hi-reflection
hi-reflection
Reflections
4 posts
May I write, once again, in silence?
Don't wanna be here? Send us removal request.
hi-reflection · 1 year ago
Text
Where would you have your next scheduled meeting with Allah?
Melihat ke belakang, mengingat kembali tempat-tempat, ruangan-ruangan, yang saya jadikan tempat sujud, betapa terpesonanya saya akan indahnya skenario Allah, atas kuasanya Allah.
Looking at it now, I have never imagined, me, a powerless human, traveling, praying alone, somewhere in the cities I've never been before.
Tidakkah Allah sudah menuliskan kemungkinan-kemungkinan di mana shalat saya esok? Jika Allah saja sudah menuliskan di mana saya akan mati, bukankah tempat-tempat yang akan saya kunjungi, atau saya tinggali, semuanya telah tertulis?
Then I started to wonder, where would I pray my 'Ashr prayer next Tuesday? At my favorite mosque in campus, at home, somewhere at a transit mushola?
Or, where would I pray my Fajr prayer next month? Would it be somewhere in Yogyakarta, Jakarta, Purbalingga, Surabaya, Bangka?
As I think about that, I started to feel like, shalat, is like a scheduled meeting we have with Allah.
An invitation, at any venue where we are, at a certain time of the prayer being called.
Another meeting, which would create another core memory, another connection with a new place, new people, an unforgettable moment🥀.
Tumblr media
Then, as I ponder over it, I can't wait to know, where would I pray my 'Isha prayer next year? Would it be in my hometown, in a foreign country, or, I hope, in front of the Ka'bah, in the city of Madinah? :")
Then I started to wonder too;
Or, would I make it to another one in dunya? Would there be another meeting in dunya?
Or would it be, instead, a real grand, bizarre meeting, in akhirat?
1 note · View note
hi-reflection · 1 year ago
Text
I am in awe of those who have endured loss and pain
When I started to work on my relationship with the second part of Al Baqarah last year, I did not expect that it was to prepare my heart for this year's loss and pain of my Muslims brothers and sisters.
Never did these verses hit harder, and become more strengthening, than this year.
"And We will surely test you with something of fear and hunger and a loss of wealth and lives and fruits, but give good tidings to the patient,
who, when disaster strikes them, say, "Indeed we belong to Allāh, and indeed to Him we will return."🥀
(QS. Al-Baqarah/ 2: 155-156)
But these verses did not end there, rather Allah said:
Those are the ones upon whom are blessings from their Lord and mercy. And it is those who are the [rightly] guided.
(QS. Al-Baqarah/ 2: 157)
Yes, for you who have gone through all of this suffering, loss, and pain, and still stood graciously,
You are the ones upon whom are blessings and mercy from Allah.
And you are one of those who are guided.
And I am in awe of you.
So Dear you,
I might not know you enough. Neither did I understand your pain you're going through. But I'm sorry I wasn't there in your toughest time.
I hope you're going to be okay. I hope everything will be alright, and the coming days will be better than yesterday.
But right now, it's okay to cry. 🥀
Tumblr media
Thank you for teaching me how to be strong. Thank you for showing me what faith really means.
I wish you and your family will always be showered by Allah's immense love and mercy.
From the bottom of my heart,
H
1 note · View note
hi-reflection · 1 year ago
Text
So subtle is His kindness towards us, that we are unable to perceive it.
–Syeikh Ali Hammuda
Pagi kemarin, saya di pertemukan lagi dalam agenda sharing kecil bersama Mbak Nenny dan Shofie. Kami lanjut membahas salah satu Asmaul Husna, berangkat dari buku Li Annakallah karangan Ali bin Jabir Al-Faifi.
Teringat, waktu kecil, ada sebuah buku anak di rumah saya, yang masih terbekas jelas memori ini atas sampul warna hijaunya: Buku tentang 99 Nama-Nama Allah.
Tapi di weekly sharing yang Alhamdulillah sudah tiga pertemuan ini, ada yang berbeda rasanya.
Ntah mengapa, setelah 23 tahun digempur dengan jatuh-bangun kehidupan, diperkenalkan kembali dengan 99 Nama-Nya, membuat saya lebih bisa merasa rendah hati (baca: menyadari bahwa se-begitu butuhnya manusia dengan Rabb-Nya).
Ya, rendah hati.
Karena untuk bisa kembali mencoba mengenal Nama-Nama Ini saja, yang rasanya seharusnya sudah sedari dulu harusnya saya hapal, butuh kerendahan hati. Butuh mengosongkan bejana hati kembali, bahwa masih banyak lo Han, yang belum kamu tau tentang Allah :".
Ya Allah, kemana saja saya selama ini?
Dan di pertemuan itu, kami sampai di Nama Allah:
Al-Lathiif, Yang Maha Lembut.
Dari kata Al Luthf, cara atau perilaku yang tersembunyi dan detail. Dengan secara tersembunyi, tertutup, dari arah yang tidak kita ketahui, dari arah yang tidak diduga.
Ketika ada sesuatu yang terjadi pada kita, Allah Yang Maha Lembut, tak langsung memberi tahu kita tentang takdir kita.
Kita mikir kalau mau hasilnya A, harus B dulu. Padahal bisa aja pake C dulu, baru ke D, baru ke A.
Seperti ketika Nabi Yusuf 'alaihissalam mengalami berbagai kejadian yang menggoyahkan jiwa dan iman.
Dari terjebak di sumur, hingga bisa menjadi orang yang disegani di Mesir. Rasanya gak mungkin. Gak ketebak. Bahkan ketika ditakdirkan harus masuk penjara atas ketidakbersalahannya pun, Nabi Yusuf gak langsung dikeluarkan.
But Allah is So Subtle, that all of those trials finally made it to His beautiful decree: berjumpanya Nabi Yusuf dengan takwil mimpinya.
Bersujudnya matahari, bulan, 11 bintang kepadanya. He finally reunited with his family.
Seperti ketika Nabi Musa 'alaihissalam yang dibuang ke sungai, dirawat Fir'aun,
Allah menyelamatkan Nabi Musa gak dengan cara langsung. Betapa sedihnya sang Ibu ketika harus menghanyutkan Nabi Musa ke sungai. Bagaimana mungkin bisa kembali?
Tapi Maha Lembutnya Allah, membuat Nabi Musa gak mau minum ASI dari wanita lain, hingga akhirnya kembali ke pangkuan sang Ibu.
Seperti ketika Allah mengeluarkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam dan para sahabat dari siksaan pemboikotan Syi'ib Bani Hasyim.
Tiga tahun diboikot terisolir. Tidak boleh ada yang berbicara, berteman, berdagang, dengan Bani Hasyim, kecuali jika secara sukarela mereka menyerahkan Sang Nabi untuk dibunuh.
Bagaimana bisa pemboikotan ini dihentikan?
Hingga lima pemuda akhirnya menemukan satu sama lain untuk bersepakat menggagalkan piagam pemboikotan. Dan ternyata ketika dibuka piagam itu, rayap memang sudah menggerogoti piagam kejahatan itu, kecuali pada tulisan-tulisan Nama Allah.
Bahkan seperti ketika kami sedang sharing pagi itu,
Gak sengaja ngepas Mbak Nenny memutuskan akhirnya bahas Al Lathif, padahal awalnya gak mau bahas itu.
Dan kebetulan ngepas daku baru baca kisah pemboikotan yang dihadapi para sahabat Nabi.
Dan ngepas malam sebelumnya baru aja overthinking tentang takdir-Nya.
Atau hingga tulisan ini hadir di hadapan sang pembaca.
Semua tiba-tiba, tanpa kita sadari, membawa kita pada takdir menemukan dan merasakan makna Nama Al Lathiif ini 🥀.
Kadang kita mikir, apa yang terjadi ke kita itu hal yang biasa. Padahal Allah menjadikan sesuatu dengan sebab-sebabnya. Hanya saja kita tidak sadar.
Karena saking lembutnya Allah. 🥺
Begitu pula tentang Mimpi.
Kadang, kita punya impian, cita-cita yang besar tapi merasa pesimis dengan diri sendiri. Maka yang harus kita ingat adalah, kita punya Allah.
Jangan lupa, bahwa Allah Maha Lembut. Kita gak tau sebab kecil mana yang mengantarkan kita pada impian kita tersebut.
Maka sejatinya, setiap kita melihat semua takdir kita, pasti ada kelembutan. Maka Amatilah.
Semoga, kita akan selalu bisa mendapati kelembutan-kelembutan dari Allah Yang Al Lathiif.🥀
– Senin, 6 Mei 2024
(ditulis pukul 7.00 pagi)
9 notes · View notes
hi-reflection · 1 year ago
Text
It calls me.
Just a few days ago, I was throwing back to my old post, my old writings. I saw those words I used to write, I saw those sparkling.
For once, life was back to its colors I used to see.
Suddenly I came to my realization: Wow, how I used to love to write. Instead,
I was a story-teller!
For a while I had those butterflies, thinking I used to have power. Power to say what I have to say.
But then I stopped there for a second. I look through myself now, confused.
Wait, where did my words go?
Did I lose them?
But they answered,
we didn't go.
So then I asked my confidence,
where have you been?
She stood there, silent.
But last night, I read some beautiful writings from Mbak Habibah @kaktus-tajam . Her writings caught me off guard.
It calls me.
Thank you Mbak, and all praises to Allah, who sent me to your beautiful pieces of stories, reminding me of how to say what we have to say, to speak up, to reclaim our confidence, and to dream.
17 notes · View notes