Text
Sering sekali, apa yang kamu rencanakan bukan rencana Tuhan. Rasanya rencanamu matang sekali, sudah pakem. Bahkan menurut penelitian 98%, tapi mudah sekali Tuhan putar balikkan.
Kesedihan yang seharusnya adalah kebahagiaan. Baru saja aku merasa hampir lepas, hampir bebas untuk menemukan kembali diriku, Tuhan atur lagi rencananya. Aku runtuh. Jalan yang kami sudah atur sedemikian rupa, harus mencari jalan yang baru. Yang lebih berliku, yang lebih banyak tanjakan.
2025 ini aku fokus menata jiwa dan raga. Konsul ke psikolog dan rutin ngegym. Supaya menjadi tenang. Tapi semalam, pertahananku hilang. Hari ini rasanya masih sulit. Kesiapan tentang masa depan yang abu-abu. Harus apa aku?
0 notes
Text
Berita Duka
Temanku yang sudah lama sekali, cuma kenal pas KKN dan saling follow instagram saja. Beberapa waktu lalu dia sering posting lagi di Penang untuk berobat suaminya. Dia baru punya satu anak perempuan, usianya mungkin baru dua tahunan, setelah menunggu lama dan sempat keguguran. Lagi-lagi berita ini pun aku tau dari postingan dia di instagram.
Malam ini, instastory nya titik-titik. Isinya dia me-repost instastory orang lain yang mengucapkan belasungkawa atas berpulangnya suaminya. Aku tertegun lama. Kami cuma kenal sebentar sekali, satu rumah saat di KKN, lalu tidak pernah berhubungan lagi sama sekali termasuk di media sosial. Melihatnya rasanya aku ikut hancur. Tidak terbayang, sedih, remuk? Di usia seperti aku berdua dengan anak kecilnya. Aku rasanya ingin memeluknya, tapi membalas instastory saja ada perasaan sungkan. Alih-alih mengucapkan belansungkawa langsung, aku malah menulis disini.
Semoga Allah berikan ia kekuatan. Semoga Allah berikan ia kemudahan. Semoga Allah berikah keikhlasan. Ah, hatiku ikut hancur.
0 notes
Text
Barangkali, diantara kita berdua aku adalah yang paling beruntung. Aku pernah mengeluh mengenai sikapmu yang tidak seperti dulu, menggebu-gebu seperti remaja kasmaran. Mungkin karena sekarang kamu jauh lebih matang, dan prioritasmu bukan hanya tentang cinta dan perasaan.
Aku juga ingat perasaan ketika kamu hadir lagi dalam duniaku, dengan tegas mengajak hidup bersama. Padahal dunia kita sudah jauh, kehidupanmu yang berliku-liku namun terarah, kehidupanku yang banyak hilang arah. Obrolan kita juga belum sehangat dulu. Entah apa alasan lain kita sepakat menikah selain perasaan kita yang sama-sama belum berubah, ternyata. Deg-degannya masih sama. Malah lebih besar, karena sudah lama kamu menjadi doaku. Sudah lama aku meminta Tuhan supaya kita bersama lagi.
Tapi lagi, kehidupan kita banyak sekali berubah, kehangatanmu seperti teka-teki. Aku sering mengeluh kenapa tidak seperti dulu. Kamu gila sekali bekerja. Positif dan negatif, karena aku menuntut banyak sekali perhatian.
Sekarang sudah tiga tahun, anak satu. Sejak melahirkan (atau mungkin sejak hamil?) emosi ini sulit sekali dikendalikan. Aku reaktif terhadap hal kecil, atau yang sebenarnya tidak perlu. Seperti kamu tidak boleh sama sekali membuat kesalahan. Tandukku seribu. Aku menilai aku adalah ibu yang paling becus sedunia, paling tau anakku karena aku yang 24/7 bersamanya, lalu mengomentari setiap yang kamu lakukan. Sering dengan emosi yang tidak stabil.
Padahal, kamu ayahnya. Padahal dia paling senang mengikutimu. Padahal dia senang makan bersamamu. Dan sekali pun kamu tidak pernah membalas marah. Tidak juga meninggikan nada, seringkali menghela napas, atau mengabaikan dulu emosiku yang meledak.
Aku pikir kamu tidak seperti dulu. Ternyata, sabarmu selalu sama. Seorang psikolog pernah bertanya ke anaknya, "gimana ya rasanya hidup dengan orang yang suka marah-marah? Yang tidak bisa meregulasi emosinya". Pasti capek sekali. Pasti lelah menghadapi ego yang sangat tinggi. Betapa beruntungnya aku, dan sekarang aku berpikir betapa kasiannya kamu.
Konseling. Kita belajar lagi bagaimana caranya meregulasi emosi. Supaya kamu dan anak kita, bisa juga merasa beruntung punya aku.
Terima kasih selalu sabar, aku minta waktu lagi ya (dan biaya konseling), tolong panjangkan lagi sabarnya. I love you, suamiku!
0 notes
Text
Kebakaran
Pagi ini dimulai dengan sedikit ganjil. Firasat tidak enak dari kemarin, kemarinnya lagi. Tapi semua berlangsung normal.
Pertama, saat bangun kepala ini berdenyut-denyut. Sakit kepala yang menusuk seperti dipukul-pukul. Migrain lagi setelah sekian lama tidak kambuh. Bangun-bangun asam lambung juga langsung naik. Terpaksa tidak bisa melanjutkan tidur, aku bikin roti sandwich untuk sarapan.
Perasaan ini masih ganjil, namun entah apa. Tidak nyaman sekali rasanya. Seperti ada sesuatu yang perlu diwaspadai, atau ketakutanku berlebihan terhadap sesuatu yang tidak terprediksi. Aku benci ketidakpastian, aku seperti tidak punya cukup persiapan.
Lalu hari ternyata berlangsung sibuk. Mengurus anak, tiba-tiba ingin masak yang serius, tapi kepala ini masih nyut-nyutan meski sudah dihantam oleh dua panadol extra. Perut kosong dikit asal lambung langsung naik, dada berdebar-debar. (Anyway, setelah menulis kalimat barusan langsung terpikir, apa dada sering berdebar-debar ini efek thyroid-ku ada yang tidak normal ya? Since kontrol terakhir level Free T4 nya tinggi melebihi range normal. Oke, kita observasi).
Dan, setelah hampir selesai menjalani hari ini, sore hari ketika bayi lucu dan baikku mau mandi, terjadi kebakaran. Konslet di colokan listrik saat sedang manasin air pakai teko listrik. Katanya kepanasan.
Panik. Kaget. Gatau harus ngapain. Mau ke lobby kelamaan nunggu lift, takut kalau ditinggal apinya semakin membesar. Teriak "tolong! Tolong!" Di koridor pun masih berpikir padahal dalam keadaan mendesak. Tapi akhirnya tetap teriak minta tolong dan ditolong dua mbak2 depan dan samping lalu langsung mematikan MCB.
Dalam keadaan normal, aku tau sekali langkah yang pertama dilakukan seharusnya adalah mematikan saklar MCB. Memutus semua aliran listrik supaya apinya berhenti. Tapi aku bawa anak, gendong anak, suami masih di kantor, pulang malam. Yang terpikir adalah anakku gaboleh menghirup asap dan panik. Ah anak baikku, dalam kepanikanku dia bisa tidak ikut cranky. Masya Allah. Rasanya sayang ini semakin bertambah.
Lalu semua berakhir aman, satpam datang, engineer datang dan benerin semuanya. Perks of tinggal di apartment. Ada apa-apa langsung panggil security/engineer. Meskipun takes time juga.
Oke, jadi, anak sudah tidur. Suami sudah pulang dan sudah tidur, sekarang pukul 11 malam hampir jam 12. Tapi perasaan ini masih ganjil, masih tidak tenang, dada ini seperti ada sesuatu yang ganjal. Teringat cerita pendek di Rectoverso soal firasat. Aku tidak sepeka itu untuk bisa mengartikan firasat. Tapi aku ingiiiiiin ketenangan dan mencoba journaling sebelum tidur.
Semoga besok perasaan ini sudah lebih tenang.
1 note
·
View note
Text
Belakangan sedang kangen masa lalu. Ah meskipun sering sih. Tapi belakangan lagi sering reminiscing the old days sendiri. Keinget masa-masa WFO, keinget abis kerja nongkrong (gaul abis anaknya), keinget mau kesana kemari tinggal ayok bawa diri sendiri. Bukan, bukan ga bersyukur sekarang punya buntut. TENTU SAJA BUKAN! Tapi kangen aja hidup bisa seringan dulu. Selalu yah, setiap melewati satu fase kehidupan yang dulu baru terasa ringan. Ingin balik ke masa lalu dan melakukan sebaik-baiknya.
Kenapa ya dulu ga melakukan ini dan itu, kenapa ya dulu ga se-ambis itu. If only I had done my best last time, maybe I wouldn't feel regret now. Tapi ya sebenarnya mau dilakukan sebaik apapun kalau dipikirkan kemudian selalu aja ada kurangnya. Atau ini definisi kurang bersyukur aja?
Lagi kangen banget kebebasan sih. Pulang malam, nonton bioskop, tiba-tiba naik gunung (duh anak gunung banget), pengen camping, pengen trekking, so much more I wanna do for myself. Oke jadi apakah sebenarnya aku butuh me time aja??? Seminggu? Tapi pergi kontrol ke dokter sendiri aja kepikiran bayi lucu ku. Tiap detik nanyain kabar doi.
Mau kerja WFO lagi kepikiran duluan, kalau ga ada aku anakku bagaimana. Apakah stimulasinya akan cukup? Apakah kalorinya terpenuhi? Apa dia cukup main? Cukup tidur? Dan apakah-apakah lainnya. Again, dilema seorang ibu. Tapi aku kangeeeeeen sekali menjadi diri sendiri, punya identitas lain. Pekerjaan ibu rumah tangga ini beraaaat sekali ya. It's easier when I'm working. Ya pas working belum punya anak sih makanya easier hahaha.
Belakangan sedang ingin banyak punya waktu dengan diri sendiri. Tapi juga ga mau berpisah dengan anakku. Dasar ibu-ibu.
5 notes
·
View notes
Text
Giginya terbentur. Atau gusinya. Entah, mulutnya benar-benar sulit disentuh, seperti area sakral. Darah keluar banyak sekali. Kukira cuma sementara. Siang, sore, magrib, darahnya masih keluar. Seperti habis bertinju di film-film. Setiap yang terkena mulutnya penuh darah. Mau reservasi dokter gigi anak hari ini full semua, terpaksa besok pagi.
Sampai malam ini sesak rasanya. Dia masih makan seperti biasa, masih ngomong ga jelas. Babbling ngalor-ngidul khas bayi. Tapi melihat darah sebanyak itu keluar dan aku tidak bisa apa-apa, rasanya hopeless. Mau bawa ke emergency, aktivitasnya belum terganggu. Semoga tidak.
Melihat darah sebanyak itu keluar dari mulut kecilnya saja sudah sedih sekali. Sedih yang kalut, perasaan bersalah. Kenapa meleng, kenapa ga diawasi terus, ga boleh lengah. Semoga anakku baik-baik saja. Semoga kesehatan selalu menyertainya. Maafkan ibu.
0 notes
Text
Have you ever thought that you wanted something bad to happen to you? But then you realise you have a baby.
0 notes
Text
5 Hari Menuju MPASI
Mom brain, brain fog, whatever it is. It is real. Satu minggu liburan malah rasanya otak berkabut. Liburan penuh perasaan deg-degan. Aduh anakku cukup tidur ngga ya. Aduh ini terlalu memaksakan ga ya. Aduh bayi berenang tiap hari gapapa ga ya. Apa ini orang tua nya jadi egois memaksakan harus menikmati semua fasilitas hotel. Dan aduh aduh yang berputar di kepala.
Lalu masuklah ke fase akan MPASI. Ketakutan banyak orang tua. "Duh belum ngerasain ntar kalo MPASI", "duh MPASI fase paling sulit sih", kata banyak ibu-ibu. Dan menjadi ibu, lagi-lagi merasa sendiri. Suami membantu? Sangat. Banyak sekali. Tapi hari-hariku hanya berdua bayi. Suami kerja sampai malam (meskipun sudah dicepat-cepatkan pulang). Untuk makan sendiri saja biasanya curi-curi waktu. Ini sudah harus memberikan makan bayi pula. Kapan nyiapinnya? Kapan nyiapin makan sendiri? Gimana proses makannya? Sering sekali sejak jadi ibu berpikir, kenapa sih kita harus makan. Lumayan waktunya untuk nemenin bayi. Kenapa sih ga ada pil or something yang instan tapi energi tercukupi. Tanpa harus memikirkan kecukupan nutrisi. Dan menjadi busui yang memikirkan nutrisi yang masuk. Nutrisi diri sendiri, nutrisi anak. Bagaimana bisa semuanya diurusi satu orang??? Bagaimana menjadi ibu bisa sekuat itu?
Tapi rasanya yang deg-degan aku sendiri. Atau aku kurang berbagi keresahan. Rasanya pusing sendiri dari mulai belajar feeding rules, belajar menu MPASI, mencari alat-alat MPASI, menunggu semuanya datang. Mau yang terbaik, tapi pusing sendiri. Aku capek. Liburan kirain bisa refresh, ternyata kepala ibu-ibu tetap penuh sekali. Atau kepalaku saja yang terlalu ruwet. 5 hari menuju MPASI, terpancing sedikit saja, kepala ini pecah. Boleh aku punya waktu dan kepala yang tenang untuk diriku? Sehari saja.
0 notes
Text
Setelah lama tidak mengeluarkan perasaan lewat menulis. Malam ini malam yang ganjil. Banyak emosi yang sedang kusut. Sambil melihat kebahagiaan di wajah bayi yang besok genap tiga minggu. Sambil sedih karena merasa sendiri sejak ayahnya harus pulang ke Jakarta.
Daritadi sebenarnya aku menahan tangis. Tapi sejak ada bayi aku kehilangan waktu sendiri. Di kamar selalu ditemani, entah mama, entah adikku, pokoknya harus ditemani. Sebuah kontradiktif, kehilangan waktu sendiri namun merasa sendiri. Padahal airmata ingin jatuh saat sendiri saja. Jadinya hari ini sesak saja di dada, sesekali berkunang-kunang, maka kuputuskan menulis saja.
Sedang ada apa? Sedang ingin disayang saja, mungkin? Benar kata orang, ibu baru kerap kali terabaikan. Perhatian untuk anaknya saja. Ayahnya jauh padahal sedang ingin dipeluk. Atau di puk-puk, atau sekedar diingatkan semuanya akan baik-baik saja. Atau diingatkan kalau aku tidak sendiri. Atau ditanya bagaimana kabarnya sebelum langsung menanyakan anaknya.
Malam ini terpaksa aku menulis sambil menyembunyikan airmata, karena sejak paragraf ketiga sudah tidak bisa terbendung. Kalau boleh, aku ingin pulang barang sebentar saja.
Pekanbaru, 30 Agustus 2023
3 notes
·
View notes
Text
Capek sekali berhadapan dengan segala keterbatasan diluar kendali kita. Keterbatasan fisik lah, keterbatasan kesehatan, pun keterbatasan yang ternyata dalam kendali tapi sulit sekali dikontrol.
Capek sekali berhadapan dengan hormon yang naik turun harus di cek beberapa bulan sekali dan terkadang jalan akhir adalah menyalahkan hormon itu sendiri. Capek sekali melangkah dengan segala pamali "jangan begini nanti begitu" yang seringkali berujung menyalahkan diri sendiri karena "sepertinya begini karena dulu aku begitu".
Mau marah berlebihan tapi tidak boleh, "nanti begini". Mau nangis sampai puas tidak boleh juga, "nanti begitu". Seperti segala sesuatu harus ditahan dan berjalan normal dan lurus. Masalah harus hilang tapi diberikan anugerah hormon yang luar biasa. Kembali menyalahkan diri sendiri, kenapa tidak bisa kuat seperti orang-orang lain yang bisa ini dan itu. Kenapa aku si lemah si sensitif gabisa kaya orang-orang kuat yang sering jadi image panutan itu.
Memang capek. Kalau sendiri. Kalau tidak dipahami. Memang capek.
Namun hidup berjalan kan. Kalau bahagia atau sedang senang juga tidak ditulis. Untuk berusaha mengakhiri tulisan ini dengan positif, karena konon katanya untuk menunjukkan kalau kita sudah dewasa harus sering mengambil hikmah dan menunjukkan yang positif saja.
Jadi, hidup berjalan kan. Alhamdulillah meskipun capek masih bersyukur dengan kondisi ini. Capek-capeknya hari ini aja. Emosi, marah, kecewa, nangis nya cuma hari ini aja. Kemarin agak aman, besok semoga aman.
Selamat malam.
10 Maret 2023
9 notes
·
View notes
Text
Pukul 12.36 pagi. Sebelum tidur aku sempatkan untuk memikirkan setahun setelah ada kamu. Ternyata, alih-alih berkurang, perasaan ini semakin menggebu-gebu. Aku bisa betah mengamati wajah kamu yang setiap lekuknya aku ingat. Atau sebatas mengamati telapak tangan kamu yang besar, sambil membandingkan dengan telapak tanganku, berulang-ulang. Atau seringkali menanyakan pertanyaan serupa saat kamu sedang serius bekerja cuma untuk cari perhatian kamu. Haha.
Bertahun-tahun kenal kamu, sabar kamu masih sama. Yang selalu aku kagumi. Tulisan ini emang agak cringe sih, tujuannya cuma untuk aku ingin nulis, aku beruntung sekali punya kamu. Dan aku akan berusaha supaya kamu juga merasa beruntung punya aku. Semoga kita bisa bersama-sama sampai tua, melewati kehidupan dengan menggapai mimpi-mimpi kita, masing-masing, bersama-sama.
4 notes
·
View notes
Text
Menguras dan Mengubur
Kata orang telepati, kamu bilang kimia. Kata orang belum mati, kamu bilang sirna.
Hahaha. Kamu memang humoris. Tidak sekali-dua kali aku tertawa lepas, menertawakan ketololan kamu, atau kekonyolan orang-orang di sekitar kita. Oh, terkadang kamu menertawakan aku. Yang berupaya keras menjadi Rossa. Memang lantunanku sebegitu parahnya?
Beberapa kali kita mencuri waktu, kita pikir waktu yang kita punya kurang sekali. Tapi kita selalu mengobrol lalu menangis. Mengobrol tentang dunia dan kadang-kadang usia. Menangis tentang sebab-akibat. Lalu kita sepakat pada sebuah kesimpulan, kangen masa muda ya?
Atau mungkin kamu ingat mimpi-mimpi yang pernah kita usahakan dan kita doakan. Ada yang terbang tinggi, ada yang lepas. Tapi jangan sedih, aku masih percaya ketekunan akan membuat kamu lebih tinggi lagi. Aku akan menjadi salah satu yang tepuk tangan paling keras saat mimpi kamu tercapai satu. Lalu tercapai dua, sampai kita tidak lagi bisa berhitung. Bisa, ya? Semangat, ya?
Jakarta,
16 Februari 2022
2 notes
·
View notes
Text
Pagi ini, sebelum sempat aku terbangun, perasaanku terlanjur kamu patahkan dalam mimpi. Hingga aku terbangun patah hati, menelan kecewa dan mencerna. Ada apa?
Siang ini, kecewa yang masih bertanya-tanya tentang apa masih menikam mengabaikan sakit di ulu hati. Dehidrasi dan perut yang meronta-ronta minta diberi asupan kata-kata. Ada apa dalam mimpi?
Aku tak sanggup bersenang-senang sekalipun bersedih. Tenagaku tumpah sejak dalam tidur semalam. Tinggal seonggok tubuh berbaring kesepian dengan kepala mengawang.
Air mata jatuh tanpa tahu untuk apa. Mimpi bisa menjatuhkan lebih dari kenyataan rupanya. Sembari aku lunglai masih terbaring, pertanyaanku tak kunjung terjawab. Sampai kapan?
Jakarta, 09 Januari 2022
0 notes
Text
Minggu
Kurang lebih satu bulan ke belakang, load pekerjaan semakin gila. Naik nya drastis dan tajam. Hampir setiap hari harus kesana kemari ke project, harus tetap juga handle client dan vendor by Whatsapp, harus tetap bikin report dan nyuri2 waktu kerja di depan laptop. Dari yang cuma handle 2 projects (di hari pertama 🤪) sampai sekarang 16 projects (and still counting, I guess).
Rasanya ingin membelah diri. Kalo lagi ke project, Whatsapp ga berhenti2, client yang demanding harus dibalas saat itu juga, koordinasi dengan vendor dan internal yang semuanya seperti urgent. Capek physically dan emotionally.
Beruntung, Alhamdulillah, ada support yang setiap hari memeluk, kalau dia sedang tidak hectic bersedia mengantar dan menemani saya ke projects, mendengarkan setiap keluh kesah pekerjaan sampai mungkin dia pun muak, tapi sabarnya tidak pernah hilang. Sampai kemarin, pertama kalinya setelah menikah kami harus LDR sehari. Hahaha, cuma sehari tapi saya cengeng sekali. Tekanan pekerjaan sedang berat-beratnya. Kemarin baru saja dapat hard complaint dua hari berturut-turut dari client berbeda. Pertama kalinya saya dapat hard complaint, dari project yang baru di-handover pula, langsung kaget. Rasanya :') waktu habis seharian untuk handle client itu :') Client dan vendor sedang demanding ini-itu, Sabtu-Minggu dan hari libur benar-benar tidak tenang lagi.
Besok Senin, tapi support system terbesar saya sedang tidak disini. Seharian saya bekerja sambil menangis hahaha. Sampai sadar, saya seeeee-sayang itu dengan manusia ini. Bisa apa saya tanpa dia. Saya yang meledak-ledak dan dia yang tenang. Saya yang emosian dan dia yang super sabar. Beruntung sekali saya.
Tentang pekerjaan, mungkin saya bisa handle work-load ini. Tapi masih sulit sekali untuk handle stress.
Senin
Senin ini gila sekali. Sampai mau nangis tapi udah ngga bisa nangis. Aku butuh Harits.
1 note
·
View note
Text
Yang kamu kira akan menerbangkanmu ke langit, adalah satu-satunya yang menguburmu dalam segala kecewa
Yang kamu kira akan meninggalkan, barangkali adalah satu-satunya yang bersedia tinggal
Kehidupan tidak berubah dan masa depan masih rahasia
Kehilangan tidak pernah hilang meski bahagia datang sekali-kali
Mungkin yang kamu tunjukkan adalah cinta, atau marah, atau keinginan menggebu-gebu untuk menghisap duniaku
Sedang yang tertinggal cuma kecewa.
0 notes
Text
Bagaimana Jika?
Mengenai pertanyaan yang tidak akan pernah habis menggerogoti kepala
“Bagaimana jika?”
Bagaimana jika aku adalah manusia lain
Bagaimana jika jalan yang kupilih berseberangan
Bagaimana jika.
Bagaimana?
Yang perlu diketahui, tidak akan ada satu kejadian pun yang akan menghentikan pertanyaan-pertanyaan bodoh dan diluar kendali. Mengenai hidup adalah pilihan, dan menerima sampai kita kehilangan pertanyaan.
0 notes
Text
Tidak pernah habis-habisnya, kamu mencicil kesalahan yang kamu ciptakan
Sedikit, sedikit. Seperti kebaikanmu tidak pernah selesai menebusnya
Dan tidak pernah ada jalan yang mudah, sampai kamu memohon dengan sungguh, hingga hatimu penuh dengan penyesalan dan harapan
Yang kamu minta selalu dua, kelapangan hati dan ketenangan jiwa
Karena pikiranmu seperti tidak mau diajak bekerja sama, sibuk membuat praduga dan mengatur rencana
Tubuhmu penuh sandiwara yang menutupi segala kelemahan dan kekosongan
Kamu bukan apa-apa juga siapa-siapa, dan kamu harus menerima
Sampai yang kamu minta segera diaminkan malaikat
Kelapangan hati dan ketenangan jiwa.
0 notes