"left an impression not hanging an imagination" a person who lives the principle of countinuously learning and pursuing educational and psychology
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Belakangan ini aku memang disibukkan beberapa hal yang benar-benar drained my energy and mind bahkan beberapa kali emosi. Terkadang membuat aku ingin marah, sedih bahkan sempat beberapa kali dada sesak dan pikiranku yang berteriak terus menerus terjadi. Tetesan air mata sudah beberapa kali hingga kering dan tidak bisa merasakan emosi itu lagi.
.
Sampai aku terlalu fokus bagaimana cara aku bisa tidur untuk menghilangkan dari rasa lelah dan capek itu. Nyatanya "Take a rest" bukan hanya sekadar soal tidur saja. I have tried dan aku belajar ternyata tidur bukanlah satu-satunya solusi untuk mengatasi hal di atas. . Dengan tidur, rasa lelah dan capekku tidak hilang seketika dan bahkan justru aku tidak mengenali dengan apa yang aku rasakan saat itu. Hiburan yang dulu cukup membuatku tertawa, mungkin kali ini tidak.
.
Aku merasa bersalah waktuku hanya digunakan utk hal tersebut. Aku merasa bersalah tidak bisa komunikasi dg keluarga, aku merasa bersalah jarang berkomunikasi denganNya. Aku merasa bersalah pada diriku karena sudah membiarkan aku terus begini. Aku merasa bersalah pada orang orang terdekat yang masih care denganku. Sebenarnya yang aku nilai pun bukan perasaan bersalah itu, tapi lebih cenderung pada emosi sedihnya tidak bisa merasakan hal itu semua belakangan ini.
.
Apakah betul ini jalannya?
Apakah betul ini caranya?
Aku terus memikirkan apa yang bisa jadi solusi terbaik untuk diriku agar aku terus bisa menjalaninya.
Disini aku belajar, disimilah aku yang bisa tahu limit, disinilah aku bisa tahu potensi yang aku miliki, disini aku liat "rest" yang orang punya mungkin tidak sama denganku. Mungkin ada yang memilih untuk flight daripada fight, and thats okay. Kita yang tahu cara terbaik untuk "mengistirahatkan" diri kita dari segala kesulitan yang sudah kita hadapi ini untuk tetap kuat dan keep growing up jadi pribadi yang lebih tangguh.
#quotes #psikologi #pikiran #reminder #selfreminder #tulisan #sharing

4 notes
·
View notes
Text
:”)
Bertahan Itu Sulit
Terkadang tak percaya bahwa aku bisa bertahan sampai detik ini. Bertahan dengan segala hal yang tidak kusukai. Ah, kalau diingat-ingat perjuangan selama hampir 4 tahun ini, ternyata bertahan itu sulit ya.
Bertahan itu sulit, karena memang nyatanya ada begitu banyak pilihan untuk lari. Bertahan itu sulit karena selalu ada bisikan untuk pergi. Bertahan itu sulit karena akan datang rintangan yang satu disusul dengan rintangan lainnya. Bertahan itu sulit karena diatas segalanya, aku harus mampu melawan ego untuk melepaskan. Jadi kesimpulannya ya tetap bertahan itu sulit.
4 notes
·
View notes
Quote
Semakin kamu menunda kebaikan, semakin kamu menunda jalan untuk menuju kesuksesan. Jangan pernah berhenti berbuat baik, sayang. Jangan pernah menghitung kebaikan orang lain. Jangan pernah menggerutu karena orang lain tak menghargai kebaikanmu. Karena sebenarnya tidak akan ada kata “sia-sia” untuk setiap kebaikan yang kamu lakukan - Ayah
(via fazrahlillahrizkiheryanda)
6 notes
·
View notes
Text
Jangan mudah berpuas diri. Masih ada kekurangan yang dimiliki. Masih ada hal-hal yang perlu dibenahi. Masih ada hal-hal yang tidak aku ketahui. Masih ada hal-hal yang perlu dipelajari dan dipahami.
Tidak masalah, satu-satu dijalani dan tidak ada kata terlambat untuk intropeksi diri.
Dari aku dan untuk aku yang sedang berproses.
0 notes
Text
Sepertinya bisa melakukannya namun akan lebih baiknya membuatnya untuk versi dari saya seperti apa agar mudah menjalaninya :)
How to Love Yourself More
1. Set aside some time to think through why you feel you’re not good enough, or don’t deserve to be loved. Then actively counter each of those reasons. This is a really crucial step for you to take.
2. Make a list of at least 5 of your positive traits and strengths. Each day, add at least 2 more items to your list.
3. Commit to only saying positive and affirming things about yourself – your appearance, your personality, your abilities, and so on.
4. Each day, tell your body how much you appreciate it.
5. Hold your head high, smile, look people in the eye, and always speak slowly, and with confidence.
6. Have the courage to list and face some of the worst mistakes you’ve made, or some of the challenges you’ve found hard to overcome. Then, gently admit to yourself that you are not perfect. In fact, none of us is perfect, and we all start from different places in life. What has been hard for you may have been easy for someone else. Choose to not be so hard on yourself.
7. Go through your closet and experiment with your clothes until you find something that you feel really good in. Choose to wear that – and to buy other outfits that make you feel good about yourself. Get rid of clothes that lower your self-confidence or self-esteem.
8. Learn to listen to your body and mind, and treat what they are saying with kindness and respect. If you are tired, rest. If you are feeling emotionally drained, then withdraw and do something that will help to build you up.
9. Do something nice for yourself each day. Go for a jog, get your hair or nails done …. Whatever makes you feel good about yourself.
10. Give yourself permission to say no to the things that make you unhappy, or that sap your energy.
789 notes
·
View notes
Text
Makin kenal, makin sayang.
Tulisan kali ini saya dedikasikan untuk suatu hari dimana seluruh dunia ini merayakan betapa pentingnya kesehatan mental. Selamat Hari Kesehatan Mental Dunia Tahun 2020.
Meskipun telah lewat 10 hari dari World Mental Health Day namun sebenarnya di setiap detikpun tidak akan pernah salah jikalau kita merayakan sekaligus membahas hal ini. Yah sebegitu kuatnya dan pentingnya sampai-sampai di setiap lini kehidupan pun terus punya relevansi dengan kesehatan mental.
Saya pribadi baru mengenali dan memahami bagaimana perilaku dan emosi manusia, namun dengan menghabiskan waktu dalam kurun waktu tiga tahun lebih, saya banyak belajar sekaligus memahami peran signifikan dari kesehatan mental bagi tiap individu. Oke disini saya sangat bersyukur dengan background pendidikan saya yang Psikologi menjadikan saya mau untuk terus belajar memahami orang-orang di sekitar saya as human being. Ini sangat penting di Psikologi, karena kita tahu tiap manusia punya hak. Hak untuk bahagia, hak untuk sejahtera dan masih banyak lagi di luar kondisinya yang tidak memungkinkan mendapatkan hak-hak tersebut sehingga mereka sebagai manusia tetap berdaya, tetap merasa aman dan sejahtera. Maka dari itu, saya sebagai calon psychologist pun dalam kondisi ini harus mengetahui bagaimana perilaku dan emosi individu terbentuk agar individu tersebut mendapatkan personal well-being.
Hanya saja, tujuh bulan terakhir ini, saya baru menyadari bahwa saya baru mulai mempelajari perilaku dan emosi diri saya sendiri. Memang kondisi pandemi ini membuat pikiran saya menjadi reflektif. Bukan sekadar dipikirkan, namun juga dievaluasi dan ternyata semakin saya mengevaluasi diri saya, bukan malah menguatkan saya terkadang membuat saya semakin takut dan cemas pada sisi lemah saya. Arin yang prokras, Arin yang sering demotivasi, mudah lelah, insecure, kadang julid, suka tersinggung ingin rasanya tidur aja atau tidak melakukan apapun terus-terusan, layaknya manusia yang tanpa beban dan pantauan orang-orang. Tetapi semua penilaian yang tadi itu tidak saya tolak dan tidak saya abaikan, saya coba terima. Terima. karena saya tahu sisi saya tersebut memang benar adanya. Namun saya tetap hargai sisi saya yang lain dengan mengatakan pada diri bahwa saya tetap sayang pada diri saya ini, hal inilah yang menguatkan saya untuk sisi Arin yang lain. Terpenting untuk tetap mencintai diri sendiri.
Akhirnya lewat tulisan ini selain merayakan karena saya telah berani mengenalkan sisi lain saya itu, tulisan ini juga menyadarkan saya bahwa dalam proses mengenal diripun tidak masalah kita takut, cemas dan khawatir karena itu bagian usaha kita mengenal jauh lebih dalam sekaligus memahami diri kita seperti apa. Tentu apabila nantinya kita benar-benar kenal dan paham diri kita, pasti akan terbentuk rasa sayang. maka sayangilah diri kita karena kita berhak bahagia, kita berhak aman, kita berhak sejahtera. Kita tidak perlu cemas karena tidak bisa melakukan semuanya. Karena sebenarnya yang perlu kalian tahu dan saya ingat selalu adalah akan sangat baik-baik saja apabila kalian tidak baik-baik saja atau tidak bisa karena kita tidak harus bisa semuanya dan bisa terus-menerus. Semangat untuk teman-teman yang berproses, pelan-pelan jalaninnya ya. Jikalau lelah, istirahat, Jangan lupa untuk bahagia karena kita berhak dan berharga.
0 notes
Text
"Dont get scared in advance, because its has not happened yet. "
Potongan dialog di atas didapatkan dari drama yang saya tonton belum lama ini. Isinya singkat namun ternyata pesannya sangat sampai ke saya dan sangaat lama berhenti di pikiran serta perasaan, jujur akhir-akhir ini bisa dibilang saya memang merasa takut, takut apapun itu. Bahkan hal hal yang belum terjadi. Saya melihat pengalaman buruk yang terjadi misalnya kegagalan yang membuat saya merasa takut apabila mengalaminya dan terulang kembali di kemudian hari. Ternyata ketakutan itu membawa dampak yang cukup signifikan untuk saya dalam melakukan sesuatu termasuk dalam hal memutuskan atau memilih di antara dua pilihan penting dalam hidup saya. Saya cukup tahu bahwa sebenarnya ketakutan saya sudah mengalahkan dengan segalanya, saya jadi irasional dalam melakukan apapun. Saya terus berpikir untuk lebih baik tidak melakukan apapun daripada nantinya mendapat hal buruk atau hasilnya jelek nantinya.
Potongan dialog di atas sebenarnya juga mengingatkan saya bahwa segala sesuatunya tidak perlu ditakuti. Anggap ketika kita dihadapkan pada suatu hal yang apabila dipikir tidak sesuai dg capacity kita, kita tetap hadapi dulu, urusan hasil itu belakangan, kan belum terjadi. Ketika dalam prosesnya apabila ada kesalahan, perbaiki. Apabila ada kegagalan, coba lagi. Kebanyakan dari kita sering lupa bahwa kita hidup memang perlu kewaspadaan dan kehati-hatian melakukan sesuatu namun bukan berarti keantisipasian itu menjadi sebuah ketakutan dalam mencoba banyak hal. Kalau rasa takut sudah mengalahkan segalanya, kita tidak menemukan hal-hal baru berupa pengalaman, pengetahuan atau kemampuan baru karena kita sudah talut duluan. Kita akan terjebak pada posisi itu-itu saja, bukan?
0 notes
Text
“Distance doesn’t separate people. Silence does.”
— Jeff Hood
1K notes
·
View notes
Text
APA SEBENARNYA KENYATAAN DI BALIK KETIDAKMAMPUAN KITA SELAMA INI?
Kita sebenarnya bukan tidak bisa tetapi karena tidak terbiasa. Terbiasa tidaknya itu artinya kita mau untuk adaptasi.
Banyak orang bilang tidak bisa padahal belum dicoba.
Banyak orang bilang tidak bisa padahal belum apa-apa.
Banyak orang bilang tidak bisa padahal sebenarnya bisa.
Banyak orang bilang tidak bisa padahal tidak ingin.
Banyak orang bilang tidak bisa padahal luar biasa.
Banyak orang bilang tidak bisa padahal.....
Kenyataan apa lagi sebenarnya dibalik semua ketidakmampuan kita yang kita akui?
Sebenarnya kenyataan dari ketidakmampuan kita ini karena adanya kemauan. Kemauan untuk berproses. Kemauan untuk terbiasa dengan proses itu. Ya beradaptasi.
Beradaptasi tentu butuh waktu. Tidak semua proses adaptasi itu sama di setiap orang. Sabar. Pelan-pelan saja, Namun bucara soal adaptasi bukan soal bisa tidaknya tetapi balik lagi mau tidaknya ia beradaptasi.
Kalau kita telusuri sebenarnya dalam hidup kita tentu banyak hal baru yang kita alami setiao harinya. Kenapa kita bisa survive? Ya karena kita bisa beradaptasi. Kondisi saat ini, di tengah pandemi covid-19 pun yang awalnya hal-hal semacam kelas, meeting dan ngobrol online bahkan menjaga kebersihan tangan sangat jarang dilakukan hal ini tentu juga akan jadi new normal bagi kita semua. Kenapa? Karena itu semua sudah kita lalui dan kita mau beradaptasi sehingga seakan itu sudah menjadi bagian dari kebiasaan baru.
Semua butuh adaptasi tetapi tetap harus ada kemauan yang kuat agar adaptasi dapat diwujudkan dengan nyata.
0 notes
Text
Selama ini yang saya ketahui mengenai bersyukur diterapkan ketika saya dalam kondisi tidak puas dan merasa iri dengan kehidupan orang lain makanya saya perlu melihat dan membandingkan dgn orang-orang yang mungkin hidupnya serba kekurangan dari saya. Nyatanya hal-hal seperti itu tidak perlu. Karena bersyukur itu adalah dirasakan dan sebuah pilihan.
Hal ini sama seperti konsep bahagia. Bahagia itu sebenarnya diciptakan dengan kita sendiri atau atas kemauan dan pilihan kita.
Maka dari itu, setiap orang punya konsep bahagia berbeda-beda. Tergantung bagaimana ia membentuk konsep itu dan menciptakannnya. Ada yang melakukan hal-hal kecil, sudah cukup membuatnya bahagia tapi ada juga yang harus mengorbankan segala hal, baru ia bahagia, ada juga.
Dari hal itu juga, akhirnya saya sadar dan memahami bahwa saya perlu berhati-hati men-judge setiap pencapaian atau perilaku orang lain karena mungkin saja, ia melakukan hal itu ada alasan dan mungkin juga untuk menciptakan kebahagiaannya.
1 note
·
View note
Text
Menyikapi Kondisi yang Unexpected but Its Real!
Ikhlas, ikhlas, ikhlas dan Tawakkal
Hanya itu yang bisa saya katakan ketika saya ingin memberikan sebuah afirmasi positif pada diri saya mengenai kejadian yang saat ini benar-benar menggemparkan dunia yakni pandemi coronavirus.
Ketika melihat kondisi pandemi ini mungkin untuk sebagian atau beberapa dari kita menganggap pandemi ini menjadikan kaum rebahan serta introvert beraksi dan mendapatkan kesempatan namun tidak bagi diri saya. Saya merasa bahwa pandemi ini cukup membuat saya shock, kecewa, sedih bahkan marah. Mengingat kembali bahwa merupakan “kutukan anak yang lahir di angkatan 98″ pasti akan relate dengan serangkaian peristiwa di luar sana, mulai dari adanya krisis moneter tahun 98, UASBN yang harus mencapai 20 paket, SMP yang masuknya melalui bertaraf internasional namun diberhentikan begitu saja, hingga SMA yang menggunakan kurikulum 13 pertama kali, dan tidak sampai di titik itu saja, kuliah pun masih sama menggunakan kurikulum perguruan tinggi yang berbeda dengan kaka tingkat sebelumnya bahkan hingga proses kelulusan (yudisium dibatalkan), wisuda dan pengambilan ijazah-pun juga ikut tertunda. Padahal bagi diri saya, setelah berjuang keras melawan burn-out di 3,5 tahun ini sangat senang dan puas apabila dirayakan lewat upacara kelulusan (read: wisuda). Terlebih itu adalah hal yang saya tunggu-tunggu untuk merayakan kesenangan kita bersama angkatan, namun lagi-lagi kondisi dan waktu yang salah untuk kita. Timing untuk kita bisa merayakan itu belum tepat kalau katanya fiersa besari. Euforiapun berkurang walaupun diadakan wisuda. Bukan begitu?
Akan tetapi terlepas dari itu semua, ternyata setelah dipikir-pikir akan ada banyak hal yang saya syukuri serta lewati ketika ada kejadian ini. Bahkan saya berpikir bahwa Tuhan tidak akan memberikan ciptaan-Nya musibah yang melebihi kemampuan orang tersebut. Artinya semua kejadian inipun pasti akan ada pembelajaran dan hikmah yang bisa diambil bersama. Termasuk diri saya sendiri ketika melewati berbagai hal bukan hanya pandemi ini saja, Berikut saya sebutkan hal apa yang saya dapatkan selama saya berproses hidup sebagai manusia yang lahir dengan lika-liku kehidupan yang terjadi;
1. Saya belajar bahwa hal yang menurut kita telah diperjuangkan itu semua ada campur tangan Tuhan, jangan sampai kita lengah dan egois bahwa kita harus benar-benar mendapatkan apa yang kita inginkan setelah kita melakukan suatu hal. Meninjau kembali bahwa saya berpikir skripsi saya yang selesai itu benar-benar dirayakan karena usaha kerasa saya itu padahal tidak selalu jalannya seperti itu, kita juga perlu sadar adanya campur tangan Tuhan. Hal ini juga sekaligus menjadi bukti nyata bahwa manusia hanya bisa merencanakan tetapi Allah yang menentukan. Dan tentunya menentukan hal yang terbaik untuk ciptaan-Nya
2. Saya belajar untuk menghargai waktu. Ketika saya menunda waktu untuk menyelesaikan tugas tertentu, akan ada penyesalan ketika dihadapkan hambatan atau kondisi yang sudah tidak bisa kita kendalikan bersama (seperti pandemi coronavirus ini).
3.Saya belajar bahwa ternyata pentingnya niat dalam memulai dan mengerjakan sesuatu. Hal yang belum bisa saya lakukan di waktu sibuk pun belum tentu saya bisa lakukan di waktu senggang seperti ini. Bahkan saya tetap melakukan yang bukan prioritas saya. Ini hanya soal niat.
4.Saya belajar hidup sehat, rasanya bukan hanya saya saja. namun keluarga, teman-teman dan orang-orang sekitar sayapun juga turut saling menjaga dan mengingatkan untuk terus mencuci tangan selepas beraktivitas atau menggunakan handsanitizer.
5. Saya belajar bahwa ternyata yang menurut kacamata orang mungkin kondisi ini atau pandemi ini menjadi malapetaka karena menggagalkan seluruh rencana hidup mereka. Akan tetapi, menurut saya mungkin ini menjadi waktu yang tepat dan kesempatan untuk saya dalam memahami, mengenal lebih dalam serta mengembangkan diri saya.
6. Saya belajar untuk saling berbagi. Betapa pentingnya arti berbagi terutama dalam kondisi seperti ini. Ketika semua lapisan kehidupan ekonomi seseorang ada yang belum terpenuhi, kita dengan kemampuan yang kita miliki dapat membantu meskipun sedikit akan menjadi bermakna untuk mereka. Bantuan pun dapat berbagai bentuk tidak melulu soal materiil namun moral, dukungan psikologis juga dibutuhkan dalam menghadapi kondisi saat ini.
7. Last but not least, Saya belajar arti keikhlasan dan tawakkal sebenarnya. Bagaimana orang-orang berlomba-lomba berusaha menjalani rencana terbaik mereka untuk hidup mereka dan selebihnya dipasrahkan semua pada Sang Pencipta, Allah. Ketika pandemi ini pun, mungkin kita telah berusaha untuk saling menjaga kesehatan, perkara kita terjangkit virus atau tidak kita serahkan pada Allah. Intinya kita ada niat, usaha dan berdoa untuk terjaga dari segala penyakit apapun itu.
Tidak hanya itu saja, mungkin beberapa kalian di antaranya juga merasakan hal yang sama dan mungkin juga bisa membagikan hal apa yang kalian dapatkan selama pandemi ini,
Dan sejujurnya, mungkin ada kalanya saya cemas apakah saya bisa melakukan rencana-rencana saya yang nantinya tetapi sekali lagi ini adalah suatu proses. proses menjadi pribadi yang lebih tangguh dan kuat dalam menghadapi segala pilihan hidup agar lebih bijak. Hal ini termasuk yang saya inginkan di tahun ini. Semoga semua rencana, usaha dan doa kita semua tercapai.
-Salam Hangat-
Arin as Day Dreamer
2020
2 notes
·
View notes
Text
Kaum Muda Prihatin sebab Orang Tua Memprihatinkan
Minggu pagi hari ini, membaca koran langganan di teras rumah dengan udara yang sejuk dan mendengar kicauan burung merupakan aktivitas yang nyaman dan healing process bagi saya karena selama ini hampir saya tidak pernah menyempatkan untuk di luar ruangan dan lebih menyibukkan diri untuk hal lain yang kebanyakan berada di dalam ruangan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah.
Hal yang membuat saya tertarik membaca koran Kompas edisi tanggal 24 November 2017 lalu adalah di bagian depan koran membahas perilaku tentang Kaum Muda yang Prihatin akan “kenakalan” Orang Tua
Di sana dibahas bahwa pelanggaran-pelanggaran generasi orang tua seperti pelecehan seksual, korupsi dan kekerasan fisik yang marak terjadi saat ini dianggap tindakan yang memalukan dan memprihatinkan bagi kaum muda. Saya yang merupakan salah satu kaum muda pun juga turut menyikapi bahwa benar adanya apabila kasus-kasus pelanggaran di atas yang terjadi, terutama oleh generasi orang tua sangat memprihatinkan bagi negara ini. Padahal menurut seorang tokoh psikolog, Albert Bandura dengan teori pembelajaran yang terkenal yaitu social learning atau observational learning orang tualah merupakan role model utama bagi anak untuk belajar sesuatu. Generasi orang tua seharusnya konsisten dalam ucapan maupun berperilaku karena anak selalu mengamatinya dan bahkan bisa jadi belajar untuk menirukan apapun yang ada di sekitarnya tanpa tahu mana yang baik atau tidak.
Tidak hanya itu, perilaku pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan generasi orang tua bisa saja terjadi pada anak dengan pembelajaran melalui respon lingkungannya seperti apa. Artinya adalah apabila anak melakukan kesalahan yaitu pelanggaran dan ternyata respon lingkungannya positif maka anak akan cenderung mengulang kembali di kemudian hari karena ia mengevaluasi bahwa perilaku tersebut baik dan perlu dipertahankan. Akan tetapi, apabila respon lingkungan negatif(hukuman) pada perilaku yang negatif seperti melakukan pelanggaran maka kemungkinan perilaku tersebut tidak akan terulang kembali, Hal ini sesuai dengan teori pembelajaran Operant Conditioning oleh B.F Skinner dalam (Santrock,2012) tentang pemberian reward and punishment sehingga tidak salah jika sebagian besar menyimpulkan apabila seorang anak bermasalah lihat lingkungan sekitarnya bagaimana terutama lingkungan terdekat, yaitu keluarga (orang tua).
Kita bisa menyimpulkan dengan banyaknya kasus kenakalan remaja saat ini bisa disebabkan karena faktor pola asuh dan pembelajaran dari generasi orang tuanya atau juga faktor usia remaja sekitar 12-18 tahun yang menurut Erik Erikson dalam (Santrock,2012) adalah tahap pencarian jati diri(identitas) Baiknya adalah, masih ada kaum muda yang prihatin dan tidak akan diam begitu saja menghadapi dan menyikapi hal-hal di atas. Berdasarkan bacaan yang ada di koran tersebut apabila hal itu terjadi, kaum muda akan berupaya melaporkan langsung pada pihak berwenang dan tidak hanya itu, menurut Psikolog senior di Klinik Terpadu Fakultas Psikologi UI, Anna Surti Ariani mengatakan bahwa memang sudah wajar bahwa kaum muda bersikap reaktif pada situasi yang tidak benar dan pemikiran anak muda terus berkembang sehingga tidak mudah terbawa dengan perilaku semacam itu (Pancawati, 2017).
Harapannya, dengan sikap keprihatinan kaum muda dengan pelanggaran-pelanggaran generasi orang tua bisa terealisasikan melalui tindakan (perilaku) untuk menjadi lebih baik dan mencegah pelanggaran-pelanggaran seperti di atas terjadi di kemudian hari dan juga generasi orang tua yang saat ini memprihatinkan karena melakukan pelanggaran-pelanggaran semoga turut prihatin dan sadar pada perilakunya tersebut.
-Salam Hangat-
Arin as Day Dreamer
Source :
Pancawati, D. (2017). Kaum Muda Prihatin “Kenakalan” Orang Tua. Jakarta: Kompas.
Santrock, J. W. (2011). Teori Psikososial Eric Erickson. Dalam J. W. Santrock, Life-Span development 13th ed. (hal. 24). Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. (2012). Life Span Development 13th ed. New York: McGrawHill.
7 notes
·
View notes
Text
Recognition
First i would like to say sorry for everyone who didnt feel helped by me, sorry i can't always give the best for all of you, sorry i can't help everyone in the same time bcause i have to do other things first.
andd its make me remembered me about a quote
"We can't help everyone, but everyone can help someone"- Ronald Reagan 👌
0 notes
Text
Kenali Diri Lagi (?)
Ada sebuah penelitian yang menarik mengenai masa labil. Katanya sih cewek lebih cepat labil dalam penemuan jati diri. Sekitar umur 15-18 tahun. Sedangkan cowok di umur 19-21 tahun. Dan khusus bagi cowok, usia tersebut berada di masa mahasiswa. Uwow. Tapi terlepas dari kebenaran penelitian ini, ada sebuah renungan menarik. Sudahkah kita menemukan jati diri?
Pertanyaan yang seringkali muncul dalam pikiran anak muda. Apa sih kelebihanku? Apa sih kekuranganku? Wajar. Karena dengan tahu kekurangan dan kelebihan, kita akan lebih mudah mengetahui tujuan hidup. Tapi jati diri bukan hanya tentang kelebihan dan kekurangan loh.
Sifat, kecenderungan sikap, passion, karakter, visi dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan “Ini Loh Gue” termasuk dalam jati diri. Banyak memang. Tapi jangan diabaikan. Ini sangat penting dalam kehidupan. Bayangin aja dengan teman kamu yang seumuran. Dia udah tahu tujuan hidupnya kemana. Mau jadi apa. Setelah kuliah mau lanjut S2, kerja, atau bisa jadi menikah. Mereka sudah tahu itu. Lah kamu?
Ada pertanyaan menarik lain dari seorang teman. “Nah inilah yang buat aku ga mau pacaran. Di usiaku yang tadi masuk masa labil, aku pengen fokus dalam mengembangkan diri dulu.”
Nice. Pemikiran yang baik. Dan saya setuju dengan itu. Bagaimana mungkin diri ini bisa sibuk soal hati. Padahal jati diri aja belum dikenali.
Saya sebenarnya tidak masalah dengan anak muda yang pacaran. Itu pilihan bukan? Ada yang memilih cara pacaran duluan. Ada juga yang fokus dalam mengembangkan diri sehingga di masa depan ketemu di pelaminan. Katanya si doi sih “Jodoh itu ketika visiku dan visimu bersatu”. Ehem. Indah bukan?
Nah pertanyaannya sekarang, gimana dong biar bisa mengenali jati diri? Di zaman teknologi seperti sekarang tentu saja ini bukan hal yang sulit. Ketik di google “tips mengenali diri”, kamu akan menemukan banyak jawaban. Untuk rekomendasi, beberapa cara berikut bisa dicoba. • Personality Test • STIFIN • MBTI • Holland Type • dan lainnya
Coba aja satu-satu. Jangan hanya meyakini secara mutlak satu metode. Gabungin semua hasilnya dan kamu akan menemukan puzzle-puzzle menjadi susunan yang “Gue Banget”.
Nah sekarang tanya dulu deh dirimu. Yakin pengen sibukin diri soal hati padahal jati diri belum dikenali? Life is short, make it awesome.
3 notes
·
View notes
Text
Pahami Diri Kita dan Orang Lain
Kebanyakan dari kita tentu ingin dimengerti, entah itu hal apapun. Meskipun terkadang kita juga tak sadar bahwa kita juga kadang tidak memberi pengertian pada orang lain.
Sebelum kita dimengerti orang lain, yang perlu kita intropeksi yaitu seberapakah besar pengertian Anda pada keluarga Anda, sahabat Anda, rekan kerja Anda?
Seringkali keinginan kita untuk dimengerti orang lain itu terlalu besar ,bahkan orang orang terdekat kita yang kita sayangi. Jikalau anda merasa belum juga dimengerti orang lain berarti anda masih belum memahami orang tersebut. Maka pahamilah diri Anda terlebih dahulu dengan lebih sabar kemudian cari tahu sifat orang tersebut agar Anda tahu bagaimana cara memperlakukan orang lain dengan baik tanpa harus membuat orang lain tidak nyaman dengan Anda karena selalu ingin dimengerti. Jangan sampai keegoisan tersebut selalu muncul sehingga tidak menciptakan suatu kebahagiaan di sekitar orang orang yang kita sayangi.
Jika Anda ingin menciptakan suatu kebahagiaan dengan orang orang yang Anda sayangi , maka pahami diri Anda dan jadikanlah hal ini akan melatih kita untuk lebih sabar dan memahami sifat-sifat orang lain.
Salam
Arinannisaa as Day-Dreamer
😇😇
0 notes
Photo
Graphics created by: @all-the-lights-are-stars.
1K notes
·
View notes
Text
Psikologi: Belajar tentang Diri Sendiri!

Jadi psikolog itu enak bisa memahami orang lain.
Jadi psikolog itu enak bisa baca pikiran orang lain.
Jadi psikolog itu enak bisa kaya paranormal.
Jadi psikolog itu enak bisa ngehipnotis.
Benarkah?
Eits..tunggu dulu. Sebenarnya tugas psikolog itu apa sih?
Kejauhan…. Sebelum jadi psikolog kita harus jadi sarjana psikologi dulu. Kemudian mengambil magister dengan program profesi psikolog. Lulus, taraaa…. jadi psikolog deh!
Tahap pertama: Sarjana Psikologi
Setelah diterima menjadi mahasiswa, tentunya kita akan mengalami masa orientasi. Tenang, masa orientasi di psikologi Unpad—kampus saya—adalah masa yang paling indah. Tidak ada unsur merendahkan diri, menjatuhkan, menyindir apalagi kekerasan. Hal yang dilakukan semuanya bermanfaat, pengenalan kampus, senior, pelajaran, kelengkapan studi, dan sebagainya.
Setelah masa orientasi, saatnya kuliah! Kuliah di psikologi Unpad juga menyenangkan, kami memanggil dengan sebutan mas, mbak, ceu, kang kepada para dosen. Kami mencoba mengikis jarak antara dosen dan mahasiswa, termasuk dekan.
Apa saja yang dipelajari di psikologi Unpad (mungkin bakal sedikit beda dengan kampus lain)?
Di semester awal kita akan mengulang pelajaran SMA, tentu hanya beberapa, seperti bahasa inggris, bahasa indonesia, agama, dan kewarganegaraan. Mata kuliah ini adalah mata kuliah wajib. Mungkin di jurusan lain pun belajar. Bukan hanya itu, kita juga akan belajar psikologi umum 1. Mulailah kita mengenal, apa itu psikologi, perbedaan dengan psikiater, apa manfaat belajar psikologi, dan sebagainya.
Selain mempelajari berbagai bidang psikologi, seperti psikologi klinis, perkembangan, sosial, organisasi, dsb., ada juga prakteknya. Belajar melakukan tes psikologi, teknik konseling, teknik wawancara dan observasi dan praktek lainnya. Praktek ini membuat kita merasa sudah menjadi psikolog betulan, baju kemeja rapi plus blazer dan rok untuk perempuan, celana kain untuk lelaki.
Tahap Kedua: Magister profesi psikologi
Nah setelah lulus yang satu ini baru kita menjadi psikolog yang sebenarnya. :)
Belajar psikologi itu seperti mempelajari diri sendiri, karena psikologi mempelajari manusia. Kita bisa tau mengapa kita bisa jadi diri kita yang sekarang, mengapa kita periang atau pemurung, mengapa kita mudah tersinggung atau cuek, mengapa kita memiliki kepribadian seperti ini, mengapa kita punya amarah terpendam mengenai hal tertentu, dsb.
Kadang kita jadi berpikir, belajar psikologi itu membongkar masa lalu juga membuka masa depan.
Membongkar masa lalu karena lewat teknik psikologi, kita dapat membongkar berbagai kejadian traumatik masa lalu. Membuka masa depan dengan mempelajari potensi diri yang akan mendukung profesi mana yang baiknya kita ambil, juga jurusan kuliah kita.
Nah, tunggu apa lagi setelah membaca paparan ini, kita bisa langsung melakukan tes minat dan bakat untuk membantu pemilihan jurusan.
Oya, ilmu psikologi ini akan sangat bermanfaat saat kita memiliki anak, baik sebagai ayah atau ibu. Ayah dapat berperan sebagai seorang ayah, bukan hanya seorang pencari nafkah atau suami dari ibu, dengan memantau perkembangan anak, menstimulus dalam setiap tonggak perkembangan, dan mengembangkan potensi anak sesuai dengan minat dan bakatnya. Sama halnya dengan ibu. Bahkan jika kamu seorang perempuan dan memilih menjadi ibu rumah tangga, akan banyak sekali hal yang bisa dilakukan kelak, untuk anakmu.
Psikologi, ilmu yang dipelajari dengan menyenangkan, dan diaplikasikan dengan sangat menyenangkan. Objeknya manusia, kita, teman, keluarga, semua jenis manusia dapat dipelajari di psikologi. Ingin lebih memahami diri sendiri dan orang lain. Yuk belajar psikologi!
(*)
Nanan Nuraini aka Nunuy | @nanannuraini
Psikologi 2008, Universitas Padjadjaran
Pendiri Komunitas Ceria (Cerita Ibu Anak)
write-read-smile.tumblr.com
100 notes
·
View notes