ac-apshodelitas
ac-apshodelitas
Acacia Apshodelitas
2 posts
Hanya seorang perempuan yang sedang meninggalkan rekam jejak. Bury the rest of age with piles of moment in writting
Don't wanna be here? Send us removal request.
ac-apshodelitas · 1 year ago
Text
[PUISI] •| DI LUAR JANGKAUAN •|
Berjatuhan dengan lambat
Berhimpun ke kaki naik ke atas bulan memeluk panas tumit matahari
Di bawah pohon kebohongan hanya ada metafora. Dihimpit berjuta kali - hiperbola namanya
Barangkali diantara mereka ada sungai hijau dengan mandi susu, barangkali diantara mereka tak ada yang bisa memahami manusia lain kecuali kata omong kosong
Angin, aspal jalan, rongsokan, perokok yang bebal, macet jalan padat merayap - sudah kuduga itu makanan tiap sore
Penyair hitam tak takut mati sebab pertama kali anaknya turun ke bumi sudah dianggap mati
Zaman yang begini begitu saja - sudah membosankan
Dengan kegilaan prasangka - situasi tak kenal waktu - dengan zaman yang tak seperti sejak dahulu
Dunia saja gila, semua dianggap Tuhan - mengaku ngaku bagian dari utusan.
Menonton di pasar sosial media saling adu pengakuan - tak ada yang pantas dikasiani semua saling sikut merebut kata benar
Bagaimana menatap tanpa prasangka bila setiap hari dianggap rusak
Siapa sebenarnya aku ? Atau kalian? Sama-sama tak saling kenal
Ada baiknya mencintai kamar - sebab diluar terlalu kusut dengan kekinian di berbagai macam fenomena. Di luar segala rencana tetap atom-atom
0 notes
ac-apshodelitas · 4 years ago
Text
89/365. Potret dibalik kata Merdeka
         Hari-hari kita selama pandemi masih begini-begitu saja. Pagi masih menjadi santapan orang marah-marah, macet jalanan yang tak kenal mengalah demi siapa cepat yang sampai pada tujuan--bunyi klakson yang membuat pekik pendengaran, memang begitu suasana pagi ketika saatnya manusia mulai berlomba mengejar angka dan pengakuan. Anak-anak borjuis menggunakan pakaian serba mewah membawa kendaraan mahal dengan bangga memakainya kesana-kemari dari hasil menggerus kekayaan orang tua mereka. Ah jangan kaku begitu bacanya ini bukan bermaksud-hanya sekadar menulis yang sudah terlanjur. 
Kota yang dahulu begitu ramai kini di setiap penjuru terlelap sepi. Hanya isi papan iklan yang terpampang lebar di setiap inci jalanan. Pose muka di papan iklan yang dahulu datang membawa pasukan, siap jadikan negeri ini sejahtera sampai sudut selokan, pun. Kami mengharapkan kehidupan setara. Akhirnya, hap!  Ah lagi-lagi kalau halu itu memang menyenangkan.
 Jalanan Ibu kota masih begitu-begini saja, seperti halnya Jembatan penyeberangan dekat mcd kota serang. Telihat ramai orang lalu-lalang. Baju compang-camping dengan tato menyelimuti badan, dianggap kriminalitas padahal mereka hanya cari recehan demi menghidupi anak istri di rumah. Anak bocah pun berkeliaran, bukan ingin sekolah atau mencari jajanan kaki lima hanya ingin bersihkan mobil pakai kemoceng yang mereka bawa dari rumah demi dapat upah buat beli makan enak atau gadis lucu berkerudung yang selalu tersenyum, walau tidak bisa bicara tetapi tak memperlihatkan kesedihan terhadap Tuhan, mungkin hanya kerutan kekecewaan yang ia sembunyikan rapat-rapat. 
Potret kemiskinan dibalik jembatan penyeberangan yang terlihat mata semakin merajalela. Jurang ekonomi yang melejit naik turun, dengan kesenjangan sosial yang tak ber-kesudahan. Dalih dibalik angka kemiskinan yang terus bertambah hanya menjadi senjata bagi penguasa untuk membuka lowongan kerja bagi para pekerja yang memiliki kepentingan tertentu, nyatanya rakyat miskin dijadikan boneka untuk menarik kebutuhan visi-misi para pesohor dengan stimulus ekonomi akan membawa kesejahteraan, utarakan dengan lantang suara-suara itu di hadapan masyarakat, realitanya memberikan fasilitas bagi yang mampu saja atau pendatang asing pun diberi sambutan halus.
Kepedulian masyarakat untuk bantu rakyat pun masih terbatas, entah apa yang mereka pikirkan ketika melihat anak kecil kumel seperti tak tersentuh sabun, saling berlari di jalan raya demi tak ketinggalan dapat seribu rupiah. Begitulah potret jembatan, begitu-begitu saja jika tak ada kesadaran. Yang kaya makin menjadi tuan rumah, yang miskin makin tertendang jauh. Kaum intelektual pun sibuk berdebat sampai ada mayat terkapar hingga busung lapar. 
Tak hanya itu, pendidikan yang katanya ada dalam konstitusi kenyataan dilapangan tidak pernah berjalan mulus. Ber-ganti kurikulum berkali-kali tetap saja yang tak punya uang mimpi untuk bisa membaca. Gratis sekolah diadakan, mengurus aturannya bikin sakit kepala.  Menyedihkan, anak miskin dilarang sekolah. Lagi-lagi bukan itu pointnya, tetapi ketika setiap sekolah memiliki aturan masing-masing demi menggaet uang. Ya, uang segalanya mendapatkan apapun termasuk pendidikan. Nilai saja terkadang ditentukan dari mereka yang banyak beli buku karya guru atau dosen, tak mau? Siap-siap dapat nilai mengulang. 
Begitulah potret kemerdekaan kita.. 
Bukan bermaksud menyudutkan, atau yang berjuang membangun jalan tol, menjaga inflasi, atau IPM yang naik sekitar 70an. Memang tidak mudah mengerjakan itu, namun segala bentuk protes dengan kebijakan sejahtera masih jauh dari angan sebab oknum tertentu dibalik jas rapih sibuk memamfaatkan situasi dan kondisi. 
Untuk itu hiduplah solidaritas rakyat bantu rakyat dari berbagai ras, suku, agama dengan keberagaman yang bervariasi bersatu dalam komunitas sosial. Seperti Pespus jalanan kota serang, serang raya literasi, pasar gratis tangerang, cakrarasaa, pasar gratis bogor, dan banyak namanya. Seharusnya media memberikan lampu sorot terhadap mereka, guna meningkatkan kesadaran untuk pemuda-pemudi akan pentingnya berbagi kehidupan, dengan cara yang rupa-rupa. Setidaknya baca-tulis atau mengaji untuk anak jalanan bisa mengenalnya. Sebab masyarakat yang apatis tentang politik, bahaya sudah negeri ini. 
4 notes · View notes