Text
Berdamai dengan Diri Sendiri
10 Maret 2021
Sudah berganti tahun.
Pagi ini, seperti biasa hujan turun dengan deras pada pukul 05.30, aku tidak tahu tepatnya. Setelah sekian lama tidak dibasahi oleh air hujan, akhirnya tanaman-tanaman di depan rumah kembali berbasah-basah ria untuk mandi berjamaah. Seperti biasa, aktivitas pagi ini setelah beribadah adalah membuka seluruh jendela rumah, ya tidak lain agar udara sejuk masuk walaupun semilirnya tidak bergitu terasa, lalu membuat kopi, membereskan kasur, cek handphone apakah ada pesan atau tidak. Just it.
Setelah selesai itu semua, aku kembali dengan rutinitasku. Namun, sebelum itu semua, aku memutuskan untuk membuka sebentar platform youtube, mencari beberapa video “receh” yang setidaknya membuat perasaanku sedikit lebih baik setelah beberapa waktu mengalami gejolak yang entahlah, aku juga kurang memahami apa yang sedang terjadi. Haha hihi tawaku pagi ini, dan aku bersyukur, aku masih bisa tertawa dan menikmati momen-momen kecil walau sebatas melihat video. Iya, tidak ada teman berbincang, hanya dengan melihat sekelibat video dan aku sudah kembali membaik.
Aku sudah menargetkan hanya sekian menit untuk memandang layar menyala ini. Setelahnya, aku harus mandi dan sarapan karena aku harus mengikuti zoom meeting untuk sebuah kepentingan. Sarapanku? sederhana, hanya sereal honey stars yang sudah ia belikan dari semalam. Lumayan, bisa mengisi kekosongan perut sambil menunggu tengah hari. Menonton televisi sebentar, namun aku merasa tidak tertarik dengan berbagai beritanya. Baiklah, kumatikan saja ya.
Bersiap sejenak sebelum zoom meeting dimulai, mengasah otak sembari menunggu panggilan, dan aku sudah bersiap menghadapinya. 45 menit, bukan waktu yang sebentar. Aku pernah mengetahui semuanya, namun umur memang tidak bisa dibohongi. Baiklah, aku kerjakan apa adanya saja.
Singkat cerita, 45 menit sudah aku lalui dengan baik (mungkin). Aku pasrah. Apapun aku pasrah. Setelahnya, iseng saja membuka gmail, ya, rutinitasku yang lain. Mengirimkan beberapa pesan yang sebenarnya aku berharap ada balasan yang berarti. Entahlah, kita tunggu saja. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk membuka “buku” ini. Mungkin sudah sedikit usang? Sebetulnya tidak, karena beberapa kali aku menilik, tetapi tidak ada keinginan untuk menulis, atau kurang lebih belum ingin menumpahkan keluh kesah yang sudah dan sedang dirasakan. Here I am.
25 tahun hidup di dunia. Seperempat abad nama kerennya. Sebuah nikmat hidup yang lain, dimana harus serba disyukuri. Masih diberi kesempatan untuk bernapas, melihat pemandangan, menikmati hidup, bergunjing dengan tetangga, meratapi nasib, merencanakan masa depan, dan masih banyak lagi, Iya, sangat banyak. Tidak bisa dihitung nikmatnya. Ayok bersyukur!
Masih ku tata, apa yang harus kutulis sekarang. Atau kutulis saja apa yang terlihat di luar jendela? Awan mendung tetapi sinar matahari yang terik, mobil berwarna merah, pohon jambu, cat berwarna merah, motor berwarna putih, air mineral dalam gelas. Sepertinya sudah cukup. Loh, kenapa protes? ada yang salah? Iya, sabar, Aku sedang merangkai kata demi kata yang akan kutulis. Mau dimulai darimana? Hitung dulu ya
1
2
3
------------------------------------------some text missing-----------------------------------------
2 notes
·
View notes
Text
“Aku mulai baik-baik saja tiap kau tak ada kabar. Mulai tidak sering khawatir jika kau pergi tanpa pamit. Kau tak sadar, sikap acuhmu itu pelan-pelan mengajarkanku untuk mulai bisa terbiasa hidup tanpamu.”
— (via mbeeer)
2K notes
·
View notes
Text

Anak ini dulunya pernah punya cita-cita tinggi. Membahagiakan orang tuanya, mencukupkan segalanya, membahagiakan dirinya, mapan segalanya.
Tapi ternyata, begitu keras ia harus berjuang untuk semuanya. Entah untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Tidak jarang ia selalu ingin menyerah. Yang tidak tahu bagaimana cara ia menyerah. Harus lewat apa ia menyerah.
Berkali-kali ia mencoba, baginya Tuhan belum memberikan jalan. Masih belum tahu kapan Tuhan memberikan apa yang ia mau.
Semoga segera.
0 notes
Text

MENIKMATI HIDUP
Langit Jakarta sudah mendung kembali setelah setengah hari ini panas menusuk kulit. Aku sedang duduk di lantai 21 sebuah gedung, sembari melihat keramaian dibalik gedung-gedung tinggi ini.
Kurang lebih sudah 2 jam aku menghadap sebuah jendela dengan pemandangan jalan raya yang padat merayap sembari merenungkan sesuatu. Tanpa kusadari, aku merasa tenang dalam ketinggian ini. Pikirku entah melayang kemanapun ia ingin hinggap.
Aku jadi berandai-andai. Bagaimana jika suatu saat nanti aku memiliki rumah di sebuah tempat yang tinggi? Jauh dari keramaian, mungkin hanya satu dua kendaraan yang lewat disetiap 15 menit? Apakah cara menikmati hidup sesederhana ingin punya rumah di tempat yang tinggi dan jauh dari hiruk pikuk kendaraan lewat?
Bagaimana menikmati hidup versi orang lain? Tidur nyenyak? Makan enak? Selalu berlibur? Atau yang lain?
Sekali duakali, aku memandangi berbagai mobil yang lewat, dan diantaranya beberapa jenis yang ingin aku miliki. Bisa jadi, menikmati hidup versiku adalah memiliki semua yang aku inginkan di masa lalu? Rumah nyaman, kendaraan pribadi, berlibur ke tempat yang kuinginkan, dan masih banyak lagi. Kadang aku bertanya, apa tidak terlalu serakah?
Harus bekerja keras seperti apa di masa kini, hingga suatu saat nanti aku memiliki apa yang diinginkan? Apakah harus bekerja keras tanpa istirahat? Apakah harus bekerja keras tanpa memikirkan orang lain? Seperti ketidak mungkinan, namun selalu disemogakan.
Terkadang iri dengan hidup orang lain yang selalu dilimpahi segalanya. Tapi, juga selalu berpikir, pasti mereka juga kerja keras untuk sampai di titik itu. Sedangkan aku? Masih jalan di tempat. Kapan akan bergerak? Entahlah.
Mungkin satu jam lagi hujan akan turun. Aku sangat suka menikmati rintik hujan dibalik jendela, apalagi di tempat yang tinggi. Tidak peduli seberapa lelahnya, hujan tetap akan turun membasahi bumi. Menyejukkan bumi setelah panas matahari menyilaukan setiap insan. Menenangkan pikiran setelah letih dengan berbagai peristiwa yang dilalui. Mengistirahatkan badan setelah lelah bekerja keras.
Aku dengan segala pikiranku yang melayang-layang.
Jakarta, 11 Oktober 2020
0 notes
Text

TENTANG SEBUAH MIMPI
Photo by pinterest
Setiap orang selalu punya tujuan dihidupnya. Mungkin hanya aku yang tidak punya? Atau belum?
Lambat waktu, ternyata aku melewatkan banyak hal tentang mimpi, khususnya angan-anganku. Ah nanti, ah besok, ah kapan-kapan, tapi ternyata itu goals untukku.
Arti sebuah mimpi. Sekarang suka tertawa kalau diingat-ingat apa mimpiku, apa keinginanku. Banyak. Sungguh banyak.
Membahagiakan mereka yang perlu dibahagiakan, menggapai apa yang aku inginkan, menyelesaikan urusan mereka yang belum terselesaikan. Ternyata? Iya, banyak sekali hal yang harus ku gapai sebagai "anak sulung".
Kalau ditanya orang lain, bagaimana menjadi anak sulung? Banyak beban?
Akan kujawab, bukan beban, namun ekspektasi yang ditempatkan lebih untuk bahu yang rapuh. Iya, rapuh.
Rasa tanggung jawab itu selalu ada. Sampai sekarang sebagai anak pertama. Tidak jarang merasa "useless" karena tidak bisa melakukan apapun. Iya, apapun. Separah itu.
"Yang lain aja dulu. Aku gampang, itu pun kalau tercapai". Sedikit tertampar dengan kalimat yang kubuat sendiri. Sudah berapa banyak orang yang selalu ingin ku bahagiakan, ku nomor satukan? Tetapi untuk menomor satukan diri sendiri, masih belum bisa. Bahkan tidak bisa. Untuk menyenangkan diri sendiri, masih menunda. Iya, yang penting orang lain terlebih dahulu. Untukku, kelak ketika memang ada waktunya. Ketika memang tidak ada kesempatan, mau bagaimana lagi? Hidup memang selalu untuk bekerja keras. Mungkin porsi bahagia untukku sendiri memang segini adanya.
Apa sampai sekarang aku masih egois menginginkan mencapai anganku? Hmmm, tadinya sudah menurunkan ego. Karena aku berpikir, memang harus lebih bekerja keras untuk mencapai "sebuah goal" yang tadi sudah aku sebutkan.
Tapi, nyatanya? Belum bisa menurunkan ego. Masih ada rasa egois itu. Aku masih ingin mencapai anganku. Kembali lagi, itu pun kalau tercapai.
Tidak, bukan hanya aku yang menyedihkan. Aku masih harus bersyukur berada pada fase ini. Dari sekian fase, benar-benar membentukku untuk menjadi pribadi yang lebih kuat. Memiliki bahu yang kekar untuk menopang segala "beban" yang sebetulnya belum seberapa.
Ya. Aku hanya perlu bersyukur dan menurunkan ego. Menyiapkan segala kekecewaan, menyiapkan agar lapang hati. Selalu berpikir positif ketika memang aku tidak mampu menggapai, biarlah keturunanku yang nantinya meraih.
Bukankah semudah itu berangan-angan? Tidak kamu, masih ada yang lain yang mungkin dapat menggapainya. Tidak perlu egois.
Di malam ini. Izinkanlah aku menangis di atas menginginkan segala angan yang hendak ku capai. Sekali lagi, itu pun jika memang dihendaki.
Izinkan aku egois beberapa kali lagi. Izinkan aku punya angan yang tinggi dan berharap semuanya akan ku gapai.
0 notes
Text
Seharian ini hujan selalu turun di tempatku merantau
Kata orang, hujan membawa kebiasaan untuk selalu mengingat kenangan. Bisa yang pahit atau yang manis
Sepertinya benar, kataku
Ingatanku kembali lagi kepada beberapa saat yang lalu
Titik terrapuhku?
Kurasa bukan juga
Lalu apa? Rasa kesedihan yang mendalam?
Bisa jadi
Di saat puing-puing itu sedang ditegakkan kembali, tetapi dengan mudahnya dihancurkan tanpa sisa
Bagaimana bisa sebuah asa yang tinggi mendadak sirna?
Entah.. Aku tidak memahami
Apakah di sana baik-baik saja?
0 notes
Text

Kau terlalu sibuk menilai segala sesuatu dari tampilannya. Kau lupa, untuk mengetahui karakternya, kau harus memahaminya dengan seksama.
Baik, akan ku contohkan dengan air bening dan jeruk di atas.
Begini, apa kau bisa menyimpulkan bahwa jeruk itu rasanya asam atau manis? Ah, jeruk itu tampilannya buruk, hitam, masih banyak warna hijaunya pula, tapi sekali lagi, apakah kau bisa menyimpulkan bahwa jeruk itu bersifat asam? Coba kupas dulu, atau sekadar hirup aromanya. Baru dimakan. Lalu, kau bisa menyimpulkan rasanya bukan?
Belum paham?
Baik, akan kucontohkan yang lain. Kau lihat air bening itu? Bagaimana rasanya? Manis? Asam? Asin? Pahit? Atau bahkan tidak ada rasanya? Bisa jadi air bening itu manis rasanya, karena perasa manis bisa larut di dalamnya. Bisa jadi asin rasanya, karena garam larut di dalamnya, bisa jadi pahit rasanya, karena proses filtrasi yang tidak sempurna. Bahkan bisa tidak mempunyai rasa, karena proses filtrasi yang berhasil. Bagaimana kau tahu? Ya dengan meminumnya. Kenali dengan baik rasanya. Tidak serta merta kau simpulkan dulu bukan sebelum kau makan jeruk atau minum air bening tadi?
Yah.. Lagi-lagi, jangan menilai segala sesuatu dari tampilannya saja. Bisa jadi yang tampilannya baik, memiliki hati yang buruk, bisa jadi yang tampilannya buruk, mau miliki hati yang baik. Atau kalau beruntung? Bisa jadi yang tampilannya baik, memang baik dan bisa jadi yang tampilannya buruk, memang buruk.
Lagi, bisa jadi yang tampilannya buruk adalah sebuah takdir untukmu dan tampilannya baik, itu adalah bukan hakmu. Ingat, "Bisa jadi kau menyukai sesuatu, padahal itu buruk untukmu, dan bisa jadi kau membenci sesuatu, padahal itu baik untukmu. Allah Tahu segala sesuatunya dan kamu TIDAK".
0 notes
Text
Sujud adalah sarana terbaik untuk mengantarkan dan mendekatkan seorang hamba kepada Rabb-nya
Seni Shalat Khusyuk
0 notes
Text
Kamu Terlalu Berharga untuk Kecewa
Lagi dan lagi..
Untuk kesekian kalinya. Tertampar olehNya agar menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah sementara. Semua adalah milikNya termasuk hati manusia. Semua akan kembali padaNya.
Banyak orang selalu bilang, jangan terlalu menggantungkan harapan pada manusia yang kamu belum tau nanti dia akan berbuat apa. Jangan terlalu mempercayai manusia karena seketika akan dibuat kecewa olehnya. Kau tidak tahu akan sekejam apa yang ia lakukan padamu nantinya.
Orang lain pun berhak tidak mempercayaimu. Mereka juga berhak tidak menaruh harapan tinggi padamu. Untuk apa? bisa saja nantinya kau mengecewakan mereka. Bisa saja nantinya kau mengkhianati mereka. Tidak ada yang tahu di dunia ini termasuk hatimu, hati manusia yang lain.
Sadarlah.. Biarkan hidup ini berjalan seperti biasanya. Tanpa harapan yang terlalu tinggi, tanpa kecewa yang berlebihan, tanpa sakit hati yang terlalu dalam. Biarkan hidupmu bahagia.
Kamu terlalu berharga untuk merasakan sebuah kekecewaan lagi.
1 note
·
View note
Text
MINTA MAAF
Seberapa sukar manusia untuk mengucap maaf atas apa yang telah ia sadari bahwa yang ia lakukan adalah keliru?
Seberapa sukar manusia untuk minta maaf, dan bersikap itu adalah hal yang telah lalu dan kembali biasa saja? Ya.. Seperti biasa?
Aku bukan orang sempurna, kau tahu itu. Aku juga pernah khilaf untuk sukar mengatakan maaf, setelah aku melakukan kekeliruan diantara kita atau mereka. Aku belajar atas apa yang pernah kau katakan padaku. Mengapa tak kau lakukan juga?
Bertanya seolah "apa yang harus aku lakukan?" ketika tahu bahwa ia yang menyampaikan pesan padaku, seolah tidak peduli dan lupa atas pesannya.
Iya. Aku memaafkanmu, selalu. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain memaafkanmu, bukan? Aku memaafkan kekeliruan itu dan yang lain ketika memang masih ada yang disembunyikan.
Lagi-lagi, ketika aku tahu, haruskah aku berpura-pura bodoh dan berjalan tegak seperti biasanya? Aku bukan orang yang seperti itu. Ada banyak pelajaran yang aku ambil ketika aku pernah dengan sengaja berjalan tegak tanpa mau tahu apa yang sedang terjadi. Menyesal. Kenapa? Karena akan lebih baik diselesaikan saat itu juga.
Minta maaf. Tidak melakukannya lagi. Karena kau tahu bukan? Kesalahan apabila itu terjadi 2 kali, namanya bukan kesalahan, tetapi pilihan. Kau mau pilih yang mana? Memperbaiki diri atau tenggelam pada kekeliruan yang kau gali sendiri?
Terserah. Aku mengikuti kamu mau kemana. Utara, selatan, timur, barat. Bahkan belok kanan, belok kiri, atau tetap berjalan lurus. Aku selalu mengikutimu. Berdampingan denganmu.
0 notes
Text
Nanti Kita Cerita Tentang Hari ini
Nanti kita cerita tentang hari ini.
Bagaimana perihnya sebuah pengorbanan yang masih dipandang oleh sebelah mata.
Nanti kita cerita tentang hari ini.
Tentang sebuah perjuangan, sulit, tetapi kita terus menghadapinya.
Nanti kita cerita tentang hari ini.
Ketika kita merasa Tuhan tidak adil. Tuhan tidak menyayangi hambaNya. Tuhan terlalu memberikan jalan yang sulit dilalui, tetapi akhirnya kita tersadar, bahwa Tuhan hanya ingin menguji seberapa sabar hambaNya. Seberapa gigih perjuangan kita. Seberapa yakin kita untuk melalui duri-duri yang mengganggu itu.
Sabarlah sebentar lagi, ya? Aku masih ingin ada "kita". Aku masih ingin berjuang bersama. Bukit selanjutnya baru akan kita daki setelah melewati bukit yang kemarin itu. Kau tentu ingat.
Sabar. Aku mohon bersabar lagi. Tidak lama, semoga saja. Puncak itu akan kita raih. Pelan-pelan. Namun, di bukit selanjutnya ini pasti masih banyak kerikil tajam, bebatuan besar, bahkan jurang. Kau masih ingin jalan berdampingan denganku untuk mencapai puncak bukan? Ayolah berkata "iya". Kita tidak mungkin menyia-nyiakan waktu kemarin, bukan? Sudah beberapa bukit kita lalui. Tentu aku egois, tidak ingin menyerah untuk mencapai bukit yang selanjutnya dan berharap itu yang terakhir. Berdampingan dengan kamu. Bersama dengan kamu. Hingga puncak nanti. Melihat semua keindahan, berdua. Kamu, aku, kita.
0 notes
Text
Masa Lalu
Hai! Aku menyapamu kembali.
Bagaimana keadaanmu? Sudah usangkah sekarang ini?
Aku hanya ingin memberitahu, aku sudah hidup bahagia sekarang. Melupakan semua hal buruk yang telah terjadi. Merajut kembali kehidupan yang selayaknya orang banyak inginkan.
Aku selalu belajar darimu di masa yang sekarang. Aku selalu membukamu sebagai buku tebal hanya sekedar untuk membaca, mengingat kembali dan belajar untuk tidak melakukan hal yang sama.
Kau tahu aku suka membaca, bukan?
0 notes
Text
Untuk Dhea
Tulisan ini aku dedikasikan untukmu, Dhea.
Terima kasih karena sudah menjadi orang yang tangguh. Terima kasih sudah menjadi orang yang punya semangat tinggi. Terima kasih sudah menjadi orang yang tidak kenal putus asa. Terima kasih sudah menjadi orang yang selalu menimbang baik dan buruk walaupun masih sulit. Terima kasih sudah menjadi orang yang sabar dengan segala sesuatu ya walaupun masih sulit. Terima kasih sudah menjadi pendengar yang baik. Terima kasih untuk selalu berusaha menjadi manusia yang bermanfaat. Terima kasih atas semua yang sudah kamu lakukan. Maaf hanya lewat tulisan, aku menghargai semuanya.
Dhea..
Terima kasih sudah selalu menghargai arti hidup untuk dirimu sendiri. Tidak mendengarkan orang lain yang menyesatkanmu. Tidak mendengarkan orang lain yang sekiranya memberi pengaruh buruk untukmu. Terima kasih sudah menjadi pribadi yang selalu belajar memiliki pemikiran yang dewasa dan matang walaupun sampai sekarang kau masih merasa kesulitan. Tidak perlu kau hitung berapa kali kau menghadapi permasalahan dengan sikap dewasamu, biarkan ia mengalir sesuai arahnya.
Dhea..
Terima kasih untuk selalu tersenyum dalam hari-harimu. Karena kau selalu memahami bahwa cantik hakiki adalah ketika kamu menghargai dirimu sendiri dan memperbaiki akhlaq. Tetaplah tersenyum seperti sekarang ini walaupun banyak yang bisa saja merenggut senyum itu dari wajahmu. Angkatlah wajahmu. Dunia berhak tau bagaimana rupamu ketika tersenyum.
Dhea..
Terima kasih sudah selalu memberanikan diri untuk berkata tidak pada apa yang tidak sesuai untukmu. Selalu berada pada sekumpulan orang dan hal yang tidak menyimpang. Jangan dengarkan mereka yang membicarakanmu di belakang. Jangan peduli dengan mereka yang menganggapmu sepele. Hiraukan mereka yang mencaci makimu. Jangan perhatikan mereka yang selalu memandangmu sebelah mata. Kau tahu apa yang harus dilakukan? Ya.. Tetap mendoakan mereka yang menyakitimu. Biarkan mereka jadi ladang pahalamu.
Dhea..
Jangan pernah menganggap dirimu yang sekarang lemah. Tetaplah menjadi dhea yang selalu ingin berjuang, selalu ingin melakukan yang terbaik, yang sabar, yang menghargai diri sendiri dan orang lain, yang selalu ceria, yang punya rasa ingin tahu tinggi, yang cerdas dalam bekerja, yang cekatan dalam bertindak, yang tahu baik dan buruk, yang selalu belajar berpikir dewasa, dan masih banyak lagi. Ya, memang sulit. Tapi kamu pasti bisa melakukan dan melalui semuanya.
Dhea..
Jangan menyerah dan terus berjuang ya.. Kamu selalu pantas untuk mendapatkan hal yang baik. Selalu ingat mereka yang mendukungmu dan membersamai langkahmu. Hiraukan mereka yang meragukanmu. Semoga Tuhan selalu bersamamu hingga akhir perjuanganmu di BumiNya ini.
0 notes
Text
Kita pernah saling mengaku insomnia. Sebab obrolan tengah menyuguhkan rasa bahagia. Enggan terlelap, ingin menetap. Bersamamu, hal sederhana seperti sama-sama tak mau mematikan telfon pun, selalu menjadi sesuatu yang begitu penuh makna. Entah mengapa.
Tidakkah kamu rindu pada momen-momen seperti itu?
— Arief Aumar Purwanto
340 notes
·
View notes
Text
Barangkali, aku tak bisa selalu ada di dekatmu. Tidak semua masalahmu bisa kudengarkan saat ini. Aku yang dimakan oleh hari-hari sibuk. Aku yang ditelan tanggung jawab dan pekerjaan. Aku yang sedang mati-matian bekerja keras untuk memantaskan diri menjemputmu. Aku yang tidak ingin membebani orangtuaku lagi –jika tiba saatnya menjemputmu. Aku yang hanya ingin kau mengerti, yang selama ini kulakukan adalah bagian untuk menyatu denganmu. Adalah bahan bakar untuk menjalankan terus perahuku. Jangan bersedih jika aku tak bisa seperti kekasih teman-temanmu. Kau hanya perlu tahu, aku bisa jadi bekerja lebih keras dibanding kekasih teman-temanmu yang selalu ada setiap waktu itu.
–boycandra
1K notes
·
View notes
Text
Bagilah waktu denganku. Jangan sibuk sendiri terus. Pekerjaan dan hal-hal lain mungkin memang penting. Namun berbagi cerita, walau sebentar juga penting. Jika tak ada waktu yang panjang untuk saling bertukar tawa, sempatkanlah sedikit waktu sekadar memberi tahu bahwa semuanya baik-baik saja.
–boycandra
2K notes
·
View notes
Text
Allah itu baik, maha baik. Kamunya yang jahat. Dikasih ini, maunya itu. Dikasih itu, maunya ini. Dikasih tau ini baik, malah ngeyel. Dikasih tau itu ga baik, malah ngelawan.
— Taufik Aulia
3K notes
·
View notes