Tumgik
callmeninis · 2 years
Text
Hujan Bulan Juni dan Keikhlasanku Melepaskanmu
Juni, enggan berganti musim menjadi kemarau. Rasanya masih begitu jauh untuk Juni mengikhlaskan hujan yang jatuh berkali-kali dan meneteskan mata air, Oh? Mata air atau air mata? Lebih tepatnya keduanya.
Tentang Juni si bulan tengah yang tidak menjadi yang pertama namun juga tidak menjadi yang terakhir. Meninggalkan banyak sekali tanya dalam benak yang tak kunjung ada jawabannya.
Seperti halnya Januari sebagai pembuka harapan baru dan Desember sebagai penutup setiap lara setelah 365 hari terlewati. Juni juga ingin meninggalkan bekas penuh kenangan indah bagi sang petualang waktu yang tidak kunjung sadar.
Mari berbicara tentang keikhlasan dengan cara melepas segala harapan yang bertumpu pada manusia. Lagi-lagi jatuh, lagi-lagi terluka, Setengah waras yang dipertaruhkan hanya untuk manusia yang menilamu dengan setengah hatinya? Worth it kah?
Aku ingin berkata pada si Juni untuk berhenti menyiakan waktunya demi si petualang yang hanya sekedar penasaran.
Lalu berharap si Juni sadar untuk bijaksana mengelola rasa sabar,
Sungguh benar adanya pepatah yang digaungkan Pak Sapardi Djoko Damono memang “Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni”
Ikhlas satu kata yang mampu merepresentasikan sebuah rasa kecewa yang mendalam.
11 notes · View notes