Tugas UTS Matakuliah Teknologi Informasi dan Komunikasi PBSI Untidar semester 7. Anggota kelompok: 1. Putria Soviani 2. Iin Riyani 3. RNG Isyfa Rohmah N 4. Fitraytur Rohmah 5. Muhammad Zamroni
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
DEFINISI BELAJAR
a) Menurut Skinner
Belajar adl suatu proses penyesuaian diri yg bersifat progesif, adanya tendensi kearah yg lebih sempurna dr sebelumnya. Proses jd ada input melalui proses belajar menghasilkan output.
b) Menurut Mc Geoch
Belajar membawa perubahan dalam performance yg diperoleh dr latihan.
c) Menurut kimble
Belajar adanya perubahan yg relatif permanen akibat dr reinforced practice.
d) Menurut Morgan dkk
Perubahan yg terjadi karena latihan dan pengalaman
Teori Condisioning (Pavlov)
- makanan : stimulus wajar à air liur : respons wajar
- bunyi bel : stimulus wajar à telinga bergerak : respons wajar
- bunyi bel : stimulus berkondisi à air liur : respons berkondisi
1. Untuk membentuk atau menimbulkan respons berkondisi ditempuh dengan cara memberikan stimulus berkondisi berulang kali sebelum atau bebarengan dengan pemberian stimulus yang wajar
Percobaan :
Anjing ketika mendengar bel maka pasti akan diberi makanan seingga air liur keluar, sehingga suatu waktu ada bunyi bel sekalipun tidak disertai makanan air liur tetap keluar.
2. Akan terjadi kondisioning yang selektif berdasarkan atas reinforcement yang selektif. Anjing dapat membedakan stimulus yang aa reinforcement dengan stimulus yang tanpa reinforcement.
Percobaan :
· Dengan menggunakan lampu merah yang disertai makanan dengan lampu hijau tanpa makanan. Anjing akan keluar air liur ketika melihat lampu merah sekalipun tidak ada makanan karena sudah terbentuk respons berkondisi, sedangkan bila melihat lampu hijau tidak akan keluar air liur karena atas dasar pengalaman dengan munculnya lampu hijau tidak akan ada makanan
· Dengan menggunakan sinar bentuk lingkaran disertai makanan dan elips tanpa makanan.
· Pada suatu eksperiman yang lebih meningkat dilakukan mengubah bentuk elips hampir menyerupai lingkaran. Anjing tidak sanggup lagi membedakan lingkaran dengan elips, anjing menunjukkan perilaku meloncat-loncat, meronta-ronta, marah.
3. Munculnya respons berkondisi akan tertunda bila reinforcement tertunda.
Percobaan :
Pemberian makanan (reinforcement) dengan berbagai macam tenggang waktu setelah adanya stimulus berkondisi. Air liur akan keluar senada dengan munculnya makanan yang mengikuti stimulus berkondisi.
4. Respons berkondisi yang telah terbentuk dapat hilang kembali dengan cara memberikan stimulus berkondisi secara berulang-kali tanpa disertai makanan sebagai reinforcement (Extinction).
Percobaan : bel dibunyikan berulang ulang tanpa diserati makanan, setelah beberapa kali air liur tidak lagi keluar ketika bel berbunyi.
Experimen pada manusia (John B Watson)
Percobaan :
· Bayi diberi minuman botol sebelumnya dibunyikan bel, bayi terbentuk respons berkondisi yaitu dengan bel berbunyi sekalipun tidak diberi botol, bayi tetap menunjukkan gerakan mulut seperti mengenyut dot dari botol.
· Reaksi emosional dapat dibentuk dengan kondisioning.
Albert (11 bulan) dengan tikus putih dan gong. Permulaan Albert tidak takut dengan tikus putih. Suatu waktu ketika Albert memegang tikus putih gong dibunyikan, dengan suara keras gong Albert mengalami ketakutan, kedaan tersebut diulangi beberapa kali hingga terbentuk rasa takut pasa tikus putih. Rasa takut tersebut dikembalikan ke keadaan semula dengan menghadirkan tikus putih yang disertai situasi yang menyenangkan.
SIMPULAN :
· Belajar membutuhkan kesiapan (Anjing yang ujikan harus sehat dan sedang lapar)
· Belajar membutuhkan pembiasaan / latihan
· Belajar membutuhkan penguat / reinforcement (hadiah)
· Belajar membentuk perilaku kebiasaan
Teori Koneksionisme (Edward Lee Thorndike)
· Sense of impressions dan impuls to action disebutnya sebagai connection yaitu usaha untuk menggabungkan antara kejadian sensoris dengan perilaku (behavior) yang berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap lingkungan.
· Trial and error learning : dalam memecahkan masalah ingin keluar dari box kucing tidak secara mendadak (tidak menggunakan insihgt) tetapi trial n error, waktu yang digunakan hewan dalam memecahkan masalah maik lama makin berkurang
Percobaan :
Kucing dimasukkan ke dalam box, kucing memberontak ingin keluar, sampai akhirnya tidak sengaja kucing menekan tombol kemudian pintu terbuka, kucing dimasukkan lagi sampai akhirnya kucing dimasukkan langsung bisa keluar.
Hukum belajar
Sebelum 1930
a. Hukum kesiapan (the law of readiness)
· Bila organisme telah siap berperilaku dan organisme dapat melakukannya maka akan puas
· Bila organisme telah siap berperilaku tetapi tidak dapat melakukan maka akan kecewa
· Bila organisme tidak siap tapi harus bertindak tidak puas
· Bila organisme tidak siap dan tidak harus melakukan akan puas
b. Hukum latihan (the law of exercise)
· The law of use : semakin banyak latihan maka koneksi antara stimulus dan respons akan kuat
· The law of disuse : koneksi stimulus dan respons akan melemah bila tidak ada latihan
c. Hukum efek (the law of effect) : bila stimulus menimbulkan respons yang membawa reward (hadiah) hubungan koneksi stimulus dan respons akan kuat, demikian sebaliknya.
Sebelum 1930 Sekunder
a) Multiple respons : organisme dalam menghadapi masalah mencoba berbagai respons (trial n error) hingga didapatkan respons yang tepat
b) Set and attitude : kesiapan dan kecenderungan untuk berperilaku tertentu untuk menghadapi situasi belajar, dipengaruhi oleh latar belakang juga, misal mendapat nila C+ da yg sedih dan ada yang senang
c) Prepotency of element : banyak stimulus tetapi yang direspons hanya beberapa, misal 4 anak bertemu yang 1 lama tidak jumpa tentu yang lebih direspon 1 anak itu.
d) Response by analogy : organisme akan merespon yang lalu (yang sudah pernah dilakukan) dari stimulus yang mirip dengan stimulus yang lalu
e) Associative shifting : respons yang telah dimiliki dipindahkan sebagai respons terhadap stimulus baru , ex : respon berkondisi.
Setelah 1930
Revisi :
a) Kesiapan tidak direvisi : karena semakin ada kesiapan hasil belajar semakin bagus
b) Tidak semua belajar membutuhkan latihan, pembelajaran intelegensi tidak selalu butuh latihan untuk orang2 tertentu, sedangkan yang membutuhkan latihan adalah keterampilan. Hasil belajar dipengaruhi faktor intelegensi, motivasi belajar dan juga tergantung matrei yang dipelajari.
c) Reward akan meningkatkan kuatnya hub stimulus dan respons, sedangkan punishment tidak mengakibatkan efek menurunnya hub stimulus dan respons, misal pencuri sudah masuk penjara, keluar masih mencuri.
SIMPULAN :
· Belajar ada hubungan koneksi antara stimulus dan respons
· Belajar melalui perilaku trial and error
· Pemecahan masalah secara kebetulan dan tidak sengaja
· Belajar butuh latihan
· Belajar butuh kesiapan
· Belajar butuh penguat
Teori B. Frederic Skinner
Skinner membedakan perilaku menjadi :
1) Perilaku alami : perilaku yg ditimbulkan oleh stimulus yang jelas / ada tujuannya, misal tikus masuk perangkap karena ada makanan
2) Perilaku operan : perikau yg ditimbulkan oleh stimulus yg tidak diketahui, perilaku yg tidak jelas tujuannya, misal : tikus menekan pengungkit yang pertama sehingga makanan jatuh
Kondisioning tipe R n S
1) Kondisioning tipe S : kondisioning responden : menekankan pentingnya stimulus dalam menimbulkan respon yg dikehendaki :mirip dengan kondisioning pavlov
2) Kondisoning tipe R : kondisioning operan : menekankan pentingnya respons : mirip kondisioning instrumental Thorndike. Skinner perhatiannya pada tipe R
Prinsip kondisioning operan :
· Setiap respons yg diikuti oleh reinforcement akan cenderung diulangi
· Reward atau reinforcing stimuli akan meningkatkan kecepatan terjadinya respons
Perbd antara kondisioning klasik n operan : k. Klasik organisme tidak perlu membuat respon untuk memperoleh reward, sedangkan k.operan untuk dpat reward organisme harus membuat respons.
Percobaan skinner :
Sebuah box berisi pengungkit, tempat makanan, lampu, lantai yg dialiri listrik. Tikus sgb binatng percobaan. Tikus lapar dimasukkan dalam box tsb, tikus yg lapar tsb melakukan respons dan kemudian secara kebetulan menyentuh pengungkit dan makanan jatuh pd tempat makanan. Tikus akan kembali menekan pengungkit untuk dapat makanan kembali. Makanan sbg reward akan memeprkuat seringnya penekanan. Dg demikian terbentuk kondisioning operan, kemudian bila tikus menekan pengungkit dan tidak memperoleh makanan maka akan terjadi extinction. Bila suatu waktu tikus kembali menekan pengungkit dan makanan jatuh maka akan kembali terbentuk kondisioning operan disebut sebagai spontanuous recovery.
Metode shaping :
Langkah-langkah :
1) Membuat analisis atau penjabaran perilaku yg akan dibentuk dala perilaku2 yg lebih kecil yg menuju ke eprilaku yg akan dibentuk
2) Menentukan reinforcement yg akan digunakan
3) Reinforcement diberikan pd perilaku yg makin dekat dg perilaku yg akan dibentuk.
Misal : membentuk perilaku supaya anak tdk terlambat datang ke sekolah. Untuk tdk erlambat perlu bangun lebih pagi, terus mandi, makan pagi dan seterusnya. Reward diberikan pada respon yg makin lama makin mendekati tujuan akhir. Misal reward diberikan pd kalau akan bisa bangun pagi, sampai anak2 bisa terbentuk bangun pagi, reward dipindah bila anak sudah mandi, dipindahkan lagi setelah sarpan, begitu seterusnya hingga terbentuk perilaku tidak terlambat sekolah.
Macam reinforcement
· Reinforcement positif : sesuatu bila diberikan akan meningkatkan probabilitas repons
ü Primer : ex makanan
ü Sekunder : ex uang
· Reinforcement negatif : bila ditiadakan dapat meningkatkan probabilitas
ü Primer : aliran listrik pd subjek coba
ü Sekunder : lampu (sebelum dikenai listrik diberi nyala lampu)
Kaitannya hukuman Skinner lebih baik menciptakan lingkungan supaya perilaku yg tidak diinginkan tidak terjadi, misal anak memcahkan tempat bunga dg menarik taplak meja, sebaiknya meja tidak perlu diksh taplak.
Cara memberikan reinforcement
1) Continuous schedule : setiap respons diberikan reinforcement
2) Partial schedule : respon tertentu yg diberi reinforcement
ü Interval schedule : reinforcement diberikan atas dasar lamanya tenggang waktu bila telah tercapai.
a) Fixed interval : bila interval waktu antara reinforcement yg satu dg yg lain tetap
b) Varied interval : bila pemberian reinforcement antara satu dg yg lain waktunya tidak tetap.
ü Ratio schedule : respon akan mendapat reinforcement bila telah mencapai jumlah tertentu.
a) Fixed ratio : reinforcement diberikan bila telah mencaapai ratio tetap
b) Varied ratio : reinforcement satu dg yg lain diberikan atas dasar ratio tertentu
SIMPULAN :
Cara pemberian reinforcement yg terbaik adalah varied ratio, yaitu pemberian reinforcement tidak menentu kapan diberikan. Fixed schedule akan menimbulkan kebiasaan atau habit dalam menerima reinforcement dan hal ini kurang baik demikian pula yang kontinyu.
Teori Kohler
Perbedaan Gestalt dan Behavioristic
Gestalt
Behavioristic
Wholistik : keseluruhan
Reductionis / atomistik elemen : belajar itu bagian per bagian
Molar : besar
Molecular : sempit
Subjektif : anjing diberi daging air liur keluar
Objektif : daging
Nativistik : tergantung individu sendiri
Empiristik : belajar tergantung dr pengalaman dan latihan
Kognitif, phenomenologik : belajar menggunakan otak
Behavioral
Hukum Persepsi
a) Hukum Pragnanz : yang dipersepsi mempunyai arti penting. Belajar akan ada perubahan.
b) Hukum figure-Ground : antara figure dan ground dapat pindah peran satu dg yg lain, hal ini bergantung pd perhatian tiap orang.
c) Hukum kontinyuitas : elemen yg kelihatan mengalir le arah yg sama atau mengikuti pola yg sama akan dipersepsi sebagai suatu kesatuan.
d) Hukum kedekatan : apabila stimulus saling berdekatan satu dg yg lain maka akan diperspsi sbg suatu kelompok
e) Hukum kesamaan : stimulus atau objek yg sama akan diperspsi sbg suatu kesatuan.
f) Hukum kelengkapan : hal yg kurang lengkap ditutup shg merupaka suatu kesatuan yg berarti.
Percobaan : “detour problema”
Hewan coba dpt melihat dg jelas apa yg dituju (makanan), namun hewan coba tidak dpt langsung meraihnya, meliankan harus memutar mengambil jalan lain.
Pada percobaan ini ayam sulit memcahkan, tetapi kera bisa. Contoh lain simpanse bisa memanfaatkan tongkat atau peti yg ditumpuk untuk mendapatkan makanan.
Periode presolution
Kohler tidak mengingkari adanya trial n error dalam pemecahan masalah. Selanjutnya dikemukakan oleh kohler bahwa dlm problem solving dg peti2 ada 2 masalah yaitu problem geometrik dan problem static. Problem geometrik dibedakan atas problem quantity dan problem bentuk. Apabila simpamse tahu kalo 1 peti tidak dpt maka peti kedua diletakkkan disamping peti pertama, problem quantity terpecahkan tp problem bentuk belum. Apabila peti kedua ditaruh di atas peti pertama maka problem quantity n bentuk terpecahkan. Namun setelah simpanse naik ke atas peti dan peti kedua jatuh karena menempatkannya kurang tepat problem statistic belum terpecahkan. Jika simpanse menyusun peti kedua dg baik aitas peti pertama maka problem statistic terpecahkn. Problem geometrik dipecahkan dg insight, problem statistic dipecahkan dg trial n error.
Transposition : apabila suatu prinsip yg dipelajari dalam memecahkan suatu masalah dan kemudian dikenakan untuk mmecahkan masalah lain.
Percobaan :
ü Ayam diberi makan pd tempat yg agak gelap, tapi tidak pd agak terang
ü Ayam dilatih shg mendekati tempat yg agak gelap
ü Setelah ayam selalu mendekati tempat yg ada makanannya, kemudian diberi 2 tempat dengan 2 macam warna, yg 1 lebih gelap dr tempat semula dan diberi makanan. sedangkan tempat semula yg agak gelap menjadi lebih terang dan tidak diberi makanan. Makanan ditaruh di tempat yg lebih gelap lagi.
Kaum behavioris memperkirakan bahwa hewan coba akan merespon ke tempat yg sudah biasa dilatih karena di tempat itu akan dapat makanan. Tetapi kaum gestalt hewan coba akan menuju ke tempat yg lebih gelap. Jd yg dipeljari lebih pd hubungan, bukan karena kebiasaan. Menurut kaum behavioris belajar merupakan spesifik S-R koneksi sebagai absolute theory, sedangkan gestalt menekankan pd melihat hub atau membandingkan antara dua stimuli sebagi relational theory.
Teori Kurt Lewin
Struktur kepribadian
Menurut lewin, pribadi itu selalu ada dalam lingkungan psikologis tertentu. Keduanya merupakan suatu gestalt yg tdk dpt dipisahkan satu dg yg lain. Pribadi dan lingkungan psikologis bersama-sama dln ruang hidup (life space) individu. Daerah pribadi :
a) Daerah perseptual motorik : daerah untuk menghubungkan pribai dg lingkungan sekitar melalui alat indra
b) Daerah dalam pribadi : terdiri berbagai daerah
Lingkungan psikologis : lingkungan adanya / dialami seseorang, shg bersifat subjektif. Objeknya sama tetapi subjeknya berbeda, ex : kucing akan menarik untuk org yg suka, tp tdk menarik bagi yg tdk suka kucing.
Life space/ruang hidup : keseluruhan kejadian yg mempengaruhi individu. Meliputi ; masa dulu, sekarang, dan yg akan datang
Dinamika kepribadian
ü Energi : setiap kerja/gerak membutuhkan energi, energi yg menyebabkan kerja psikologis : energi psikis
ü Tegangan (tension) : apabila distribusi energi psikis di antara daerah dalam diri individu tidak seimbang. Supaya seimbang kembali : proses psikologis misalnya berpikir atau mendapatkan sesuatu
ü Kebutuhan (need) : keadaan/sifat pribadi yg menyebabkan menumpuknay energi di suatu daerah (tegangan).
a) Keadaan fisiologis : lapar , haus
b) Keinginan akan sesuatu : ingin motor, sepatu
c) Keinginan utk mengerjakan sesuatu : ingin nonton film, pacaran
ü Valensi : nilai atau arti lingkungan psikologis bagi seseorang.
a) Valensi positif : dapat mengurangi tension jika mendapt sesuatu, ex : kucing bagi org yg suka kucing
b) Valensi negatif : dapat menaikkan tension, ex : kucing bagi org yg tdk suka kucing.
ü Vektor atau force
Valensi : memberikan arah gerakan
Vektor : yang mendorong seseorang bergerak dalam lingkungan psikologis. Gerakan dpt terjadi jika ada kekuatan dan berkaitan dg kebutuhan.
Ex : baju warna biru aku suka
Aku ingin membeli : valensi
Untuk pesta : vektor
KONFLIK
Apabila dalam diri seseorang ada dua vektor yg bekerja dan kedua vektor itu dalam kedaan seimbang maka akan terjadi konflik pada diri individu yg bersangkutan.
a) Konflik antara dua keadaan yg kesemuanya disetujui
b) Konflik antara dua hal yg tdk disetujui
c) Konflik antara hal yg disetujui dan tdk disetujui
Belajar menurut Lewin :
a) Belajar adalah pengubah struktur kognitif. Pemecahan masalah akan terjadi apabila adanya pengubahan struktur kognitif yg ada pd diri individu. Ex : hubungkan kesembilan titik menggunakan 4 garis tanpa mengangkat alat tulis yg digunakan. Apabila sesorang terikat pada struktur kognitif (struktur gambar) yg disajikan (bujur sangkar), maka org akan kesulitan dlm memecahkan soal tsb.
b) Peranan hadiah dan hukuman. Hadiah n hukuman adl dua sarana motivasi yg berguna yg penggunaannya perlu pengawasan. Misalya soal tugas dan soal nilai. Nilai sbg hal yg diinginkan (hadiah) sedangkan tugas adl hal yg tdk menarik.
c) Masalah sukses dan kegagalan. Apabila seseorg mendapat sukses, maka ia akan bangga, senang, puas, sedangkan apabila gagal akan sedih , kecewa, putus asa.
Perolehan pengalaman sukses :
ü Diperoleh apabilaseseorang betul2 mendapat apa yg diingkinkan, ex : ingin lulus, ternyata telah lulus
ü Seseorang telah ada dalam daerah tujuan, ex : ingin lulus, tinggal beberapa mata kuliah yg perlu diperbaiki
ü Telah membuat kemajuan kearah tujuan yg ingin dicapai, ex : sudah menyiapkan diri untuk ujian
ü Telah berbuat ssuatu dg cara yg oleh masayarakt dianggap untuk mencapai tujuan, ex : seorang mahasiswa kemana-mana membawa buku
d) Taraf aspirasi
Taraf aspirasi dlm beljar itu penting karena sesuatu yg bagi sesorang telah menimbulkan sukses, mungkin org lain belum menimbulkan sukses justru suatu kegagalan.
RINGKASAN MATERI BELAJAR & PEMBELAJARAN
1 note
·
View note
Text
PROBLEMATIKA MODEL – MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam sebuah bangsa. Semakin tinggi kualitas pendidikan, maka bangsa tersebut juga akan semakin maju. Mutu pendidikan perlu tingkatkan setiap tahunnya,
Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak lepas dengan proses pembelajaran. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran seperti faktor guru, siswa, lingkungan, sarana prasarana dll. Guru merupakan faktor yang terpenting dalam proses pembelajaran dan biasanya guru merupakan pusat sumber belajar siswa.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak bermunculan model – model pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru untuk variasi pembelajaran. Namun, dalam realita model – model pembelajaran yang sudah ada ternyata tidak sepenuhnya membantu proses pembelajaran. Ada problematika disetiap model–model pembelajaran sehingga kurang maksimal saat digunakan. Oleh karena itu seorang guru harus memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi siswa, sekolah dan lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Apa problematika dalam model – model pembelajaran bahasa Indonesia?
Bagaimana solusi untuk mengatasi problematika dalam model–model pembelajaran Bahasa Indonesia?
1.3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut.
Menguraikan problematika dalam model – model pembelajaran Bahasa Indonesia
Mengetahui solusi untuk mengatasi problematika dalam model-modelpembelajaran Bahasa Indonesia
1.4 Manfaat
Ada dua manfaat yang didapat dalam makalah ini yaitu sebagai berikut: 1. Untuk menambah ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan.2. 2.Sebagai panduan atau alternatif dalam menggunakan model – model pembelajaran kepada siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Problematika dalam Model – Model Pembelajaran Bahasa Indonesia
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Arends dalam Trianto, 2010: 51).
Sedangkan menurut Joyce & Weil (1971) dalam Mulyani Sumantri, dkk (1999: 42) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan memiliki fungsi sebagai pedoman.
Berdasarkan dua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana yang sistematis digunakan oleh guru sehingga dapat mencapai tujuan tertentu.
Saat ini masih banyak guru yang menggunakan model pembelajaran yang monoton.Sehingga banyak siswa yang jenuh, mengantuk bahkan tidak termotivasi untuk belajar karena faktor guru dalam proses pembelajaran dikelas. Takjarang pula, siswa menyepelakan mata pelajaran Bahasa Indonesia karena mengangap mata pelajaran ini merupakan bahasa nasional yang digunakan sehari-hari jadi tidak perlu dipelajari secara mendalam.
Guru perlu merubah model pembelajaran agar siswa tertarik, termotivasi untuk belajar, dan aktif saat proses pembelajaran. Guru juga perlu memahami karateristik siswanya agar lebih mudah dalam menyampaikan materi. Dalam memilih sebuah model pembelajaran harus sesuai dengan kondisi materi yang akan dipelajari dan tujuan yang akan tercapai.
Dalam model – model pembelajaran yang digunakan memiliki problematika dalam pengajaran Bahasa Indonesia. Adapun beberapa problematika dalam model – model pembelajaran Bahasa Indonesia antara lain:
1. Guru masih menggunakan model pembelajaran Konvensional
Seiring perkembangan zaman, banyak guru – guru yang masih menggunakan model pembelajaran Konvensional yakni ceramah. Bagi guru yang sudah tua model pembelajaran ceramah sangat praktis siswa hanya mendengarkan dan guru mentransfer ilmu yang ia miliki kepada siswa. Namun bagi siswa hal ini sangat membosankan. Tak jarang siswa lebih suka mainan gadget secara sembunyi-sembunyi didalam kelas saat pembelajaran Bahasa Indonesia dari pada mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. Perkembangan kurikulum saat ini K13 menuntut siswa agar aktif dalam kegiatan pembelajaran.. Hal ini berimbas pada guru di kelas yang pada awalnya cenderung menggunakan guru sebagai sumber pembelajaran (teacher-centered leaning), menjadi siswa dan lingkungannya sebagai sumber (student-centered leaning).
2. Guru masih gaptek ( gagap teknologi)
Banyak guru yang belum menguasai teknologi padahal setiap saat teknologi terus mengalami perkembangan. Contohnya: Hp, Laptop dan Internet.
Ada salah satu model pembelajaran yang berbasis E-Learning. Pembelajaran yang menggunakan internet dan perangkat lunak. Sebagian besar siswa saat ini sudah memiliki Hp android dan sudah terbiasa mengakses internet.
3. Sarana prasarana sekolah yang kurang memadai
Sarana prasarana sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembelajaran. Jika sarana prasarana sekolah belum lengkap bagaimana bisa kita menggunakan variasi model pembelajaran.
4. Waktu yang terbatas
Dalam proses pembelajaran selalu diberi waktu terbatas. Untuk jenjang SMP waktunya 2x40 menit setiap pertemuan, Jenjang SMA waktunya 2x45 menit setiap pertemuan. Ketika guru menggunakan model pembelajaran yang bersifat unjuk kerja, belum selesai berdiskusi waktu pelajaran sudah habis.
5. Guru tidak dapat mengendalikan kelas
Banyak variasi model pembelajaran yang membuat siswa aktif dikelas. Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka suasana pembelajaran siswa tidak bisa kondusif dan menganggu kelas lain.
2.2. Solusi untuk mengatasi problematika dalam model–model pembelajaran Bahasa Indonesia
Ada beberapa solusi untuk mengatasi problematika dalam model – model pembelajaran bahasa Indonesia antara lain:
1. Guru sebaiknya meninggalkan model pembelajaran konvensional
Model ceramah merupakan model pembelajaran yang sudah lama. Siswa pun tidak tertarik dan tidak termotivasi untuk mengikuti pembelajaran apalagi jika jadwal mata pelajaran bahasa Indonesia seusai olahrga siswa sudah tidak bisa konsentrasi. Guru perlu menggunakan model pembelajaran kreatif dalam mengajar sesuai dengan minat dan bakat siswa sehingga siswa semangat dalam pembelajaran bahasa Indonesia
2. Guru perlu mengikuti perkembangan teknologi
Kemajuan teknologi saat ini berkembangan sangat cepat. Setiap siswa juga sudah memiliki Hp untuk memudahkan komunikasi. Guru juga perlu mengikuti arus berkembangan teknologi agar tidak ketinggalan dan Guru bisa memanfaatkan perkembangan teknologi sebagai model pembelajaran
3. Sarana Prasarana sekolah dilengkapi
Guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran, pihak sekolah bekerjasama dengan dinas pendidikan dan kebudayan daerah setempat segera melengkapi sarana prasarana yang ada.
4. Mengajak siswa ketika proses pembelajaran diluar kelas
Proses pembelajaran tidak hanya berlangsung dikelas saja. Guru bisa mengajak siswa belajar diperpustakaan atau ditaman. Sehingga siswa teratasi rasa ngantuk dan membuat siswa tidak merasakan lamanya waktu pembelajaran.
5. Guru harus benar – benar menguasai model pembelajaran yang akan disampaikan
Jika guru tidak menguasai model pembelajaran dengan baik dan kurang bisa menguasai kondisi kelas maka situasi dikelas akan ramai dan tidak kondusif.
Hal ini akan menganggu kenyaman dalam proses belajar mengajar. Kondisi kelas yang mempunyai jumlah siswa banyak, Guru perlu membagi jobdesk kepada setiap siswa dengan sistematis agar lebih terarah dalam mengikuti model pembelajaran.
6. Guru menggunakan waktu secara efisien
Dalam menggunakan salah satu model pembelajaran guru harus pandai membagi waktu agar model pembelajaran yang dilaksanakan bisa berjalan secara sempurna.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Model pembelajaran adalah suatu rencana yang sistematis digunakan oleh guru sehingga dapat mencapai tujuan tertentu. Model-model pembelajaran saat ini sudah banyak sekali dan bisa digunakan oleh guru sebagai variasi proses pembelajaran. Problematika yang ada dalam model pembelajaran bisa diatasi.
3.2 Saran
Dalam makalah problematika model - model pembelajaran Bahasa Indonesia, kami memiliki beberapa saran:
Bagi guru sebaiknya memperbaiki pengajarannya, agar siswa lebih tertarik dan termotivasi dalam belajar Bahasa Indonesi
Bagi pihak sekolah sebaiknya segera memperbaiki sarana prasarana yang kurang memadai agar proses pembelajaran tidak terhambat.
Bagi pemerintah sebaiknya sering meninjau sekolah-sekolah yang ada didaerah masing-masing agar lebih mengetahui kondisi perkembangan sekolah tersebut.
Daftar Pustaka
--------------------- .2013. “Model - model pembelajaran”. http://modelmodelpembelajaran8.blogspot.co.id/2013/04/kelebihan-dan-kelemahan-model.html Diakses pada senin 5 Desember pukul 21.00
Syamsi, Kastam. 2014. Inovasi Model Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.Jogjakarta: UNY
Faizah, Umi. 2009. Kefektifan Cerita Bergambar Untuk Pendidikan Nilai dan Ketrampilan Berbahasa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Tahun XXVIII Nomor 3
0 notes
Text
Apresiasi Karya sastra Analisis Puisi “Senyuman Terindah”
Pendahuluan
Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga yaitu puisi, prosa, dan drama. Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun, membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet dalam tradisi Yunani Kuno berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
Dalam menganalisis puisi “Senyuman Terindah” kami menggunakan pendekatan struktural. Tujuan menggunakan pendekatan struktural adalah membongkar & memaparkan secermat, seteliti, dan sedalam mungkin terkait dan terjalin semua unsure dan aspek karya yang bersama – sama menghasilkan makna secara keseluruhan.
KAJIAN PUSTAKA
Pendekatan struktural berawal dari pandangan kaum strukturalisme yang menganggap karya sastra sebagai struktur yang unsurnya terjalin secara erat dan berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Dalam menganalisis puisi menggunakan pendekatan struktural maka harus memperhatikan unsur- unsur puisi baik intrinsik maupun ekstrinsik.
Struktur fisik puisi terdiri atas: Diksi, kata konkret, bahasa figuratif, rima maupun tata wajah (Topografi).
Struktur batin puisi terdiri atas: Tema, perasaan, nada dan suasana serta amanat.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis pendekatan structural dalam puisi “Senyuman Terindah” adalah metode penelitian deskripsi kualitatif. Metode ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu: Tahap pengumpulan data, tahap penganalisisan data, dan tahap penyajian data.
Tahap pengumpulan data, data – data yang diambil sebagai objek penganalisis puisi “Senyuman Terindah”. Tahap analisis data dalam teks ini puisi akan dianalisis sesuai dengan pendekatan struktural. Pada tahap penyajian data ini menggunakan kata – kata biasa dengan menjelaskan secara rinci dan terurai hasil analisis pendekatan struktural dalam puisi “Senyuman Terindah”
PUISI
Senyuman Terindah
Di suatu sudut tempat aku menunggu
Menunggu hadirnya sebuah senyuman yang kian meragu
Sesaat aku tertegun melihat bayangan di sisiku
Ah..itu hanya sebuah bayangan lalu
di mana aku menanti kepastian semu
Ya..sebuah kepastian yang tak kunjung datang menyapaku
Di depanku jejak-jejak makna
Berkerumun di tempat yang selalu hampa
Tetapi di tempat itu aku masih merasa
Senyuman itu bagitu indah dan mempesona
Pesona senyuman yang menampakkan sejuta aura
Mengikis sepi serta menepis lara
Sebuah senyuman di mana arti tak sekadar mempunyai arti
tetapi makna yang sangat dalam bagi hidup ini
Ya..sebuah senyuman yang bisa membuat hidup sepi menjadi berarti
Sebuah arti yang tak sekadar mempunyai arti
Makna dari hidup yang membayangi jiwa sang pemimpi
Menanti sebuah senyuman indah di sudut tempat yang masih selalu sepi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Di suatu sudut tempat aku menunggu
(penyair sedang menunggu di seseorang di sebuah tempat)
Menunggu hadirnya sebuah senyuman yang kian meragu
(penyair sangat mengharapkan senyuman lewat kehadiran seseorang , tapi makin ia menunggu senyumannya makin ragu.)
Sesaat aku tertegun melihat bayangan di sisiku
(sesat terlintas pemikiran penyair yang mulai terhenti pada suatu sosok bayangan yang ia cintai berada disampingnya)
Ah..itu hanya sebuah bayangan lalu
( namun sang penyair mengatakan” itu hanya masa lalu saja, yang tidak akan pernah kembali)
di mana aku menanti kepastian semu
(penyair hanya menantikan kepastian yang tidak jelas dari orang yang ia cintai)
Ya..sebuah kepastian yang tak kunjung datang menyapaku
(penyair sudah mulai lelah dan putus asa dengan penantian yang kian tak kunjung datang menyapanya)
Di depanku jejak-jejak makna
(apa yang terekam dalam memori penyair bersama kekasihnya kini berada di hadapannya yaitu hanya sebuah kenangan yang ada pada masa lalu. seseorang yang yang telah pergi meninggalkan kita akan meninggalkan jejak- jejak entah kebaikannya ataupun senyuman yang melekat pada sosok kekasihnya itu)
Berkerumun di tempat yang selalu hampa
(kenangan itu berkumpul menjadi satu pada suatu tempat dimana mereka beradu kasih, tempat itu kini mulai hampa atau kosong karena mereka telah berpisah dan menjadi sepi)
Tetapi di tempat itu aku masih merasa
(tetapi disini sang penyair masih merasakan adanya kekasihnya yang telah pergi. )
Senyuman itu bagitu indah dan mempesona
(bagi penyair senyuman kekasihnya itu sangat indah, dalam konteks senyuman yang tidak mampu dilupakan. senyuman indahnya yang membuat ia terpesona dalam rayuan cintanya hingga takmampu terlupakan).
Pesona senyuman yang menampakkan sejuta aura
(pesona senyuman dari kekasihnya menunjukkan suatu gambaran perasaan positif bagi kehidupan sang penyair. Seseorang pasti akan melihat bagimana caranya ia menunjukkan senyumannya terhadap orang lain. sehingga, membuat hati penyairnya merasa bahagia ketika ia sedang tersenyum.)
Mengikis sepi serta menepis lara
(ketika penulis melihat senyuman dari kekasihnya bisa menghilangkan rasa sepi yang begitu dalam dan mampu menghilangkan rasa sakitnya)
Sebuah senyuman di mana arti tak sekadar mempunyai arti
(sangat berartinya senyuman itu, penyair tidak mampu mengungkapkan dengan kata-kata, senyuman yang memberikan arti tersendiri bagi hati sang penyair)
tetapi makna yang sangat dalam bagi hidup ini
(tetapi bukan hanya sekedar berarti tetapi senyuman itu sangat berarti bagi kehidupan penyair)
Ya..sebuah senyuman yang bisa membuat hidup sepi menjadi berarti
(senyuman dari kekasihnya yang membuat kehidupannya yang awalnya terasa sepi menjadi semakin berarti, meskipun ia merasa sepi senyuman dari dirinya selalu menghiasi kehidupannya)
Sebuah arti yang tak sekadar mempunyai arti
(dan penyair menuliskan kembali betapa berarti senyuman darinya.senyuman itu mempunyai arti tersendiri yang begitu spesial bagi dirinya)
Makna dari hidup yang membayangi jiwa sang pemimpi
( senyumannya tidak hanya berpengaruh pada kehidupan sang penayir saat ini tetapi memberikan arti pada sebuah masa depan serta pada mimpi – mimpi sang penyair.)
Menanti sebuah senyuman indah di sudut tempat yang masih selalu sepi
(berharap penantian sang penyair tidak sia-sia, ia rela mngorbankan waktunya demi kekasihnya. masih ditempat yang sama ia tetap menunggu meski ia tahu akan berteman dengan sepi)
STRUKTUR FISIK PUISI SENYUMAN TERINDAH
A. Diksi:
Dalam puisi tersebut pengarang tidak terlalu rumit untuk menguraikan kata-katanya. Kata yang digunakan sederhana dan mudah untuk dipahami. Pengarang menggambarkan lingkungan tempat kejadian tersebut. Karena ada kata “Di depanku jejak-jejak makna” yang menjunjukkan bahwa kepergian seseorang itu meninggalkan sebuah kenangan yang bermakna sehingga penyair tidak dapat melupakannya.
B. Citraan (Gambaran-gambaran Angan)
Citraan yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman inderawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (taktil). Imaji dapat mengakibatakan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
Ø Imaji suara (auditif)
Ya..sebuah kepastian yang tak kunjung datang menyapaku” pada baris pertama bait satu
Ya..sebuah senyuman yang bisa membuat hidup sepi menjadi berarti pada baris ketiga bait tiga.
Contoh tersebut seakan-akan peyair sedang berbicara dengan suara hatinya sendiri.
Ø Imaji penglihatan (visual),
“Di depanku jejak-jejak makna”
“ Sesaat aku tertegun melihat bayangan di sisiku”
C. Bahasa Kiasan
Adanya bahasa kiasan ini menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan ini mengiasakan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan hidup. Adapun jenis-jenis kiasan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Personifikasi
Kiasan ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi ini banyak dipergunakan para penyair dari dahulu hingga sekarang.
Personifikasi ini membuat hidup lukisan, disamping itu member kejelasan kebenaran, memberikan bayangan angan yang konkret.
Pada baris enam bait kedua dalam puisi tersebut:
“Mengikis sepi serta menepis lara”
Maksudnya: menghilangkan rasa sepi dan rasa sakit dalam sebuah penantiannya.
Dalam sepenggal puisi tersebut menggambarkan peristiwa yang terjadi pada malam hari yang membuat orang-orang merasa takut.
Pada baris pertama bait pertama dalam puisi tersebut:
“Di depanku jejak-jejak makna”
Maksudnya:
penyair menggambarkan tentang dihadapannya itu terdapat kenangan yang sulit dilupakan, sehingga terasa didepan sang penyair tergambar suatu kenangan.
2) Hiperbola
Hiperbola Yaitu majas atau gaya bahasa yang bertujuan untuk melebih-lebihkan.
Pada baris ketujuh dalam puisi tersebut:
“Pesona senyuman yang menampakkan sejuta aura”
Maksudnya: pesona senyuman seseorang berpengaruh terhadap diri penyairnya. dalam artian pengaruh positif.
D. RIMA
Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik diawal, tengah dan akhir baris puisi.
Bait pertama dalam puisi ini mempunyai rima yang sama yaitu u-u-u-u-u-u
Di suatu sudut tempat aku menunggu
Menunggu hadirnya sebuah senyuman yang kian meragu
Sesaat aku tertegun melihat bayangan di sisiku
Ah..itu hanya sebuah bayangan lalu
di mana aku menanti kepastian semu
Ya..sebuah kepastian yang tak kunjung datang menyapaku
Bait kedua dalam puisi ini mempunyai rima yang sama yaitu a-a-a-a-a-a
Di depanku jejak-jejak makna
Berkerumun di tempat yang selalu hampa
Tetapi di tempat itu aku masih merasa
Senyuman itu bagitu indah dan mempesona
Pesona senyuman yang menampakkan sejuta aura
Mengikis sepi serta menepis lara
Bait ketiga dalam puisi ini mempunyai rima yang sama yaitu i-i-i-i-i-i
Sebuah senyuman di mana arti tak sekadar mempunyai arti
tetapi makna yang sangat dalam bagi hidup ini
Ya..sebuah senyuman yang bisa membuat hidup sepi menjadi berarti
Sebuah arti yang tak sekadar mempunyai arti
Makna dari hidup yang membayangi jiwa sang pemimpi
Menanti sebuah senyuman indah di sudut tempat yang masih selalu sepi
E. TATA WAJAH (TIPOGRAFI)
Tipografi merupakan bentuk fisik atau penyusunan baris – baris dalam puisi. Peranan tipografi dalam puisi adalah untuk menampilkan aspek artistic dan untuk menciptakan nuansa makna tertentu . Selain itu, tipografi juga berperan untuk menunjukkan adanya loncatan gagasan serta memperjelas adanya satuan – satuan makna tertentu yang ingin dikemukaan penyair.
Puisi “Senyuman Terindah” memiliki 3 bait yang setiap bait memiliki 6 baris. Sehingga jumlah total ada 18 baris. Sebagian besar sang penulis mengawali puisinya menggunakan huruf kapital.
STRUKTUR BATIN PUISI SENYUMAN TERINDAH
a. Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair sehingga menjadi landasan utama. Tema puisi harus dihubungkan dengan penyairnya dan konsep-konsep imajinasi.
Tema dari puisi “Senyuman Terindah ” adalah penantian karena setiap bait pada puisi tersebut menjelaskan tentang penyair yang sedang menanti suatu senyuman. Bait pertama sang penyair berada disuatu tempat untuk menunggu suatu kepastian yang tak kunjung dating. Bait kedua menjelaskan bahwa di tempat itu adalah kenangan bagi dirinya dan seseorang itu dan bait ketiga menjelaskan tentang makna dari sebuah senyuman yang selama ini dia nantikan dalam kesendiriannya.
b. Rasa
Rasa adalah sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya pengalaman, sosiologis dan psikologis, Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
Rasa di dalam puisi “senyuman terindah” tersebut adalah penyair menuangkan perasaannya dalam wujud penantiannya. meskipun seseorang yang dimaksud oleh penyair itu telah pergi ia tetap setia menunggu. ia bertekad kuat untuk menanti karena ia yakin bahwa dia akan kembali bersamanya. Dalam sepenggal baris puisi “Menanti sebuah senyuman indah di sudut tempat yang masih selalu sepi”. selain itu juga penyair merasa bahagia berada disampingnya. ditulis dalam beberapa baris puisi tersebut
“Senyuman itu bagitu indah dan mempesona”
“Pesona senyuman yang menampakkan sejuta aura”
“Mengikis sepi serta menepis lara”
c. Nada
Nada puisi “Senyuman Terindah” cenderung penuh harap, sehingga terlihat luapan perasaan yang sedang dirasakan oleh penyair terlihat dalam dalam baris terakhir.
“Sebuah senyuman di mana arti tak sekadar mempunyai arti. Tetapi makna yang sangat dalam bagi hidup ini. Ya..sebuah senyuman yang bisa membuat hidup sepi menjadi berarti. Sebuah arti yang tak sekadar mempunyai arti. Makna dari hidup yang membayangi jiwa sang pemimpi. Menanti sebuah senyuman indah di sudut tempat yang masih selalu sepi.”
d. Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca. Amanat puisi “Senyuman Terindah” tersebut adalah: kita boleh terlalu berlebihan dalam menanti seseorang tapi ingatlah kita juga harus tahu kapan kita harus benar-benar berhenti untuk menunggu. Tidak selamanya kita harus menantikan hal yang tidak pasti. Berjalanlah lurus kedepan tinggalkan jejak masa lalu. Kita boleh tengok kebelakang tapi itu sebagai pelajaran. bukankah waktu hanya sekali seumur hidup? jangan pernah berkutat pada satu titik saja majulah pasti kau akan menemukan sebuah senyuman yang berbeda. Percayalah bahwa setiap insan mempunyai sebuah senyuman yang berbeda. Pada saat tersenyum kita akan direkam oleh seseorang dan nantinya akan menjadi sebuah kenangan tersendiri dalam dirinya. jangan pernah tersenyum pada seseorang yang telah memberikan kepastian semua.
SIMPULAN
Puisi merupakan salah satu karya sastra yang memiliki struktural kaidah penyusunan sehingga setiap unsur-unsur saling berhubungan dan memiliki sifat yang puitis (indah). Pendekatan struktur kajian puisi memiliki dua bagian yang tidak dapat dipisahkan di antaranya yaitu unsur fisik terdiri dari diksi, imajinasi, kata-kata konkrit, gaya bahasa (kiasan), dan irama dan ritma serta unsur batin di antaranya ada tema, rasa, nada, dan amanat. Mahasiswa diharapkan mampu menganalisis kajian puisi yang dihadapinya melalui berbagai teori pendekatan. Khususnya pendekatan strukturalisme.
Simpulan dari keseluruhan dalam puisi “ Senyuman Tenidah” yaitu pada puisi tersebut menggambarkan bahwa penyair sedang menunggu seseorang yang ia cintai yang tidak kunjung datang. ia sangat menantikan kehadiran senyumannya. Namun, seiring berjalannya waktu ia sadar bahwa itu hanya masa lalu yang tidak akan mungkin datang. makin ia meyakini bahwa seseorang yang ia tunggu makin pula ia meragu dalam hatinya karena kepastian yang tidak kunjung datang. hanya bayangan yang masih menemani dalam penantiannya. sang penyair menunggu kehadiran kekasihnya disuatu tempat, sebab, ia tidak mampu melupakan semua kenangan bersama kekasihnya. senyuman dari kekasihnya sangat berarti bagi kehidupan pribadi sang penyair.senyumannya tidak hanya sekedar idah dan mempesona akan tetapi mampu mengikis sepi dan lara penyair.
senyuman dari kekasihnya sangat berarti dalam kehidupan sang penyair,termasuk dalam masa depannya. “senyuman yang tak sekedar mempunyai arti. senyuman yang bisa membuat hidup sepi menjadi berarti”. sebenarnya sang penyair mulai tertekan dengan penantiannya tapi senyuman indah dari kekasihnya selalu menguatkan untuk tetaplah menanti meskipun berat tetapi harus bertahan dengan sekuat tenaganya.
0 notes
Text
ANALISIS WACANA CERPEN KAIN PERCA IBU
A. KONTEKS KULTURAL
Dalam cerpen Kain Perca Ibu ada kebiasaan unik dalam sebuah keluarga yaitu mewariskan baju kepada keturunannya. Baju – baju yang diwariskan tidak sembarang baju namun yang memiliki sejarah tertentu dalam kehidupannya. Daripada baju – baju tersebut hanya di simpan dan lama – lama rusak tanpa dimanfaatkan maka diwariskan baju tersebut kepada keturunannya. Mewariskan baju lama merupakan tanda cinta Ibu kepada keturunannya. Seorang Ibu biasanya gemar mewariskan pakaian lama kepada keturunannya. Sebelum diberikan secara sah, Ibu selalu menceritakan asal usul baju tersebut sehingga nilai sejarah tersebut tidak akan hilang dan ibu akan merasa puas. Ibu selalu merawat dan memperbaiki baju – baju yang akan diwariskan.
Tradisi tersebut berhenti ketika ayah meninggal. Baju-baju yang punya banyak kenangan tidak lagi diwariskan tapi dipotong – potong menjadi kain perca. Kain perca tersebut dijahit kembali menjadi barang-barang lain seperti bad cover, serbet, keset dll. setumpuk pakaian Bapak di sudut sana. Utuh. Terlipat rapi. Tidak digunting Ibu menjadi potongan-potongan kain perca
Sosok ibu pada cerpen ini sangat menginspirasi keempat putrinya. Terbukti dari kebiasaan ibunya yang gemar menjahit juga menjadi kebiasaan keempat putrinya. Begitu juga setelah sang ibu mempunyai kebiasaan mendaur ulang baju yang tak terpakai, keempat putrinya juga sangat mendukung dengan memberikan baju-baju yang tak terpakai di keluarganya. Sosok ibu yang diceritakan dalam cerpen ini juga sosok yang penuh ketabahan, kesabaran, dan tanggung jawab yang besar. Sungguh cermin seorang ibu yang dapat memberi contoh kepada anak-anaknya.
sosok ibu yang selalu berusaha tegar di depan putri-putri dan cucu-cucunya ternyata masih tetap menyimpan kenangan tentang suaminya yang begitu dicintainya. Terlihat dari tumpukan baju yang masih utuh dan terlipat rapi. Tentu sang ibu punya alasan sendiri mengapa ia tetap menyimpan baju-baju suaminya yang tak seorang pun tahu dan ia bawa alasan itu sampai ajal menjemput.
Pesan dari cerpen ini adalah kain yang dirajut dan dijahit kemudian menjadi pakaian memiliki arti dan makna yang mendalam bila dibuat dengan sepenuh hati, dirawat dan dijaga pula dengan sepenuh hati. Bukan karena kekeramatannya atau kesakralannya, tapi menghargai setiap karya yang dibuat maka nilai dari sebuah karya pun akan sama seperti jati dirinya sendiri, dan itu harganya sangat tak ternilai. Sampai pada satu titik pun akhirnya sang ibu memahami, bahwa, ”… kita ndak boleh termakan kenangan, kita bisa mati merana….”. Dan dengan konsep baru itu sang ibu mulai melakukan eksperimen dengan potongan-potongan kain bekas, entah itu baju, kain sarung, celana, gorden atau bekas kain yang lainnya, untuk kemudian dijadikan bermacam-macam fungsi, seperti bed cover, lap, serbet ataupun tatakan gelas. Dengan konsep baru menjahit ibunya, pesan yang lainnya adalah, seperti yang diungkapkan oleh penutur cerita, ”aku” Sri, ”…kini kami terbiasa menertawakan sejarah…”.
B. KONTEKS SITUASI
A. KONTEKS FISIK
Ø Realitas situasi yang diungkapkan diwacana cerpen ini Setting ceritanya sebagian besar berada di Magelang, sedikit-sedikit mengungkapkan setting Semarang, Bandung, Bogor dan Jakarta. Sedangkan waktunya adalah masa kekinian dengan flasback tahun 1950-an saat ibunya menikah dengan bapak. Latar waktu masa kekinian: pada saat lebaran (saat anak – anak perempuannya yang tinggal diluar kota berkumpul menjadi satu diruang tamu), Pagi hari (saat ayah meninggal dunia).
Ø Topik cerpen Kain Perca Ibu tentang keluarga. Mengisahkan tentang seorang ibu yang penuh dedikasi dalam mengurus keluarganya. Terutama dengan bakatnya menjahit.
Ø Tindakan atau perilaku partisipan dalam peristiwa itu dalam garis besar meliputi:
a. seorang ibu yang penuh dedikasi dalam mengurus keluarganya. Terutama dengan bakatnya menjahit, sang ibu mencurahkan hidupnya dan sejarahnya dalam jahitan.
b. keluarga ini mempunyai tradsisi yang unik. Setiap lebaran tiba maka yang dinanti-nanti oleh keempat saudara dalam keluarga ini yang semuanya perempuan adalah kebiasaan sang ibu menceritakan kisah-kisah hidupnya Di akhir cerita sang ibu selalu mewariskan satu dari sekian koleksi pakaian simpanannya untuk salah satu putrinya. Tentu saja yang mendapat baju tersebut sangat merasa bangga
d. Tradisi ini terhenti ketika sang ayah telah meninggal. Sang ibu tidak ingin mengenang lagi ayah yang telah meninggal dan sebelumnya sangat berat diikhlaskannya. Cinta sang ibu kepada sang ayah begitu besar karena selama bertahun-tahun mereka selalu bersama
e. Lebaran berikutnya atau tepatnya lebaran pertama tanpa kehadirang sang ayah, baju-baju yang dianggap bersejarah selama ini ternyata telah dipotong-potong dan dijahit menjadi selembar bed cover.
f. Namun kebiasaan ini kembali terhenti ketika sang ibu meninggal. Kebiasaan untuk mendaur ulang kain baju ayng telah tidak terpakai. Keempat putrinya tentu saja sangat kehilangan sosok ibu yang selama ini menginspirasi mereka. Bahkan mereka tidak sanggup untuk membereskan barang-barang ibunya. Mereka baru mampu membuka barang-barang sang ibu di lemari seminggu kemudian. Keempat putrinya sangat terkejut ketika menemui tumpukan baju-baju ayah mereka yang tertata rapi di dalam lemari. Padahal sebelumnya sang ibu mengatakan untuk tidak mengenang lagi sesuatu yang telah berlalu.
B. KONTEKS EPISTEMIS
Konteks Epistemis berkenaan dengan masalah latarbelakang pengetahuan yang sama – sama diketahui oleh penutur maupun mitra tutur. Dalam hal ini Ibu dan anak-anaknya (mbak Ratih (anak sulung), mbak Suti (anak kedua), “aku” Sri (anak ketiga), dan Laras (anak bungsu) melakukan kebiasaan untuk mewariskan baju lama milik ibu yang mempunyai nilai sejarah yang berharga sebelum mewariskan bajunya Ibu selalu bercerita sambil mengenang masalalu.Namun kebiasaan ini terhenti setelah Bapak meninggal dunia.
C. KONTEKS SOSIAL
Konteks sosial menunjuk pada relasi sosial dan setting yang melengkapi hubungan antara penutur dengan mitra. Dalam cerpen Kain Perca Ibu hubungan sosial antara tokoh yakni sebuah keluarga yang terdiri dari Ibu, Bapak, dan 4 orang anak yaitu Ratih, Suti, Sri dan Laras. Anak- anaknya begitu menghormati Ibu dan Bapaknya. Dalam cerita tersebut lebih banyak bercerita tentang Ibu
1 note
·
View note
Text
Nilai Karakter Bangsa dalam Tokoh Novel Dan Bidadari pun Mencintaimu Karya Ali Imron Elshirazy Kajian Psikologi Sastra.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi karakter bangsa saat ini semakin merosot. Banyak perilaku generasi muda yang tidak sesuai dengan nilai –nilai Pancasila. Generasi muda adalah generasi penerus bangsa namun banyak kebiasaan buruk yang dilakukan seperti tawuran antar pelajar, perilaku seks bebas, penyalahgunaan narkoba,tata nilai dan norma yang semakin merosot tidak hanya di perkotaan tapi sudah merambah ke pedesaan.
Faktor –faktor yang bisa menyebabkan perilaku buruk generasi muda saat ini karena kurangnya perhatian orangtua yang sibuk bekerja, pengaruh pergaulan dan penyalahgunaan gadget.
Tidak hanya karakter laki-laki saja yang merosot. Namun, perempuan juga seperti itu. Tanpa rasa malu perempuan menggoda laki-laki dengan pakaian mininya sehingga membuat laki-laki terpancing dan melakukan pergaulan bebas. Banyak pelajar perempuan yang merokok dan ikut tawuran.
Pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter bangsa itu perlu digencarkan dan dapat diwujudkan melalui pengoptimalan peran sastra. Untuk membentuk moral bangsa ini, sastra diperlakukan sebagai salah satu media atau sarana pendidikan. Menurut Oemarjati (1992:23):
Pengajaran sastra pada dasarnya mengemban misi efektif, yaitu memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya (lebih) tanggap terhadap peristiwa- peristiwa disekelilingnya. Tujuan akhirnya adalah menanam, menumbubuhkan, dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah –masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormat terhadap tata nilai baik dalam konteks individual maupun sosial.
Salah satu karya sastra yang bisa menjadi solusi memperbaiki kondisi karakter bangsa saat ini yakni dengan novel. Dipilihnya novel karena hingga saat ini novel masih bertahan walaupun perkembangan zaman yang semakin modern dan didalam isi novel biasanya sesuai dengan kejadian atau hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari – hari.
Novel Dan Bidadari pun Mencintaimu dipilih dalam penelitian ini karena isinya menarik dan bisa diambil pembelajaran karakter pada tokohnya. Karakter dari tokoh Ghozali dan Pelangi dapat dijadikan contoh pemuda yang baik dan benar karena semakin berkembangnya zaman, sulit untuk menemukan sosok laki –laki dan perempuan seperti itu.
Novel ini mengisahkan tentang sebuah perjuangan Ghozali dalam menepis luka, menapaki cita-cita dan cinta. Ghozali memang dikenal sosok alim, pintar dan tampan. Hingga suatu hari ia bertemu dengan Pelangi, putri kyai pesantren yang luar biasa. Namun permasalahan – permasalahan terus datang menghampiri.
Ali Imron Elshirazy seorang penulis novel Dan Bidadari pun Mencintaimu memiliki berbagai pengalaman dan pekerjaan seperti dosen, motivator, trainer dan penerjemah sehingga beliau dalam menulis novel sesuai dengan kondisi yang pemuda saat ini. Banyak novel yang sudah beliau tulis dengan gaya bahasa yang santai sehingga mudah dipahami dan isinya tentang kondisi pemuda sehingga amanat dalam novel bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu peneliti ingin meneliti tentang nilai karakter bangsa dalam Novel Dan Bidadari pun Mencintaimu karya Ali Imron Elshirazy, sehingga bisa dijadikan contoh kepada para pemuda dan pemudi untuk mengurangi kemrosotan moral yang melanda saat ini.
1.2 Identifikasi Masalah
Permasalah-permasalah yang terjadi diantaranya.
1. Perbedaan karakter Ghozali dimasa lalu dan masa kini
2. Karakter tokoh Ghozali dan Pelangi dalam kehidupan sehari-hari dan saat menghadapi berbagai persoalan.
3. Hal yang mempengaruhi karakter tokoh Ghozali dan Pelangi dalam Novel Dan Bidadari pun Mencintaimu
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah dapat dilihat bahwa masalah yang muncul dalam penelitian ini cukup bervariasi. Oleh karena itu, tidak semua masalah bisa dibahas sehingga permasalahan penelitian ini dibatasi pada karakter tokoh Ghozali dan Pelangi dalam kehidupan sehari-hari dan saat menghadapi berbagai persoalan.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, ditentukan rumusan masalah penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana nilai karakter bangsa yang dimiliki tokoh Ghozali dan Pelangi dalam novel?
2. Bagaimana sikap yang digambarkan Ghozali dan Pelangi dalam menghadapi berbagai persoalan hidup?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Menjabarkan nilai karakter bangsa yang dimiliki tokoh Ghozali dan Pelangi dalam novel.
2. Mengetahui sikap tokoh Ghozali dan Pelangi dalam menghadapi berbagai persoalan hidup
1.6 Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat yang didapat dalam penelitian ini yakni manfaat teoretis dan praktis.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan memberi tambahan pengetahuan sastra mengenai aspek moral.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru
Memberikan sumbangan pemikiran untuk memilih novel sebagai salah satu bahan ajar dalam menyampaikan aspek moral.
b. Bagi siswa
1) Membantu mengatasi permasalahan moral dengan membaca novel
2) Memotivasi siswa untuk menyukai sastra
c. Bagi peneliti
1) Menambah wawasan bagi peneliti
2) Mengaplikasikan teori sastra yang sudah diajarkan saat kuliah untuk memecahkan masalah pembelajaran nilai moral disekolah
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian yang Relevan
1) Endah (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Tingkah Laku Ken Putri dalam Novel Merpait Biru Karya Abdul Munif: Tinjauan Psikologi Sastra”. Penelitian tersebut menganalisis kehidupan Ken Ratri sebagai manusia yang memiliki sikap baik, tetapi di lain pihak karena kondisi dan keadaan tidak mencukupi kebutuhannya, ia mengambil jalan pintas untuk menjual diri. Dalam bertingkah laku di dalam kehidupannya ia bisa jahat, baik, sedih, senang, tertekan jiwanya, dikuasai orang lain, menguasai orang lain, merasa rendah diri. Memiliki teman dan musuh. Rahasia bahwa Ken Ratri salah satu mahasiswa yang menjadi pelacur yang disimpan rapat kemudian terungkap dan menjadi perbincangan di kampus menyebabkan beban batin baginya. Ia merasa bersalah karena dunia mahasiswa yang penuh idealisme telah tercoreng dan terusik. Dengan demikian, masalah yang dihadapi adalah masalah psikologi konflik batin yang menguasai pikirannya dalam menghadapi masalah sosial dari kampusnya.
2) Loliek (2013) melaukan penelitian yang berjudul Analisis psikologis novel “sepatu dahlan”Karya khrisna pabichara. Penelitian tersebut menganalisis Muhammad Dahlan. Ia merupakan anak dari keluarga kurang mampu yang tinggal di Kebon Dalem, sebuah kampung yang menyimpan banyak kenangan baginya. Namun keterbatasannya ini tidak membuatnya jatuh dan terpuruk, justru menjadi sebuah penyemangat hidup untuk lebih baik dan dapat membanggakan sekelilingnya. Keterbatasan sebenarnya akan menjadi sesuatu yang indah, tergantung bagaimana kita menyikapinya.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Hakekat Novel
Menurut Nurgiyantoro, (2009:10)
“Menambahkan bahwa dewasa ini novel dideskripsikan sebagai sebuah karya prosa fiksi yang cukup panjang tidak terlalu panjang namun tidak terlalu pendek”
Menurut Sayuti, (2000:10)
Novel seringkali dipertentangkan dengan cerpen, perbedaannya ialah bahwa cerpen menitikberatkan pada intensitas, sementara novel cenderung bersifat meluas “expands”. Novel yang baik cenderung menitikberatkan pada kemunculan complexity, yaitu kemampuan menyampaikan permasalahn yang kompleks secara penuh, mengkreasikan sebuah dunia yang “jadi”, berbeda dengan cerpen yang bersifat implisit yaitu menceritakan masalah secara singkat.
2.2. 2 Ciri-ciri Novel
Hendy (1993:225) menyebutkan ciri-ciri novel sebagai berikut.
1. Sajian cerita lebih panjang dari cerita pendek dan lebih pendek dari roman, biasanya cerita dalam novel dibagi atas beberapa bagian.
2. Bahan cerita diangkat dari keadaan yang ada dalam masyarakat dengan ramuan fiksi pengarang.
3. Penyajian berita berlandas pada alur pokok atau alur utama yang batang tubuh cerita, dan dirangkai dengan beberapa alur penunjang yang bersifat otonom (mempunyai latar tersendiri).
4. Tema sebuah novel terdiri atas tema pokok (tema utama) dan tema bawahan yang berfungsi mendukung tema pokok tersebut.
5. Karakter tokoh-tokoh utama dalam novel berbeda-beda. Demikian juga karakter tokoh lainnya. Selain itu, dalam novel dijumpai pula tokoh statis dan tokoh dinamis. Tokoh statis adalah tokoh yang digambarkan berwatak tetap sejak awal hingga akhir. Tokoh dinamis sebaliknya, ia bisa mempunyai beberapa karakter yang berbeda atau tidak tetap.
2.2.3 Jenis-Jenis Novel
Berikut ini merupakan jenis-jenis novel berdasarkan klasifikasinya.
1. Jenis novel berdasarkan Nyata atau tidaknya kejadian
a. Novel fiksi adalah novel yang tidak nyata atau tidak terjadi pada kehidupan nyata
b. Novel non-fiksi adalah novel yang pernah ada atau nyata adanya
2. Jenis novel berdasarkan genre ceritanya
a. Novel Romantis, yaitu novel yang isinya berupa kisah kasih sayang dan percintaan
b. Novel Horor, yaitu novel yang berisi tentang hal yang menyeramkan
c. Novel Komedi, yaitu novel yang berisi cerita lucu
d. Novel Inspiratif, yaitu novel yang berisi kisah inspiratif
3. Jenis novel berdasarkan isi dan tokoh
a. Novel Teenlit, yaitu novel yang berisi cerita tentang remaja
b. Novel Chicklit, yaitu novel yang berisi tentang perempuan muda
c. Novel Songlit , yaitu novel yang diambil dari sebuh lagu
d. Novel Dewasa, yaitu novel yang berisi cerita orang dewasa.
2.2.4 Hakekat Psikologi Sastra
Menurut Semi(1989:46):
“Psikologi sastra adalah pendekatan penelaahan sastra yang menekankan pada segi-segi psikologis yang terdapat dalam suatu karya.”
Menurut Sangidu (2004:30):
Psikologi sastra adalah suatu disiplin ilmu yang niemandang karya sastra sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperahkan oleh tokoh-tokoh yang didalamnya atau mungkin juga diperankan oleh tokoh faktual
Menurut Siswantoro (2004: 31):
Psikologi sastra mempelajari fenomena kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama dalam karya sastra ketika merespon atau bereaksi terhadap diri dan lingkungannya, dengan demikian gejala kejiwaan dapat terungkap lewat perilaku tokoh dalam sebuah karya sastra.
2.2.5 Pengertian Karakter Bangsa
Menurut Pusat Bahasa Depdiknas:
Karakter ialah Bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.”
Menurut Kertajaya (2010:31):
Karakter ialah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seseorang itu bertindak, bersikap, berucap dan merespon sesuatu.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan dari pendidikan nasional. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Tujuan pendidikan tersebut dibuat agar pendidikan itu tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau lebih berkarakter. Sehingga nantinya akan melahirkan generasi-generasi bangsa yang unggul dan tumbuh berkembang dengan karakter yang unggul.
Ada 18 nilai-nilai dalam pendidikan karakter Bangsa yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik menurut Diknas adalah:
Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Kerja Keras Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Cinta Tanah Air Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
Bersahabat/Komunikatif Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
Cinta Damai Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah penelitian perpustakaan. Menurut Ratna (2009:39) penelitian perpustakaan adalah penelitian yang secara khusus meneliti teks, baik lama maupun modern. Adapun teks yang diteliti pada kajian ini berbentuk novel, yakni novel Dan Bidadari pun Mencintaimu karya Ali Imron El Shirazy.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam mengkaji Dan Bidadari pun Mencintaimu karya Ali Imron El Shirazy adalah metode deskriptif analitik. Menurut Ratna (2009:53) deskriptif analitik dilakukan dengan cara pendeskripsian fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara etimologi deskriptif dan analisis berarti menguraikan dengan memberikan pemahaman dan penjelasan yang secukupnya.
3.3 Data dan Sumber data
Data dalam penelitian ini yang terdapat di dalam novel Dan Bidadari pun Mencintaimu karya Ali Imron El Shirazy yang difokuskan pada penelitian psikologis tokoh-tokohnya.
Sumber – sumber data diperoleh dari berbagai buku, dengan rincian sebagai berikut.
a. Sumber Primer
Sumber Primer adalah sumber utama data(Siswantoro, 2004: 140). Sumber data primer penelitian ini adalahNovel Dan Bidadari pun Mencintaimu karya Ali Imron El Shirazy yang diterbitkan oleh Semesta Pro-U Media dengan jumlah halaman 420.
b. Sumber Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data kedua (Siswantoro, 2004: 140). Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu data-data yang bersumber dari buku-buku acuan yangberhubungan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Contohnya buku Metode Penelitian Sastra, Pendekatan Teori, Metode dan Kiat. Karya sangidu, buku Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikoanalisis. Karya Siswantoro
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi pustaka.Maksudnya dengan cara membaca bacaan yang menunjang dalam penyelesaian masalah, khususnya objek penelitian yang ada pada novel novel Dan Bidadari pun Mencintaimu karya Ali Imron El Shirazy yang dibaca secara cermat, sungguh-sungguh dan berulang-ulang guna memperoleh pemahaman tentang isi cerita novel tersebut dan mencatat hal-hal yang berhubungan dengan masalah penelitian ini yakni aspek moral ditinjau dari psikologi sastra..
3.5 Teknik analisis data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar yang dilakukan peneliti adalah teknik baca. Peneliti membaca tentang data-data yang berkaitan dengan 18 nilai karakter bangsa yang digambarkan dalam tokoh Ghozali dan Pelangi dalam novel Dan Bidadari Pun Mencintaimu.Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik catat. Pada teknik ini peneliti mencatat dan mendeskripsikan 18 nilai karakter bangsa berdasarkan karakter tokoh Ghozali dan Pelangi.Secara garis besar, langkah analisis yang digunakan ialah. (1) membaca novel, (2) menentukan masalah-masalah yang berkaitan dengan 18 nilai karakter bangsa, (3) mencatat data tersebut, (4) mengelompokan data tersebut berdasarkan tinjauan karakter tokoh, (5) menganalisis data yang telah dikumpulkan.
DAFTAR PUSTAKA
Hendy, Zaidan. 1993. Kasusastraan Indonesia Warisan yang Perlu Diwariskan 2. Bandung: Angkasa.
Moleong, Lexy J. 2005. Metologi Penelitian Kualitatif. Bandung : remaja Rosda Karya.
Oemarjati, Boen S. 1992. “Dengan Sastra Mencerdaskan Siswa: Memperkaya Pengalaman dan Pengetahuan” dalam Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Muljanto Sumardi (ed.). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Ratna,Nyoman Kutha 2009 Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sangidu. 2004. Metode Penelitian Sastra, Pendekatan Teori, Metode dan Kiat. Yogyakarta: UGM
Semi, Atar.1989. Kritik Sastra. Bandung:Angkasa
Siswantoro. 2004. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikoanalisis. Surakarta: Muhammadiyah University Press
Suminto Sayuti. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung :Alfabeta
-------------.2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta:Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional
0 notes
Text
Pandangan Etnis Tionghoa terhadap Anak Luar Nikah dalam Cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong Karya Guntur Alam dan Implementasinya di SMA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berlangsungnya era reformasi di Indonesia, warga negara yang berasal dari etnis Tionghoa makin diakui. Hal itu dibuktikan dengan adanya surat Keputusan Presiden nomor 6 tahun 2000 yang dikeluarkan oleh KH. Abdurrahman Wahid yang menjabat sebagai presiden pada saat itu. Pengakuan tersebut terlihat pada maraknya perayaan Imlek, berlakunya hari libur bagi yang merayakan, serta adanya pertunjukan Barong Sai di sekitar kelenteng. Selain itu, terlihat pula pada bidang sosial budaya, politik, maupun pemerintahan.
Tidak hanya tampak pada perayaan Imlek dan bidang pemerintahan, tetapi juga tampak pada berbagai segi kehidupan manusia. Salah satunya yaitu di ranah sastra. Sebuah karya sastra Tionghoa di Indonesia saat ini tengah berkembang. Salah satu karya sastra yang muncul yaitu berkaitan dengan keluarga. Diantaranya yaitu problematika kehidupan dalam keluarga Tionghoa.
Menurut pendapat Goldman (dalam Ekarini, 2002:76), penelitian yang menerapkan strukturalisme genetik, mempertimbangkan hal-hal yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra, karena hakikat dari strukturalisme genetik yaitu untuk menemukan pandangan dunia pengarang dalam karya sastra melalui penelitian, dalam hal ini pandagan etnis Tionghoa terhadap anak di luar nikah.
Analisis pandangan etnis Tionghoa yang digambarkan sebagai tokoh utama dalam penelitian ini, akan diungkap melalui aspek konteks kultural yang tercermin dalam karya sastra. Sebelum mengkaji aspek tersebut, langkah utama yang harus dipahami yaitu mengenai pemahaman struktural. Pemahaman struktural dalam penelitian ini hanya akan dibatasi pada tokoh utama, tema cerita, dan alur penceritaan. Pengarang menampilkan pandangan dunia di dalam karya sastra melalui tokoh utama. Tokoh utama merupakan tokoh yang selalu mendominasi tiap alur cerita. Tokoh utama juga dimunculkan dari awal hingga akhir sebuah cerita. Selain itu, tokoh utama juga berperan dalam mengatasi adanya konflik yang dimunculkan pengarang. Melalui penelitian ini, pandangan etnis Tionghoa terhadap anak di luar nikah akan diungkap melalui cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong karya Guntur Alam.
Cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong merupakan karya sastra yang menggambarkan tentang kehidupan masyarakat yang sarat akan kultur Tionghoa, yang menggambarkan sebuah keluarga yang memiliki problematika hidup. Untuk mengatasi solusi dari permasalahan hidup tersebut, dalam cerpen lebih banyak dimuat tentang nasihat-nasihat Tionghoa yang salah satunya dilukiskan dalam sebuah permainan khas Tionghoa yaitu permainan meja mahjong.
Selain alasan tersebut, cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong memiliki tokoh utama yang akan memunculkan pandangan dunia yang baru. Tokoh utama mewakili aspirasi pengarang tentang dunianya beserta nasihat-nasihat Tionghoa, dalam menghadapi permasalahan hidup. Salah satunya yaitu bagaimana memperlakukan anak yang lahir di luar nikah. Perlakuan positif tersebut sangat diperlukan agar anak yang diposisikan sebagai korban putusnya keluarga, mampu bertahan dengan kelangsungan hidupnya, bahkan mampu dijadikan harapan baru bagi keluarganya. Hal yang tidak kalah penting yaitu terpenuhinya hak-hak anak. Anak yang digambarkan sebagai korban juga berhak memiliki hak-hak yang sama seperti anak lain pada umumnya.
Biasanya, pandangan umum masyarakat terhadap anak di luar nikah, cenderung negatif, baik dalam tradisi Jawa maupun Tionghoa. Ternyata terdapat kesamaan pandangan mengenai perlakuan anak di luar nikah. Cerpen ini mampu mengubah skeptis masyarakat, melalui pandangan dunia yang digambarkan pada tokoh utama. Kelebihan yang ada pada cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong sesuai penjelasan di atas, dijadikan alasan yang kuat untuk memilih cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong sebagai objek penelitian.
Cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong terdapat tokoh utama yang bernama Popo. Tokoh cerita disebut sebagai tokoh utama apabila tokoh tersebut mendominasi alur cerita, keberadaannya paling sering muncul, serta berperan dalam konflik.
Guntur Alam merupakan salah satu sastrawan muda yang ada di Indonesia. Berbagai karyanya tersebar di media massa baik tingkat lokal maupun nasional. Hal yang menarik dalam penciptaan karyanya yaitu terdapat kekhasan tersendiri. Karyanya sedikit banyak mengungkap tentang masalah sosial, idealisme, pemikiran-pemikiran positif yang mampu mengubah skeptis masyarakat. Salah satunya tercermin pada cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong.
Cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong di dalamnya terdapat pandangan Guntur Alam mengenai masyarakat etnis Tionghoa, yang diinterpretasikan melalui nasihat-nasihat tokoh Popo dalam menghadapi anak di luar nikah. Tokoh utama memberikan pandangan yang positif dalam menyikapi permasalahan tersebut dengan tujuan untuk mengubah peta pikiran pembaca, serta pembaca mampu menghapus diskriminasi terhadap anak-anak yang notabenya berasal dari luar nikah.
Melalui cerpen ini, Popo yang berperan sebagai tokoh utama mengajak pembaca untuk dapat belajar merasakan dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan. Selain itu, Popo mengajarkan tentang mengubah pola pikir atau mind mapping seseorang dalam menghadapi kenyataan hidup. Tidak selamanya hal yang buruk akan selalu buruk, namun cobalah untuk membuka pandangan yang baru. Dari permasalahan yang ada pada cerpen tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji cerpen dari segi tokoh dengan tema Pandangan Etnis Tionghoa terhadap Anak Luar Nikah dalam Cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong Karya Guntur Alam dan Implementasinya di SMA.
Pemilihan aspek pandangan dunia tokoh terhadap tokoh lain dalam cerpen Cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong Karya Guntur Alam, dapat digunakan sebagai bahan pengajaran apresiatif sastra di sekolah. Aspek tersebut sesuai dengan materi pengajaran di SMA berdasarkan kurikulum 2013, yaitu pada KD dan KI 3.8 dan 4.8 yaitu Menafsir pandangan pengarang terhadap kehidupan dalam novel yang dibaca, Menyajikan hasil interpretasi terhadap pandangan pengarang. Dengan adanya materi pengajaran ini, siswa diharapkan mampu mengambil sisi positif tokoh dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada pada kehidupan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut (1) adanya pandangan yang berbeda-beda tiap tokoh dalam menghadapi tokoh lain, (2) adanya karakter tokoh utama yang mampu memunculkan pandangan dunianya terhadap tokoh yang lain.
Pandangan dunia tokoh terhadap tokoh lain dalam cerpen, erat kaitannya dengan karakter. Hal tersebut dikarenakan karakter tokoh dapat mempengaruhi cara pandangnya dalam memandang tokoh lain.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti membatasi masalah pada pandangan dunia tokoh utama. Oleh karena itu, analisis ini menekankan pada pandangan etnis Tionghoa terhadap anak di luar nikah dalam cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong karya Guntur Alam. Tujuan dari pembatasan masalah ini adalah agar penelitian yang dilakukan lebih terarah dan fokus pada masalah yang sudah diidentifikasi.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong Karya Guntur Alam ?
2. Bagaimana pandangan etnis Tionghoa terhadap anak di luar nikah dalam cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong Karya Guntur Alam ?
3. Bagaimana implementasi dari pandangan etnis Tionghoa dalam cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong Karya Guntur Alam terhadap pembelajaran sastra di sekolah ?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti adalah :
1. Mendeskripsikan struktur cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong Karya Guntur Alam
2. Mendeskripsikan pandangan etnis Tionghoa terhadap anak di luar nikah dalam cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong Karya Guntur Alam
3. Mendeskripsikan implementasi dari pandangan dunia tokoh utama dalam cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong Karya Guntur Alam terhadap pembelajaran sastra di sekolah.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Guru
Hasil penelitian mengenai pandangan dunia tokoh ini dapat menambah materi pengajaran sastra di kelas, khususnya materi pengajaran tentang menentukan atau menafsir pandangan pengarang atau tokoh dalam novel atau cerpen.
1.6.2 Bagi Siswa
Hasil penelitian ini dapat membantu siswa dalam memahami materi yang berhubungan dengan pandangan dunia tokoh serta karakter tokoh dalam novel atau cerpen. Selain itu, penelitian ini dapat membantu siswa agar siswa dapat lebih mudah dalam menafsir pandangan dunia tokoh serta mengidentifikasi karakter tokoh yang ada dalam karya sastra.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian yang berkaitan dengan pandangan etnis Tionghoa terhadap anak di luar nikah dalam cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong karya Guntur Alam dan Implementasi Pembelajarannya di SMA, selama ini yang peneliti ketahui belum ada yang meneliti.Peneliti memaparkan beberapa judul penelitian lain yang berkaitan dengan pandangan etnis Tionghoa. Tujuannya untuk memberikan gambaran adanya perbedaan penelitian dengan kajian yang berbeda.Penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti diantaranya ialah Zakiyah (2014), Fahrizal Setiadi (2012), Reddy Suzayzt (2016)
Zakiyah (2014), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul penelitian Sikap dan Pandangan Hidup Tokoh dalam Novel Larung Karya Ayu Utami dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra Indonesia. Masalah yang dibahas pada skripsi ini adalah sikap dan pandangan hidup tokoh dalam novel Larung karya Ayu Utami. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sikap dan pandangan hidup tokoh dalam novel Larung karya Ayu Utami serta implikasinya pada pembelajaran sastra Indonesia. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode deskriptif kualitatif. Objek yang diteliti yaitu novel Larung karya Ayu Utami yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2002. Hasil penelitian ini menemukan sikap dan pandangan hidup tokoh, meliputi sikap dan pandangan hidup tentang budaya atau mitos, sikap dan pandangan hidup tentang illahi atau agama, sikap dan pandangan hidup tentang gender atau kelas sosial, sikap dan pandangan hidup tentang kebajikan, sikap dan pandangan hidup tentang sesama manusia, dan faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor pengalaman pribadi, orang yang dianggap penting, kebudayaan, media massa, institusi atau lembaga, dan faktor emosi dalam diri individu.
Fahrizal Setiadi (2012) Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Indonesia Universitas Indonesia dengan judul penelitian Penokohan Sie Po Giok : Cerita Anak Kesusastraan Melayu Tionghoa. Masalah yang dibahas pada skripsi ini adalah penokohan tokoh anak di dalam cerita kesusastraan Melayu Tionghoa, Sie Po Giok. Data dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan studi kepustakaan. Analisis datanya menggunakan analisis intrinsik. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teori Sastra Anak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa cerita Sie Po Giok merupakan salah satu cerita anak kesusastraan Melayu Tionghoa yang digunakan sebagai salah satu alat untuk mendidik anak-aak pada masa itu.
Reddy Suzayzt (2016) Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul penelitian Warna Lokal Melayu dan Tionghoa dalam Kumpulan Cerpen Istri Muda Dewa Dapur Karya Sunlie Thomas Alexander Kajian Sosio Kultural. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) unsur-unsur kebudayaan yang mencerminkan warna lokal etnis Melayu dan Tionghoa di Bangka dalam kumpulan cerpen Istri Muda Dewa Dapur, (2) unsur intrinsik dalam kumpulan cerpen Istri Muda Dewa Dapur yang merefleksikan warna lokal etnis Melayu dan Tionghoa di Bangka, (3) pandangan stereotip masyarakat suku Melayu Bangka terhadap suku Tionghoa Bangka, juga sebaliknya yang tergambar dalam kumpulan cerpen Istri Muda Dewa Dapur.
Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan sumber data kumpulan cerpen Istri Muda Dewa Dapur karya Sunlie Thomas Alexander. Fokos penelitian pada permasalahan warna lokal yang dikaji menggunakan sosio kultural. Data diperoleh dengan teknik membaca dan mencatat. Analisis data dilakukan dengan kategorisasi, penabelan data, dan interpretasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) warna lokal dalam kumpulan cerpen Istri Muda Dewa Dapur yang ditunjukkan melalui unsur-unsur kebudayaan terdiri dari sistem kepercayaan (identitas agama, tradisi ziarah Cin min, reinkarnasi), mata pencaharian, pengetahuan tentang mitos dan legenda, organisasi sosial, (2) unsur intrinsik fiksi yang mencerminkan warna lokal dalam kumpulan cerpen Istri Muda Dewa Dapur terdiri dari tema, tokoh fiktif yang meliputi cara berpikir orang Melayu dan Tionghoa di Bangka, latar tempat dan latar waktu, (3) pandangan stereotip suatu etnis kepada etnis lainnya (Melayu kepada Tionghoa atau sebaliknya) terbentuk dari gesekan interaksi sosial yang terjadi , dan pandangan stereotip non-Tionghoa yang gemar melanggar ajaran agamanya, dan pandangan stereotip non-Tionghoa sebagai penyembah berhala.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, terdapat perbedaan antara penelitian yang sudah dilakukan dengan penelitian ini. Perbedaannya terletak pada kajian maupun objek yang dikaji. Penelitian ini ditonjolkan pada bagaimana pandangan etnis Tionghoa terhadap anak di luar nikah yang tercermin dalam cerpen. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah ada, sebab kajian dan objek yang dikaji belum pernah ada yang meneliti. Oleh karena itu, peneliti tertarik mengkaji masalah tersebut dengan judul Pandangan Etnis Tionghoa terhadap Anak Luar Nikah dalam Cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong karya Guntur Alam dan Implementasinya di SMA.
2.2 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ( 1 )Strukturalisme Genetik, ( 2 ) Tokoh ( 3 Etnis Tionghoa, (4)Anak di luar nikah
2.1.1 Strukturalisme Genetik
Strukturalisme Genetik pada prinsipnya adalah teori sastra yang berkeyakinan bahwa karya sastra tidak semata-mata lahir tanpa adanya faktor-faktor yang melatarbelakangi kajian sastra tersebut. Pengkajian sastra yang menggunakan teori ini, harus mempertimbangkan faktor-faktor sosial yang melahirkan karya sastra tersebut. Hal itu perlu dipertimbangkan untuk memberikan unsur kepaduan pada struktur karya sastra.
Artinya, penjelasan tersebut mencerminkan pengertian istilah genetik, yakni karya sastra mempunyai asal-usul (genetik) didalam proses sejarah suatu masyarakat. Penelitian dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetik senantiasa mempertimbangkan hal-hal yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra, sebab hakikat dari strukturalisme genetik hendak menemukan pandangan dunia pengarang dalam karya sastra melalui penelitian.
Menurut Goldmann (dalam Endraswara 2003: 57) karya sastra sebagai struktur bermakna itu akan mewakili pandangan dunia penulis, tidak sebagai individu melainkan sebagai anggota masyarakatnya. Dengan demikian, dapat ditanyakan bahwa strukturalisme genetik merupakan penelitian sastra yang menghubungkan antara struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang diekspresikannya.
Untuk menopang teorinya tersebut, Goldmann membangun seperangkat kategori yang saling berkaitan satu sama lain sehingga membentuk structuralisme genetik. Kategori-kategori tersebut adalah fakta kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, pandangan dunia, pemahaman, dan penjelasan(Faruk, 1999:12).
a. Fakta Kemanusiaan
Strukturalisme pertama dari strukturalisme genetik adalah fakta kemanusiaan. Menurut pendapat Faruk, (1999:12) fakta kemanusiaan adalah hasil dari prilaku manusia yang dapat dengan jelas dipahami. Dengan kata lain segala hasil aktivitas manusia atau prilaku manusia baik yang verbal maupun fisik, yang berusaha dipahami ilmu pengetahuan. Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi cultural seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan sastra.
b. Subjek Kolektif
Menurut Goldmann, yang dijelaskan dalam buku karangan Faruk (1999:12-13), pada kenyataannya dalam masyarakat terdapat banyak fakta kemanusiaan. Fakta kemanusiaan adalah semua aktivitas manusia sebagai perwujudan makhluk sosial. Terdapat hubungan antara subje kolektif dengan fakta kemanusiaan. Dengan kata lain manusia merupakan usaha manusia mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam hubungannya dengan dunia sekitarnya.
c. Pandangan Dunia( World View)
Pandangan dunia adalah sebuah perspektif yang koheren dan terpadu mengenai manusia dengan sesamanya dan dengan alam semesta. Pandangan dunia adalah fakta historis dan sosial, yang merupakan keturunan cara berpikir, perasaan dan tindakan dimana pada situasi tertentu membuat manusia menemukan diri mereka dalam situasi ekonomi dan sosial yang sama pada kelompok sosial tertentu.
Karena merupakan fakta sosial yang berasal dari interaksi antara subjek kolektif dengan sekitarnya, pandangan dunia tidak muncul dengan tiba-tiba. Menurut Goldman, yang tertuang dalam buku karangan Faruk (1999:15), menyatakan bahwa pandangan dunia berkembang sebagai hasil dari situasi sosial dan ekonomi tertentu yang dihadapi oleh manusia.
d. Struktur Karya Sastra
Karya sastra memiliki struktur yang koheren dan terpadu. Menurut Goldmann,(dalam Faruk, 1999:17) karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner, dimana pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek, dan relasi-relasi secara imajiner pula.Dari pernyataan di atas, dapat kita simpulkan bahwa Goldmann memfokuskan perhatiannya pada hubungan antar tokoh dan antara tokoh dengan lingkungannya.
e. Dialektika Pemahaman-Pemahaman
Dalam perspektif strukturalisme genetik, karya sastra merupakan sebuah struktur koheren yang memiliki makna. Dialektik memandang bahwa tidak ada titik awal yang secara mutlak sahih dan tak ada persoalan yang secara mutlak pasti terpecahkan. Setiap gagasan individual akan berarti jika ditempatkan dalam keseluruhan. Demikian juga keseluruhan akan dapat dipahami dengan menggunakan fakta-fakta parsial yang terus bertambah. Dengan kata lain, keseluruhan tidak dapat dipahami tanpa bagian, dan bagian tidak dapat dimengerti tanpa keseluruhan(Faruk, 1999:20).
Goldmann (dalam Endraswara 2003: 57) memberikan rumusan penelitian strukturalisme genetik ke dalam tiga hal, yaitu: secara sederhana, kerja penelitian strukturalisme genetik dapat diformulasikan dalam tiga langkah antara lain:
1. Penelitian bermula dari kajian unsur intrinsik, baik secara parsial maupun dalam jalinan keseluruhan.
Penelitian sastra yang menggunakan pendekatan strukturalisme genetik terlebih dahulu harus memulai langkah yaitu kajian unsur-unsur intrinsik. Dari pengkajian unsur-unsur intrinsik ini akan dapat memunculkan tokoh problematik dalam novel tersebut. Tokoh problematik yang terdapat dalam novel akan memunculkan adanya pandangan dunia pengarang akan dimunculkan melalui tokoh problematik (problematic hero). Tokoh problematik (problematik hero) adalah tokoh yang mempunyai wira bermasalah yang berhadapan dengan kondisi sosial yang memburuk (degraded) dan berusaha mendapatkan nilai yang sahih (authentic value). Melalui tokoh problematik inilah pandangan dunia pengarang akan terlihat dari pemberian solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang kepada tokoh problematik dalam usahanya untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi.
2. Mengkaji kehidupan sosial budaya pengarang, karena ia merupakan bagian dari komunitas tertentu.
Sosial budaya adalah segala sesuatu mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh manusia melalui akal budinya sebagai makhluk sosial. Menurut Damono, (1978: 42) seorang pengarang adalah anggota kelas sosial, maka lewat suatu kelaslah ia berhubungan dengan perubahan sosial dan politik yang besar. Perubahan sosial dan politik itu sendiri adalah ekspresi antagonis kelas, dan jelas mempengaruhi kesadaran kelas.
3. Mengkaji latar belakang sosial sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan
Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Menurut Iswanto, (dalam Jabrohim 1994: 78) sebuah karya sastra berakar pada kultur tertentu dan masyarakat tertentu.
2.1.2 Tokoh
Hadirnya tokoh dalam suatu karya sastra sangat penting. Hal itu dikarenakan tokoh memegang andil yang cukup besar pada jalannya cerita. Tokoh juga mampu menggambarkan dunia fiksi seakan menjadi dunia yang lebih hidup, sehingga dengan melihat tokoh di dalam karya sastra, pembaca dapat meenmukan berbagai aspek.
Terdapat beberapa aspek yang dapat dilihat dari kehadiran tokoh. Aspek tersebut diantaranya yaitu aspek agama, idealisme, bahasa, keluarga, sosial, budaya,dan pendidikan. Kehadiran tokoh sangat membantu dalam menggambarkan berbagai aspek tersebut, sehingga pembaca memiliki daya bayang yang lebih konktit.
Daya bayang yang tergambar dalam tokoh, merupakan imajinasi pengarang. Pengarang menempatkan tokoh sebagai objek utama, yang nantinya dapat tergambar sesuai harapan pengarang
2.1.3 Etnis Tionghoa di Indonesia
2.1.4.1 Masyarakat Tionghoa
Istilah masyarakat dalam bahasa inggris disebut society(berasal dari kata latin socius, yang berarti “kawan”) ini paling lazim dipakai dalam tulisan-tulisan ilmiah maupun dalam bahasa sehari-hari untuk menyebut kesatuan-kesatuan hidup manusia. “Masyarakat” sendiri berasal dari akar kata arab syaraka, yang artinya “ikut serta, berperanserta”.Jadi apa yang disebut masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling berinteraksi, Koentjaraningrat (2003:119).
Vasanti (1990) mengutip pendapat Mely G Tan, istilah “etnis Tionghoa” mengacu pada sebuah kelompok orang dengan elemen budaya yang dikenali sebagai atau dapat disebabkan oleh budaya Tionghoa. Kelompok tersebut secara sosial, mengidentifikasikan diri dengan atau diindentifikasikan oleh kelompok yang lainnya sebagai kelompok yang berbeda.
2.1.4.2 Pengelompokan Masyarakat Tionghoa
Orang Tionghoa bukan merupakan kelompok homogen. Dari sudut kebudayaan,mereka pada dasarnya dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok besar, yaitu mereka yang disebut dengan peranakan dan totok Suryadinata (2002;17). Penggolongan tersebut bukan hanya berdasarkan kelahiran saja, artinya : orang peranakan itu, bukan hanya orang Tionghoa yang lahir di Indonesia,hasil perkawinan campuran antara orang Tionghoa dengan orang Indonesia, sedangkan orang Totok bukan hanya orang Tionghoa yang lahir di Negara Tionghoa.
Penggolongan tersebut juga menyangkut soal derajat penyesuaian dan akulturasi dari para perantau Tionghoa itu terhadap kebudayaan Indonesia yang ada di sekitarnya, sedangkan derajat akulturasi itu tergantung kepada jumlah generasi para perantau itu telah berada di Indonesia dan kepada intensitet perkawinan campuran yang telah terjadi di antara para perantau itu dengan orang Indonesia.Orang peranakan berasal dari suku bangsa Hokkien, mereka berasal dari propinsi Fukien bagian selatan. Sedangkan orang totok berasal dari suku bangsa Hakka dan mereka tinggal di propinsi Kwantung.
2.1.4.3 Sistem Pernikahan Etnis Tionghoa
Perkawinan ialah menutup suatu masa tertentu di dalam kehidupan seseorang, yaitu masa bujang dan masa hidup tanpa beban keluarga. Orang Cina baru dianggap dewasa atau menjadi orang bila ia telah menikah. Karena itulah upacara perkawinan harus mahal, rumit dan agung, untuk membuat perkawinan itu menjadi suatu kejadian yang penting dalam kehidupan seseorang. Upacara perkawinan orang Tionghoa di Indonesia adalah tergantung pada agama atau religinya yang dianut. Karena itu acara perkawinan orang di Indonesia amat berbeda satu dengan lainnya. Upacara orang Tionghoa Totok berbeda pula dengan dengan upacara perkawinan orang Tionghoa Peranakan.
Sampai abad ini perkawinan diatur oleh orang tuakedua belah pihak. Yang menjadi calon suami istri tidak mengetahui calon kawan hidupnya, mereka baru saling melihat pada hari perkawinannya. Sekarang keadaan demikian sudah jarang terjadi. Di dalam memilih jodoh orang Tionghoa peranakan mempunyai pembatasan-pembatasannya. Perkawinan terlarang adalah antara orang-orang yang mempunyai nama keluarga, nama she yang sama.
Kini perkawinan antara orang-orang yang mempunyai nama she yang sama tetapi bukan kerabat dekat (misalnya saudara-saudara sepupu) dibolehkan. Perkawinan antara seorang laki-laki dengan seseorang wanita yang masih ada hubungan kekerabatan, tetapi dari generasi yang lebih tua dilarang (misalnya, seorang laki-laki kawin dengan saudara sekandung atau saudara sepupu ibunya). Sebaliknya perkawinan seoraang anak perempuan dengan seorang anggota keluarga dari generasi yang lebih tua dapat diterima. Alasan dari keadaan ini ialah bahwa seorang suami tidak boleh lebih muda atau rendah tingkatnya dari istrinya.
Peraturan lain ialah seorang adik perempuan tidak boleh mendahului kakak perempuannya kawin. Peraturan ini berlaku juga bagi saudara-saudara sekandung laki-laki, tetapi adik perempuan boleh mendahului kakak laki-lakinya kawin, demikian juga adik laki-laki boleh mendahului kakak perempuannya kawin. Sering juga terjadi pelanggaran terhadap peraduran ini, tetapi dalam hal ini si adik harus memberikan hadiah tertentu pada kakaknya yang didahului kawin itu. Setelah seorang laki-laki memilih jodohnya, maka ada perundingan mengenai hari perkawinannya. Oleh orang tua pihak laki-laki lalu diantarkan angpao, yakni uang yang dibungkus kertas merah. Uang ini dinamakan uang tetek. Maksudnya untuk mengganti biaya yang dikeluarkan oleh orang tua gadis itu, untuk mengasuh dan membesarkannya.
Menjelang hari perkawinan keluarga pihak laki-laki biasanya mengirim suatu utusan ke rumah keluarga si gadis untuk memyampaikan sebungkus angpao, beberapa potong pakaian dan perhiasan selengkapnya. Keluarga yang kaya biasanya akan menolak pemberian ini dengan halus, tetapi keluarga yang tidak mampu biasanya akan menerima sebagian saja(Koentjaraningrat.2002:362).
2.1.4.4 Sistem Kemasyarakatan Masyarakat Tionghoa
Stratifikasi sosial dalam masyarakat Tionghoa di Indonesia ada perbedaan antara lapisan buruh dan lapisan majikan, golongan orang miskin dan orang kaya. Namun perbedaan ini tidaklah sangat mencolok karena golongan buruh ini tidak menyadari akan kedudukannya.
Tionghoa Peranakan yang kebanyakan terdiri dari orang Hokkien, merasa dirinya lebih tinggi dari Tionghoa Totok karena mereka menganggap Tionghoa Totok umumnya berasal dari kuli dan buruh. Sebaliknya Tionghoa Totok memandang rendah Tionghoa Peranakan karena mereka dianggap mempunyai darah campuran.
Bagi masyarakat Tionghoa di suatu daerah, Pemerintah Belanda dulu mengangkat seseorang yang dipilih dari masyarakat itu sebagai pimpinan, pemimpin-pemimpin yang diangkat Belanda memakai pangkat major, kapitein, luitenant. Tugas utama dari para pimpinan adalah menjaga ketertiban dan keamanan dari masyarakat Tionghoa yang terdapat di suatu daerah atau kota, mengurus hal adat istiadat, kepercayaan, perkawinan dan perceraian dan memutuskan segala hal. Mereka mencatat kelahiran, perkawinan, dan kematian dan mengangkat sumpah. Mereka juga berfungsi sebagai pemberi nasehat pada Pemerintah Belanda , terutama dalam masalah penarikan pajak, dan merupakan saluran dari peraturan-peraturan pemerintah terhadap masyarakat Tionghoa(Koenjaraningrat.2002:365).
2.1.4.5 Perceraian Etnis Tionghoa
Berhubungan dengan tradisi Tionghoa, perceraian diizinkan berdasarkan beberapa alasan. Meskipun demikian perceraian jarang terjadi karena sebagai perbuatan yang tercela perceraian akan mencemarkan nama keluarga. Bagi keluarga-keluarga yang masih memegang erat akan adat dan yang memilihkan calon suami bagi anak perempuannya, biasanya menasihatkan anak itu untuk berusaha menghindari perceraian. Perceraian dapat terjadi karena si isteri tidak memberikan anak laki-laki pada keluarga si suami. Di dalam hal inilah kelihatan bahwa si suami menjalankan hak istimewanya. Ada juga perceraian terjadi, karena sang isteri tidak mau tinggal bersama-sama isteri kedua dari suami dalam satu rumah.
Di atas telah dikatakan bahwa perceraian terjadi karena isteri tidak mau tinggal bersam-sama dengan isteri kedua dari suaminya. Memang di dalam adat Tionghoa, seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang isteri, tetapi ia dapat mengambil sejumlah wanita sebagai isteri mudanya.
Berdasarkan sistem kekerabatan orang Tionghoa maka bentuk rumah tangganya adalah keluarga-luas. Keluarga-luas Tionghoa ini, terbagi ke dalam dua bentuk yaitu (Koentjaraningrat, 2002) :
1). Bentuk keluarga-luas virilokal yang terdiri dari keluarga orang tua dengan hanya anak laki-laki tertua beserta isteri dan anak-anaknya dan saudaranya yang belum kawin.
2). Bentuk keluarga luas virilokal yang terdiri dari keluarga orang tua dengan anak-anak laki-laki beserta keluarga-keluarga-batih mereka masing-masing.
Kini karena pengaruh luar dan pendidikan sekolah, maka bentuk rumah-tangga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak menjadi umum.
2.1.5 Kedudukan Anak Luar Kawin dalam Hubungan Kekerabatan
Kedudukan anak diatur dalam UU perkawinan dalam BAB IX pasal 42 sampai 43. Masalah kedudukan initerutama kedudukan dengan bapaknya, jika dengan ibunya sudah tidak memiliki masalah karena tidak begitu sulit untuk mengetahui ibu dari anak tersebut. Anak dianggap mempunyai hubungan hukum dengan ibunya. Sementara itu, anak tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya.
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dengan melalui perkawinan suai istri memperoleh keturunan. Keturunan artinya hubungan darah antara bapak,ibu, dan anak. Jadi, diantara ketiganya terdapat hubungan biologis. Anak yang dilahirkan dari hubungan biologis ini dinamakan anak sah. Sedangkan anak yang mempunyai ibu dan bapak yang tidak terikat perkawinan, dinamakan anak tidak sah, anak luar nikah, atau anak-anak alami.
Berdasarkan pasa 272 KUHP, pengertian anak luar kawin dibagi menjadi dua, yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit. Anak luar kawin dalam arti luas meliputi anak zina, anak sumbang. Anak luar kawin dalam arti sempit tidak termasuk anak zina maupun sumbang, anak ini yang dapat diakui. Dalam hukum Islam, anak luar kawin disebut anak zina.
Anak zina adalah anak yang lahir dari hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan yang tidak terikat perkawinan yang sah. Status hukum anak zina sama dengan anak li’an, yaitu sama-sama tidak sah. Perbedaan diantara keduannya yaitu bahwa anak zina statusnya jelas dari awal, bahwa anak itu lahir dari perempuan yang tidak bersuami. Sedangkan anak li’an, lahir dari seorang perempuan yang bersuami namun anak itu tidak diakui oleh suaminya tersebut.
Anak luar kawin hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya saja (Pasal 43 UU Perkawinan). Artinya, anak tidak memiliki hubungan hukum dengan bapaknya, baik itu berkaitan dengan pendidikan maupun warisan.
2.1.6 Kedudukan Anak Luar Kawin dalam Hubungan Kewarisan
Anak yang dilahirkan di luar pernikahan, hanya mendapat warisan dari ibunya dan keluarga ibunya saja, karena itu merupakan hukum perdata, dan tidak berhak atas warisan dari bapaknya. Berdasarkan pasal 66 UU nomor 1 tahun 1974, sistem hukum kewarisan terhadap anak luar kawin tidak berlaku, namun hal itu hanya bagi mereka masyarakat yang tunduk akan hukum perdata, khususnya bagi keturunan warga negara Indonesia keturunan Tionghoa.
Solusinya, hukum di Indonesia yang menawarkan sistem kewarisan anak luar kawin, dapat memperoleh warisan dari ayahnya, yaitu dengan cara diakuinya anak itu oleh ayahnya. Namun, pengakuan anak luar kawin itu hanya diperuntukkan bagi golongan keturunan Tionghoa yang diatur dalam KUHP.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong karya Guntur Alam. Cerpen ini diterbitkan di koran mingguan Kompas, pada Minggu, 3 April 2016, pada kolom Hiburan dan Seni. Cerpen ini memiliki desain gambar karya T.Hartono.
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian berupa pendeskripsian yang menggambarkan pandangan etnis Tionghoa terhadap anak di luar nikah, yang terdapat pada cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong karya Guntur Alam.
3.3 Wujud Data
Dasar penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskkriptif berupa kalimat yang tertulis. Oleh karena itu, wujud data dalam penelitian ini berupa teks yang mendeskripsikan analisis sudut pandang yang berbeda dari pandangan etnis Tionghoa melalui tokoh utama, yang terdapat dalam cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong karya Guntur Alam.
3.4 Metode Penyediaan Data
Menurut Ratna (2013:34), metode adalah cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya. Metode penyediaan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode telaah pustaka. Adapun metode telaah pustaka dalam penelitian ini yaitu dengan membaca cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong karya Guntur Alam dan buku-buku yang mendukung analisis. Buku-buku yang telah dibaca kemudian dicatat bagian-bagian yang penting. Melalui metode ini akan didapat dua data, yaitu data pimer dan data sekunder. Data primer didapat dari cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong karya Guntur Alam, sedangkan data sekunder didapat dari buku-buku atau referensi yang mendukung penelitian. Selain itu, pada penelitian ini juga menggunakan kutip catat yaitu dengan cara mengkutip teks yang ada pada cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong karya Guntur Alam. Setelah itu barulah mencatat data-data yang sekiranya berhubungan dan bersangkutpaut dengan penelitian.
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong karya Guntur Alam
Peneliti harus mempersiapkan cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong, karena dengan cerpen tersebut peneliti mengumpulkan data penelitian yang akan diteliti.
2. Cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong dibaca, ditandai, dikutip dan dicatat
Dalam langkah ini peneliti mencari dan menandai objek yang sekiranya hal itu bisa menjadi sebuah data dalam penelitian pandangan etnis Tionghoa yang tergambar dalam tokoh. Kemudian objek atau data tersebut dibaca, setelah dibaca ditandai bagian-bagian yang diperlukan dalam penelitian. Percakapan tokoh juga dikutip dimasukan ke data penelitian untuk dianalisis dan ditulis dalam sebuah tabel data.
3. Pengkodean Data
Pada tahap ini peneliti mencantumkan atau menuliskan kode untuk menunjukkan pandangan etnis Tionghoa dalam cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong karya Guntur Alam. Kode tersebut yaitu mewakili judul cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong. Adapun kode yang digunakan yaitu sebagai berikut:
Judul cerpen : Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong dengan kode LMBMM
Aspek: Watak tokoh dengan kode PS
Pandangan etnis Tionghoa dengan kode PET
4. Reduksi Data
Reduksi data merupakan kegiatan mengklarifikasi data berdasarkan permasalahan yang dikaji. Data yang diambil berupa kalimat-kalimat yang terdapat dalam cerpen Lilin Merah di Belakang Meja Mahyong. Informasi-informasi yang mengacu pada permasalahan itulah yang menjadi data penelitian ini. Data yang telah terkumpul kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang penting serta dicari tema atau polanya. Data yang telah direduksi memberi gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang dikaji sehingga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh sewaktu-waktu.
3.5 Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengkaji dan menganalisa data yang diperoleh dengan teori yang dipilih. Analisis data yaitu rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran, dan verifikasi data agar sebuah venomena memiliki ciri sosialakademis, dan ilmiah, Suprayogo (2001:191).
Peneliti menggunakan metode analisis data berupa metode deskriptif analitik. Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta kemudian disusul dengan analisis. Menurut Ratna (2013:53) mengungkapkan bahwa analisis yaitu berasal dari bahasa Yunani yang berarti ana=atas, lyein= lepas, telah diberi arti tambahan, tidak semata-mata menguraikan tetapi juga memberikan pemahaman secukupnya.
Jadi, melalui metode ini, peneliti menganalisis data dengan cara menginterpretasikan data yang diperoleh disertai penjelasan.
Peneliti menggunakan teknik analisis teks sebagai teknik analisis datanya. Adapun langkah-langkahnya yaitu:
1. Menganalisis data yang menunjukkan pandangan etnis Tionghoa terhadap anak di luar nikah
2. Melakukan penafsiran data sehingga terjadi pemahaman secara utuh
3. Memberikan penjelasan berdasarkan hasil interpretasi data
4. Membuat simpulan
Daftar Pustaka
Keputusan Presiden nomor 6 tahun 2000
Koentjaraningrat, 2002. Kebudayaan, Mentalitet, Pembangunan. Jakarta : Gramedia
Pasal 272 KUHP
Pasal 43 UU Perkawinan
Pasal 66 UU nomor 1 tahun 1974
Sudaryanto, 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa, Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Lingusitk. Yogyakarta : Duta Wacana University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Setiadi, Fahrizal. 2012. Penokohan Sie Po Giok : Cerita Anak Kesusastraan Melayu Tionghoa. Skripsi. Jakarta : FIB UI
Suprayogo, I. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Rosdakarya
Suryadinata, Leo. 2002. Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta
Suzayzt, Reddy . 2016. Warna Lokal Melayu dan Tionghoa dalam Kumpulan Cerpen Istri Muda Dewa Dapur Karya Sunlie Thomas Alexander Kajian Sosio Kultural. Skripsi. Yogyakarta : FBS UNY
UU perkawinan dalam BAB IX pasal 42 sampai 43
Vesanti, Puspa. 1990. Kebudayaan Orang Tionghoa di Indonesia. Jakarta : Jambatan
Zakiyah. 2014. Sikap dan Pandangan Hidup Tokoh dalam Novel Larung Karya Ayu Utami dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra Indonesia. Skripsi. Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah
0 notes
Text
Sinopsis Novel Kubah
Judul : Kubah
Pengarang : Ahmad Tohari
Tahun terbit : 2011 November
Cetakan : Kedua
Penerbit : Jakarta, Gramedia Pustaka Utama
Jumlah hlm : 192
Tebal buku : 18 cm
Novel kubah menceritakan tentang seorang aktivis politik yang sempat terjerumus ke jalan yang salah. Berawal dari pembebasannya dari pulau B, ia bermaksud pulang ke kampung halamannya, Pegaten. Namun, keraguan menghinggapi dirinya sehingga ia urung pulang kembali ke kampung halamannya.
Sewaktu kecil, hidup Karman sangat sederhana setelah ditinggal ayahnya untuk selamanya. Hidupnya serba susah. Sampai-sampai ia hanya bisa menamatkan sekolah SMP, itupun atas bantuan dari Hasyim—pamannya. Semasa kecilnya ia sudah diajarkan bekerja keras. Untuk makan sehari-harinya ia harus bekerja membantu setiap pemanen yang hendak memanen sawahnya. Ia juga bekerja pada Haji Bakir, ia disuruh menjaga dan menemani Rifah anak bungsu Haji Bakir bermain.
Ketika dewasa ia dikenal sebagai sosok yang cerdas dan sangat berpotensi dalam bidang politik. Meskipun demikian, ia memiliki sifat mudah terpengaruh oleh orang lain. Hal tersebut menjadikannya terjerumus kejalan yang salah. Ia menjadi salah satu anggota PKI. Setelah kejadian G30S/PKI, dimana para anggota PKI menculik dan membunuh perwira-perwira tinggi negara, Indonesia mengadakan pembersihan paham komunis. Siapapun yang bergabung dan berhubungan dengan PKI ditangkap dan dijebloskan ke penjara, termasuk Karman.
Di dalam penjara Karman benar-benar mengakui kalau selama ini dia telah masuk ke dalam faham yang salah. Ia mulai mengerti bahwa ajaran PKI itu salah. Setelah keluar dari penjara, ia tidak lagi hidup bersama istrinya. Karena istrinya sudah menikah lagi dengan laki-laki lain. Akan tetapi, hal tersebut tidak berlangsung lama, Marni—mantan istri Karman—akhirnya kembali kepelukan Karman. Mereka menjalani hidup normal. Hingga pada suatu ketika, Karman melihat masjid milik Haji Bakir telah usang dan terlihat sangat tua. Ia ingat dengan pendidikan keterampilan bertukang saat dia berada dipenjara. Ia lalu menemui Haji Bakir, dan menawarkan diri untuk membangun kubah asalkan materialnya disediakan, dan Haji Bakir menyetujuinya. Dan akhirnya proses pembuatan kubah dan perbaikan masjid itu selesai. Karman beserta yang lainnya sangat puas sekali. Setelah itu, Karman menjadi sangat dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hingga akhirnya ia menadi rajin beribadah.
A. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik yaitu unsur yang terdapat dalam karya sastra yang bersifat membangun. Unsur intrinsik yang terdapat pada novel Kubah ini yaitu :
1. Tema
Tema dari novel Kubah karya Ahmad Tohari adalah meyakini adanya Tuhan (taubat) dapat dilihat dari kehidupan tokoh Karman.
2. Tokoh dan Penokohan
a. Karman :
Kurang percaya diri, terlihat pada kutipan :
“Dia tampak amat canggung dan gamang. Gerak-geriknya serbakikuk sehingga mengundang rasa kasihan. Kepada komandan, Karman membungkuk berlebihan. Kemudian dia mundur beberapa langkah, lalu berbalik. Kertas-kertas itu dipegangnya dengan hati-hati, tetapi tangannya bergetar. Karman merasa yakin seluruh dirinya ikut terlipat bersama surat-surat tanda pembebasannya itu. Bahkan pada saat itu Karman merasa totalitas dirinya tidak semahal apa yang kini berada dalam genggamannya.” (Kubah : 5)
Memiliki sifat rendah diri, terlihat pada kutipan :
“Dari depan gedung kodim, Karman berjalan ke barat mengikuti iring-iringan orang banyak. Karman, meski ukuran tubuhnya tidak kecil, saat itu mersa menjadi rayap yang berjalan diantara barisan lembu. Ia selalu merasa dirinya tak berarti, bahkan tiada. Demikian, pada hari pertama dinyatakan menjadi orang bebas, Karman malah merasa dirinya tak berarti apa-apa, hina-dina. Waktu berjalan ke barat sepanjang gili-gili itu Karman sebenarnya amat tersiksa. Tatapan mata sekilas orang-orang yang kebetulan berpapasan terasa sangat menyiksa. Oh, andaikan ada secuil tempat untuk bersembunyi, mungkin Karman akan menyembunyikan diri karena pembebasan dirinya belum mampu mengembalikan dia dari keterasingan.” (Kubah : 9)
Sosok laki – laki yang cerdik, terlihat pada kutipan :
“Banyak cara bisa dilakukan agar Karman bisa bermain dengan gadis kecil itu. Untuk Rifah, Karman harus punya sesuatu yang menarik hatinya. Misalnya mainan baling-baling yang terbuat dari daun kelapa. Tanpa dipancing-pancing, jika Rifah melihat mainan itu, pasti dia akan memintanya. Rifah yang agak dimanjakan biasa memperoleh apa saja yang dikehendakinya.” (Kubah : 62)
Pintar dan teliti
“Tanpa terasa akhirnya Karman seakan menjadi anggota keluarga Haji Bakir. Ia sering terlihat mengiringkan gerobak yang mengangkat gerobak yang baru dipanendari kebun Haji Bakir. Petani kaya itu merasa puas, karena kalau menyangkut panen kelapa, Karman selalu teliti. Sering anak yang pintar itu melapor, “Panen kelapa hari ini berjumlah 836 buah. Sejumlah 43 buah rusak dimakan tupai. Dalam perjalanan, anak-anak nakal naik ke atas gerobak dan membawa lari 3 buah. Jadi sampai ke gudang tinggal 790 buah.”” (Kubah : 64-65)
Pengertian
“Karman tidak melihat jalan lain kecuali menuruti nasihat pamannya. Karman pun maklum, anak pamannya banyak dan dua diantaranya sudah mulai bersekolah di kota. Jadi Karman mengerti bahwa beban pamannya sudah cukup berat.” (Kubah : 82)
Sosok Karman berubah menjadi tokoh antagonis, saat Karman mulai membenci Haji Bakir karena Haji Bakir telah menolak lamaran Karman. Dengan bukti:
”Karman memulai dengan enggan bertemu, bahkan enggan menginjak halaman rumah orang tua Rifah. Sembahyang wajib ia tunaikan di rumah. Dan ia memilih tempat yang lain bila menunaikan sembahyang Jumat. – Apa yang diperbuat Karman adalah balas dendam. Ia merasa disakiti, dinista. Dengan meninggalkan masjid Haji Bakir, ia pun bermaksud membalas dendam. Bahkan ketika ia mulai sekali-dua meninggalkan sembahyang wajib, ia juga merasa sedang membayar kesumat. Haji Bakir mempunyai masjid, dan bagi Karman, orang tua itu adalah tokoh agama. Dan wujud nyata agama di desa Pegaten adalah Haji Bakir itulah! Maka makin sering meninggalkan peribadatan, Karman merasa semakin puas.” (Kubah : 101)
Memiliki sifat perasa, mudah terpengaruh, sewaktu – waktu bisa marah
“Karman memiliki sifat terlalu perasa. Juga sedikit gampang terpengaruh, dan sewaktu-waktu bisa marah.” (Kubah : 113)
Orang yang ingin berperan dalam suatu kegiatan dan mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya
“Tanpa membentuk sebuah panitia, pekerjaan itu dimulai. Semua orang mendapat bagian menurut kecakapannya masing-masing. Karman memberanikan diri meminta bagiannya. Ia menyanggupi membuat kubah yang baru bila tersedia bahan dan perkakasnya. Ketika tinggal dalam pengasingan Karman pernah belajar mematri dan mengelas.” (Kubah : 208-209)
Tanpa pamrih
“Tetapi Karman menganggap pekerjaan membuat kubah itu sebagai kesempatan yang istimewa. Se-sen pun ia tak mengharapkan upah. Bahkan dengan menyanggupi pekerjaan itu, ia hanya ingin memberi jasa. Bagaimana juga sepulang dari pengasingan ia merasa ada yang hilang pada dirinya. Ia ingin memperoleh kembali bagian yang hilang itu. Atau setidaknya Karman bisa membuktikan bahwa dari seorang bekas tahanan politik seperti dia masih dapat diharapkan sesuatu!” (Kubah : 209-210)
b. Marni
Tabah , dibuktikan melalui kutipan :
“Marni tidak menghiraukan bujukan sanak-saudara yang menghendaki dia menikah lagi. Akibatnya, mereka mulai mengambil jarak. Bantuan berupa kebutuhan hidup sehari-hari mulai jarang diterima oleh perempuan beranak tiga itu. Namun dengan tabah Marni menghadapi semua kesulitan hidupnya. Dicobanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri bersama ketiga anaknya yang masih kecil. Marni pernah bersekolah di Sekolah Kepandaian Putri, SKP, meskipun tak tamat. Maka ia bisa menjahit pakaian. Tetapi Marni memang kurang beruntung. Upayanya untuk hidup mandiri, gagal. Marni anak-beranak makin menderita.” (Kubah : 12)
Penyayang
“Ditatapnya wajah Tini dengan matanya, dengan hatinya, dengan seluruh perasaannya. Dari sosoknya, Marni melihat Tini adalah titisan Karman. Bentuk hidung dan alis Tini itu. Juga rona kulitnya. Dan dari segi keberadaannya; Marni tidakhanya melihat Tini sebagai titisan ayahnya. Gadis yang sedang lelap dalam kedamaian itu adalah buah dan makna kebersamaan yang total antara dirinya dengan Karman. Mendadak mata Marni terasa menyesak. Air matanya berjatuhan. Dalam isaknya, Marni mengeluh. “Oh, Tini anakku. Kamu tidak tahu siapa sebenarnya orang yang paling merindukan ayahmu.”” (Kubah : 53)
c. Haji Bakir
Baik, bijaksana
“Ternyata keluarga Haji Bakir tidak pernah memperlakukan Karman sebagai pembantu rumah tangga yang sebenarnya. Anak itu diberi kesempatan menamatkan pendidikannya di sekolah rakyat yang sudah dua tahun ditinggalkannya. Pekerjaan yang diberikan kepada Karman adalah pekerjaan sederhana yang bisa diselesaikan oleh anak seusianya; mengantarkan makanan bagi orang yang sedang bekerja di sawah, menyapu rumah dan halaman, memelihara ikan di kolam, dan melayani si manja Rifah. Si bungsu bertambah ceira. Sekarang dirumahnya tinggal seorang anak yang harus mau disuruhnya mencari bulu jagung untuk membuat boneka, mengumpulkan buah saga untuk bermain pasar-pasaran. Atau terjun ke air jika bola Rifah masuk ke kolam.” (Kubah : 65-66)
Dermawan
“Tini, untuk bekal hidupmu bersama Jabir, kuberikan sawah kepadamu yang terletak di sebelah utara Kali Mudu itu. Luasnya satu setengah hektar. Peliharalah baik-baik pemberianku ini. Barangkali engkau tidak tahu bahwa dahulu sawah itu adalah milik nenekmu.” (Kubah : 207)
d. Tini
Cepat gugup dan mudah tersinggung
“Hanya orang yang teliti dapat menemukan kekurangan pada diri Tini. Bukan pada matanya yang teduh atau bentuk hidungnya yang bagus, tetapi pada penampilannya. Perangainya tenang, namun dalam ketenangan itulah Tini sebenarnya menyimpan rasa rendah diri. Akibatnya gadis remaja itu cepat gugup dan mudah tersinggung.” (Kubah : 40)
e. Triman, Margo, Gigi Baja
Mereka adalah tokoh antagonis dalam novel ini. Mereka berwatak licik dan jahat.
3. Latar
Latar waktu
Oktober 1965. Pada saat itu terjadi kegegeran. Hal itu dapat dibuktikan dalam paragraf:
“Geger Oktober 1965 sudah dilupakan orang juga di Pegaten. Orang-orang yang mempunyai sangkut paut dengan peristiwa itu, baik yang pernah ditahan atau tidak, telah menjadi warga masyarakat yang taat. Tampaknya mereka ingin disebut sebagai orang yang sungguh-sungguh menyesal karena telah menyebabkan guncangan besar ditengah kehidupan masyarakat. Bila ada perintah kerja bakti, merekalah yang palin dulu muncul. Sikap mereka yang demikian itu cepat mendatangkan rasa bersahabat diantara sesama warga desa Pegaten.” (Kubah : 38)
Latar waktu selanjutnya yaitu pada permulaan tahun ajaran baru, tahun 1950. Hal ini dapat dibuktikan dengan:
“Karman menjadi anak yang paling berbahagia di dunia. Pada permulaan tahun ajaran baaru tahun1950, Karman sudah menjadi murid SMP di sebuah kota kabupaten yang terdekat. Karman menjadi anak Pegaten pertama yang menempuh pendidikan sampai ke tingkat menengah.” (Kubah : 81)
Latar waktu selanjutnya adalah awal tahun enam puluhan. Hal ini dapat dibuktikan dalam paragraf berikut:
“Yang terjadi di Pegaten pada awal tahun enam puluhan, sama seperti yang terjadi dimana-mana. Boleh jadi orang-orang tidak senang mengingat masa itu kembali karena kepahitan hidup yang terjadi waktu itu.” (Kubah : 146)
Latar waktu selanjutnya adalah bulan Agustus tahun 1977. Pada tahun ini, nama Pegaten tidak mengalami perubahan. Hal ini dapat dibuktikan dalam:
“Dari dulu, desa itu bernama Pegaten juga pada bulan Agustus 1977 dan entah sampai kapan lagi. Tadi malam ada hujan walaupun sebentar. Cukuplah untuk melunturkan debu yang melapisi dedaunan. Tanah berwarna coklat kembali setelah beberapa bulan memutih karena tiada kandungan air.” (Kubah : 186)
Latar tempat
Cerita-cerita yang terdapat dalam novel ini pun, seringkali menceritakan tentang keadaan desa Pegaten dan masyarakat yang hidup di dalamnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan:
“Desa Pegaten yang kecil itu dibatasi oleh Kali Mundu di sebelah barat. Bila datang hujan, sungai itu berwarna kuning tanah. Tetapi padaa hari-hari biasa air di Kali Mundu bening dan sejuk. Di musim kemarau Kali Mundu berubah menjadi selokan besar penuh pasir dan batu. Orang-orang Pegaten yang memerlukan air, cukup menggali belik di tengah hamparan pasir. Ceruk yang dangkal itu akan mengeluarkan air minum yang jernih.” (Kubah : 38-39)
Latar suasana
Latar suasana yang pertama adalah gembira dan bercampur dengan kepedihan. Hal ini terjadi ketika Marni mengirimkan surat kepada Karman, saat Karman berada di Pulau Buru. Berikut kutipannya:
“Waktu menerima surat dari Marni itu, di Pulau Buru, mula-mula Karman merasa sangat gembira. Surat dari istri yang terpisah ribuan kilometer adalah sesuatu yang tidak ternilai harganya bagi seorang suami yang sedang jauh terbuang. Sebelum membaca surat itu, sudah terbayang oleh Karman lekuk sudut bibir Marni yang bagus; suaranya yang lebut, atau segala tingkah lakunya yang membuktikan Marni adalah perempuan yang bisa jadi penyejuk hati suami. Tetapi selesai membaca surat itu, Karman mendadak merasa sulit bernapas. Padang datar yang kerontang dan penuh kerikil seakan mendadak tergelak di hadapannya. Padang yang sangat mengerikan, asing, dan Karman merasa seorang diri. Keseimbangan batin Karman terguncang keras. Semangat hidupnya nyaris runtuh.” (Kubah : 13)
Latar suasana berikutnya adalah mendebarkan. Hal ini terjadi ketika Karman berusaha melindungi Rifah dari serangan kambing. Dan dapat dibuktikan dengan:
“Kambing Pohing tidak bertahan lama. Kibas berbulu putih itu lari. Kambing Haji Bakir penasaran, lalu mengamuk. Matanya jalang. Tiba-tiba ia mengambil ancang-ancang hendak menyerang seorang gadis kecil yang berbaju putih. Mungkin binatang itu mengira Rifah adalah lawannya yang telah lari. Karman maju melindungi Rifah yang menjerit dengan muka biru. Kedua tanduk binatang itu ditangkapnya. Karena tenaganya kalah kuat Karman terayun-ayun oleh empasan binatang yang marah itu. Tapi Karman bertahan sampai beberapa orang dewasa bertindak. Rifah masih menggigil ketakutan ketika diangkat oleh Haji Bakir.” (Kubah : 66-67)
Selanjutnya adalah menegangkan. Hal ini terjadi ketika lamaran Karman ditolak oleh Haji Bakir, hingga akhirnya Karman merasa dendam kepada Haji Bakir. Terbukti dengan:
“Rasa kecewa, marah, dan malu berbaur dihati Karman. Akibatnya, ia mendendam dan membenci Haji Bakir. Karman memulai dengan enggan bertemu, bahkan enggan menginjak halaman rumah orang tua Rifah. Sembahyang wajib ia tunaikan di rumah. Dan ia memilih tempat yang lain bila menunaikan sembahyang Jumat.” (Kubah : 101)
Latar suasana yang berikjutnya adalah menyeramkan. Hal ini terjadi ketika Karman menemui Kastagethek yang sedang menangkap ikan. Kemudian mereka berbincang-bincang dan Kastagethek menceritakan tentang pengalaman menyeramkannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan:
“Ah terserah sampean yang jelas kemarin malam saya melihatnya. Kemarin ada sesuatu yang tiba-tiba melompat dari air dan mendarat di rakit ini. Saya kira ikan gabus karena ikan itu memang biasa melompat-lompat seperti itu. Eh, Pak Karman ingin tahu ternyata apa,” “Apa?” “Potongan kaki manusia. Darah masih menetes pada bekas potongannya.” (Kubah : 173)
Selanjutnya, latar suasananya adalah mengharukan. Hal ini terjadi ketika Marni menjenguk Karman di rumah Bu Mantri. Dan dapat dibuktikan dengan:
“Orang tak usah mencari kata-kata yang berlebihan, karena yangg kemudian terjadi memang sulit dilukiskan dengan bahasa. Perempuan-perempuan yang menahan isak. Lelaki-lelaki yang tiba-tiba jadi gagu. Dan suasana mendadak bisu tetapi penuh haru-biru.” (Kubah : 196)
4. Alur
Alur yang terdapat pada novel Kubah karya Ahmad Tohari menggunakan alur campuran, tahapannya yaitu :
Pengenalan cerita : Dimulai dari pengenalan tokoh Karman yang mengalami konflik batin karena dia merasa rendah diri dihadapan masyarakat. Hal ini disebabkan karena ia adalah mantan tahanan politik di Pulau Buru. Terlihat pada kutipan :
“Dia tampak amat canggung dan gamang. Gerak-geriknya serba kikuk sehingga mengundang rasa kasihan. Kepada komandan, Karman membungkuk berlebihan. Kemudian dia mundur beberapa langkah, lalu berbalik. Kertas-kertas itu dipegangnya dengan hati-hati, tetapi tangannya bergetar. Karman merasa yakin seluruh dirinya ikut terlipat bersama surat-surat tanda pembebasannya itu. Bahkan pada saat itu Karman merasa totalitas dirinya tidak semahal apa yang kini berada pada genggamannya.” (Kubah:5).
Konflik awal. Konflik awal yang terjadi pada novel ini adalah ketika Marni, memutuskan untuk menikah lagi dengan Parta, teman sekampung Karman. Hal ini dapat ditemukan pada:
“Yang sedang menguasai seluruh lamunan Karman adalah Parta, seorang teman sekampung. Tujuh tahun yang lalu, ketika Karman masih menjadi penghuni pulau buangan, Parta menceraikan istrinya dan kemudian mengawini Marni. Meskipun sudah punya tiga anak, Marni memang lebih cantik dari istri Parta yang diceraikan. Hal ini tidak akan dibantah oleh siapa pun di Pegaten, tidak juga oleh Karman. Juga, semua orang percaya bahwa kecantikan Marni adalah sebab utama mengapa Patra sampai hati melepas istri pertamanya” (Kubah:11).
“Sepeninggal ayahnya, Karman hidup dengan ibu dan seorang adik perempuan yang masih kecil. Sebenarnya Karman punya dua kakak lelaki. Tetapi keduanya meninggal dalam bencana kelaparan pada zaman penjajahan Jepang. Keadaan keluarga Karman amat menyedihkan. Apalagi setelah terjadi kekerasan oleh tentara Belanda di Pegaten tahun 1948. Bersama ibu dan adiknya, Karman mengungsi jauh ke pedalaman. Belanda lalu membuat markas pertahanan di Pegaten.” (Kubah:61).
Klimaks
Tahapan alur selanjutnya yaitu klimaks. Pada novel ini, klimaks terjadi pada saat pemberontakan Karman terhadap Haji Bakir sudah memuncak. Dapat dibuktikan dengan:
“Hanya setahun sejak perkenalannya dengan kelompok Margo, perubahan besar terjadi pada diri Karman.ia menjadi sinis. Segala sesuatu apalagi yang menyangkut Haji Bakir selalu ditanggapi dengan prasangka buruk. Karman pun mulai terang-terangan meninggalkan masjid, karman sudah pandai mengutip kata-kata Margo, bahwa agama adalah candu untuk membius kaum-kaum tertindas.” (Kubah:103).
Serta pada kutipan :
“Namun puncak perubahan kepribadian Karman terjadi dekat sumur dibelakang rumah. Siang itu Karman berdiri di belakang rumah. Tangannya memegang sebuah parang. Kelihatannya ia agak ragu-ragu. Alisnya turun naik beberapa kali. Namun akhirnya ia maju mendekati padasan bambu itu dan langsung membelahnya. Penampang air wudhu itu dibuatnya menjadi serpihan bambu kecil-kecil. Karman tidak hanya menghancurkan tiga ruas bambu yang tampak tak berarti itu. Tetapi itulah perlambang nyata atas pergeseran nilai yang telah melanda dirinya.” (Kubah:103-104).
Tahapan alur selanjutnya adalah antiklimaks. Antiklimaks dalam novel ini adalah tertangkapnya Karman dalam keadaan sakit parah. Hal ini diceritakan dengan
“Dan tamat sudah kisah pelariannya, karena sorang gembala kerbau melihat segala gerak-geriknya. Di siang itu beberapa orang pamong desa datang ke Astana Lopajang. Karman ditangkap dalam keadaan sakit payah. Boleh jadi karena keadaannya itulah orang tak tega menghabisi nyawanya.” (Kubah : 184-185)
Tahapan akhir alur ini adalah ending. Ending ini menceritakan tentang Karman yang merasa dirinya hidup kembali dan diterima oleh warga Pegaten. Seperti yang diceritakan pada kutipan berikut:
“Tetapi Karman menganggap pekerjaan membuat kubah itu sebagai kesempatan yang istimewa. Se-sen pun ia tak mengharapkan upah. Bahkan dengan menyanggupi pekerjaan itu ia hanya ingin memberi jasa. Bagaimana juga sepulang dari pengasingan ia merasa ada yang hilang pada dirinya. Ia ingin memperoleh kembali bagian yang hilang itu. Bila ia dapat memberi sebuah kubah yang bagus kepada orang-orang Pegaten, ia berharap memperoleh apa yang hilang itu. Atau setidaknya Karman bisa membuktikan bahwa dari seorang bekas tahanan politik seperti seperti dia masih dapat diharapkan sesuatu.” (Kubah : 209-210).
Dan yang terakhir :
“Karman mendengar pujian-pujian itu. Rasanya dia yakin bahwa dirinya tidak berhak menerima semua pujian itu. Tetapi wajah-wajah orang Pegaten yang berhias senyum, sikap mereka yang makin ramah, membuat Karman merasa sangat bahagia. Karman sudah melihat jalan kembali menuju kebersamaan dan kesetaraan dalam pergaulan yang hingga hari-hari kemarin terasa mengucilkan dirinya. Oh, kubah yang sederhana itu! Dalam kebisuannya, mahkota masjid itu terus mengumandangkan janji akan memberikan hak asasi kepada setiap manusia yang sadar kemanusiaannya. Dan Karman merasa tidak terkecuali.” (Kubah : 211)
Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah orang ketiga pelaku utama. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara penulis menceritakan tokoh-tokoh yang terdapat dalam novelnya dengan menyebutkan nama-nama tokoh. Seperti Karman, Rifah, Marni, Haji Bakir, dan lain-lain.
Gaya Bahasa
Penulisan pada novel ini menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca, sehingga pembaca terbantu pemahamannya melalui gaya bahasa yang digunakan oleh penulis.
Amanat
Kita harus memaafkan kesalahan orang lain, karena orang yang bersalah tersebut telah menyadari kesalahannya
Apabila kita memiliki kesalahan, maka sadarlah dan perbaiki perilaku kita agar tetap diterima kembali oleh masyarakat
Ketika kita melakukan kesalahan, sesalilah karena dengan begitu dapat belajar memperbaiki kesalahan pribadi
Janganlah mudah terpengaruh oleh omongan orang lain
Tuntutlah ilmu dengan sungguh – sungguh, kelak akan berguna
Jadilah istri yang setia
Hormatilah orang tua dan selalu mengabdi padaNya
Mulailah meningkatkan rasa iman melalui hal – hal kecil
B. Unsur Ekstrinsik
1. Latar Belakang Pengarang
Ahmad Tohari lahir tanggal 13 Juni 1948 di Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Bangumas, Jawa Tengah dari keluarga santri. Ayahnya seorang kiyai (pegawai KUA) dan ibunya pedagang kain. Dari segi ekonomi, keluarganya tidaklah kekurangan. Namun lingkungan masyarakatnya mengalami kelaparan.
Ahmad tohari menikah tahun 1970 dengan Siti Syamsiah. Istrinya bekerja sebagai guru SD. Dari perkawinannya itu, mereka dikarunai lima orang anak. Ahmad tohari sangat menyayangi keluarganya. Dalam mendidik anak-anaknya, Ahmad Thohari menanamkan pendidikan keagamaan sejak dini. Menurutnya, agama merupakan satu-satunya laku utama untuk mewujudkan kecintaan manusia kepada Tuhan dan kepada manusia lainnya. Ahmad Thohari selalu mengajak keluarganya unuk shlalat berjamaah dan dia sebagai imamnya.
Pendidikan formalnya ia tempuh di SMAN II Purwokerto, kemudian ia melanjutkan di Fakulta Ekonomi Unsoed Purwokerto selama tahun 1974 ampai 1975. Kemudaian ia pindah ke fakultas Sosial Politik yang dijalaninya selama setahun, kemudian pindah lagi ke Fakultas Kedokteran YARSI, Jakarta tahun 1967-1970, samapi ia memutuskan untuk berhenti dan memilih tinggal di desanya dan mengasuh Pondok Pesantren NU Al Falah.
Dalam dunia jurnalistik, Ahmad Tohari pernah menjadi staf redaktur harian Merdeka, majalah Keluarga, dan majalah Amanah. Sastrawan yang memiliki darah kyai ini memiliki hoby memancing pada tahun 1990 mengikuti International Writing Programme di lowa City, Amerika Serikat dan memperoleh penghargaan The Fellow of The University of Iowa
1. Unsur Sosial
Unsur sosial yang terdapat dalam novel yaitu adanya toleransi yang tinggi antar warga serta adanya kesadaran yang kuat untuk saling memaafkan sesama manusia yang telah mengalami kesalahan. Hal itu didasari oleh rasa ikhlas. Ahmad Tohari menampilkan tokoh – tokoh yang selalu menerima kesalahan orang lain karena pada dasarnya Ahmad Tohari memiliki jiwa sosial yang tinggi serta memiliki kepedulian sosial yang tinggi, walaupun sebenarnya hidupnya telah berkecukupan dimana ayahnya sebagai pegawai KUA, juga sebagai kyai, namun ia senantiasa menengok kepada masyarakat di sekitarnya yang mengalami kesusahan.
2. Unsur Politik
Unsur politik yang tergambar dalam novel sangat berperan penting, karena adanya unsur politik tersebut maka dapat menggambarkan secara nyata jalannya pemerintahan pada masa PKI. Ahmad Tohari yang berlatarbelakang pernah mengenyam pendidikan di fakultas sosial politik di Unsoed Purwokerto mampu memotret perjalanan politik pada masa itu melalui karyanya , salah satunya yang berjudul Kubah.
3. Unsur Moral
Nilai moral yang terkandung dalam novel tampak jelas, dimana Ahmad Tohari menampilkan tokoh Karman sebagai seorang santri yang patuh, taat, bertanggungjawab, ikhlas, berakhlak mulia, berbudi pekerti, walaupun pada puncaknya tokoh Karman murtad dari Islam. Penggambaran pribadi Karman tergambar detail oleh penciptaan karya Ahmad Tohari, dimana beliau berlatarbelakang santri, selain itu ayahnya juga seorang kyai, sehingga Ahmad Tohari mampu menggambarkan pribadi Karman sebagai seorang santri yang patuh dan taat.
4. Unsur Ekonomi
Perekonomian pada novel tersebut menggambarkan kemiskinan yang dialami oleh warga Pegaten karena dijajah oleh Jepang. Bahan makanan, barang – barang yang ada, serta kekayaan alam ditarik oleh Jepaang, sehingga terjadi kemiskinan yang melanda. Dampak dari adanya kemiskinan yaitu kriminalitas meningkat, yaitu munculnya banyak pencurian yang melanda desa Pegaten. Ahmad Tohari melukiskan keadaan ekonomi yang sebra kekurangan pada novelnya berdasarkan apa yang ia lihat di sekitarnya masa itu, walaupun Ahmad Tohari tidak mengalaminya karena ai berasal dari keluarga berkecukupan, namun ia mampu merasakan kepedihan itu dari lingkungannya.
5. Unsur Budaya
Unsur budaya yang terdapat pada novel sangat dominan, dimana budaya yang paling menonjol yaitu budaya Jawa. Hal itu dikarenakan Ahmad Tohari berlatarbelakang budaya Jawa, sehingga banyak budaya Jawa yang diusung seperti perihal nama. Nama tokoh yang digunakan pada novel cenderung menggunakan nama Jawa, seperti Karman, Marni, Tini, Bakir.
Selain penggunaan nama, budaya Jawa yang senantiasa menerima “ nrimo “ itu juga tampak pada novel Kubah ini, dimana tokoh Karman yang telah melakukan kesalahan masih diterima dengan baik oleh masyarakat Pegaten. Selain kedua hal tersebut, adanya sopan santun, tata krama berjabat tangan ketika bertemu, saling menghormati antara atasan dan bawahan juga menjadi budaya dalam novel Kubah ini, sehingga unsur budaya yang tergambar dalam novel ini sangat kental.
Kritik Sastra Novel Kubah Karya Ahmad Tohari
Novel Kubah karya Ahmad Tohari, menurut kritik penilaian ( yudical crrriticism ), termasuk ke dalam kritik sastra sosial ( sosioloical criticism ), yaitu kritik sastra yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosiologi, artinya suatu karya sastra ditelaah segi – segi sosial kemasyarakatannya yang berada pada sekitar lahirnya karya tersebut serta sumbangan yang diberikan pada kehidupan masyarakat.
Terlihat pada novel yaitu terbitnya novel tersebut didasari oleh adanya peristiwa G 30 S/PKI, dimanapengarang menggunakan pendekatan sosiologi, menelaah peristiwa – peristiya yang kemudian dimasukkan dalam suatu karya sastra, baik dari segi sosial, politik, ekonomi, maupun budaya yang ada pada masa itu.
Apabila ditinjau dari jenis kritik sastra bersadarkan pendekatan terhadap karya sastra menurut Abrams, novel Kubah termasuk ke dalam kritik mimetik dan kritik pragmatik. Kritik mimetik yaitu kritik yang bertolak pada pandangan bahwa karya sastra merupakan tiruan dari penggambaran dunia dan kehidupan manusia. Sedangkan kritik pragmatik yaitu kritik yang disusun berdasarkan pandangan bahwa karya sastra dibuat untuk mencapai efek – efek tertentu pada pembaca, seperti kesenangan, estetika, dan pendidikan.
Terlihat bahwa novel Kubah termasuk dalam kritik mimetik yaitu Ahmad Tohari mampu menggambarkan desa Pegaten yang dilanda kemiskinan, mampu menggambarkan Lubuk Waru ( makam untuk bersembunyi Karman ketika menjadi buronan ), Astana Lopajang ( makam keramat yang mengerikan untuk bersembunyi Karman ), mampu menggambarkan kubah yang megah dengan hiasan ukiran yang unik yang dibuat oleh Karman.
Terlihat bahwa novel Kubah termasuk kritik pragmatik yaitu pengarang mampu menciptakan suasana sedih yang diterima Karman karena menjadi orang baru setelah diasingkan. Mampu memberi efek trenyuh, haru ketika Karman meminta maaf kepada Haji Bakir yang telah dilukai hatinya. Mampu memberi efek kesal ketika Karman terpengaruh oleh anggota PKI.
Menurut paham penilaian dari pendapat Pradopo, novel Kubah ini termasuk dalam penilaian perspektivisme, yaitu paham yang mengakui adanya suatu karya sastra yang dapat diperbandingkan sepanjang masa, berkembang, berubah, dan penuh kemungkinan. Kelebihan dan kebaikan moral bersifat abadi. Demikian pula dengan kekurangan – kekurangan yang ada di dalamnya akan menjadi sesuatu yang tetap dapat dipertimbangkan dalam penilaian.
Menurut tingkatan dalil J Elena, novel ini sudah sampai pada tahap religius, tahapannya yaitu :
a. Niveau Anorganis, merupakan tingkatan terendah yang berupa gaya bahasa. Novel Kubah ini sudah menggunakan gaya bahasa yang indah, mudah dipahami sehingga sudah masuk dalam niveau anorganis.
b. Niveau Vegetatif, yaitu tingkatan dimana sebuah karya sastra memiliki suasana yang tergambar, seperti suasana menegangkan, menyenangkan, mengharukan, seperti terlihat pada kutipan :
“Begitu Haji Bakir masuk ke rumah Bu Mantri itu, Karman berlari menjemputnya, lalu menjatuhkan diri. Dengan bertumpu pada kedua lututnya, Karman memeluk orang tua itu pada pinggangnya. Ia menangis seperti anak kecil. Haji Bakir yang merasa tidak bisa berbuat apa-apa membiarkan Karman memuaskan tangisnya. “(Kubah : 194-195)
Suasana yang tergambar pada kutipan tersebut yaitu mengharukan, dimana Karman meminta maaf kepada Haji Bakir karena merasa bersalah terhadap perlakuan Karman yang pernah semena – mena terhadap Haji Bakir.
c. Niveau Animal, yaitu adanya nafsu naluriah jasmani seperti makan, minum, nafsu seksual, nafsu melawan, seperti pada kutipan :
“Namun puncak perubahan kepribadian Karman terjadi dekat sumur dibelakang rumah. Siang itu Karman berdiri di belakang rumah. Tangannya memegang sebuah parang. Kelihatannya ia agak ragu-ragu. Alisnya turun naik beberapa kali. Namun akhirnya ia maju mendekati padasan bambu itu dan langsung membelahnya. Penampang air wudhu itu dibuatnya menjadi serpihan bambu kecil-kecil. Karman tidak hanya menghancurkan tiga ruas bambu yang tampak tak berarti itu. Tetapi itulah perlambang nyata atas pergeseran nilai yang telah melanda dirinya.” (Kubah:103-104).
Kutipan tersebut menggambarkan adanya kemarahan yang membara, nafsu ingin melawan , termasuk dalam niveau animal.
d. Niveau Human, yaitu tingkatan yang dicapai oleh manusia berupa konflik batin, konflik pada lingkungan, maupun konflik pada orang lain.
Terlihat pada kutipan :
“Pengecut atau bukan, kini bukan saat yang pantas untuk memikirkannya. Aku, Karman, adalah manusia seperti manusia-manusia lain di dunia. Selain punya keyakinan ideologis, aku juga unya rasa, punya ikatan keluarga, punya naluri dan akal budi. Ya, akal budi. Kini aku ingin mendengar suara akal budiku sendiri.
“Kini jelas, kamu seorang kader partai yang munafik.”
“Aku tidak peduli.”
“Tetapi sejarah terlanjur mencataat, kamu adalah pengikut Margo. Kenapa bisa begitu?”
“Pertama, karena sakit hati. Aku jengkel karena Haji Bakir tak rela anaknya kukawini. Kedua, aku jengkel karena sawah orangtuaku dikuasai oleh haji Bakir dengan cara yang tidak adil. Dengan masuk ke lingkaran Margo, aku bermaksud membalaskan sakit hatiku. Atau kalau bisa, aku mendapatkan kembali sawah itu. Ah, aku tidak mengerti bahwa akhirnya aku harus terbawa dakan situasi-situasi yang sangat menakutkan ini. aku tak mengerti. Atau kamu bisa menerkanya?” (Kubah: 160-161)
Kutipan tersebut menggambarkan perasaan Karman yang kalut akibat ia masuk menjadi anggota Margo dan PKI. Percakapan antara suara hati dan dirinya itu adalah konsekuensi terhadap nilai-nilai agama Islam yang telah ia lupakan.
e. Niveau Religius , yaitu tingkatan pengalaman jiwa tertinggi, apabila tertuang dalam karya sastra berupa renungan vertikal mengenai hakekat hubungan manusia dengan Tuhan. Terlihat pada kutipan :
( kutipan 1 )
“Tidak gampang menemukan kalimat yang pantas untuk melukiskan perasaan Karman ketika ia melihat pemandangan di dalam sana. Seorang perempuan muda sedang duduk berdoa di atas sajadah yang digelar di lantai. Rifah masih dalam pakaian sembayang. Wajah itu dibatasi oleh kain putih yang melingkari wajahnya dengan ketat. Mata itu setengah terpejam. Bibir kecil itu meruncing di kedua ujungnya, bergerak-gerak menggetarkan doa. Wajah yang damai, alami, nyaris tanpa eksperis apa pun. Tetapi ada sepasang intan airmata yang membiaskan sinar lampu di depannya” (Kubah: 126)
Pada kutipan tersebut, tokoh Karman sedang melihat Rifah yang tengah menjalankan sholat malamnya. Dan Rifah pun juga memohon doa pada Allah usai melalukan sholat. Dalam Islam, sholat merupakan wujud ketaatan seorang hamba kepada Rabb-Nya. Dan ibadah yang dilakukan Rifah itu pun sangat khusus karena Rifah melakukannya di sepertiga malam terakhir-Nya.
( kutipan 2 )
“Tetapi Karman mendadak berhenti gagap. Termangu. Dua-tiga orang yang hendak sembahyang melewatinya tanpa peduli. Namun akhirnya seorang lelaki tua sambil berjalan menepuk pundak Karman. “Mari, Pak, sudah hampir ikamah.”
Dan seperti ada sesuatu yang mendorongnya, Karman ikut melangkah memasuki halaman masjid.”(Kubah: 30)
Pada kutipan tersebut menjelaskan tentang Karman yang akan melakukan ritual sholat. Padahal ia telah lama meninggalkan salah satu rukun Islam tersebut. Sejarah kelamnya yang menjadi antek PKI membuatnya melupakan Tuhan-nya. Tapi ketika terbebas dari Pulau Buru ia pun melaksanakan sholat kembali.
( kutipan 3 )
“Demikian sumur masjid itu selalu ramai oleh gurau anak-anak selagi fajar merekah di timur. Hiruk-pikuk baru berakhir apabila sembahyang subuh sudah di mulai. Dan ketika jamaah yang tua-tua masih berzikir, anak-anak sudah bubar berhamburan. Mereka kembali ke rumah masing-masing gurauan gembira.”(Kubah: 70)
Kutipan tersebut menggambarkan bahwa dalam novel Kubah telah mengenal adanya Tuhan, meyakini, dan melaksanakan ajaran agama dengan baik.
Kelebihan dan Kelemahan Novel
Kelemahan novel ini adalah kurangnya konflik pada ceritanya. Novel ini mungkin akan lebih menarik dan realistis jika ada konflik pada saat Karman kembali ke masyarakatnya. Usaha Karman membuat kubah masjid Haji Bakir perlu mendapatkan porsi penceritaan yang lebih. Supaya makna mahkota masjid itu benar-benar terasa selama membaca novel yang sudah diterbitkan dalam bahasa Jepang ini.
Kelebihan dari novel ini adalah pengarang menggambarkan setiap setting dengan jelas. Penggambaran tokoh yang dibuat pengarang juga kuat dan lengkap. Bahasa yang digunakan tidak terlalu berbelit – belit sehingga mudah dipahami. Pengarang berani mengangkat isu yang mungkin sangat sensitive pada masa itu. Novel ini menghadirkan sesuatu yang bermoral dan patut dicontoh.
Novel ini mengingatkan kita untuk berhati –hati pada setiap tindakan yang kita ambil. Mudah memaafkan orang lain, sejahat apapun dia, karena pada dasarnya setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua saat dia mau berubah. Dalam novel tersebut menunjukan bahwa siapapun orangnya akan menyesal dan menyadari akan kesalahan yang telah dilakukan. Sambutan masyarakat Pagetan harus dipahami sebagai bentuk simpati dan pemanfaatan terhadap orang yang telah melakukan kesalahan dan menderita karena kesalahannya itu, bukan sambutan terhadap paham yang pernah dianutnya.
Melalui novel Kubah ini, Ahmad Tohari memberikan pelajaran kepada pembaca agar bisa memahami dam memberi maaf terhadap pribadi yang telah menyadari kesalahan atau ketersesatanya untuk mendapatkan kembali harkat kemanusiaannya. Disisi lain novel ini juga memberikan pelajaran bahwa pribadi yang besangkutan juga harus dapat membuktikan kesadaranya bahwa ia telah berubah dan kembali ke jalan yang benar. Hal ini ditunjukkan oleh keberanian tokoh Karman meminta bagian untuk membangun masjid milik Haji Bakir yang sudah mulai rapuh dengan menyangipinya membuat kubah yang baru. Kesangupan Karman didasari pengalamannya belajar mematri dan mengelas ketika berada di pengasingan.
Kesanggupan Karman membuat kubah masjid tersebut untuk membktikan bahwa dirinya telah membuktikan kalau dia sudah beruhah. Sambutan dan pujian terhadap hasil karya Karman menunjukkan bahwa Karman benar-banar telah diterima kembali di desanya dan telah mengembalikan harkat kemanusiaanya yang telah pudar.
Kemampuan pengarang dalam novel ini sangat bagus apabila dibandingkan dengan novel-novel yang lain, karena di dalam novel yang berjudul Kubah ini mengandung nilai-nilai budaya yang sangat kental. Hal yang paling menarik lagi yaitu tentang permainan alurnya. Pengarang menggunakan alur campuran dan penempatannya berkesan acak, akan tetapi permainan alur tersebut tidak membuat ceritanya melebar. Novel ini menggunakan open ending yang membiarkan pembaca memikirkan sendiri akhir dari cerita ini.
Penerapan Novel dalam Pembelajaran di SMA
Novel yang berjudul Kubah ini bagus apabila diterapkan dalam pengajaran sastra di Sekolah Menengah Atas ( SMA ), karena dalam novel ini mengajarkan tentang keyakinan terhadap Tuhan. Selain itu, novel ini mengajarkan tentang arti pentingnya pendidikan. Melalui sebuah pendidikan, kemampuan seseorang akan lebih tampak. Bukan hanya pendidikan, seorang yang telah selesai menamatkan pendidikannya diajarkan untuk menempati posisi dalam sebuah hierarki pekerjaan. Melalui lembaga pekerjaan tersebut, kualitas seseorang akan lebih terlihat dalam kesehariannya bekerja.
Novel ini mengajarkan tentang nilai sosial masyarakat yang mengedepankan kasih – mengasihi, saling memaafkan, tidak memiliki prasangka buruk terhadap seseorang dimana seseorang tersebut telah bertaubat menuju jalan yang lebih baik lagi. Novel ini menunjukkan adanya sikap toleransi terhadap seseorang yang pernah mengalami kesalahan, dan memberikan kesempatan kembali untuk membenahi diri bagi orang yang bersalah.
Melalui novel Kubah ini, pembaca diharapkan mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dalam novel ini, tergambar jelas seseorang yang pandai namun imannya masih goyah karena terpengaruh ke jalan yang sesat. Dengan membaca novel ini, pembaca diharapkan dapat membentengi dirinya agar tidak mudah terkena pengaruh, tipu daya yang dapat menjerumuskan manusia. Agar tidak mudah terjerumus tersebut, kunci utamanya yaitu beriman dan bertaqwa kepadaNya.
Novel ini cocok diterapkan pada taraf SMA karena pada usia anak – anak SMA, kondisi psikisnya belum stabil. Siswa seusia SMA lebih mudah terpengaruh, terprovokasi menuju hal – hal yang negatif. Selain itu, siswa seusia SMA belum memiliki kematangan cara berpikir yang sempurna, artinya mereka masih mudah berubah pikiran, berubah ideologi, cara pandangnya, sehingga dikatakan belum stabil. Oleh karena itu, agar siswa memiliki cara pandang yang lurus menurut ajaran Islam, maka novel ini merupakan rujukan bahasa ajar yang berkualitas yang dapat diberikan kepada siswa. Disamping menyajikan akibat – akibat yang dialami tokoh karena penyimpangannya, novel juga mengupas tentang kebaikan, keramahan, kelapangan hati yang ditunjukkan dengan sikap pemaaf, serta adanya toleransi yang dapat mempererat hubungan kemanusiaan. Selain itu, novel ini mengajarkan bahwa seseorang yang akan bersungguh – sungguh memperbaiki kesalahan, pasti akan diterima oleh lingkungan sosialnya, mengingat penyesalan itu hadir belakangan. Jadi, novel ini sangat cocok diterapkan pada pembelajaran sastra di tingkat SMA.
Daftar Pustaka
Katrini, Yulia Esti. 2016. Diktat Kritik Sastra.
Tohari, Ahmad. 2001. Kubah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
0 notes
Text
Evaluasi Pengajaran Sastra Soal Uraian dan Jawaban
Nama : Putria Soviani
NPM : 1410301079
Kelas : 6 C
Matakuliah :Evaluasi Pengajaran Sastra
Bentuk soal uraian
Bacaan untuk soal nomor 1
Bacalah cerpen di bawah ini dengan teliti!
Sungai
karya Nugroho Notosusanto
Setiap kali menyeberangi sungai, Sersan Kasim merasakan sesuatu keharuan yang mendenyutkan jantungnya. Seolah-olah ia berpisah dengan sesuatu, sesuatu dalam hidupnya. Makin besar sungai itu, makin besar pula keharuan yang menggetarkan sanubarinya. Kini, kembali ia akan menyeberangi sebuah sungai. Sekali ini bukan sungai kecil, melainkan salah satu sungai yang terbesar di Jawa Tengah, Sungai Serayu.
Sersan Kasim adalah Kepala Regu 3, Peleton 2 dari kompi TNI terakhir yang akan kembali ke daerah operasinya di Jawa Barat. Tentara Belanda telah menduduki Yogya, persetujuan gencetan senjata telah dilanggar, dan Republik tidak merasa terikat lagi oleh perjanjian yang sudah ada.
Jam satu malam cuaca gelap gulita dan murung, hujan turun selembut embun namun cukup membasahkan. Hati-hati Kasim memimpin anak buahnya menuruni tebing yang curam dan licin. Ia sendiri berjalan dengan sangat hati-hati, menggendong bayi pada panggulnya sebelah kiri. Dari bahu kanan bergantung sebuah sten. Hanya samar-samar matanya yang terlatih melihat orang yang berjalan di depannya. Untuk memudahkan penglihatan, tiap-tiap prajurit yng kurang baik penglihatannya, memasang sepotong cendawan yang berpijar pada punggung kawan yang berjalan di depannya.
Sepuluh bulan yang lalu, pada bulan Februari 1948, Sersan Kasim juga menyeberangi Sungai Serayu dengan kompinya. Tatkala itu mereka berjalan ke arah timur. Persetujuan Renville telah ditandatangani dan pasukan-pasukan TNI harus hijrah ke kantong-kantong dalam wilayah de facto Belanda. Banyak diantara bintara dan prajurit yng membawa serta anak istrinya.
Ketika itu Sersan Kasim telah setengah tahun menikah. Istrinya yang belia sudah lima bulan mengandung. Namun, ia memaksa mengikuti suaminya ke wilayah kekuasaan Republik. Pernah terpikir oleh Kasim untuk menitipkan istrinya kepada mertuanya di Pager Ageung. Tapi tidak sempat, lagipula Aminah tidak mau ditinggalkan. Ia bersitegang hendak ikut. Dan siapa yang dapat bertahan terhadap sifat keras kepala wanita yang sedang mengandung?
Dua bulan setelah mereka tiba di Yogya, Acep dilahirkan. Matanya hitam tajam, meskipun badannya sangat kecil, dan rambutnya lebat seperti hutan di Priangan. Tapi untuk melahirkan anaknya, Aminah telah menggunakan sisa-sisa tenaga rapuhnya yang terakhir. Ia meninggal sehari kemudian karena kepayahan. Acep dapat dipertahankan hidupnya berkat rawatan khusus para dokter dan juru rawat di rumah sakit tentara.
Kini Sersan Kasim berjalan kembali ke Jawa Barat. Kali ini jarak antara Yogya dan Priangan Timur harus mereka tempuh dengan berjalan. Tidak ada truk Belanda yang mengangkut, tidak ada kereta api Republik yang menjemput. Mereka berjalan kaki, menempuh jarak lebih dari 300 kilometer, turun lembah, naik gunung, menyeberangi sungai kecil dan besar. Akhirnya mereka kembali di tepian Sungai Serayu, akan tetapi jauh kesebelah hulu, di kaki pegunungan daerah Banjarnegara. Kini tiada jembatan, tiada titian. Mereka harus terjun ke dalam air.
Perlahan-lahan Sersan Kasim menuruni tebing yang curam. Ia menggigil dilanda angin pegunungan dari sebelah lembah. Dengan cermat ia perbaiki letak selimut berlapis dua yang menutupi Acep dalam gendongan. Acep, biji matanya, harapan idamannya. Kemudian, dengan satu gerakan ia usap air hujan pada wajahnya sendiri. Ia menggigil lagi. Iring-iringan sekonyong-konyong berhenti. Prajurit di depannya juga menggigil. Mereka menggigil berdekat-dekatan.
Kemudian ada pesan dari depan.“Kepala Regu, kumpul!” dibisikkan dari mulut ke mulut. Kasim berjalan ke muka. Komandan Peleton sudah menanti di depan Regu I. Mereka menerima instruksi mengenai penyeberangan. Menurut intelligence, musuh menjaga tepian sana dengan kekuatan satu kompi. Sungai diawasi mulai bagian yang airnya setinggi perut. Karena itu pasukan akan menyeberangi lebih ke hilir. Ada kemungkinan air mencapai dada. Perintis telah menyiapkan tali untuk berpegangan.
”Ada pertanyaan?” tanya Komandan Peleton.
Tidak ada yang menyahut. Samar-samar Sersan Kasim melihat pandangan Komandan tertuju kepadanya.
”Bagaimana bayimu?” tanya Komandan.
“Tidur Pak,” jawab Kasim singkat.
”Kalau pikiranmu berubah, masih ada waktu untuk menitipkannya pada barisan keluarga.”
Kasim tak segera menjawab. Sebentar pikirannya melayang kepada para wanita dan kanak-kanak yang dititipkan kepada Pak Lurah dan penduduk Karangboga. Kalau situasi aman, mereka akan diseberangkan sedikit demi sedikit oleh rakyat. Mereka akan dijemput oleh satu regu di seberang sungai setelah diberitahu oleh kurir.
”Sersan Kasim tinggal. Lainnya bubar!” kata Komandan menembus kesepian. Kepala regu lainnya kembali kepada anak buahnya. Lagi Kasim merasa pandangan mata Komandan tertuju kepadanya dan kepada anaknya. Kasim tahu apa arti pandangan itu. Ya, ia tahu sebenarnya Komandan ingin bertanya, apakah ia menyadari bahwa tangisan seorang bayi dapat membawa kebinasaan bagi lebih dari seluruh kompi. Bahwa bayinya, si Acep, dapat mmbahayakan jiwa lebih dari seratus orang prajurit. Itulah yang tersirat dalam pandangan Komandan.
Pandangan Komandan itu seolah-olah berkata, ”Ingatlah Kompi 3 batalyon B yang kehilangan 16 prajurit dan 10 keluarga, karena serangan mendadak oleh musuh. Hanya karena seorang bayi yang menangis. Tangis yang dengan cepat menular pada beberapa anak kecil lainnya”. Samar-samar Sersan Kasim mendengar derau sungai di bawah. Dia bayangkan kesunyian malam yang aman dirobek-robek oleh letusan senjata. Dia bayangkan kompinya terjebak di tengah-tengah sungai, tak berdaya.
Tatkala itu Acep bergerak-gerak dalam gendongan bapaknya. Kasim merasa anaknya menyusup-nyusupkan kepala ke dadanya, ke ketiaknya, seakan-akan mencari perlindungan yang lebih aman. Rasa sayang membual keluar dan menyesakkan kerongkongan Kasim. Anakku yang tak sempat mengenal ibunya, pikirnya. Anakku yang disusui oleh botol. Dan kini dia harus dititipkan pada orang lain! Untuk berapa lama? Dan amankah dia dalam asuhan orang lain? Akan selamatkah dibawa orang asing dalam penyeberangan nanti? Anak lelaki titipan satu-satunya, pusat rasa yang sehalus-halusnya, peninggalan istri yang setia dan keras hati. Cucu yang akan dibawanya sebagai oleh-oleh untuk orang tuanya di Garut, untuk mertuanya di Pager Ageung, sebagai tanda mata anak dan menantu dari istrinya tercinta yang telah meninggal.
Sersan Kasim membelai anaknya yang dalam gendongan, ”Saya minta izin untuk membawanya,” katanya.
”Kau yakin dia tidak menangis?”
”Insya Allah, tidak.”
”Baik kalau begitu. Hati-hati saja.”
”Siap Pak. Terima kasih.”
Ketika giliran peletonnya untuk menyeberang, Kasim menggigil lebih keras lagi. Bukan hanya karena hujan tambah keras turun. Bukan hanya karena angin pegunungan yang menembus sela-sela rusuknya. Ia juga menggigil karena Acep mulai resah dalam gendongannya. Air hujan sudah merembes masuk mengenai kulitnya dan ia menggeliat-geliat kebasahan dan kedinginan.
Sersan Kasim mulai memegang tali yang terentang dari tepi ke tepi. Air membasahi kakinya, membasahi celananya, membasahi sebagian bajunya, menjilat-jilat gendongan anaknya. Ia mulai repot meninggikan anak dan senjatanya bersama-sama. Pada suatu saat ia terperosok ke dalam lubang pada alas sungai dan ia terhuyung-huyung dilanda arus yang deras dan dingin. Air mencapai dada, merendam anaknya. Dan tiba-tiba Acep menangis....
Acep menangis.
Melolong-lolong.
Merobek-robek kesunyian malam dari tebing ke tebing. Suaranya tajam menyayat hati. Menyayat hati bapaknya, hingga sesak bagaikan tak dapat bernapas.
Di hulu sungai, sebuah peluru kembang api ditembakkan ke udara. Malam jadi terang-benderang. Seluruh kompi menahan napas. Masing-masing terpaku pada tempatnya. Peleton 1 di seberang sana. Peleton 3 di seberang sini, sedangkan Peleton 2 di tengah-tengah sungai. Di tengah-tengah Peleton 2 itulah Acep menangis pada dada bapaknya.
Tak ada orang yang mengetahui dengan pasti, apa yang terjadi dalam beberapa menit, yang terasa seperti berjam-jam. Juga Sersan Kasim tidak sadar. Ia hanya tahu anaknya menangis, setiap saat musuh dapat menumpas mereka dengan senapan mesin dan mortir di bawah peluru cahaya kembang api yang telah mereka tembakkan. Seluruh kompi memandang kepada dia, bergantung kepada dia. Nasib seluruh kompi tertimpa pada bahunya.
Sejurus kemudian suara Acep meredup. Sesaat lenyap sama sekali.
Sunyi turun kembali ke bumi, berat menekan di dada sekian puluh lelaki yang jantungnya berdegup seperti bedug ditabuh bertalu-talu. Kembang api di langit mulai mati, dan kelam mulai menyelimuti kembali suasana di lembah sungai itu. Kini yang terdengar hanya derau air yang tak putus-putusnya ditingkahi oleh kwek-kwek katak di tepian. Beberapa menit kemudian kompi menghela napas lega dan selamat tiba di seberang.
Keesokan harinya, pada waktu fajar merekah, kompi menunda perjalanannya sementara waktu, meskipun masih terlalu dekat kepada kedudukan musuh. Mereka berhenti pada sebuah desa. Dengan bersama Pak Lurah dan banyak diantara penduduk, mereka berkumpul di pinggir desa. Di sana, dalam upacara yang singkat, Acep diturunkan ke liang kubur. Kemudian semua mata tertuju kepada sosok tubuh Sersan Kasim yang berjongkok di hadapan pusara kecil yng baru ditimbun. Kepalanya terkulai, menunduk.
Akhirnya, ia berdiri dan memandang ragu-ragu sekeliling. Kesedihan yang dalam, jelas terukir pada wajahnya. Baju seragamnya tampak kuyup, hingga lehernya. Komandan kompi tampil ke muka. Ia menghampiri Kasim. Ia menggenggam tangan kanan sersannya dalam kedua belah tangan. Matanya merah, tidak hanya kurang tidur. Dalam angan-angannya terbayang Nabi Ibrahim, yang siap mengorbankan putranya. Tapi ia tak berkata apa-apa.
Setengah jam kemudian, kompi melanjutkan perjalanannya pada punggung bukit yng sejajar dengan tebing sungai. Matahari telah naik, menghalau kabut kemana-mana, memanasi bumi yang lembap oleh hujan semalam. Ditengah-tngah barisannya Sersan Kasim berjalan dengan sten tergantung sunyi pada bahunya. Jauh di bawah, di lembah yang dalam, Sungai Serayu sayup-sayup menderau. Keharuan yang luar bisa kini meluap-luap dalam dada Sersan Kasim, membanjir, menghanyutkan. Dan ia berjalan terus.
Dan di bawah, sungai mengalir terus.
(Sumber: Kumpulan Cerpen Rasa Sayange, 1998)
1. Setelah membaca cerpen yang berjudul Sungai di atas, berikan tanggapanmu mengenai unsur intrinsik dan ekstrinsiknya beserta alasan yang mendukung !
Jawaban nomor 1
a) Unsur intrinsik :
- Tema : kerelaan berkorban, kerelaan berjuang, kerja keras, pantang menyerah, optimisme.
- Tokoh dan penokohan :
· Tokoh Sersan Kasim: sensitif (perasa/ mudah terharu), sabar, suka mengalah, bertanggung jawab, loyalitas tinggi, rela berkorban dan tidak mudah menyerah (optimis), mudah berempati kepada orang lain, tegar menghadapi ujian/ masalah yang terjadi atas dirinya.
· Tokoh Aminah : Keras kepala, setia kepada suami.
· Komandan peleton : Bijaksana, menerapkan gaya kepemimpinan yang demokratis, memahami perasaan orang lain
· Acep : Manja
· Lurah dan warga desa : Simpatik, ramah
- Alur / plot : alur maju
1. Tahap perkenalan : Cerpen mengisahkan bangsa Indonesia ketika masih dalam jajahan Belanda. Tokoh utama dalam cerpen yaitu Sersan Kasim, seorang Kepala Regu 3 Peleton 2 Kompi TNI. Bersama para tentara lainnya mereka akan kembali ke daerah operasinya di Jawa Barat.
2. Tahap pemunculan masalah : Sersan Kasim bersama rombongan berjalan sejauh 300 km dari Yogya – Priyangan, menaiki lembah, menuruni bukit, dan akhirnya sampai di seberang Sungai Serayu. Sersan Kasim memperbaiki selimut Acep, anaknya. Ia membawa anaknya karena istrinya meninggal sehari setelah melahirkan Acep. Sersan kasim menerima instruksi agar menyeberangi sungai, dan Acep pun mulai menangis, meronta, tubuhnya mulai dingin oleh air.
3. Tahap klimaks : Konflik batin yang dialami Sersan kasim karena ia harus menyeberangi sungai karena musuh sudah mendekat, sedangkan anaknya terus menangis. Selain itu terdapat konflik antar prajurit, yang mendengar tangisan Acep, sedangkan peluru sudah menyala di seberang sungai.
4. Tahap antiklimaks : Keesokan harinya, mereka menunda perjalanan. Mereka mengucapkan bela sungkawa dan melakukan upacara pemakaman Acep.
5. Penyelesaian : Komandan kompi menghampiri Sersan Kasim dan menggenggam tangannya, mengingat akan pengorbanan nabi Ibrahim yang rela mengorbankan putranya yaitu Ismail.
- Latar / setting
* Latar tempat Latar tempat : yaitu tempat dimana peristiwa itu terjadi
1.Sungai : Dari judulnya, cerpen tersebut menggambarkan bahwa kisaran tempat adalah di sungai, tepatnya Sungai Serayu, di kaki pegunungan daerah Banjarnegara. Cerpen ini diawali dengan istilah menyeberangi sungai, dan pada klimaks cerita, peristiwa itu terjadi di sungai, dalam perjalanan Yogya-Priangan. 2.Jawa Barat : Jawa Barat adalah daerah operasi tempat Sersan Kasim bertugas. Daerah yang ditinggalkannya karena Sersan Kasim beserta beberapa kompi prajurit harus meninggalkannya untuk hijrah ke Yogya, kota yang diduduki Belanda seiring dengan pelanggaran persetujuan gencatan senjata. 3 Yogya : Yogya adalah tempat tujuan hijrah TNI, dan tempat Acep, anak Sersan Kasim dilahirkan, sekaligus tempat istri Sersan Kasim meninggal sehari setelah Acep dilahirkan dengan sisa tenaganya.
4 Di pinggir desa : Tempat Acep dimakamkan, saksi bisu pengorbanan Sersan Kasim.
· Latar Waktu
1 Jam satu malam : Malam yang gulita dan hujan di mana pada saat itu para prajurit melakukan perjalanan menuju ke Priangan, Jawa Barat. Perjalanan dilakukan dengan jalan kaki, dan dilakukan malam agar tidak diketahui oleh musuh. 2 Sepuluh bulan yang lalu : Tepatnya pada bulan Februari 1948, ketika Sersan Kasim dan kompi lainnya sera para keluarganya juga menyeberangi sungai yang sama. Pada saat itu istri Sersan Kasim memaksa untuk menyertai suaminya, walau dalam kondisi hamil. 3 Pada waktu fajar merekah : Saat para prajurit menunda perjalanan untuk menyertai pemakaman 4 Matahari telah naik : Hari mulai siang, kompi segera melanjutkan perjalanan yang masih panjang. Dalam cerpen dituliskan, “matahari telah naik, menghalau kabut kemana-mana, memanasi bumi yang lembab oleh hujan semalam.” Penulis menafsirkan bahwa keputusan terberat yang diambil Sersan Kasim dan menyelamatkan banyak nyawa menjadi sebuah pengorbanan yang mulia, sebagaimana Nabi Ibrahim, yang siap mengorbankan anak tercintanya untuk memenuhi ujian akan kecintaannya kepada Alloh SWT. Kini para prajurit itu telah selamat, dan ada harapan baru dengan semangat yang baru, dengan tetap melanjutkan perjuangan.
· Latar Suasana
- Menyedihkan : Istri Sersan Kasim meninggal usia melahirkan
- Menegangkan : Ketika akan melewati Sungai Serayu dan Acep menangis
- Menyedihkan : Acep meninggal dunia dan dimakamkan di tepi sungai
- Sudut pandang
Cerpen yang berjudul Sungai, menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal itu dapat dibuktikan dari cara pengarang menyebutkan tokoh, yaitu menggunakan nama tokoh, bukan menggunakan kata ganti aku atau saya.
- Gaya bahasa
Cerpen “Sungai” banyak menampilkan kata- kata dan penataan kata dalam kalimatnya juga istimewa, serta nampak nuansa makna penuturan yang ditampilkannya pun berbeda. Ada beberapa pilihan kata dalam penataan yang istimewa, yang disuguhkan penulis untuk memperindah bahasanya, misalnya keharuan mendenyutkan jantungnya;
- cuaca gulita dan murung, hujan turun selembut embun,
- rasa sayang membual keluar dan menyesakkan kerongkongan Kasim;
- fajar merekah; merobek-robek kesunyian malam dari tebing ke tebing; Dengan kata lain, beberapa paragraf banyak mengandung unsur-unsur gaya bahasa.
- Amanat
Amanat yang terdapat pada cerpen berjudul sungai diantaranya yaitu
- Memiliki semangat rela berkorban demi kepentingan orang lain
- Membantu orang lain tersebut dengan setulus hati.
- Jadilah seorang pribadi yang tabah dan tidak mudah menyerah dengan keadaan
- Menghadapi setiap masalah yang terjadi dengan pengharapan penuh bahwa setiap masalah pasti dapat diselesaikan dengan baik
- Percaya terhadap kebesaran dan jalan yang dipilihkan oleh sang kuasa
2. Analisislah puisi berikut berdasarkan rima yang terdapat di dalam puisi !
Cermatilah puisi di bawah ini !
Anak Jalanan
Karya Gendhotwukir
Kenapa di mimpimu ada gerimis datang;
Di deras lautan bergelombang
Menggenang.
Wajah jalanan melayang
Di tengah harapan mengambang
Saat membaca petang
Anak jalanan
Menjadi ribuan kunang
Di hari-hari yang kian memanjang
Menginjak bayang
Di negeri sesak hutang
Jerman, November 05
Sumber : Pikiran Rakyat, Jumat 02 Desember 2005
Jawaban nomor 2
a) Rima berdasarkn bunyinya
· Rima sempurna : seluruh suku akhirnya berirama sama
- datang ( bait 1 )
- bergelombang ( bait 2 )
- menggenang ( bait 3 )
- melayang ( bait 4 )
- mengambang ( bait 5 )
- petang ( bait 6 )
- kunang ( bait 8 )
- memanjang ( bait 9 )
- bayang ( bait 10 )
- hutang ( bait 11 )
· Rima mutlak : seluruh kata berirama
- di hari ( bait 9 )
di negeri ( bait 11 )
· Rima tertutup
- Melayang
Mengembang
Menggenang
b) Rima berdasarkan letak kata dalam baris
· Rima tengah : apabila kata-kata yang berirama terletak di tengah
- Wajah jalanan melayang
Di tengah harapan mengambang
3. Cermatilah penggalan puisi di bawah ini !
Doa
Karya Chairil Anwar
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Di pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
Berdasarkan penggalan puisi di atas, ungkapkanlah kembali menggunakan bahasamu sendiri !
Jawaban nomor 3
Puisi tersebut mengingatkan bahwa kita memiliki banyaak kesalahan dan dosa kepada Tuhan. Dengan puisi tersebut penyair berharap agar pembaca puisinya sadar lalu ingin bertaubat dan memohon ampunan-Nya. Itulah pengaruh yang diharapkan penyair.
4. Bacalah dengan cermat cerita rakyat berikut ini!
MALIN KUNDANG
Cerita rakyat Sumatera Barat
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.
Maka tinggalah si Malin dan ibunya di gubug mereka.Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya.Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal.Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya.Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati.Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya.“Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang.Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut.Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut.Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut.Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai.Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai.Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya.Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur.Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya.Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang.Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil.Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak.Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan.Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.
Malin Kundang pun turun dari kapal.Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.
“Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya.Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. “Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang. “Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin kepada istrinya.Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah.Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu”.Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang.Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.
(sumber :https://cerita/cerita-rakyat-malin-kundang)
Berdasarkan cerita rakyat di atas, ungkapkanlah kembali cerita tersebut dalam bentuk sinopsis dengan bahasamu sendiri !
Jawaban nomor 3
Malin Kundang adalah seorang anak yang berasal dari Sumatra Barat. Ia hidup bersama kedua orang tuanya,namun karena kebutuhan ekonomi mereka semakin sulit, maka ayah Malin memutuskan untuk merantau.
Bertahun-tahun ayah Malin tak juga pulang. Oleh sebab itu, ibunya yang menggantikan posisi ayahnya sebagai kepala keluarga. Setelah Malin beranjak dewasa, ia merasa kasian melihat ibunya yang membanting tulang sendirian demi menghidupinya. Akhirnya ia memutuskan untuk merantau.
Perjalanan pun dilalui Malin dengan mengarungi samudera, namun tiba-tiba kapal yang ditumpanginya dihadang oleh bajak laut. Semua barang bahkan awak kapal dihabisi oleh bajak laut tersebut. Beruntung Malin segera menyelamatkan diri dengan mengumpat di balik kayu, sehingga ia lolos dari tangan penjahat.
Sekuat tenaga Malin bertahan dalam kapal itu, akhirnya ia terdampar di sebuah desa. Berkat keuletan dan kegigihannya, ia dapat menjadi seorang yang kaya, memiliki banyak kapal. Saat itu ia pun melamar gadis pujaannya. Mereka hidup bahagia. Pada suatu saat ketika mereka sampai di sebuah pesisir pantai, ada seorang tua yang menyambut kedatangan mereka, yaitu ibu Malin. Perasaan malu terhadap istrinya karena ibu Malin berpakaian compang-camping, Malin melepaskan pelukan ibu tua itu dan berkata bahwa ia bukan anaknya. Ibunya pun meminta pada Allah, apabila ia anaknya maka jadikanlah ia batu. Permintaan itu dikabulkan oleh Allah, karena Malin tidak mengakui bahwa beliau ibunya, ia menjadi anak durhaka.
5. Perhatikan hikayat di bawah ini !
Hikayat Hang Tuah
Hang Tuah ialah seorang pahlawan legenda berbangsa Melayu pada masa pemerintahan Sultan Melaka di abad ke-15 (Kesultanan Melayu Melaka bermula pada 1400-1511 A.D). Menurut rekod sejarah, beliau lahir di Kampong Sungai Duyong, Melaka kira-kira dalam tahun 1444 A.D. Bapanya bernama Hang Mahmud manakala ibunya pula ialah Dang Merdu Wati. Bapanya juga pernah menjadi hulubalang istana yang handal suatu ketika dulu, begitulah juga ibunya yang merupakan keturunan dayang di istana.
Hang Tuah ialah Laksamana yang terkenal dengan kesetiaannya kepada Raja dan merupakan petarung silat yang amat handal dan tiada tolok bandingnya.
Hang Tuah dan empat orang kawannya: Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir dan Hang Lekiu menuntut ilmu bersama Adiputra di Gunung Ledang. Hang Tuah telah jatuh cinta pada Melor, anak orang asli yang tinggal di Gunung Ledang dan menjadi pembantu Adiputra. Selesai menuntut ilmu, mereka berlima kembali ke kota Melaka. Pada suatu hari, mereka berjaya menyelamatkan Dato’ Bendahara (iaitu Perdana Menteri) daripada seorang lelaki yang sedang mengamok. Dato’ Bendahara kagum dengan ketangkasan mereka dan menjemput mereka semua ke rumahnya dan seterusnya mengambil mereka untuk bertugas di istana. Sejak itu Hang Tuah dan sahabat-sahabatnya amat disayangi oleh Sultan hinggalah Hang Tuah mendapat gelar Laksamana. Semasa mengiringi Sultan Melaka ke Majapahit di tanah Jawa, Hang Tuah telah berjaya membunuh seorang pendekar Jawa bernama Taming Sari. Dalam pertarungan itu Taming Sari, seorang pendekar yang kebal yang tidak dapat dilukakan. Tetapi Hang Tuah mengetahui bahawa kekebalan Taming Sari terletak pada kerisnya. Oleh itu Hang Tuah berjaya merampas keris berkenaan dan membunuh Taming Sari. Keris itu kemudiannya dianugerahkan oleh Betara Majapahit kepada Hang Tuah. Pemilik keris ini akan turut menjadi kebal seperti pendekar Jawa Taming Sari. Hang Tuah telah diutuskan ke Pahang bagi mendapatkan Tun Teja untuk dijadikan permaisuri Sultan Melaka.
Ketika Hang Tuah ke Pahang, Melor turun dari Gunung Ledang mencari Hang Tuah. Melor telah ditawan oleh Tun Ali atas hasutan Patih Karma Vijaya bagi dijadikan gundik Sultan. Atas muslihat Tun Ali juga, Hang Tuah yang kembali dari Pahang akhirnya dapat berjumpa Melor, tetapi Sultan juga turut menyaksikan perbuatan Hang Tuah itu. Melor dan Hang Tuah dihukum bunuh kerana difitnah berzina dengan Melor yang telah menjadi gundik Sultan. Namun, hukuman mati tidak dilaksanakan oleh Bendahara sebaliknya Hang Tuah disembunyikannya di sebuah hutan di Hulu Melaka. Hang Jebat telah dilantik oleh Sultan menjadi Laksamana menggantikan Hang Tuah dan keris Taming Sari telah dianugerahkan kepada Hang Jebat. Hang Jebat sebagai sahabat karib Hang Tuah, menyangka bahawa Hang Tuah telah teraniaya dan telah menjalani hukuman mati. Hang Jebat (menurut Hikayat Hang Tuah) atau Hang Kasturi (menurut Sejarah Melayu), bertindak derhaka kepada Sultan dan mengambil alih istana. Tidak ada pendekar atau panglima di Melaka yang dapat menentang Hang Jebat (atau Hang Kasturi) yang telah menjadi kebal kerana adanya keris Taming Sari di tangannya. Sultan Mahmud terpaksa melarikan diri dan berlindung di rumah Bendahara. Pada masa itu baginda baru menyesal kerana membunuh Hang Tuah yang tidak bersalah. Inilah masanya Bendahara memberitahu yang Hang Tuah masih hidup. Hang Tuah kemudiannya telah dipanggil pulang dan dititahkan membunuh Hang Jebat.
Setelah tujuh hari bertarung, Hang Tuah akhirnya berjaya merampas semula Taming Sarinya daripada Hang Jebat dan membunuhnya. Dalam pertarungan yang sedih ini, Hang Jebat telah cuba membela sahabatnya yang telah difitnah. Namun begitu, Hang Tuah telah membantu sultan yang sebelum itu menghukumnya tanpa sebarang alasan. Sedangkan Abu Bakar Siddiq R.A juga berkata kepada orang Muslim bahawa jika dia bersalah, rakyat boleh menjatuhkannya. Ternyata, kesilapan Hang Tuah yang tidak berfikir bahawa Allah S.W.T lebih berkuasa dari sultan dan memang tidak salah Hang Jebat cuba menegakkan kebenaran. Tragedi ini masih menjadi perbalahan orang melayu sampai sekarang. Namun begitu, ada juga yang menyokong Hang Tuah. Ini kerana Hang Jebat bukan saja derhaka kepada sultan bahkan telah membunuh ramai orang/rakyat Melaka yang tidak berdosa dengan mengamuk di dalam istana dan seluruh Melaka. Tindakan Hang Tuah yang membunuh Hang Jebat mungkin satu tindakan yang berupa hukuman mati terhadap pembunuh. Sumpah yang terkenal daripada Hang Tuah ialah “Tak Melayu hilang di dunia” yang bererti suku Melayu tidak akan punah di bumi ini. “Hikayat Hang Tuah” merupakan sebuah cerita hikayat Melayu yang menggambarkan dengan terperinci keadaan semasa sewaktu tersebut. Hikayat Hang Tuah telah disifatkan oleh pengkaji sebagai menggambarkan tiga zaman yang ditempuhi oleh bangsa Melayu iaitu zaman permulaan, zaman kegemilangan, dan zaman kejatuhannya. Terdapat pertelingkahan mengenai sama ada Hang Tuah benar-benar wujud, ataupun hanya dongengan semata-mata. Ini disebabkan tempoh yang dirangkumi dalam Hikayat Hang Tuah agak lama. Selain itu terdapat pertelingkahan dalam beberapa kitab lain mengenai jalan cerita hikayat Hang Tuah. Masalah ini bukannya satu masalah yang besar dan merupakan satu perkara biasa bagi tokoh silam, sama seperti permasalahan tokoh Raja Arthur atau, tokoh Robin Hood dalam legenda Inggris.
Berdasarkan hikayat di atas, tuliskan kembali hikayat itu dengan menggunakan bahasamu sendiri !
Jawaban nomor 5
Hang Tuah lahir dari ibu yang bernama Dang Merduwati, sementra Ayahnya bernama Hang Mahmud. Karena kesulitan hidupnya, mereka pindah ke Pulau Bintan, tempat raja bersemayam dengan harapan mendapat rezeki di situ.Mereka membuka warung dan hidup sangat sederhana.Semua sahabat Hang Tuah berani, mereka itu adalah Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir dan Hang Lekiu.Pernah suatu ketika mereka berlima pergi berlayar.Ditengah lautan dihadang oleh gerombolan perampok yang banyak sekali.
Hang Tuah menggunakan taktik, membawa mereka ke darat disana mereka melakukan perlawanan.Sepuluh perampok mereka tewaskan, sedangkan yang lain melarikan diri. Dari beberapa orang yang dapat ditawan, mereka mengaku dari daerah Siantan dan Jemaja atas perintah Gajah Mada di Majapahit.Sebenarnya merka diperintahkan untuk menyerang Palembang tetapi angin kencang membawa mereka tersesat di Malaka. Akhirnya, keberanian Hang Tuah dan kawan-kawannya sampai juga kepada raja sehingga raja berkenan kepada mereka.Suatu ketika ada orang yang mengamuk di pasar, orang-orang lari ketakutan. Hang Tuah jugalah yang dapat membunuh orang itu.
Hang Tuah lalu diangkat menjadi biduan istana ( pelayan raja ), saat itu dia minta menyerang ke Palembang yang diduduki orang Siantan dan Jemala. Hang Tuah sukses, lalu diangkat menjadi Laksamana. Berkali-kali Hang Tuah diutus ke luar negeri, Tiongkok, Rum, Majapahit, dan dia pernah pula naik Haji. Akhir hayatnya Hang Tuah berkhalwat di Tanjung Jingara.
0 notes
Text
Motivasi Belajar untuk Anak
Memberikan semangat untuk anak lebih rajin dalam belajar sangatlah penting. Penerapan pendidikan yang baik sejak dini sangatlah berpengaruh karena sangat berpengaruh ke efek yang baik ketika sudah besar nanti. Tanpa motivasi dari orang tua dan guru , tentunya anak akan mengalami kejenuhan dalam belajar. Oleh karena itu motivasi menjadi suatu keharusan untuk orang tua dan guru dalam belajar. Orang tua dan guru dapat menerapkan beberapa motivasi untuk belajar anak disekolah sebagai berikut :
1. Beragam metode yang digunakan untuk mengajar
Cara ini terapkan oleh guru dalam proses belajar mengajar disekolah, karena saat belajar disekolah akan terasa sangat membosankan jika metode pembelajarannya yang monoton. Jika anak sudah merasa bosan dalam belajar tentu akan menurunkan semangatnya untuk belajar.
2. Menjadikan anak sebagai peserta aktif dalam belajar
Sebagai seorang guru harus bisa memberikan keleluasan kepada muridnya untuk mengekspresikan diri dalam berpendapat, bertanya, berkreasi, mendesain, dan hal lain yang memancing keaktifan seorang anal dalam belajar.
3. Memberikan pengarahan yang baik
Sebagai seorang orang tua dan guru harus bisa memberikan arahan yang baik dan bagaimana untuk mendapatkan suatu hasil yang maksimal. Contohnya mengerjakan tugas jangan asal-asalan, dilarang menyontek, setiap harinya diberikan tugas yang bertahap, dan lain sebagainya.
4. Memberikan penghargaan pada hasil belajar
Ketika anak sudah berusaha dengan sungguh-sungguh dalam belajar, maka diapreasikan agar memberikan dorongan untuk meningkatkan prestasi dan usahanya dalam belajar . cara mengapreasikannya bisa dalam bentuk hadiah, pujian, atau segala sesuatu yang membuat anak senang
1 note
·
View note
Text
Usia Senja Tak Menghalangi Semangat Hidup Ibu Rumiah
Seorang ibu yang berusia sudah cukup senja,sekitar berusia kurang lebih 75 tahun,yang sangat gigih untuk memperjuangkan kehidupannya,yaitu menghidupi lima orang anak dan seorang suami,beliau adalah Ibu Rumiah,yang beralamat di Nggelapan,Magelang.
Ibu Rumiah adalah seorang wanita yang rela berjuang menghidupi keluargannya,menjadi seorang pencari barang bekas.Beliau adalah sosok seorang yang bekerja keras dan tak kenal lelah demi memenuhi semua kebutuhannya.Beliau bekerja dari pagi sampai sore hari,bahkan kadang kala,beliau harus menerima konsekuensi sebagai seorang buruh,misalnya barang yang seharusnya tidak direlakan oleh sang pemilik,namun telah terlanjur dipungut olehnya,maka sang pemilik akan menegur beliau.Hal itu telah menjadi kebiasaan ibu Rumiah,berkeliling mencari barang-barang yang sudah tak terpakai untuk dijual kembali.
Biasannya,beliau menjual barang bekasnya tersebut di tempat langganannya,di sekitar tempat tinggalnya,yaitu di daerah Ndumpoh Magelang.Penghasilan per kilo yang dapat diperoleh ibu Rumiah sekitar Rp.10.000,bahkan kurang,jika barang yang dikumpulkannya kurang dari 5 kilo.Sedangkan barang bekas yang dijual per kilo dihargai Rp.2000.
Selain penghasilan yang diperoleh dari mengumpulkan barang-barang bekas,suami ibu Rumiah yang bekerja sebagai seorang buruh juga membantu biaya kehidupan lima orang anaknya yang sampai saat ini sudah mencapai usia dewasa.Ibu Rumiah juga memiliki penghasilan tambahan,yaitu berjualan telur bebek yang masih mentah,untuk dikonsumsi oleh masyarakat sekitar,ibu Rumiah berjualan dengan berkeliling juga,sembari mencari barang bekas.Beliau sangat teguh dan ulet dalam menjalani kehidupannya,bersama keluarga.
Ibu Rumiah sudah cukup lama menekuni pekerjaan sebagai pencari barang bekas ini,khususnya pencari botol bekas dan kertas-kertas bekas,yang sudah tidak terpakai.Beliau bekerja sudah sekitar 10 tahun lebih,mengumpulkan barang bekas tersebut.
Namun,mengenai hal perekonomian tersebut,nampaknya pemerintah kurang memerhatikan kesejahteraan rakyatnya.Hal itu dapat diketahui dari pemerolehan kartu kesehatan/jaminan kesehatan,yang sampai saat ini,keluarga Ibu Rumiah belum juga tersalurkan untuk dapat menikmati akses pelayanan dari pemerintah.Selain itu,Kartu Bantuan Langsung Tunai(BLT) juga belum dapat diakses,dan dinikmati layaknya masyarakat lain yang juga mempunyai nasib hidup yang sama dengan ibu Rumiah.Namun,walaupun begitu,Ibu Rumiah tetap semangat dan tak putus asa dalam berkehidupan.Beliau selalu bersyukur atas keadaan yang diberikan oleh Allah SWT,yang senantiasa diberikan keberkahan, kenikmatan kesehatan,kepada dirinya serta keluargannya.
Sikap hidup yang seperti itu sangat kita butuhkan dalam menjalai hidup,sikap apa adanya,bekerja keras,penuh tanggung jawab,pantang menyerah,dan tak putus asa dapat dijadikan modal untuk menjalani kehidupan yang akan datang.
0 notes