincangan aja. Tapi kita sadar engga sih kalau hal sesederhana itu bisa bikin orang lain putus asa.
Percaya deh, bukan mereka engga pengen sampai di titik jawaban dari pertanyaan itu. Mereka juga pasti susah payah mengusahakannya.
Cuma ya belum waktunya aja.
Ada pasangan baru menikah, udah ditanya "udah hamil belum?" Kaya engga punya empati aja. Tau engga gimana perasaanya?
Mereka udah lelah membanding-bandingkan diri mereka sendiri dengan begitu banyak jenis pencapaian yang diposting di media sosial.
Kalau kita tidak bisa menyembunyikan bahagia di postingan kita. Jangan juga menambah pertanyaan yang cuma bisa bikin orang lain putus asa.
Daripada tanya kerja di mana, lebih baik tanya "kesibukannya apa?" Pertanyaan yang sifatnya lebih umum, dan lebih mudah diterima.
Menjaga perasaan itu penting banget. Karena setiap orang pasti punya titik jenuh perjuangannya masing-masing. Jangan sampai kita yang mematahkannya.
—ibnufir
346 notes
·
View notes
Text
Kapan Harus Menikah?
Menikah adalah the least thing i could think of in my early 20s. Lol 2 more years until i’m 30.
Waktu gue umur 23 tahun, temen-temen gue semuanya ngomongin nikah dan nikah. Pas gue tanya, “kenapa harus menikah?” jawabannya biasa aja, masih seputar “karena wajib dalam agama” atau “takut dosa lama-lama pacaran” ya udah lah ya itu terserah mereka tapi gue pengen jawaban yang lebih meyakinkan dan bersifat realita.
Di sini lah perjalanan gue mencari arti pernikahan dimulai. Gue percaya dalam Islam pernikahan aja sudah diatur tapi kembali lagi, gue menginginkan jawaban yang meyakinkan hati gue sebagai manusia biasa yang imannya kadang naik kadang turun.
Lalu, tiba-tiba gue udah 25 tahun ketika itu dan masih single. Satu per satu temen-temen gue pun menikah. Ntah udah berapa kali jadi bridesmaid, uhmm 6 kali? Ya selayaknya orang yang sudah menikah, sekarang mereka sudah memiliki anak.
Sekarang usia gue 28, masih tetep sendiri seperti tiga tahun lalu. Satu hal yang gue pelajari tentang pernikahan milenial ini, temen-temen gue yang perempuan rata-rata struggling to express themselves in front of their husbands. Suami-suami mereka punya kecenderungan nyuekin perasaan perempuan. Mungkin karena laki-laki kurang peka dan lebih mengutamakan logika kali ya.
Salah satu temen gue ada yang kalau mau baper pasti ke gue instead of her husband, suaminya kalau dicurhatin jawabannya, “kalau mau ngeluh jangan ke aku. Aku bukan tempatnya” atau ada juga yang suaminya bilang, “positive thinking aja, jangan apa-apa dibaperin”
I was like.. what?? trus istri-istri ini dianggap apa?
Yang gue sadari, as i get older, kita itu semakin baperan bukan semakin santai. Perempuan sih khususnya.
Sampai suatu hari di tahun 2020, gue main Tinder dan ngobrol sama satu cowok. Akhirnya jawaban atas doa gue datang setelah kurang lebih 4 tahun gue meminta kepadaNya.
Eitsss bukan berarti gue menikah dengan dia ya hahaha.
Jadi suatu malam ketika gue swipe right laki-laki ini, berlanjutlah dia menjadi temen chat gue selama sebulan.
Kita memiliki kesamaan, sama-sama bingung dengan karir kita di masa depan. He was close to 30 tapi gak happy dengan kerjaan dia di perusahaan konstruksi.
Malam itu, bayangin aja kita chat dan membicarakan satu dekade kehidupan kita. Ternyata kita memiliki similar penyesalan, achievements dan kegagalan yang we had been through for the past 10 years! Sampai-sampai kita memiliki cara pandang yang sama mengenai sosial, ekonomi, politik, budaya dan agama hahahaha.
Chat dengan dia membuat gue sadar bahwa, betul wanita hanya ingin didengar. Wanita hanya ingin memiliki pasangan yang bisa membuatnya merasa aman. Wanita hanya ingin bercerita dan membuat dadanya merasa lega.
Dari dia, gue berfikir bahwa suami gue kelak harus melalui hal yang sama seperti yang sudah gue lalui. Kesepian, penyesalan, pengorbanan dan pencapaian.
Dari dia, gue menyadari bahwa, ketika laki-laki mengungkapkan kelemahannya, gue melihat kekuatannya.
Dari dia, gue melihat bahwa laki-laki yang masih bingung dengan masa depannya tidak membuat dia menjadi orang tanpa tujuan. Di situlah gue menemukan semangatnya.
Dari dia, gue menginginkan laki-laki yang bisa menjadi rapuh di depan perempuan bukan karena dia membutuhkan belas kasihan, tapi dia percaya bahwa gue adalah wanita yang membuatnya merasa aman untuk menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Dari dia, gue belajar bahwa apakah yang dilalui oleh kita dalam kehidupan ini telah membuat kita menjadi orang yang memiliki rasa welas asih dan empati yang tinggi terhadap orang lain.
Dari dia, akhirnya gue menemukan alasan kenapa gue siap menikah.
Kembali lagi ke pernikahan milenial, temen gue akhirnya mengatakan bahwa, “gue tuh dulu gak tau menikah bakal jadi kayak gini. gue gak nyangka ekspektasi suami ke gue tinggi sebagai seorang ibu dan istri. gue gak nyangka ternyata cinta aja gak cukup. Gue mau single kayak dulu lagi, lo puas-puasin ya masa single lo”
Wow to be honest ya, gue udah mikirin itu semua (yang temen gue katakan) dari duluuuu ketika mereka pengen menikah.
Memang gue jago di teori pernikahan aja ya, tapi akhirnya gue tersadar, gak papa kalian belum nikah. Temukan dulu apa makna menikah menurut diri kalian. Rencana Tuhan selalu indah untuk umatnya dan gue percaya itu.
Titik terendah dalam hidup gue di usia 26 dan 27 tahun. Temen-temen gue yang nikah antara 23 dan 25 juga mengalami titik terendah di usia yang sama kayak gue, bedanya dia udah menikah dan suami mereka tidak membantu menyelesaikan masalah-masalah temen gue. Ada temen gue yang sampe nelfon ibunya ketika mengalami post-partum dan secara bersamaan suami kurang peka, “mah aku gak kuat ngurus anak, aku bisa nyakitin diri sendiri kalo begini terus” setelah itu, nyokapnya dateng ke rumah dia dan tinggal untuk sebulan. Gue gak nyangka bahwa tidak didukung oleh suami ketika melalui post partum bisa membuat orang semarah dan seputus asa itu.
Kalau kalian yang baca ini masih di bawah usia 25 tahun, please go find yourself first. Temukan makna kehidupan ini dengan langkah kaki kalian sendiri. Gagal dulu, sedih dulu dan bahagia dulu. Temukan cara kalian keluar dan bertahan dari masalah kalian. Inget, di usia 25 tahun ke atas, masalah itu akan ada di kehidupan kita bukan sebentar tapi bisa berbulan-bulan bahkan menahun.
Gue gak nyuruh kalian buat gak nikah muda ya, tapi beneran deh, temen gue yang nelfon nyokapnya itu menurut gue dari segi agama bagusan dia dibanding gue. Tapi kita gak bisa mengukur orang dari tampilannya. Setiap orang memiliki battle you know nothing about.
Dan ini hal baru yang gue tambahin dalam list kriteria suami gue, mereka harus aware sama mental health issues. Ini bukan hal yang tabu untuk dibicarakan lagi, mental health ini menyerang orang dari berbagai macam latar belakang dan usia. Apalagi kita hidup di zaman sosial media dan pandemi seperti sekarang ini.
Menikahlah ketika kalian udah bisa menerima sifat paling buruknya dia. Menikahlah karena kalian sudah tau hak dan kewajiban kalian sebagai suami/istri dalam agama masing-masing. Menikahlah karena kalian sudah mampu secara emosional dan mental.
Untuk kalian yang sudah menikah dan telah atau sedang melalui masa sulit, kalian hebat. Bertahan dan berjuang untuk keluarga ya!
Untuk kalian yang masih menunggu belahan jiwa, semangat ya! Aku juga kok. Inget ya, menikah ketika kalian sudah bertemu orang yang tepat.
764 notes
·
View notes
Text
Dear aku,
Ketika lisanmu tergerak ingin mengeluh, ....
Semoga kamu tidak lupa. Kisah seorang lelaki yang kamu baca di buku kemarin siang. Diuji Allah ia dengan keadaan tanpa tangan dan kaki. Sementara mata dan telinganya pun hanya samar berfungsi. Tapi lisannya tak henti memuji Allah.
Ia berucap, "Ya Allah, berikanlah aku kemampuan untuk senantiasa memujiMu, yang dengannya aku dapat memuaskan diriku dalam mensyukuri nikmat yang Engkau limpahkan kepadaku dan anugerah yang Engkau lebihkan bagiku dari banyak makhlukMu."
Semoga kamu tidak lupa. Tak hanya sampai di situ. Allah uji lagi dirinya dengan kematian sang putra yang selama ini senantiasa berbakti di sisinya. Namun tak ada setitik pun keluh kesah yang terlontar dari lisannya.
Ia berucap, "Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Dzat yang tidak menciptakan dari garis keturunanku seorang hamba pun yang bermaksiat kepadaNya sehingga disiksa dalam api neraka. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun."
Semoga kamu tidak lupa. Setelah akhirnya ia menghembuskan nafas terakhir, temannya bermimpi melihatnya di taman surga dengan dua potong pakaian bagus.
Ia berucap, "Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu."
Semoga kamu tidak lupa. Namanya Abu Qilabah al-Jarami. Orang-orang mengatakan bahwa ia murid dari sahabat Ibnu Abbas. Dan ia amat sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Sumber bacaan: 99 Kisah Orang Shalih (hlm. 34-39), Muhammad bin Hamid Abdul Wahab.
22 notes
·
View notes
Text
Tentang Kegagalan.

Hidup ini takkan lepas dari bianglala kegagalan dan keberhasilan. Keduanya akan selalu terasakan bergantian pada setiap waktu, keadaan dan situasi. Sama seperti rasa senang dan sedih, yang datang silih berganti.
Namun, ingatlah sebesar apapun badaimu hari ini. Pasti badai itu akan berlalu, karena setiap badai yang datang, sudah Allah pilihkan sesuai dengan kemampuanmu melaluinya.
Semangaaat untukmu, ya! 🤍
Berbicara tentang kegagalan, pasti selalu menghadirkan rasa sendu dan awan mendung bagi hari-harimu. Padahal ini bukan kegagalan pertamamu, bukan? Namun tetap saja, kau selalu kewalahan menata hati, seakan ini kegagalan pertamamu. Aku paham, karena aku pun seringnya begitu. :')
Coba tengoklah langkah-langkah di belakangmu.
Ada berapa banyak titik jatuh yang membuatmu bangkit dan mampu melangkah lebih jauh sampai hari ini?
Ada berapa banyak lautan kesedihan yang berhasil kau sebrangi?
Ada berapa banyak kesulitan yang bisa kau taklukan?
Nyatanya, kau masih bertahan hingga hari ini, bukan? Pasti karena Allah begitu mencintaimu sehingga hatimu dikuatkan untuk tetap berjuang, dilapangkan untuk tetap berbaik sangka dan diselamatkan untuk tak putus asa. Maha Baik Allah atas tiap sesuatu.
Ketika dihadapkan pada setiap kegagalan, respon pertama kali kita adalah kecewa, marah dan kesal terhadap diri sendiri adalah wajar.
Lalu, respon selanjutnya adalah menangis dan mengeluarkan mekanisme pertahanan diri masing-masing. Hal itupun masihlah wajar.
Sebab kita adalah manusia yang diberikan-Nya sepotong hati yang perasa.
Namun, jangan sampai berlarut-larut dan tenggelam dalam pusara duka. Menyelam saja, untuk memetik banyak hikmah yang tersembunyi. Aku akan menunggumu di permukaannya, okay?
Di tengah kegagalan yang sedang menimpa, mari kita menatap langit hari ini bersama-sama—meski dari jauh dan tempat berbeda. Semoga warna langit, gumpalan awan, kicau burung dan gemerisik angin di sela dedaunan, menjadikan kita bersyukur atas banyak nikmat dan hikmah yang mampu dipeluk dibalik perihnya kegagalan yang sedang menimpa.
Dari jauh, aku mendoakanmu dan diriku sendiri. Semoga usai kegagalan ini ada kado baik untuk kita yang tak pernah menyerah bersabar dalam kehidupan dan memperjuangkan impian-impian kebaikan. Aamiin ya Rabb.
Dalam bentang jarak, 21 Maret 2022 10.19
303 notes
·
View notes
Text
Tentang pernikahan.

Pict by @boohwanj
Sebuah pengingat untuk diri sendiri.
Dari beberapa nasihat yang diterima secara dadakan hingga diberi secara khusus oleh keluarga dan teman, maka lahirlah tulisan ini.
Pernikahan bukanlah penghujung akhir dari pertemuan sepasang manusia yang memutuskan searah dalam perjalanan, namun pernikahan merupakan sebuah garis awal dari perjalanan ibadah paling panjang dan kompleks seumur hidup.
Menikahi seseorang, artinya siap bertanggung jawab atas pilihan itu dan siap pula menerima ketidaksempurnaannya setiap waktu.
Pernikahan bukanlah sebuah taman penuh bebungaan yang tidak mengenal kata layu dan badai dadakan musim kemarau atau hujan. Pernikahan memiliki lebih dari seribu musim dan tantangan.
Pernikahan adalah sebuah ladang, dengan tanah kosong dan langit terbuka. Ladang yang siap di tanami dengan kebaikan-kebaikan, yang perlu disiriami dengan kesabaran, yang perlu dirawat dengan penerimaan, yang perlu dipupuk dengan banyak maaf dan pemakluman.
Kita bebas menentukan apa yang hendak kita tanam, dan kita pun berkonsekuensi menuai apa yang telah di tanam. Maka tanamlah kebaikan-kebaikan agar berbuah sebagai manfaat dan keberkahan.
Luruskanlah niat saat membenamkan benihnya, ikhlaslah menemani sepanjang waktu dalam proses bertumbuhnya dan genggamlah keimanan seumur hidup dalam menjalaninya.
Keberkahan dari sebuah pernikahan, hadir karena pemberian Allah, yang akan turun tergantung dengan bagaimana cara dan proses menjemputnya. Maka, jemputlah dengan cara yang hormat dan berharga.
Pernikahan bukanlah sebuah ketergesaan tapi bukan berarti terlena tanpa persiapan. Pernikahan adalah sebuah keputusan yang ketika kita memutuskan pilihan itu—harus penuh dengan kesadaran, kesiapan dan tanggung jawab.
Bersama seseorang yang tepat, perjalanan ini takkan salah tujuan dan tersesat.
Sosok yang tepat adalah yang sesuai kebutuhan, terlepas dari pertimbangan syariat. Kenal dulu diri sendiri, maka kau akan tahu, seseorang bagaimana yang tepat untukmu.
Mengutip kalimat dari ust.Felix, "Ketika kamu meluruskan niat karena Allah, maka harus dia itu, bukan karena Allah. Nafsu mudah sekali dengan mata, tapi pertimbangan-pertimbangan lain harus bebas daripada nafsu. Ideal boleh, tapi harus tahu, kapan harus bertahan dengan idealitas dan kapan harus bertahan dengan yang terbaik. Yang terbaik adalah yang sesuai kebutuhan dan bukan yang harus memenuhi semua idealitas kita."
Mengutip kalimat kak Rubahlicik, "Dulu saya menikahi orang ini karena X dan Y dan itu cukup membuat saya ridha."
Ya, carilah alasan kuat dan layak saat kau memperjuangkan seseorang, alasan yang takkan membuatmu mundur dan menyerah memperjuangkannya seumur hidup.
Tak apa waktunya lebih lambat dan prosesnya lebih rumit, lepas itu semoga Allah ridho, selalu menjaga diri dan melapangkan hati ini, Aamiin.
Jumat, 24 Juni 2022 12.44
454 notes
·
View notes
Text
Khawatirmu Tentang Masa Depan
@edgarhamas
Jujur saja, sebenarnya apa hal yang lebih membuatmu khawatir dibanding ketakutanmu pada masa depan?
Itulah yang membuat manusia yang kamu lihat —dan barangkali kita sendiri— belajar mati-matian demi ijazah, katanya agar di ‘hari depan’ diterima di universitas ternama. Sibuk kuliah dan ingin cepat lulus, demi 'masa depan’ yang cerah di perusahaan besar. Kerja lembur bagai kuda dengan misi menciptakan 'masa depan’ karir yang gemilang.
Kekhawatiran kita akan masa depan itu seperti kita berlari mengejar bayang-bayang kita sendiri. Tak pernah berakhir, dan selalu membuat hati gelisah. Menghidupkan hari ini demi esok hari. Sebuah cara hidup paling menyiksa yang pernah ada. Dibayang-bayangi esok akan jadi apa dan akan makan apa. Cara pandang seperti itulah yang melahirkan hamba dunia.
Untungnya, kita punya iman. Dengan iman, kita seperti punya obor yang menuntun kita menyusuri hari-hari ke depan yang gelap temaram. Iman membuat kita tahu bahwa selalu ada jalan bagi mereka yang yakin bahwa segala sesuatu —rizki, cinta dan pencapaian hidup— ada di tangan Allah. Maka mereka tenang, namun tak juga berpaku tangan. Mereka tenteram, tapi justru berkarya makin melesat!
Perkara rezeki dan karunia di esok hari, Allah bilang padamu dengan terang, “Kamilah yang membagi-bagi penghidupan mereka dalam kehidupan dunia” (Az Zukhruf 32) Semua sudah ada jatahnya, sudah ada pembagian seadil-adilnya.
Allah tak pinta kita untuk sibuk menghabiskan waktu demi karir. Justru Allah ingin karir kita hidup untuk menyelamatkan waktu kita yang sempit ini; menghidupkannya menjadi ibadah yang bernilai berat di timbangan akhirat.
Bahkan sejatinya, kerja kita, belajar kita, kegiatan kita, koneksi yang kita bangun, relasi yang kita kumpulkan; hakikatnya bukan untuk mencari penghidupan, tapi untuk bersyukur pada Allah. Unik kan? Kerja bukan demi rezeki, tapi sebagai tanda syukur.
Tapi memang begitulah aslinya. Dan itulah yang Allah ajarkan pada Nabi Daud dan keluarganya, “Bekerjalah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur kepada Allah. Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (Saba’ 13)
Dan kamu pasti tahu, keluarga Nabi Daud justru menjadi keluarga paling kaya sepanjang sejarah manusia. Ia menjadi raja dan anaknya menjadi raja. Bukan sembarang raja.
Yang kamu khawatirkan tentang masa depanmu, sudah Allah cover.
Bersyukurlah dengan menjalani hidup yang bermanfaat bagi dakwah dan umat, itulah cara kita mencover waktu menjadi bulir-bulir pahala yang berat di timbangan amal.
3K notes
·
View notes