Text
Arus Kehidupan
Terkadang kita lupa, apa yg sedang kita jalani. Apa yg sedang kita cari. Apa tujuan akhir dari sejauh perjalanan ini.
Terkadang kita berjalan lambat, terkadang hampir tak bergerak.
Tapi ada saatnya pula kita harus berkejaran dengan waktu, dengan yg lainnya.
Kita memiliki jalan masing-masing, terkadang kita bertemu, berpapasan di jalan yg sama. Namun, tiba pula di ujung perpisahan.
Jalan yg dilalui terkadang bergelombang, berkelok-kelok hingga membuat kita pusing melewatinya. Terkadang nyaman lurus hingga membuai kita untuk tertidur lelap.
Terkadang kita berlomba-lomba menjadi yg tercepat, terbawa arus emosi yg tak terkendali. Meyakini bahwa yg tercepat akan menjadi yg terbaik.
Tapi kita sering kali lupa, untuk sejenak beristirahat. Melihat sekeliling tanpa berorientasi pada diri sendiri terus menerus. Kita lupa untuk menikmati perjalanan yg ada.
Dan kita pun sering lupa bahwa tujuan kita tak sama, waktu yg dimiliki pun tak sama, dan rute yg dipilih tak harus sama.
Kendalikan diri, atur emosi, dan gunakan logika dalam setiap arus perjalanannya...
0 notes
Text
Agar tenang hati dan pikiranmu, yakinlah bahwa tidak ada kebaikan apapun yang Allah ambil darimu. Semuanya baik kok, pada setiap yang hadir dan yang pergi. Sudah, tenang, ya.
Syukuri apa yang datang, syukuri pula pada apa yang pergi. Sebab hadir dan pamit itu sesuatu yang tidak bisa kamu pisahkan.
Tidak apa-apa jika harus kehilangan, toh kehilangan pun tanda akan ada pengganti yang datang, dan tentunya jauh lebih baik.
Maha Suci Tuhan, yang dalam setiap takdir dan ketentuannya selalu berisikan kebaikan.
— Jundi Imam Syuhada
740 notes
·
View notes
Text
Semua Aku Dirayakan
Teringat kembali pada memori 23 tahun silam. Ketika semuanya masih terasa baik-baik saja. Kala itu ada seorang anak kecil yang sedang riang gembira menyambut usianya yang baru, sudah rapih dengan seragam sekolahnya, bersiap untuk menghadiri acara perayaan ulang tahun.
Bukan, itu bukan acara ulang tahunnya. Ada teman satu kelasnya yang memiliki tanggal lahir yang sama, dan ia dirayakan oleh orang tuanya di kelasnya.
Dia bersiap berangkat dan ingin memakai jepit rambut terbarunya, merupakan kado ulang tahun untuknya. Namun, tiba-tiba kakaknya berkata,
"Dek, jepit rambutnya dikadoin ke temen kamu aja ya, lupa belum beli kado. Nanti kita beli yang baru lagi" "Iya nanti beli satu lagi yang baru ya, itu buat kado dulu boleh?" ayahnya menimpali. "Iya ayah gapapa ko, nanti beli baru lagi ya yah," jawab anak kecil itu dengan senyum.
Dulu, anak kecil itu memang tak pernah dirayakan ulang tahun seperti anak-anak lainnya. tak ada kue ulang tahun, tak ada lilin untuk ditiup, tak ada hiasan balon dan hiburan badut, tak ada pesta perayaan itu. Tetapi Ia tak pernah bersedih, karena ia merasa sudah 'sangat dirayakan' oleh keluarganya. Ia sudah sangat kenyang dirayakan. Ada kakaknya yang selalu membantunya, menjaganya, ada ibunya yang selalu memasakkan dan menata rambut untuknya, ada Ayahnya yang selalu mendukungnya dan mengantarkan kemanapun ia pergi. Ada banyak orang-orang baik di sekelilingnya yang selalu 'merayakannya'.
Dia tak perlu lagi perayaan berupa materi, tak membutuhkan keramaian hiruk pikuk untuk perayaannya, tak memerlukan kemewahan untuk disetiap perayaannya. Kala itu...
Dan kini anak kecil itu tumbuh dewasa, ia bisa memiliki apapun yang ia mau, yang mungkin saat kecil tak bisa dimilikinya. Ia bisa membeli apapun yang ia inginkan, ia bisa pergi kemanapun ia mau, ia bisa membuat perayaan sebesar apapun untuk dirinya sendiri. Namun ternyata hal itu tidak dapat 'merayakan' hatinya. Semakin dewasa ia semakin menua pula orang-orang di sekitarnya. Satu per satu pergi meninggalkannya. Entah pergi sibuk urusan masing-masing atau pergi untuk selamanya.
Ia baru menyadari, bahwa merayakan sesuatu tidaklah harus dengan materi, yang terpenting adalah merayakan dengan orang-orang yang disayangi.
1 note
·
View note
Text
Benang Kusut yang Tersembunyi
Jangan pernah tertipu dengan apa yang di depan mata dan Jangan pernah cepat menilai atau menjudge orang sesuka hatimu...
Karena kita tidak pernah tahu apa yang sedang terjadi dan sedang diperjuangkan olehnya...
Sejak beberapa hari lalu, ketika mulai memasuki bulan syawal, untuk umat Islam, akan ada banyak sekali orang yang menggelar pernikahan. Seperti Rasullullah yang menikahi Aisyah di bulan syawal. Tapi, bukan itu poin disini...
Pernikahan merupakan salah satu keputusan besar dalam hidup seseorang. Akan ada banyak perubahan nanti dalam hidupnya. Bagi sebagian orang akan berpikir berjuta kali untuk menentukan pilihannya menikah. Tapi sayangnya, sebagian orang lagi, yang merasa tahu segalanya atau hanya sekadar basa basi menganggap pernikahan adalah hal yang enteng dan semua orang harus segera menikah seperti dirinya. Pernahkah mereka berpikir sebelum mengajukan pertanyaan “kapan nikah?”
Tahukah kamu, orang yang kamu beri pertanyaan seperti itu mungkin dia yang sedang menjadi tulang punggung keluarga. Dia si Anak Sulung yang masih memiliki banyak adik yang harus dia hidupi. Ada orang tuanya yang tak lagi mampu mencari nafkah sehingga menggantungkan hidup pada anak sulungnya. Dia harus memikirkan keluarganya terlebih dulu, agar semua tercukupi sehingga dia mengabaikan tentang dirinya sendiri. Dia tak sempat untuk memikirkan masa depan untuk berkeluarga sendiri. Dia rela menghabiskan masa mudanya untuk bekerja keras demi keluarganya, dan tak jarang mengesampingkan kepentingannya sendiri.
Tahukah kamu, orang yang kamu beri pertanyaan seperti itu mungkin dia adalah harapan terakhir orang tuanya yang telah sendiri. Dia hidup menemani salah satu orang tuanya yg masih tersisa. Membaktikan dirinya,tak ingin melawan restu orang tua. Dia rela mengorbankan segala cita-citanya demi menjadi orang tua yg tersisa. Tak terpikirkan lagi tentang rencana masa depannya, dia hanya memaksimalkan sisa waktu yg dimiliki bersama orang tuanya.
Tahukah kamu,orang yang kamu beri pertanyaan itu mungkin dia adalah seorang perempuan yang sudah berulang kali merasakan kecewa. Terhianati, terabaikan, dan tak kunjung juga bertemu dengan orang yang tepat. Menjadi seorang perempuan itu tak mudah untuk menentukan pilihannya, karena sisa hidupnya akan bergantung pada imam keluarganya nanti. Segala ketaatan seorang perempuan akan beralih dari orang tua kepada suaminya nanti. Bagaimana jika dia terburu-buru menentukan pilihan? Karna hanya dikejar usia? Pertaruhannya tak segampang itu.
Ada banyak hal yang tidak kita ketahui tentang orang lain.
Ada banyak benang kusut yang tersembunyi.
Ada banyak kisah yang mungkin tidak ingin mereka tampakkan, tak ingin mereka mengiba rasa kasihan, dan berusaha setegar mungkin untuk tetap berdiri menghadapinya. Jangan samaratakan nasib setiap orang, karena segala sesuatunya telah diatur Sang Maha Kuasa.
Lebih baik kita mendoakan dalam diam, mendoakan segala kebaikan untuk mereka-mereka tanpa menyakiti hati mereka dengan segala pertanyaan kekepoan kita. Bukankah doa diam-diam dengan tulus akan cepat terkabul?
Tentunya,bersihkan kembali hati kita, bahwa segala sesuatu tidak semua dalam kendali kita, maka bantulah dengan mendoakan kebaikan.....
6 notes
·
View notes
Text
Kutitipkan dalam Doa
Dalam heningnya malam, ada sujud yg begitu dalam
Dalam lelahnya malam, ada harapan menjulang tinggi kepada Sang Rabb pemilik alam semesta
Ya Rabb Ya Tuhanku, yang Maha Pengasih lagi Maha Mendengar
Jangan biarkan aku lelah dalam pengharapanku sendiri, berharap kepada selain Engkau
Jangan biarkan aku terpuruk dalan keputusasaan, atas segala kegagalan yg terjadi
Jangan biarkan aku sendiri, menghadapi fana nya dunia ini
Ya Rabb, Sang pemilik hati, kutitipkan hati ini kepadaMu
Kupasrahkan segala yang terbaik menurutMu,
Kurelakan segala yang tidak baik untukku, dan memilih Engkau Sang Khalik
Wahai Rabbku, jika ia yg terbaik untukku dan agamaku, maka ridhoilah kami dalam ketetapanMu
Jika takdir tak sesuai dengan harapan hati, kuatkan aku dalam iman dan islamMu, jadikan hati ini selalu bertaut hanya kepadaMu
Jangan biarkan diri ini sendiri, melangkah sendiri, dan pergi tak menentu arah
Tunjukkanlah takdir terbaikMu....
0 notes
Text
Now, Later, or Better than
Sering kali mendengar nasihat," Allah akan mengabulkan setiap doa hambaNya yg mau berdoa kepadaNya,"
Tapi apasih bentuk dari jawaban dari setiap doa-doa kita? Bisa jadi Allah akan langsung mengabulkan doa itu, jika memang sudah sesuai. Allah juga akan mengabulkan doa itu, tapi nanti, ketika waktunya sudah siap dengan segala kondisinya. Atau Allah juga akan membalas doa itu dengan balasan yg lebih baik untuk kita, sesuai dengan apa yg kita butuhkan, bukan apa yg kita inginkan.
Di setiap doa yg kita panjatkan,percayalah bahwa akan ada jalan keluar dari setiap jawaban doa itu.
"Tapi, kenapa doaku serasa tak pernah ada jawabannya, doa dari setiap masalah-masalah yg datang?"
Jangan berputus asa berharap pada Sang Pencipta, bahwa sesungguhnya Dia ingin hambaNya lebih mendekatkan diri kepadaNya melalui ujian dan cobaan...
2 notes
·
View notes
Text
Pertama atau Terakhir?
Menjadi yang pertama pasti ada bedanya dengan menjadi yang terakhir. Banyak hal tidak bisa disamakan, masing-masing memiliki beban dan ujian masing-masing. Terutama dalam kehidupan sebagai anak.
Menjadi anak pertama mungkin tidak mudah untuk sebagian orang. Yang terlahir dalam keluarga berada mungkin bisa jadi sebuah priviledge dan kemudahan untuk anak pertama. Diahanya perlu fokus pada usaha dan pencapaian sendiri dengan tentunya mendapat dukungan penuh dari keluarga. Bagaimana jika berasal dari keluarga biasa saja? atau bahkan kekurangan?
Anak pertama dari keluarga ‘kurang’ pasti sebagian besar akan menjadi sandwich generation. Si Sulung pasti akan ikut menopang beban tulang punggung keluarga, membantu adik-adiknya untuk ‘berdiri sendiri’. Bahkan tak jarang, para anak sulung ini tidak memikirkan kepentingan pribadinya. Segala sesuatunya terfokus untuk keluarga, bukan untuk dirinya sendiri. Tak sedikit pada akhirnya mereka tidak memikirkan untuk memiliki keluarga kecilnya sendiri hingga adik-adiknya bisa berumah tangga lebih dulu.
Di sisi lain, ada si anak terakhir yang terkesan ‘manja’. Tapi pernahkah kita melihat sudut pandang lain dari si Bungsu? Untuk si Bungsu yang terlahir di keluarga berada, keluarga harmonis dan masih ‘utuh’ kedua orang tuanya, akan sangat memudahkan dirinya dalam menggapai semua cita-citanya. Namun, hal itu tidak terjadi pada si Bungsu yang memiliki PR-PR besar dari kakak-kakaknya. Si Bungsu selalu menjadi opsi terakhir dari setiap kegagalan kakak-kakaknya atau bahkan kegagalan orang tuanya. Hal apa saja yang belum tercapai dari terdahulu pasti secara tak disadari akan menjadi ‘harapan’ atau bahkan beban tugas buat si Bungsu. Tidak hanya tentang pencapaian, Si Bungsu kerap kali menjadi opsi terakhir untuk mengemban tanggung jawab mengurus orang tuanya yang menuju lansia. Apalagi jika hanya tinggal salah satu orang tuanya saja yang masih hidup. Kakak-kakaknya pasti sudah memiliki kehidupannya masing-masing. Pada akhirnya tidak sedikit yang lebih memprioritaskan perasaan orang tuanya dan memilih untuk melajang menemani orang tuanya yang sendirian pula.
Baik menjadi yang pertama atau yang terakhir pasti memiliki porsi ‘beban’nya masing-masing, tinggal bagaimana cara mereka dalam menyikapinya...
0 notes
Text
Dulu,sering dengar pembicaraan orang tua. Sebelum mereka berangkat ibadah haji, banyak teman-temannya selalu menanyakannya. Dalam hati ibu ada sedikit rasa malu. Bukan malu kepada temannya, tapi malu kepada Allah. Rumah sudah nyaman, kendaraan komplit walaupun sederhana, pekerjaan lumayan dengan jabatan cukup, anak-anak sekolah dg cukup. Lalu,kenapa masih belum juga 'berangkat' ibadah?
Haji dan umroh merupakan ibadah untuk memenuhi rukun islam, bagi yang 'mampu'. Yg mampu disini bagaimana? Apakah hanya mampu hartanya? Toh banyak orang-orang bergelimang harta belum pernah sekalipun beribadah kesana. Mampu kesehatannya? Banyak yg sehat badan dan jiwanya, namun jg belum ada niatan. Sedangkan banyak yg kurang sehat secara fisik, tapi ada keinginan kuat untuk kesana.
Lantas bagaimana?
Semua itu tidak pernah luput dari kehendak-Nya, panggilan-Nya. Siapa saja yg Dia kehendaki, maka akan tergerak di hati dan timbul niat untuk menjadi tamu Allah. Berbagai jalan apapun itu pasti akan dimudahkan. Namun, jika dia masih jauh dariNya dan memang belum ada panggilan, maka akan ada saja halangan yg menunda ibadahnya.
Kuncinya adalah pada panggilanNya.
Hal itu mirip dengan sebuah pernikahan. Menikah merupakan sebuah ibadah juga kan? Bahkan ibadah terpanjang, sisa umur hidupnya. Maka yg sering menanyakan 'kapan nikah' pasti tidak lain karena melihat orang itu secara lahiriah sudah mampu, dari segi ekonomi, penghasilan mencukupi, pekerjaan tetap, usia matang, dll.
Namun, jika memang Allah belum memberikan panggilanNya untuk ibadah menikah, harus bagaimana lagi?
Kita manusia hanya bisa berikhtiar dan menerima takdirNya. Jika memang belum waktunya, apapun itu memang belum bisa terlaksana.
Karena sesungguhnya Allah lebih tahu kapan waktu yg tepat, apa yg perlu diperbaiki lagi, dan apa yg terbaik untuk hambaNya
Maka berkhusnuzon saja kepada Allah, dan berusaha untuk lebih mendekatkan diri padaNya..
0 notes
Text
Makna dari Keterlambatan
Angka 28 bagi perempuan bukanlah angka yg sedikit. Bisa jadi sebagai hal suram bagi yg belum menikah. Istilah perawan tua pun menghantui, terkadang membuat beberapa orang tertekan hingga mengakhiri hidupnya.
Setiap hal dalam hidup ini selalu ada makna tersirat yg ingin disampaikan oleh Tuhan. Entah itu ujian kebahagiaan atau kesedihan. Lalu, semua bergantung pada bagaimana kita menyikapinya..
Menjadi anak terakhir dari 3 bersaudara perempuan semuanya, dan belum menikah, suatu hal yang sedikit menggelitik. Pastinya pertanyaan “kapan” selalu menghampiri. Bukan karena tidak ada yang mau, beberapa ada yang mencoba maju, tapi sepertinya kurang pas. Ada yang diinginkan, tapi berakhir sebagai teman. Mencoba untuk menerima semua kondisi dan takdir saat ini, untuk apa mengeluh, dan tentunya tetap menaruh harapan tinggi kepada-Nya...
Ambil sisi positifnya,
Mungkin Tuhan ingin aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk ibu
Mungkin Tuhan ingin aku membahagiakan keluarga terdekat lebih dulu sebelum memikirkan kebahagiaan sendiri
Mungkin Tuhan ingin aku menjadi kuat dan mandiri dalam menghadapi setiap masalah
Mungkin Tuhan ingin aku belajar banyak hal, mewujudkan cita-cita, dan menghabiskan waktu sepuasnya untuk mematangkan emosional diri
dan banyak kemungkinan kemungkinan lain yang aku tak tahu dari maksud Tuhan
Jadi, tak mengapa kita ‘berbeda’, karena setiap orang punya timeline nya sendiri kan? karena waktu hanya sebuah relativitas belaka, yang terpenting adalah makna dari setiap takdir kita....
7 notes
·
View notes
Text
Berserah Diri
Dari setiap kejadian,pasti ada hikmah yg bisa kita dapatkan. Ingin sedikit berbagi kisah dan semoga menjadi pelajaran baik untuk kita..
Kemarin, saya tinggal sendiri di rumah. Ortu sedang pergi keluar kota bawa mobil sama supir. Tinggalah di rumah bersama kucing-kucing. Kebetulan makanan favorit mereka habis dan pesanan online blm datang, akhirnya saya memutuskan untuk pergi 'sebentar' beli dryfood favorit mereka. Saya pikir hanya sebentar, nanti aja deh angkat jemuran bajunya.
Saya pun pergi naik motor, keluar lewat pintu garasi dan mebawa kuncinya. Biasanya kunci akan saya kantongi di jaket, tp hari itu entah saya lupa, simpan di dashbor motor. Setelah keliling beli ini itu, paling cuma 1 jam pergi, langsung pulang.
Dan kepanikan mulai terjadi, kunci rumah hilang. Dicari di tas, jaket, dashbor motor kosong semua. Langsung laporan ortu, apakah bisa pulang cepat atau tidak. Ternyata mereka baru sampai di tempat tujuan,dan baru pulang nanti magrib. Padahal saat itu masih jam 1 siang.
Duh, panik banget, kucing2 pasti kelaparan, jemuran belum diangkat. Mencoba menelusuri jalan yg tadi dilewati, siapa tau terjatuh masih bisa diambil lagi.
Nihil. Dalam pikiran sudah coba ingat kemana saja tadi pergi, dan termasuk ke petshop. Terpikir untuk chat tokonya dan tanya ttg kunci yg hilang."Ntar deh, cari sendiri dulu, mau solat ashar dulu di masjid".Sampe pulang rumah pun kelupaan untuk menanyakannya.
Mulai sore makin gelap, mendung pula. Duh udah pasrah banget ini. Kunci hilang, jemuran belum diangkat, kucing2 kelaparan pasti rusuh di dalam rumah. Kalo mau manggil tukang kunci dibobol, nanti blm bisa langsung ganti karena toko bangunan tutup di hari minggu. Semalaman nanti gimana cara ngunci yg aman. Jalan terakhir yasudah, tunggu ortu pulang.
Akhirnya, magrib numpang solat di rumah teman. Dan disitu diingatkan,"Coba chat tokonya,"
Oh iya aku lupa. Ditunda-tunda malah kelupaan. Akhirnya chat ke nomer wa petshop, dan ternyataaa... ada. Ketemu.
Ada 2 hal yg bisa kita ambil pelajaran:
1. Jangan suka menunda-nunda hal baik
Harusnya tadi segera angkat jemuran sebelum ditinggal pergi. Biar tidak kehujanan atau jika terjadi sesuatu hal diluar dugaan kita. Harusnya tadi langsung tanya ke tokonya, biar cepat ketemu.
2. Berserah diri sama Allah, maka Allah yg akan membantumu.
Disaat saya benar2 pasrah, merelakan sesuatu yg tlah hilang, ternyata Allah akan mempermudah hal itu untuk kita. Kuncinya adalah pada keikhlasan kita berserah diri kepadaNya. Kadang kita lupa, pada hal sepele pun seharusnya kita serahkan kembali kepada Allah... karena hanya Dia sebaik-baiknya penolong bagi kita.
1 note
·
View note
Text
Panggilan Hati, Panggilan olehNya
Dua tahun terakhir begitu banyak cerita, naik turunnya kehidupan. Banyak rencana tersusun rapih, tapi tak tereksekusi dengan baik. Ya begitulah, manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan.
Lelah rasanya, hampir putus asa, tak ada lagi bucket list yg tiap tahunnya tersusun rapih, tak ada lagi semangat menggebu untuk setiap langkahnya.
Tuhan, apa yg sedang Engkau rencanakan untukku? Ini teguran kah untukku? Atau Engkau sedang mengujiku?
Engkau gagalkan setiap rencanaku,
Engkau buatku kecewa, bersedih, akan semua harapanku pada manusia
Mungkin untuk mengingatkanku kembali, bahwa pengharapan utama hanya kepadaMu. Tak perlu berharap pada makhlukMu.
Disisi lain, ternyata Engkau ingin aku kembali kepadamu, kembali memenuhi panggilanMu, kembali mengunjungi rumahMu dan rumah RasulMu..
Ya Rabb, terimakasih atas segala nikmatku. Terkadang aku lupa terlalu sibuk urusan duniawi, sehingga aku mengabaikanMu. Menyusun segala rencana duniawi sehingga lupa akan kuasaMu..
Ampuni aku ya Rabb, ampuni segala khilafku, peluklah aku kembali dalam rumahMu, jangan pernah tinggalkan aku sendiri, jangan biarkan aku terlena pada duniawi..
Izinkanlah aku kembali lagi lagi dan lagi, untuk memenuhi panggilanMu, panggilan hati untuk menuju kembali kepadaMu....
0 notes
Text
Berproses
Pernah nggak, makan jenis makanan yg sama, dengan cara mendapatkan yg beda, diwaktu yg beda pula, tapi rasanya beda aja gitu..
Misal nih, suatu hari, abis kerja seharian, capek, lapar, harus antri dulu buat beli makanan itu, terus menempuh perjalanan dan baru dimakan di rumah, rasanya lebihhh nikmat. Sedangkan kita beli makanan yg sama, pesan lewat ojol atau delivery order, terus kita tinggal makan aja gitu dan belum waktunya makan alias belum lapar, rasanya kurang enak dan tidak pas bahkan ga bisa habis.
Tahu ga maksudnya bagaimana?
Terkadang Tuhan menakdirkan kita untuk melalui sebuah proses yang disebut usaha/ikhtiar dulu sebelum mendapatkannya. Dan jalan serta prosesnya ikhtiar tiap orang beda-beda. Hal itu yg akan memberikan 'nilai' lebih atas apa yg kita capai nanti.
Tuhan juga menentukan waktu yg tepat untuk kita mendapatkan kenikmatan yg pas. Bukan salah dari hal yg kita dapat, tapi mungkin waktunya yg kurang tepat.
Jadi, kalau sekarang belum bisa meraih 'goals' kita, bukan berarti kita tidak pantas. Hanya saja Tuhan ingin kita lebih berproses dan menikmati prosesnya, ikhtiarnya, hingga kita bisa mendapatkan kenikmatan yg sesuai.
Semangaatt untuk berprosess 😊😊
4 notes
·
View notes
Text
Melupakan atau Menyembuhkan Luka??
Setiap manusia pasti pernah merasakan luka, wajar, itu normal. Tapi bagaimana caranya agar luka itu kembali menjadi seperti sebelumnya?
Luka kecil dan superficial sepertinya akan sembuh dengan sendirinya. Tanpa perlu perhatian lebih,seiring waktu pun akan terobati dengan sendirinya.
Lalu bagaimana dengan luka yang cukup besar dan dalam? Perlukah kita mengobatinya sendiri atau bahkan cukup melupakannya saja? Apakah bisa luka kali ini akan menghilang dengan sendirinya?
Sepertinya tidak akan berhasil pada luka yang dalam dan besar. Perlu seseorang lain untuk menyembuhkannya. Tapi, hati-hati dalam memilihnya. Bagaimana caranya kita tahu bahwa dia orang yang tepat untuk menyembuhkan, atau hanya sekadar membantu melupakan saja?
0 notes
Text
Keikhlasan dalam Penerimaan
Dulu aku selalu berpikir, mengapa harus aku? Mengapa aku harus terlahir menjadi yang terakhir? Mengapa harus aku yang menanggungnya? Mengapa harus aku yang tidak bebas? Mengapa mengapa dan mengapa..
Pertanyaan mengapa dan mengapa selalu muncul, dan seperti tak pernah mendapatkan jawabannya..
Bertanya pada orang lain, tak menemukan jawabannya, bertanya pada diri sendiri semakin tak tahu arah, dan bertanya pada Tuhan pun sepertinya belum akan dijawab hingga detik ini..
Semua rasa marah, sedih, menyesal, dan emosional berkecamuk menjadi satu. Aku harus bertanya kepada siapa lagi? Mana jawaban yang bisa kucerna dengan baik? Mengapa seperti ini??
Marah, hanya lelah sendiri yang menghantui
Sedih, hanya sesak yang sesalu didapat
Menyesal, tak akan pernah mengubah apapun yang tlah lalu
Menyalahkan orang lain, tak akan membuat jalan keluar manapun..
Detik demi detik pun berganti, waktu berlalu begitu saja...lalu apa lagi yang dicari? Waktu tlah mengajarkan bahwa apa yang sudah ditakdirkan olehNya takkan pernah diganti oleh apapun. Makhluk tak berdaya apapun, hanya bisa bersabar dan ikhlas dalam penerimaan, dalam setiap takdir yang tak sesuai dengan keinginan kita. Mau sekeras apapun kita berusaha mengganti takdir, jika Tuhan tlah menetapkannya, mau bagaimana lagi??
Dari setiap takdir yang tak sesuai dengan hati akan ada selalu pembelajaran, yaitu keikhlasan dalam penerimaan. Semua akan terasa lebih ringan. Untuk apa memberatkan diri pada yang bukan merupakan tugas kita? Takdir itu tugasnya Tuhan yang membuat, kita hanya tinggal menjalaninya dengan ikhlas...
Hanya satu harapan, semoga selalu ada kebaikan dari setiap takdirNya...
4 notes
·
View notes
Text
Long-life Teamwork
Ada sebuah cerita dari keluarga kecil di salah satu kota kecil. Ada abi, umi, dan satu anak yg masih batita. Mereka sepasang orang tua dengan profesi yg sama, di bidang kesehatan. Memulai kehidupan barunya sebelum Sang Umi menyelesaikan studi pertamanya.
Bagiku, itu adalah awal memulai yg cukup sulit. Harus membagi waktu untuk keluarga dan studi karirnya.
Tapi keluarga kecil itu dapat membuktikan bahwa semuanya dapat berjalan beriringan. Sang Umi akhirnya dapat menyelesaikan studinya bersamaan dengan kelahiran anak pertamanya, masyaAllah.
Mereka menerapkan sistem pendidikan keluarga yg islami dan saling tolong menolong. Contoh hal kecil, setiap hari jumat mereka merutinkan sedekah dengan cara membagi-bagi makanan untuk siapapun lewat di depan rumahnya, terutama untuk tukang-tukang atau penjual asongan.
Sang Abi benar-benar bertanggung jawab, tidak hanya memberikan nafkah lahir dan batin, tetapi juga pondasi agama bagi keluarga kecil itu. Sang Umi yg tak kalah berpendidikan, ia tetap menimba ilmu sambil mengurus dan merawat keluarga kecilnya, masyaAllah. Mereka bersinergi, bekerja sama dalam membangun dan merawat keluarga kecil mereka. Satu sama lain saling mendukung dan mendoakan. MasyaAllah..
Kukira kalo suami-istri dengan profesi yg sama akan sibuk masing-masing. Karena memiliki tanggung jawab yang sama dan 'jam kerja' yg cenderung sama. Tapi tidak dengan mereka, masyaAllah Barakallah, mereka bisa saling support satu sama lain, tidak saling meninggalkan karir, tidak saling sibuk sendiri, bahkan dengan kesamaan profesi mereka bisa berbuat kebaikan untuk masyarakat. Kompak sekali 🤧🤧
Hingga Sang Abi pun memutuskan keluarga mereka untuk berhijrah ke kota yg cukup pelosok, jauh dari sanak keluarga mereka. Mereka ingin mendedikasikan dirinya, lewat profesinya, untuk kebaikan masyarakat. Mereka membuka sebuah praktek mandiri kecil-kecilan sambil mulai merintis usaha bersama. Tentunya dengan banyak memberikan pengobatan gratis.
MasyaAllah barakallahulakuma.
Meskipun terbilang sulit, keduanya saling menguatkan dan bahu membahu untuk mewujudkan visi misi mereka.
Yup, mencari teman hidup itu tak sekedar hanya mencari teman serumah, teman makan, teman tidur, dll. Tapi lebih dari itu. Yang penting dan utama adalah mencari teman satu visi dan misi. Bagaimana mungkin seorang nahkoda kapal dapat menjalankan sendiri perahunya hingga sampai ke tujuan jika tidak dibantu oleh para awak kapal??
Pentingnya memilih kepala keluarga yg berdasar pada agamanya adalah hal mutlak, dan penting pula mencari tulang rusuknya yg berpendidikan dan berakhlak mulia. Dan itulah kunci dari sebuah teamwork yang baik.
Semoga suatu saat nanti kita jg bisa menemukan hal yg sama dengan keluarga kecil tersebut..
1 note
·
View note
Text
Datang dan Pergi
Manusia pada hakekatnya memang hanya sementara, dunia ini pun demikian. Tak perlu risau akan segala yang datang dan pergi, karena memang semuanya tak ada yang abadi..
Mungkin Tuhan menakdirkan seseorang untuk datang, lalu kemudian pergi. Tak menetap, hanya sebagai persinggahan...
Bukan berarti mereka tak memiliki arti, karena sesungguhnya yang datang dan pergi telah diatur oleh Yang Maha Kuasa, Sang Maha Mengetahui..
Bisa saja hadirnya mereka sebagai penuntun kita, membawa lebih pada kebaikan. Bisa juga sebagai cobaan dan ujian, ketika kita dihadapkan pada pilihan, lebih memilih Penciptanya atau makhlukNya..
Dewasalah dalam menghadapi yang datang dan pergi. Kehadiran mereka pasti menyimpan makna tersirat untuk pembelajaran kita. Sesungguhnya harapan itu jangan pernah salah tempat, tetaplah berharap pada Tuhan Sang Pemilik hati makhluknya..
0 notes
Text
Balasan dari Sebuah Ketulusan
Tuhan menciptakan manusia dalam berbagai bentuk dan rupanya; bermacam-macam sifat dan karakteristiknya; dan tentunya beragam strata dalam kehidupan.
Terkadang kita lupa, mengejar kepentingan pribadi, fokus pada diri sendiri, mengutamakan semuanya untuk diri sendiri. Dan kadang terlupa, seharusnya kita saling membantu dan memberi. Tak pandang bulu, tak pandang ras suku agama budayanya.
Hari ini aku tersadarkan, tak semuanya bisa sama. Tak semuanya mendapatkan kesempatan dan privilege yg sama. Ada yg belum pernah merasakan sekalipun periksa gigi dalam seumur hidupnya, ada yg sudah berkali-kali bahkan sudah menjadi rutinitas merasakannya. Keterbatasan ekonomi dan minimnya tingkat pendidikan seringkali menjadi penyebabnya..
Ketika ditanya, kenapa masih bertahan disana? Pendapatannya tak seberapa, orang-orang disana tak banyak berminat?
Teringat pesan ibu,"Berikan pelayanan yg terbaik sebisa mungkin, meski dalam keterbatasan,perlakukan dengan ramah dam sopan seperti kita juga ingin diperlakukan saat sakit, mereka sedang sakit sangat membutuhkan sekecil apapun tindakan kita. Gaji itu nomer sekian, tak perlu mengeluh, Allah Maha Kaya, bismillah lillahita'ala.."
Dimanapun tempat kerjanya, yg terpenting adalah ketulusan kita. Biarlah Allah yg membalasnya..
0 notes