amrina-arin
amrina-arin
arina
389 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
amrina-arin · 6 years ago
Text
Ternyata kalau dicoba, bisa.
Tumblr media
Itikaf Ramadhan bersama UAS. Tahun lalu, UAS mahasiswa UGM dan beberapa kampus di Jogja berbarengan dengan 10 hari terakhir Ramadhan. Dalam ambisi mahasiswa pada umumnya, tentu saja utamakan UAS dan fokus siang malam untuk belajar. Tapi rasanya sayang melewatkan 10 hari istimewa yang dispesialkan dalam setahun. Seruan untuk itikaf dari asrama akhirnya disambut. Siang UAS, malam itikaf. Setiap hari bisa berganti masjid, tergantung kemana hati ingin mampir. Kapan belajarnya? Ketika hari terang dan setelah rangkaian shalat tarawih selesai... maka hiduplah masjid dengan suara-suara tilawah Al-Qur'an para perindu ketenangan dan cahaya ilmu dari buku-buku para pelajar lillah. Jika tidak dicoba tidak akan tau batas kemampuan.
Ternyata kalau dicoba, bisa.
.
Bagaimana denganmu saat ini, Rin?
3 notes · View notes
amrina-arin · 7 years ago
Text
Pilih Baju atau Buku??
Tumblr media
As-Sakhawi dalam bukunya Adhau’ Al-Lami’ menegaskan profil singkat ahli bahasa, Imam Muhammad ibn Ya’qub Fairuz Abadi bahwa beliau menyeleksi buku-buku yang berharga. Sebagaimana sebagian orang pernah mendengarnya berkata, “Aku telah membeli berbagai buku seharga 50.000 mitsqal emas (Rp 21 Milyar 250 Juta). Meski buku-buku itu harus diangkut beliau tetap membawanya ketika berpergian. Setiap beliau singgah di suatu tempat, tak lupa beliau keluarkan buku-buku itu untuk dibaca. Dan apabila hendak melanjutkan perjalanannya beliau pun menaruh buku-buku tersebut ke tempat semula.”
Sederhana itu mulia. Sebab ia dihias rasa cukup tanpa selalu merasa kurang. Kehidupan kaum terpelajar pun seharusnya seperti itu. Agama yang jadi tuntunan mengajar akhlak ini. Penampilan yang rapi walau sederhana itu menarik. Tak perlu yang mewah untuk tampak sebagai kaum terpelajar. Yang harus dikayakan adalah akhlak dan ilmu.
Dewasa ini, sifat hedonis menjangkit kaum terpelajar hingga sampai pada titik yang sangat buruk. Alih-alih menghias diri dengan yang baik, tanpa sadar mereka sampai pada sifat boros dan berlebih yang sangat dicela Allah dan Rasul-Nya.
Di kalangan mahasiswi Islam hal ini tampak sangat mencolok. Tidak mengherankan seorang mahasiswi menamatkan pembelajaran selama empat tahun; jumlah sepatu dan baju jumlahnya berlipat-lipat dari jumlah bukunya. Fenomena ini menggambarkan satu lingkungan yang tidak pantas ada pada kaum terpelajar.
Dr. Abdul Karim Bakkar menggambarkan fenomena ini dalam salah satu bukunya,
“Sangat mengherankan seorang wanita barat lebih memilih sederhana dalam penampilan dan pakaiannya. Disaat yang sama perempuan muslimah menghabiskan pengeluaran yang banyak untuk itu, padahal seharusnya muslimah lebih berhak bersikap seperti itu.”
Menyisihkan sebagian uang bulanan untuk membeli buku terasa sangat berat jika dibanding dengan mengeluarkan uang beratus ratus ribu saat diskon di mal-mal. Sifat henonis di kalangan kaum terpelajar ini adalah hasil dari kurangnya peran kampus dan para guru untuk menghidupkan semangat ini. Ditambah lagi sekitar kampus dipadati dengan penjual baju dan aksesorisnya.
Pilih baju atau buku?
Baju yang ada cukuplah untuk dipakai walau sederhana. Memaksakan diri untuk terus mengikuti perkembangan trend dan style yang ada, hanya akan membuat kaum terpelajar itu semakin kehilangan indentitas dan tujuannya. Pahamlah bahwa ilmu yang ada pada diri seorang pelajar lebih dibutuhkan masyarakat dari penampilan yang harus selalu terdepan.
Pilih baju atau buku?
Pengetahun lah yang seharusnya terus diperbahurui. Itu di dapat dari membaca buku-buku yang mendukungnya. Pilih baju atau buku menentukan sikap kita yang sebenarnya dalam melalui perjalanan menunutut ilmu. Kaum terpelajar memilih baju yang rapi sederhana walau sudah lama dan menghabiskan banyak uangnya untuk terus menambah pengetahuan melalui buku-buku bacaannya.
Hidupnya penunut ilmu ada pada tumpukan buku, bukan ditumpukan baju dan sepatu.
Wallahu'alam bis shawab
758 notes · View notes
amrina-arin · 8 years ago
Photo
Tumblr media
Kapasitas diri . Semakin memasuki usia 20 tahun, semakin banyak hal yang untuk memutuskannya, butuh pertimbangan panjang dengan segala kemungkinannya di masa depan.
Usia yang kata orang dikatakan dewasa adalah 21 tahun, anak kelahiran 97 sebentar lagi akan menembus usia itu. Ada yang sangat siap mempersiapkannya, ada yang masih terkaget bahwa usianya sebentar lagi akan dikatakan dewasa.
Aku bersyukur berada di sekeliling orang-orang yang progresif, orang-orang yang tidak suka berpangku tangan, dan orang-orang yang getol banget menambah pengalaman dengan fokus masing-masing.
Istilah “kapasitas diri” adalah hal yang gencar-gencarnya harus dicari di usia cemerlang saat ini, mempersiapkan akan se-kualitas apa kita nanti menjadi ‘orang’, menjadi ibu atau ayah untuk generasi bangsa, menjadi masyarakat, dan menjadi tempat berbagi dengan generasi muda tentang keputusan baru dalam kehidupannya.
Ada 2 kemungkinan dalam proses menambah kapasitas diri.
Pertama, minder dengan orang yang sudah bagus kualitasnya, atau istilahnya sudah paripurna. Kedua, semakin bersemangat menambah kapasitas diri karena terpacu oleh orang-orang paripurna.
Jika mengalami kemungkinan pertama, itu wajar. Tapi jangan berlama-lama. Aku pun pernah mengalaminya, rasanya stagnan dan tidak ada perolehan. Beruntung, kemudian bisa bergeser ke kemungkinan kedua.
Semangat menambah kapasitas diri. Aku kutipkan satu pernyataan bagus “Orang sukses tidak terfokus kepada orang-orang yang telah berhasil, tetapi fokus kepada tujuannya.” Man shabara zhafira, jalani setiap step dengan ikhlas dan percaya Allah bersama kita.
Generasi milenial, lebih menantang. Mari kita hadapi ☺
Dalam perjalanan Bogor-Jogja, 17 Februari 2018.
3 notes · View notes
amrina-arin · 8 years ago
Text
Makna baru tentang 'syukur'
Ada yang baru kupahami tentang 'syukur' baru-baru ini, lebih tepatnya saat aku mulai menjadi santri sebuah asrama di dekat kampusku, Darush Shalihat namanya. Atau disingkat DS.
Di kelas Aqidah, seperti biasa kami biasanya akan tertohok-tohok dengan materi Abi yang selalu menggerus kerak-kerak hati agar jadi lebih halus. Seperti amplas kali ya, mirip.
Pagi itu kudapati tentang makna baru 'syukur'. Selama ini yang kupahami syukur adalah bentuk terima kasih kepada Allah yang diucapkan dengan lisan dan diridhai oleh hati. Sebatas itu.
Anggapanku yang sempit itu diperluas Abi dengan konsep 'bahwa bersyukur itu dilakukan dengan tindakan. Dikatakan syukur apabila nikmat yang kita dapatkan digunakan untuk kebaikan selanjutnya. Semakin besar nikmat yang diterima, semakin besar pula kebaikannya.'
Misal malam ini makan tempe, mungkin shalat tahajudnya 2 rakaat. Ketika besok makan ayam, seharusnya shalat tahajudnya 4 rakaat atau lebih. Jadi setara, seberapa besar nikmat yang diterima, harusnya berbanding lurus dengan ibadah kita.
Aih, iya juga ya.
Plg, 9/1/17
2 notes · View notes
amrina-arin · 8 years ago
Photo
Tumblr media
Saya + Allah = Cukup.
2 notes · View notes
amrina-arin · 8 years ago
Text
Palestina Adalah “Qadhiyah Markaziyah” Kita
@edgarhamas
Umur umat ini sudah 14 abad lamanya. Sebuah umat besar, yang ujung timurnya ada di Jepang, dan ujung baratnya ada di bilah-bilah tanah Alaska. Umat Islam, 1,3 miliar jiwa, hidup terombang ambing kini dalam kekalutan.
Masalahnya adalah; sebenarnya umat ini kuat, bahkan musuh Islam tahu itu. Hanya saja, setelah melalui pertempuran panjang melawan umat Islam, para musuh menyadari; bahwa untuk melawan singa gagah itu, mestilah buat ia lupa bahwa ia adalah singa. Akhirnya, mereka mengambil jalan; lakukan apapun agar umat Islam melupakan “muqaddasat” mereka.
Apa itu muqaddasat? Muqaddasat adalah hal-hal yang sakral dalam ajaran Islam. Sesuatu yang menjadi simbol utama umat Islam. Generator yang menggerakkan jiwa semilyar umat Islam. Al Qur'an, Rasulullah, kota Makkah dan Madinah, juga Al Aqsha, adalah bagian sangat penting dalam muqaddasat kaum Muslimin.
“Kamu sekalian tidak akan bisa mengalahkan orang-orang Islam di medan pertempuran fisik”, kata raja Louis IX Panglima Perang Salib VII kepada menteri dan pasukannya, “pertama, kami harus mengalahkan mereka dalam pertempuran pemikiran, buat mereka jauh dari muqaddasat mereka, lalu barulah kamu sekalian bisa menaklukan mereka dengan mudah.”
Nah, itulah yang membuat pada tahun 1948, ketika zionis yahudi masuk ke Palestina dan mengumumkan berdirinya penjajahan mereka, tidak sedikit orang Palestina yang seakan tak percaya, menganggapnya sebagai sebuah candaan atau perkara biasa. Sebab saat itu, faktanya, umat Islam sedang kehilangan kesadaran mereka untuk berjihad. Ini terjadi hingga 1987, ketika akhirnya seorang Syaikh bernama Ahmad Yasin, berhasil membangkitkan kesadaran berislam pada jiwa rakyat Palestina.
Tumblr media
Palestina adalah Qadhiyah Markaziyah kita, artinya; permasalahan utama kita. Setiap pahlawan di sepanjang zaman, selalu menjadikan Palestina sebagai final stage yang jadi target utama. Sebab memang pada hakikatnya, di tanah itulah pusat kekuatan dunia, sehingga banyak sekali kekuatan besar berencana merebutnya. Diantaranya pasukan salib dari 22 negara Eropa, pasukan Mongol, pasukan Napoleon Bonaparte, hingga blok Sekutu dalam Perang Dunia I.
Bayangkan betapa mahalnya tanah Palestina, sehingga ketika Theodor Hertzl -dia adalah pemimpin utama dan pertama zionid yahudi modern- datang kepada Sultan Abdul Hamid II Khalifah Utsmani, hanya untuk menyewa satu desa mungil di Palestina sebagai pemukiman Yahudi, Sultan menjawab,
“Nasihati Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini, karena ia bukanlah milikku. Tanah ini adalah hak Umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiramnya dengan darah mereka.”
Maka, jika kemarin ada yang bertanya, “kalau sekedar memprotes trump dan zionis di media sosial, mengadakan aksi, membuat seminar dan kajian, apakah tidak ada gunanya juga?”
Jawabannya; satu pertanyaan; Apa kira-kira yang zionis yahudi takutkan? Sungguh yang mereka takutkan adalah ketika umat Islam kembali memiliki perhatian dan komitmen untuk membebaskan Masjid Al Aqsha.
Seorang pemuda Indonesia di ujung pulau di balik bilik kamarnya, mengkaji Palestina dan mengilmuinya, adalah lebih menakutkan bagi zionis daripada konferensi negara-negara sedunia yang hanya berujung gagasan hampa.
Maka, jangan pernah remehkan langkahmu sendiri, sahabat. Ialah Palestina, “jika memang kita tak bisa untuk melangkah di atasnya, marilah kita melangitkan doa sembari menitipkan surat cinta pada angin; katakan pada Palestina, bahwa aku mencintainya.”
Bangunlah Al Aqsha di hatimu, niscaya kelak ia akan kembali tegak berjaya di muka bumi.
545 notes · View notes
amrina-arin · 8 years ago
Text
Umur pendek sebuah prasangka baik
Senyum datar, aku tau hanya itu yang mampu kita tunjukkan saat ini. Bersabarlah, mungkin sabar adalah pesan yang Allah cicil kepada kita sebagai langkah menjadi "orang baik". Berproses setapak demi setapak. Memahami sampai mengerti.
- itu adalah suara batinku 2 Minggu lalu -
Katanya, hidup itu harus menerima. Iya, aku mulai serius tentang kalimat itu sejak di kuliah ini. Sesakit dan sepahit apapun harus diterima, karena mengatakan kepada diri bahwa "aku baik-baik saja" adalah menumpuk kesakitan. Bohong itu sakit.
Peristiwa akhir tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang selalu berujung kemenangan, meski tak ada sedikitpun penyesalan terhadap kekalahan tahun ini. Aku percaya setiap yang terjadi adalah takdir dan aku bahagia karena ini adalah tahun ketiga berpartisipasi di agenda tahunan yang sama.
Banyak sekali yang mengadu, "kenapa begini?" "Kenapa begitu" "kok gak sesuai perkiraanku ya" "emang keliatan gak eye catching sih", tapi banyak pula yang menepuk pundak, tiba-tiba memeluk, dan memberi senyuman serta semangat atas hasil yang terjadi. Aih, macam-macamlah rasanya. Intinya sih, selama kita berhasil dalam mengerti maksud yang Allah sampaikan, kita sebenarnya sudah menang. Bahkan kekalahan suara pun bukanlah sebuah kekalahan bagi jiwa yang mengerti hikmah di balik cerita ini. Bukankah dengan kekalahan ini lebih banyak muhasabah dan perenungan bagi kader dibandingkan kemenangan 2 tahun kemarin yang menurutku euforianya dirasakan oleh mereka yang berjuang saja?
Allah... Selain beroleh makna dari kekalahan, ada satu hal yang baru kusadari menjadi cidera dalam ikatan ukhuwah, yaitu sedikitnya husnudzon. Maaf ini adalah pendapatku tentang lingkup kecil di sekitarku, bukan secara general. Pendapat yang dimaksudkan menjadi koreksi terhadap lingkup tersebut. Diantara semangat evaluasi dan kebangkitan barisan, ada seorang temanku yang mengusulkan untuk dibuat acara khusus pembersihan hati dan persiapan teknis nyata untuk agenda selanjutnya. Tapi posisi yang masih dianggap angkatan muda ternyata sulit untuk mencapai aktor diatas sana. Dengan proses koordinasi yang agak ribet dan membingungkan itu, sedihnya malah menimbulkan prasangka buruk diantara beberapa orang. Kenapa tidak saling bantu? Sampai ada yang tidak mau muncul lagi di grup. Dan sebagian lain bersikap biasa saja, menambah pembicaraan hal yang seharusnya sudah dipahami, ya Rabb maafkan keimanan kami yang belum cukup kuat menopang ukhuwah ini:'(
Semuanya berakar dari pendeknya usia husnudzan. Ada kutipan yang indah "Ketika ukhuwah dilandasi keimanan, maka kita akan mencari seribu alasan untuk husnudzon kepada saudara kita". Alhamdulillah semua selesai ketika zhan (prasangka) itu dipertemukan dan diluruskan, semoga bab pemahaman husnudzan ini juga menambah kapasitas hati kita ya. Aamiin. Tetaplah saling mendoakan. Jika dengan bersama saja kita selemah ini, bagaimana dengan sendiri?
Yogyakarta, 13-12-17.
1 note · View note
amrina-arin · 8 years ago
Text
Bunga
Kata akar, tetaplah disana. Baik-baik.
Kata daun, akan kutemani kamu. Tenang saja.
Kata kuncup, hindari jumawa. Semua ada siklusnya.
Ketika bunga mati, siapakah yang mengenalinya? Akar. Kembali sini Bunga, kau akan jadi kompos yang bermanfaat.
812
2 notes · View notes
amrina-arin · 8 years ago
Photo
Tumblr media
Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi anak rantau selain didatangi orangtuanya. In frame : Ketika menemani Ibu and friends kondangan ke UII. *** "Rin, Minggu depan ibu ke Jogja." "Yeey, ngapoi Buk? Begawe? Berapo hari?" "Idak.. nak kondangan bae." "....... wow haha, oke" *garuk-garuk kepala* ** Aneh dengernya ibu ke luar kota cuma buat kondangan, lucu juga wkwk karena biasanya ibu emang keluar kota karena urusan kerja, rasanya hampir semua kota di Indonesia sudah ibu kunjungi kecuali Pulau Papua hehe. Ga mau kata beliau, jauh. Sekalinya keluar kota bukan tugas kerja, para ibu-ibu modern itu mengubek-ubek oleh-oleh di Malioboro. Weekend yang bermakna, latihan membagi birrul walidain dengan tetep berusaha ta'dhim ke guru memperhatikan izin kelas asrama hehe. _Arina Fahma_
1 note · View note
amrina-arin · 8 years ago
Text
If you have problem
If you have problem, do it : First: Give your problem to Allah. Second: Shalat and Sabr. Finish.
3 notes · View notes
amrina-arin · 8 years ago
Text
Sekolah Utama Keluarga
“Saya itu pengennya dari dulu bisa melahirkan generasi terbaik yang jadi tonggak kebangkitan umat”
Adalah Ibu Siti Soekiswati, seorang dokter, dosen, mahasiswa S3 sekaligus S1, single-parent, dan ibu dari 6 anak yang haafidz dan calon haafidzah. Tak ada kebetulan sepertinya ketika Allaah swt mempertemukan saya, Mbak Mutiara Ulfah, dan Mas Wiwid Santiko untuk bersilaturrahim ke rumah Ibu Siti Soekiswati dan mendengar kisah hidup beliau yang begitu menginspirasi. Beliau mungkin tidak memiliki jabatan mentereng di pemerintahan atau perusahaan tapi prestasinya yang jauh lebih baik daripada apapun dalam kodratnya sebagai perempuan, yakni menjadi Ibu yang berhasil. Anak-anaknya selain menguasai ilmu agama dan hafal Al-Quran, juga menguasai ilmu umum.
Dua anak pertamanya menempuh pendidikan dokter di UNS dan UGM. Anak ketiganya berkuliah di Farmasi UGM, anak keempat berkuliah di Transportasi Kelautan ITS, anak kelima masih duduk di bangku SMA, dan anak keenamnya masih duduk di bangku kelas 6 SD. Keenam anaknya selain sering menyabet juara kelas, sering juga memenangkan berbagai kompetisi sehingga di ruang tamu rumahnya, penuh oleh trofi dan piala.
Ketika kami datang sore itu, Bu Siti sedang melayani pasien. Tidak lama setelah kami duduk mengobrol dengan anaknya, beliau datang dengan gelas berisi teh hangat, piring penuh roti, baskom berisi ubi rebus, dan nampan bertudung penuh pepaya. Beliau mempersilahkan kami untuk menikmati hidangan seraya meminta maaf karena tidak menyuguh dengan lebih pantas. Suguhan sebanyak itu saja dibilang belum pantas, bagaimana pantasnya, pikir kami.
Rupanya, sore itu Bu Siti belum lama pulang dari kantor tempatnya mengajar di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sehari-hari, beliau memang mengajar di sana, sembari kuliah doktoral. Setelah menyelesaikan segala aktivitas akademik hingga sore hari, beliau masih menyempatkan diri untuk buka praktek dokter di rumah hingga Isya. Beruntung sekali sore itu kami dapat mengobrol panjang lebar dengan beliau sehingga mendapatkan banyak sekali ilmu tidak hanya tentang parenting, tapi juga hukum kesehatan.
*****
Bu Siti kecil lahir di Bojonegoro, hampir setengah abad yang lalu. Keluarganya boleh dibilang termasuk keluarga yang cukup berpendidikan, kendati masih tergolong abangan. Ayahnya adalah seorang kepala sekolah SMK, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga tulen. Sejak kecil, beliau sudah terlihat memiliki bakat yang beragam dan cerdas, terbukti dengan prestasi hasil belajar dan kompetisi yang beliau menangkan. Akibatnya, orangtuanya jarang sekali menyuruh dan latihan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ibunya hanya menyuruhnya belajar supaya menjadi orang pintar.
Dengan kecerdasan yang dimiliki sekaligus lingkungan yang mendukung, Bu Siti menjadi begitu bersinar di sekolah. Rata-rata raport sekolahnya tidak pernah menyentuh angka di bawah 90, semuanya berkisar antara 90-100. Selain jadi bintang kelas, beliau juga sangat aktif. Ia pernah menjadi vokalis band, anggota tim voli, dll. Sampai pada akhir masa SMA-nya, beliau diterima di dua universitas dengan jurusan yang berbeda, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Setelah istikharah dan berpikir panjang, beliau akhirnya memilih meniti jalannya menjadi dokter.
Di UNS-lah, hidayah Allaah swt datang. Paparan dakwah kampus membuat Bu Siti berhijrah. Ia yang tadinya tidak berjilbab jadi menutup auratnya. Beliau sangat bersemangat untuk belajar agama. Saking semangatnya, berbagai harakah dia ikuti karena lugunya ia terhadap dunia Islam. Sampai pada masa co-ass, beliau memutuskan untuk segera menikah untuk menjaga dirinya.
Dari beberapa lamaran yang datang, setelah istikharah, Bu Siti memutuskan untuk menikah dengan Pak Noor Hadi. Hal ini didasarkan pada mimpi beliau yang dibonceng oleh seorang laki-laki naik sepeda. Laki-laki itu menggunakan baju koko putih dan peci hitam. Dan ketika Pak Noor Hadi datang melamar dengan pakaian persis seperti lelaki dalam mimpinya, maka beliau yakin bahwa itu adalah jodohnya sebagai jawaban atas istikharah yang dipanjatkannya.
Saat itu, prinsip Bu Siti sederhana, jika memilih jodoh pastikan agamanya lurus dan benar terlebih dahulu, selainnya tinggal taat pada suami. Maka, ketika tahu bahwa Pak Noor Hadi bukan hanya sekedar guru bahasa Inggris, namun juga seorang da’i, beliau semakin yakin dengan pilihannya. Walaupun harus menolak lamaran lainnya yang berasal dari seorang psikolog dan kepala sekolah yang notabene lebih mapan dan menjanjikan. Dan memang, menikah dengan Pak Noor Hadi membuat hidup beliau berubah 180°.
Di masa co-ass beliau yang sudah berumahtangga dan memiliki anak, Bu Siti harus berjuang untuk bertahan hidup. Beliau harus membuat donat dan makanan kecil lain untuk dijual sebagai tambahan pemasukan keluarga. Kegiatannya selalu sama, pagi co-ass di klinik atau puskesmas, sore menyiapkan bahan, malam memasak, subuh mengantarkan masakannya ke warung-warung. Di sela-sela itu, beliau masih harus mengurusi anak dan suami.
Setelah sumpah dokter pun, Pak Noor Hadi melarang Bu Siti untuk bekerja di luar rumah. Beliau hanya diperbolehkan untuk praktek di rumah dan mengurus anak dengan sebaik mungkin. Beliau yang notabene tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah pun jadi shock dan stress. Walaupun sering bertengkar, tapi beliau tetap menurut pada suami.
“Tugas istri itu ya nurut sama suami. Pokoknya nurut aja. Pegang dulu hikmahnya di awal, ikhlasin, baru dijalanin”, begitu ujarnya.
Jadilah kegiatan sehari-hari Bu Siti di rumah biasa, seperti memasak, mencuci, menyetrika, membersihkan rumah, dll. Awalnya, beliau mengerjakan dengan berat hati. Tapi lama-kelamaan beliau mendapatkan hikmahnya. Beliau jadi tidak rela jika keluarganya makan makanan yang tidak ia masak.
“Karena kan memasak kalau sambil didzikirin itu masakannya jadi berkah. Lha kalo beli di luar kita ndak tau ditambahin apa, gimana akhlak yang jual”, kata beliau.
Perihal mencuci, Bu Siti juga mengutamakan tangannya sendiri untuk membersihkan baju suami dan anaknya karena pahalanya lebih utama. Selain pekerjaan rumah tangga, beliau rutin menemani anak-anaknya belajar jadi ia mengerti betul progress anak-anaknya di sekolah. Semua anaknya dekat dengan beliau, dan beliau paham seluk-beluk karakter dan kesukaan anaknya. Bahkan sebelum berangkat sekolah, Bu Siti rela memasak banyak menu hanya demi memenuhi kesukaan makanan masing-masing anaknya.
Bu Siti benar-benar memposisikan diri sebagai ibu terbaik untuk keluarga. Bahkan beliau sering menjahit sendiri baju seragam keluarga. Jarang sekali beliau berbelanja pakaian. Kalaupun beli baju paling di pasar atau di mall yang tergolong murah. Hatinya tidak tega jika uang yang dikeluarkan hanya membuat kaya orang kaya, dan memiskinkan orang miskin.
Sebagai pengatur keuangan keluarga, Bu Siti berhati-hati benar menggunakan uang. Dulu, beliau dan suaminya sempat berbisnis jati. Namun, hasil bisnis itu tidak pernah beliau gunakan untuk makan sehari-hari karena takut kurang berkah. Makanan sehari-sehari diupayakan dari penghasilan praktek dan gaji suami.
Pernah suatu kali Bu Siti menerima uang yang “abu-abu” dan sempat “dimakan” oleh anak keduanya. Anak yang bersih itu bereaksi hebat ketika ada harta haram masuk ke dalam mulutnya. Ia menderita muntah darah dan hampir saja maut merenggut. Dalam kedaan kritis itu, bukannya bersedih larut, Bu Siti hanya berdoa,
“Ya Allaah jika anak ini akan Kau ambil, maka ambillah. Tapi jika tidak, jadikan ia pemimpin yang akan menyejahterakan umat.”
Akhirnya si anak sembuh dan kini hampir lulus jenjang sarjana di FK UGM.
Saat melepas anak-anaknya sekolah di pesantren saat umur 6 tahun, Bu Siti juga merasa berat hati dan sering menangis. Tapi kemudian ia terbiasa juga apalagi mendengar anaknya berhasil menghafalkan 16 juz di kelas 1 SD. Bagi Bu Siti, keputusan memasukkan anak-anaknya ke pesantren adalah keputusan yang tak ternilai harganya. Karena dengan menjadi penghafal Al-Quran dan anak yang shalih-shalihah, itu menjadi aset akhirat paling berharga untuk orangtuanya. Meski begitu, beliau menyayangkan orang yang memasukkan anaknya ke pesantren tanpa pendidikan keluarga yang baik.
“Banyak orang mengira masukin anak ke pesantren itu yowes masukin aja tanpa pendidikan di keluarga yang baik. Padahal nggak kayak gitu. Pendidikan yang utama itu ya di keluarga. Lha ibu itu sekolah utama untuk anak-anaknya. Anak kalau dimasukin pesantren tapi orangtuanya sibuk nggak ngurusin yowes sama aja nanti hasilnya.”, ujar Bu Siti.
*****
Setelah terbiasa menjadi ibu rumah tangga selama sekitar 20 tahunan, kehidupan Bu Siti terpaksa harus berubah drastis kembali karena suatu hal. Pak Noor Hadi, suaminya, meninggal karena serangan jantung. Mau tidak mau, beliau harus bekerja untuk menghidupi keluarga. Beruntung ia hanya menanggung separuh biaya pendidikan 2 anak, sedangkan keempat lainnya hanya menambah sebagian karena mendapat beasiswa. Dan karena pendidikan karakter yang kuat dari beliau, anak-anaknya sangat pandai dan mandiri mengatur keuangan masing-masing. Jadi meski sangat kecil pemasukan keluarga, dengan kebutuhan tujuh orang, masih bisa dinikmati dan dirasakan lebih dari cukup.
Untuk menunjang finansial, Bu Siti lalu mendaftar menjadi dosen di UMS sembari menjalani S2 Ilmu Hukum. Beliau memang tertarik sekali dengan hukum kesehatan karena belum banyak yang menekuni. Mendapati fakta-fakta yang miris di lapangan, beliau bertekad untuk menegakkan keadilan di dunia kesehatan. Hal ini mendorong untuk belajar dan meneliti dengan giat hingga akhirnya beliau berhasil lulus dalam 20 bulan dengan IPK 3,875. Dan itu diraih tanpa mengorbankan urusan dan kewajiban beliau sebagai ibu rumah tangga.
Berprestasi di bangku pascasarjana membuat Bu Siti ditawari profesor pembimbingnya untuk meneruskan studi doktoral. Meski khawatir akan biaya, akhirnya beliau mengambil juga S3 Ilmu Hukum di UMS atas saran khas suaminya sebelum meninggal,
“Kesempatan itu tidak hadir dua kali, kalo duit bisa dicari. Makanya lebih cepat diambil insyaallaah lebih baik”. Kata Pak Noor Hadi kala itu.
Supaya beliau bisa mendapat beasiswa, maka jenjang pendidikan yang beliau ambil harus linier. Beliau pun harus menempuh S3 sembari kuliah S1 di jurusan yang sama. Maka Bu Siti pun mengambil juga kuliah S1 Ilmu Hukum di Universitas Islam Batik Surakarta.
“Saya ndak tau ya, di Indonesia itu lucu tenan. Mosok ya ada dokter mau buka klinik nggak boleh tapi perawat sama bidan boleh. Padahal kan ndak boleh itu regulasinya. Terus masak bidan sama perawat ki bisa nangani penyakit dan kasih obat to. Belum lagi orang bisa periksa di apotek. Apotekernya Cuma nanya sakit apa langsung dikasih obatnya. Lha itu kan nggak ada proses diagnosis, Cuma apalan aja. Ya untung nek nggak mati pasiennya”, ujarnya mengeluhkan hukum kesehatan di Indonesia yang masih morat-marit.
Bu Siti juga menyebutkan lebih banyak kasus kebobrokan dunia kesehatan di Indonesia, dan di akhir beliau menyampaikan cita-citanya untuk dapat menegakkan hukum yang adil di dunia kesehatan.
“Perjuangannya masih panjang sekali untuk bisa benar-benar menegakkan hukum. Makanya yang muda-muda ini yang nanti meneruskan.” ujarnya.
Ada hal yang sedikit ganjil tapi mengagumkan kala menyelami kehidupan Bu Siti. Beliau bisa sangat berapi-api menceritakan seluk-beluk hukum kesehatan, padahal sebetulnya belum lama ia menekuninya. Hidupnya seperti dikurung di rumah selama puluhan tahun, tapi begitu keluar dan kembali belajar, beliau bisa melesat mengangkasa di bidang yang ditekuni. Kecerdasan yang dulu begitu melekat padanya tidak lantas pudar hanya karena menjadi ibu rumah tangga, bahkan meningkat pesat. Karena baginya, hidup itu ibarat lomba lari. Semakin dekat dengan garis finish, seharusnya semakin cepat berlari supaya tidak tersalip oleh yang muda. Semakin tua, seharusnya semakin banyak belajar dan berkontribusi, bukan malah menjadi lemah dan tak berdaya.
“Hidup itu ibarat lomba lari, semakin dekat garis finish harusnya larinya semakin kencang. Maka, saya harus semakin banyak belajar dan kontribusi biar ndak disalip sama yang lebih muda.” Kata Bu Siti.
Bu Siti begitu bersyukur lama menjadi ibu rumah tangga, karena selain anak-anaknya tumbuh dengan ketaqwaan, bekerja di lapangan justru membuat seseorang menjadi cepat tua dan sulit terhindar dari fitnah. Beliau menjadi bukti bahwa memang sekolah utama anak-anak memang ibunya. Al-ummu madrasatuluulaa li aulaadihii.
Satu prinsip lain yang terus dipegang oleh Bu Siti tertuang dalam Surat An-Nisa ayat 9 yang artinya,
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.”
Seorang ibu tidaklah pantas meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan lemah sekedar untuk bekerja. Dan setelah itu, tugas selanjutnya adalah bertaqwa dan berkata benar. Menurut pada suami, memasak, mencuci, menjahit, bersih-bersih, adalah sedikit dari bentuk ketaqwaan Bu Siti sebagai seorang istri dan Ibu. Terlebih lagi prinsip kehati-hatian dan keadilan, menjadi manifestasi nyata kedekatan beliau dengan Allaah swt.
*****
Di akhir obrolan itu, tampak oleh saya matanya yang berkaca-kaca. Bercerita panjang lebar tentang seluk-beluk kehidupannya membuat beliau terharu rupanya. Sampai di satu statement terakhir yang membuat saya tertegun karena hal tersebut adalah cita-cita saya juga,
“Saya bersyukur sekali menikah dengan suami saya dan mengalami kehidupan yang seperti ini. Dari dulu cita-cita saya itu cuma supaya bisa melahirkan generasi terbaik yang menjadi tonggak kebangkitan umat.”
Ah, percakapan sore itu memberi kami begitu banyak pelajaran. Otak kami dipenuhi oleh berbagai inspirasi, sementara bibir kami memanjatkan do’a untuk beliau. Semoga Allaah swt senantiasa kuatkan ya, Bu.
=================================================
MasyaaAllah, tulisan yang dibuat oleh saudari asrama saya dan suaminya :”)
semoga banyak hikmah yang didapat bisa diteladani..
Author : Zahratul Iftikar Jadna Masyhida Editor : Khoirul Fahmi
733 notes · View notes
amrina-arin · 8 years ago
Text
50 ribu Pertama Dek Ika untuk Palestina
Sedang ramai pembicaraan tentang masjid Al Aqsha saat ini. Aku sedih ketika baru sadar akan kelalaianku, bahkan sekadar informasi apa yang dilakukan terhadap Al Aqsha 50 tahun terakhir ini saja baru kuketahui sekarang. Sebenarnya sudah dari 1917 tindakan nyata terhadap Al Aqsha sudah dimulai. Inggris merampas tanah suci Masjid Al Aqsha dari Turki Utsmani di 1917. Dan tujuan besarnya adalah menghancurkan kiblat pertama umat Islam itu dan menggantikannya dengan membangun Solomon Temple. Entah bangunan apa bagi mereka. Innalilahi. Kemarin siang aku merenung, jika sudah begini, apa yang bisa kulakukan? Beruntung, teman-temanku adalah orang-orang yang sama resah dan gelisahnya seperti aku, tapi belum tau bisa apa. Bertubi-tubi datang bacaan dan referensi tentang keadaan di Al Aqsha saat ini. Ada banyak yang bisa kita lakukan, apapun yang bisa dilakukan, lakukan. Yang paling bisa kita lakukan dengan kondisi dan posisi sekarang adalah menggerakkan lisan dan berdoa. Doa yang tulus, jangan remehkan kekuatan doa. Doa di waktu sepertiga malam, antara azan dan iqomah, ba'da ashar di hari Jumat, ketika hujan, dan all day long mari bantu kuatkan pejuang Islam yang raganya ada disana. Untuk kita yang belum sampai kesana, semoga doa menjadi peneduh langit Palestina. Ada satu cerita singkat dari adik sepupuku, Dek Ika yang saat ini baru masuk kelas 6 SD. Cerita ini juga sebagai refleksi diriku dan penahan ketika diri mulai khilaf dengan hedonisme (terutama olshop di ig, itu dosa bgt). Jadi dek Ika ini seperti anak2 seusianya lagi suka mainan slime, semacam plastisin tapi dari lem dan bentuknya kental berwarna warni. Dia minta dibeliin slime, tapi dia sendiri yang mengajukan syarat. Gak minta secara cuma-cuma aja, tapi dia mau hafalan nanti dikasih uang. Haha, ya sah-sah aja bagiku. Katanya "orderan hafalan", oke jadi aku order murojaah An-Naba sampai Al-Lail dan nanti kukasih 100.000 katanya buat beli slime. Maka selama liburan sekolah+ lebaran, aku sebagai tempat setorannya dan Alhamdulilah sukses murojaah An-Naba sampe Al-Lail. Giliran aku yang memberikan haknya uang 100.000, sebenernya bukan masalah besar langsung kasih aja 100.000, tapi aku gak mau nanti jadi gak bermanfaat. Awalnya, digunakan 10.000 untuk beli slime. Oke, keinginan pribadi tercapai✔. Trus kebetulan adikku yang baru pulang dari DT punya rekening khusus untuk donasi Palestina dan ngomongin itu. Maka kami berdua ajak dek Ika berpikir gimana anak-anak disana kadang gak makan, gakada selimut, diserang Israel, dll. Kebetulan dia juga emang sering liat postingan Palestina di Instagram, trus tiba-tiba dek Ika bilang "50 ribunya buat Palestina aja mbak". Sontak aku dan adikku, Sarah, berbinar. Hahaha Good! Berhasil. Sisanya 35.000 buat bayar kas kelasnya dan 5.000 sisanya buat masuk celengan yang udah berat banget. Alhamdulillah, senang rasanya. Kemudian aku berkontemplasi, jika 50 ribu yang merupakan nominal besar untuk anak SD seperti dek Ika, maka alangkah malu jika aku tidak menyumbang sesuai "level" ku sebagai mahasiswa. Semoga kita senantiasa berfastabiqul khairat, dengan apa saja yang bisa kita lakukan. Bantuan tidak digeneralisir hanya materi, tetapi bisa berupa doa yang tulus, pencerdasan kepada orang yang belum tersadar dgn kondisi umat Islam saat ini, sharing dan obrolan ringan, atau apapun. #BebaskanAlAqsha #FreedomforAlAqsha Jumat, 21 Juli 2017. Indonesia.
0 notes
amrina-arin · 8 years ago
Photo
Tumblr media
Sebaik-baiknya solusi terhadap kekhawatiran masa depan adalah memperbaiki diri sekarang juga.
4 notes · View notes
amrina-arin · 8 years ago
Text
Ketika Kezaliman Berkata Angkuh; "Bukankah Kami Lebih Dicintai Allah Daripada Kalian?"
Kisah ini di sekitar tahun 1258 Masehi, saat Baghdad dikuasai oleh tentara Mongol dan 1 juta umat Islam dibantai. Suatu ketika, anak perempuan Hulagu Khan berkeliling ke penjuru kota itu. Ia memeriksa keadaan tawanan keseharian mereka, yang merupakan pemeluk Islam. Lalu, ia lihat sekumpulan manusia mendengarkan satu orang di antara mereka.
Setelah mencari tahu, ia akhirnya mengerti bahwa orang yang didengarkan itu adalah seorang Alim diantara Ulama umat Islam di Baghdad. Terjadilah kemudian percakapan antara anak perempuan Hulagu dan Alim itu.
“Apakah kalian orang-orang yang beriman pada Allah?”, tanya anak Hulagu.
“Tentu, kami mengimani Allah”, jawab sang Alim.
“Berarti engkau juga percaya bahwa Allah akan memenangkan siapapun yang Dia kehendaki, bukan?”
“Tentu”, sahut sang Alim. “Bukankah Allah telah menjadikan kami menang atas kalian?”, tanya anak Hulagu kemudian.
“Iya, memang benar”, jawab sang Alim.
“Bukankah itu berarti kami lebih dicintai Allah daripada kalian?”, seloroh anak Hulagu.
“Tentu tidak”, jawab Sang Alim.
“Mengapa?!”, lanjut anak Hulagu.
“Kau tahu Penggembala Domba? Bukankah ia kadang menggembala domba-dombanya dengan dibantu beberapa anjing?”
“Ya, benar”, jawab anak Hulagu.
“Apa yang dilakukan Penggembala jika ada domba-dombanya yang terpisah dari rombongan dan keluar dari pengawasannya?”
“Tentu ia akan utus anjing-anjingnya untuk menggiring domba menuju ke rombongan gembalanya”, jawab anak Hulagu.
“Sampai kapan anjing-anjing itu akan menggiring domba? Dan apakah yang Penggembala utamakan, anjing atau dombanya?” tanya sang Alim. “Tentu selagi mereka tersesat sampai bertemu lagi penggembalanya. Dan tentu gembalanya yang ia utamakan dari anjing-anjingnya”, jawab anak Hulagu.
“Kalian wahai Mongol, ibarat anjing-anjing itu, dan kalian ada sebab sebagian umat Islam berpaling dari aturan Allah Azzawajalla. Namun selamanya kalian akan tetap di belakang kami sampai kami kembali pada pelukan pertolongan dari Rabb kami”, jawab Sang Alim dengan cerdas.
——- Sebagaimana terjadi di masa lalu, kini peristiwa itu kembali kita alami. Kejahatan merajalela dan kita, Umat Islam, yang berjumlah besar malah terhentak, dihempas ke sana-sini. Namun kemudian muncul pertanyaan; apakah Allah lebih meridhai kejahatan menguasai kita? Kisah di atas semoga menjadi perumpamaan yang tepat.
Sumber : Al Maqrizi fi At Tarikh | @edgarhamas
156 notes · View notes
amrina-arin · 8 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
10K notes · View notes
amrina-arin · 8 years ago
Text
Wkwkwk dan yaa karena terlalu tendensius dan keberpihakannya makin nganeh-nganeh, maka sy cuma gunain Line sebagai media chat dan share + like post2 bermanfaat ajadahhhh.
Line Today Tidak Penting
Hari ini, smartphone kita selalu dibanjiri notifikasi.
Pemberitahuan. Lini Masa. Informasi.
Salah satu yang sepertinya semakin marak dan terkenal, terutama di kalangan anak muda, adalah Line Today.
Berdasarkan laporan tahun 2014 saja, ada 30 Juta pengguna Line di Indonesia, yang berarti tahun ini harusnya bertumbuh jauh lebih dari itu. Saya belum menemukan laporan tahun 2016, tapi asumsi saya angkanya mungkin di kisaran 40-50 Juta pengguna. Bahkan bisa lebih.
Tahun 2016 juga disebut sebagai tahunnya Line di Indonesia: Line diketahui digunakan 3 kali lebih banyak dibandingkan dengan aplikasi messaging yang lain. 2017, bisa jadi angkanya berlipat melihat Line yang semakin gencar beriklan di TV, Youtube, dan media lain.
Kembali ke Line Today, saya jadi tertarik membahas ini karena tuntutan pekerjaan yang harus melek dengan tren digital terkini. Saya sendiri bukan pengguna aktif Line, saya menggunakan Whatsapp sebagai messaging utama, dan jarang sekali membuka Line.
Sekarang, mayoritas pengguna Line memposisikan Line Today sebagai asupan informasi dan hiburan utama di tiap hari. Line memang menyediakan Line Today sebagai kurasi berita terkini dan terhangat dari berbagai sumber berita. Menjadikannya semacam patokan agar tidak ketinggalan informasi terpenting setiap hari.
Tapi benarkah penting?
Saya tahu ini sangat subjektif, but let’s see some of this Line Today post.
Tumblr media
Momen dramatis di gunung, Ayu Ting Ting yang semakin kurus, Pak Jokowi selfie, SMA pencetak artis hits, Prilly & Gal Gadot (really?), dan pria di kereta. Ada yang penting?
How about this?
Tumblr media
Foto Feby Febiola (saya bahkan lupa siapa dia), Mulan atau Maia (hello?), Rapunzel, Cobaan Raisa saat puasa, Siswi calon teroris, dan reaksi orang Korea coba makanan Indonesia.
YANG MANA YANG PENTING?
I’m not sure how to say this, but really. Saya sedih sekali kalau ada jutaan anak Indonesia yang menjadikan Line Today sebagai patokan berita terhangat dan terpenting hari ini. Karena pada akhirnya Line Today merepresentasikan sentralisasi berita yang tidak representatif untuk banyak orang. Semacam TV nasional.
Berita Jakarta menjadi berita nasional. Berita satu orang artis menjadi berita nasional. Berita tidak penting seperti orang korea coba makanan Indonesia juga jadi berita nasional. Padahal tidak semua berita penting untuk jadi berita nasional.
Tentu ada banyak hal yang bisa didiskusikan tentang hal ini. Tapi untuk saat ini, saya hanya ingin bilang bahwa mungkin kita memang harus sangat selektif dalam menerima informasi. Tidak selamanya tahu banyak informasi itu baik, bahkan mungkin kekurangan informasi jauh lebih baik.
Karena toh ternyata, Line Today saja banyak yang tidak penting.
233 notes · View notes
amrina-arin · 8 years ago
Text
Meneruskan Dengan Ilmu
Apa yang diperjuangkan para Ulama hari ini? Mengapa mereka mewanti-wanti umat Islam untuk berwaspada terhadap ancaman komunis dan liberalisme?
Apa yang diusahakan para ilmuwan Muslim sejati hari ini? Mereka kokoh walau dibatasi gerak juangnya karena mengingatkan umat Islam akan ancaman syiah, sekularisme, kriminalisasi Ulama dan pendangkalan akidah?
Mereka melakukan itu bukan karena tetiba tergerak, bukan sebab diminta mendadak, bukan terilham wahyu di satu malam secara acak. Mereka melakukannya sebab kesadaran penuh; ada risalah yang mesti diteruskan, ada narasi yang harus dilanjutkan, ada kisah yang mesti disempurnakan. Ancaman itu sejak dulu sudah ada, nama-namanya saja yang berbeda. Muatannya padahal sama.
Perjuangan melawan gelombang kebatilan itu mereka lakukan karena mereka mengilmui sesuatu tentang Indonesia. Hari ininya adalah hasil dari yang terjadi pada masa lalu. Dan hari esoknya ditentukan dengan bagaimana kiprah manusia di hari kemarin. Dulu mereka pernah menabuh genderang perang melawan Islam dan Ulama kita menghadapinya. Kini mereka bangkit lagi, maka penerus Ulama juga yang mesti pasang badan dan idea.
Meneruskan narasi ini butuh ilmu. Ilmu tentang bahwasanya perjuangan itu bukan tali yang putus antar generasi. Perjuangan membela Islam adalah rantai kokoh yang berkelindan; sejak manusia pertama memimpin bumi sampai tiba hari pembalasan.
Apa yang terjadi pada Nuh dan kaumnya, Ibahim melawan Namrudz, Shaleh menghadapi Tsamud, Syuaib mendakwah Madyan, Musa berdiri mengajak Firaun, sampai hari ini, mengabarkan kita; peperangan antar haqq dan bathil akan terus berlanjut hingga matahari terbit dari barat.
Saatnya menginstal pemahaman, bahwa berjuang bukan memulai, tapi meneruskan. Hingga akhirnya kita akan terkokohkan dengan kisah-kisah pendahulu kita. Hingga akhirnya kita akan merasa sejuk di tengah panas pertarungan, sebab barisan kita ternyata barisan para pahlawan. Dan juga tidak kagetan kemudian, karena kita tahu yang kita alami telah dialami jua pendahulu kita.
@edgarhamas
199 notes · View notes