Text
Filsafat dan Bapak
Seperti yang udah pernah saya ceritakan pada tulisan-tulisan sebelumnya, satu tahun belakangan ini saya mengikuti kelas matrikulasi filsafat di sebuah perguruan tinggi. Kelas matrikulasi ini adalah hal wajib yang harus diikuti kalau mau menempuh pendidikan S2 maupun S3 di perguruan tinggi tersebut. Awalnya, tentu saja niat awal saya setuju untuk mengikuti matrikulasi karena saya mau menempuh pendidikan S2 lagi dengan pertimbangan bahwa S3 membutuhkan waktu dan tenaga yang sangat banyak sementara saya hanya mau belajarnya saja. Kayanya saya gak akan sanggup untuk mengerjakan disertasi yang baru dipikirkan aja udah bikin pusing. Apalagi kalau dikerjakan. Amsyong.
Kenapa filsafat? Sederhananya, karena saya mau belajar sambil terus mengingat bapak. Kemarin saya baru saja ujian lisan dan pertanyaan yang sama dilontarkan oleh dosen saya, “kenapa kamu kok tertarik filsafat?”. Saya jawab, “soalnya saya dari kecil udah dicekokin filsafat sama bapak saya. beliau Marxis garis keras”, dan disambut oleh tawa hangat dari dosen tersebut kemudian beliau jawab “yaudah, semoga ujian lisan hari ini kamu dapat Marx”. Ujian lisan kemarin mewajibkan saya mempelajari 5 tokoh filsafat barat modern, salah satunya Marx. Dosen akan membentangkan 5 kartu secara terbalik yang di dalamnya berisi nama-nama 5 tokoh tersebut dan saya harus memilihnya secara acak. Untungnya, saya dapat tokoh yang saya pahami betul. Schopenhaur. Ujian saya lancar.
Bapak saya itu penggemar berat filsafat. Kalau kamu main ke rumah saya, ada banyak sekali buku filsafat terpajang di kamarnya, beberapa ada juga yang akhirnya mengendap di kamar saya. Sejak SMP, kalau saya dan bapak lagi ngobrol berdua, gak jarang bapak menyelipkan tokoh-tokoh dan ajaran filsafat ke obrolan kami. Kadang-kadang bapak ngomongin Nietzsche, kadang-kadang menceritakan Descartes, tapi seringnya bapak ngomongin Marx. Katanya, “Marx tuh pinter banget, bapak suka banget konsep Marx tentang kelas walaupun ya utopis banget sih” dan lain-lain dan seterusnya.
Sampai di suatu waktu, kita daftar seri kelas Philosophy Underground selama 6 bulan dan kita selalu datang setiap minggunya. Tentu saja, sembari bapak onani pengetahuan dengan bertanya setiap narasumbernya selesai menjelaskan. Kemudian, kita akan membicarakannya lagi di sepanjang perjalanan pulang. Bapak juga pernah mengantarkan saya ke perguruan tinggi tempat saya belajar matrikulasi sekarang, menanyakan syarat dan ketentuan kelas-kelas filsafat yang mereka punya. Kata bapak waktu itu, “di sini bagus-bagus dosennya kalau emang kamu tertarik filsafat, nanti bapak anter lagi kalau memang kamu mau daftar”.
Aduh, saya ngetik ini sambil nangis. Hahahaha. Akhirnya, satu tahun lalu, saya datang ke tempat itu lagi tanpa bapak. Setelah pemikiran yang tidak panjang, saya memutuskan mendaftarkan diri ke kelas matrikulasi. Apakah saya akan lanjut S2 atau tidak setelah lulus matrikulasi nantinya, itu urusan belakangan. Yang penting saya belajar dulu. Dan, bisa sambil mengingat bapak.
Beberapa mata kuliah terasa sangat seru. Tentu saja karena dosennya menyenangkan dan materinya mudah saya pahami dengan baik. Tapi beberapanya lagi bikin saya mengerutkan dahi dan menghabiskan sisa-sisa tenaga otak; benar-benar tidak bisa saya pahami secara penuh. Belum lagi ternyata ada hal-hal di luar ekspektasi saya, misalnya perguruan tinggi ini lebih condong ke filsafat A atau B atau C. Tugasnya juga cukup banyak, ditambah dengan pekerjaan saya yang kerap kali ke luar kota, rasanya saya jadi kelimpungan. Untungnya, kemarin saya lulus matrikulasi dengan nilai yang cukup memuaskan.
Kemudian muncullah sebuah pertanyaan besar; apakah setelah lulus matrikulasi ini, saya akan melanjutkan pendidikan saya? Butuh waktu yang cukup lama untuk menjawab pertanyaan tersebut dan jawaban saya adalah tidak. Beberapa teman bilang, “sayang banget udah bayar banyak dan menghabiskan waktu setahun penuh tapi gak dilanjutkan” tapi jawaban saya tetap tidak. Setelah melihat kembali ke dalam diri saya, rasanya, filsafat bukan sesuatu yang membuat saya merasa hidup.
Mengingat jauh waktu saya kuliah S2 di Kajian Gender beberapa tahun lalu, rasanya, kalau mau S2 lagi, saya mau belajar dengan perasaan-perasaan menyenangkan setiap harinya seperti saat saya belajar di Kajian Gender. Saya butuh perasaan yang menggebu-gebu itu, yang membuat saya bersemangat tentang apa yang akan saya pelajari hari itu, tugas apa yang bisa bikin saya memahami hal baru lagi, fenomena apa lagi yang bisa saya kulik lewat teori tertentu, diskusi seru apa yang terjadi di kelas. Di filsafat, saya gak menemukan perasaan meluap-luap itu. Saya senang belajar filsafat, tapi selama setahun kemarin, lebih banyak perasaan terbebaninya daripada senangnya.
Selain itu, pekerjaan saya sepertinya tidak bisa membuat saya fokus pada filsafat. Dan kalau boleh disuruh memilih, tentu saya lebih suka pekerjaan saya daripada belajar filsafat. Rasanya belajar filsafat bukan melengkapi saya, tetapi malah membebani saya. Akhirnya, setelah memahami beberapa hal tersebut, saya mantap bahwa sepertinya saya gak bisa melanjutkan. Bukan karena gak mampu, tapi karena saya tau hidup tuh gak usah lah dibuat susah, cukup lakukan apa yang kita senangi dan membuat kita terus merasa hidup. Dan jadilah, saya memilih untuk gak melanjutkan studi filsafat.
Walaupun sebenarnya banyaaaaak banget yang saya dapatkan satu tahun kemarin dan saya juga punya teman-teman kece nan terkenal di media sosial tapi rasanya filsafat ya bukan buat saya. Saya sadar memilih filsafat kemarin hanyalah cara saya untuk terus mengingat bapak walaupun sebenarnya saya gak suka-suka amat. Rasanya setiap saya ikut kelas tuh bapak kayak ada di samping saya. Bedanya, kita gak bisa lagi ngomongin materinya bareng setelah kelasnya selesai. Memang ya, melakukan sesuatu akan lebih menyenangkan apabila karena keinginan diri sendiri. Bukan karena orang lain. Hueuehe. Bapak udah gak ada aja masih bisa bikin saya belajar sesuatu.
Pak, maaf ya pak, ternyata aku gak bisa enjoy sama filsafat kayak bapak. Aku lebih senang bekerja di tempat yang sekarang dan menelusuri banyak tempat. Aku tau bapak bakal seneng banget kalau baca ini karena aku jadi semakin mengenal diriku dan terus inget sama bapak. Pak, nanti kalau kita ketemu lagi, aku udah punya banyak bahan diskusi buat diomongin sama bapak. Gak sabar buat kita ngobrol bareng lagi, pak. Semoga bapak udah ketemu Marx ya di sana.
3 notes
·
View notes
Text
Selalu senang dan haru setiap lihat perempuan diratukan sama pasangannya. Semoga pasangan-pasangan itu terus bersama sampai akhir dan semoga kita semua bisa merasakan kebahagiaan yang sama seperti perempuan-perempuan yang dicintai sebesar itu. Amin amin amin.
3 notes
·
View notes
Text
Kenapa ya gue selalu attract cowo2 yang financially struggling……….
2 notes
·
View notes
Text
Sebenernya selama ini saya pura-pura aja bilang saya ikut matrikulasi filsafat karena saya suka. Padahal mah, saya ikut supaya saya bisa inget Bapak terus. Supaya Bapak kayak ada di samping saya.
1 note
·
View note
Text
30
Ya Allah, seneng sih saya bisa sampe di umur ini, tapi bisa gak, kalo dicepetin aja ajalnya? Wkwkwkwkwkwk
Rasanya sekarang hidup cuma pingin tenang aja tapi banyak uang, bisa terus ibadah ke Allah, sama mengasihi orang lain selayaknya mengasihi diri sendiri.
Dan, bisa segera ke Swiss. Amin.
2 notes
·
View notes
Text
Tentang 2024
1
Rasanya highlight dari tahun ini adalah; bos yang resign. Kayaknya saya pernah bilang, kerja di tempat yang sekarang tuh walaupun kerjaannya super banyak tapi rasanya mudah dan menyenangkan aja ketika dijalankan karena saya punya bos yang paket lengkap; bisa jadi mentor, jadi kakak, jadi teman. Saya pikir saya perlu spill namanya di sini sebagai bentuk apresiasi saya karena selama 1 tahun lebih saya bekerja dengannya, saya jaraaaang sekali mengeluh. Big thanks to Mas Didiek. Orang yang bikin manusia planga plongo macam saya ini bisa berkembang di banyak sekali hal dalam kurun waktu yang cukup singkat. Mas Didiek tahu kapan ia harus maju sebagai mentor, kapan ia harus berperan sebagai kakak, kapan ia perlu menjadi teman.
Waktu saya tahu Mas Didiek mau resign, rasanya saya mau nangis saat itu juga. Bener-bener campur aduk perasaan saya hari itu. Antara sedih karena apakah saya akan mendapatkan bos seperti Mas Didiek lagi, atau senang karena Mas Didiek akan menuju pada pengembangan diri dan karir di tempat yang jauh lebih baik. Setiap hari terasa berat betul, kerjaan saya yang tadinya menyenangkan berubah jadi beban di pundak. Tapi mau gak mau ya harus dilewati. Waktu hari H perpisahan, saya senyam-senyum aja sambil mendoakan segala yang baik buat Mas Didiek. Tapi, saya nangis di sepanjang perjalanan pulang.
Namun poin pentingnya lagi, walaupun setelah Mas Didiek resign hari-hari dan kerjaan saya gak pernah sama—tentu lebih banyak dan berat—saya punya support system yang baaaaaaiiiik sekali di kantor. Karena teman-teman di kantor tahu kalau divisi saya isinya cuma saya dan Mas Didiek, maka waktu Mas Didiek resign dan kita belum menemukan penggantinya, hampir seluruh rekan kerja saya bilang, “reach me out when u need help ya Chen”, “bilang ya kalau butuh bantuan ada yang mau dikerjakan”, “jangan sampe ngerasa sendirian ya”, dan lain lain. Perkataannya juga bukan basa basi aja, tapi beneran dilakukan. Rekan-rekan yang beda divisi banyak sekali yang membantu saya ketika mereka tahu saya kuwalahan. Gak pernah juga ada yang menolak untuk membantu saya. Kabar saya pun ditanyai secara rutin oleh teman-teman.
Rasanya terharu sekali punya rekan kerja yang positif. Sekarang saya jadi tahu, kenapa Mas Didiek punya kepribadian yang sangat kompeten sebagai bos mungkin karena lingkungan kerja saya yang sekarang juga sama positifnya. Ya tentu dong ada juga orang-orang rese yang suka gosip, menjilat atasan, dan mulutnya brengsek, tapi rasanya jadi ketutup aja karena masih lebih banyak positifnya. Saya diberikan banyak ruang untuk belajar. Pendapat saya dihargai. Pekerjaan saya divalidasi. Atasan menerima kritik dan masukan saya selalu ditindaklanjuti. Kerja dari mana saja (kecuali kalau ada rapat penting). Cutinya banyak (walau kadang terbuang juga wkwkwk). Saya bersyukur sekali saya bekerja di tempat yang sekarang. Saya selalu berdoa semoga teman-teman yang membaca ini bisa merasakan juga apa yang saya rasakan; bekerja seperti belajar, dan rasanya menyenangkan!
2
Masih berhubungan dengan pekerjaan, karena posisi saya mengharuskan saya bepergian ke banyak tempat, di tahun ini, saya banyak mengunjungi daerah baru! Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Sumatera Utara, Jawa Timur, Lampung. Tapi, yang paling berkesan adalah Sulawesi Selatan dan Maluku Utara! Saya berkunjung ke Kepulauan Morotai selama satu minggu. Setelah perjalanan panjaaaang melalui udara, darat, dan laut, saya menginap di penginapan yang belakang kamar saya langsung pantai. Saya bisa melihat sunset setiap hari. Se-ti-ap-ha-ri. Dan, laut serta pasirnya menghampar di sepanjang jalan. Setiap hari selama satu minggu di Morotai, rasanya saya cuma bisa bilang Subhanallah, Masya Allah, Ya Allah bagus banget. Gak nyangka saya bisa ke Morotai karena pekerjaan. Selain itu, kota Ternate juga gak kalah cantiknya. Saya bisa randomly nyebur aja di danau untuk berenang. Ikan-ikannya gak usah ditanya. Sepulangnya saya dari Maluku Utara, makan ikan di Jakarta rasanya gak pernah sama lagi buat saya. hahahaha.
Selain Morotai, daerah lain yang bikin saya menganga adalah Kepulauan Selayar. Sama kayak di Morotai, saya menginap di penginapan yang belakangnya langsung pantai dan bisa melihat sunset setiap hari. Memang gak sebagus di Morotai, tapi waktu saya mengunjungi pulau-pulau kecil dan bukitnya—Bahuluang, Pulau Karang, dan Bukit Nane—waduh, rasanya hati ini juga gak sanggup untuk mengagungkan Tuhan. Teduh sekali hati saya selama menginap di Selayar.
Oh! Satu lagi yang bikin saya takjub adalah Pulau Samosir dan Danau Toba. Perjalanan menggunakan motor selama di Samosir adalah perjalanan paling dahsyat di tahun ini. Pemandangan bukit dan danau di kanan kiri membuat saya berpikir waktu itu, ini apa beneran saya lagi di Indonesia? Pokoknya, super wow!
Aduh, kalau Bapak masih ada, saya yakin Bapak pasti senang dan excited sekali mendengar cerita-cerita saya tentang pekerjaan saya yang sekarang dan daerah mana yang sudah saya kunjungi. Pasti Bapak bakal bilang, “akhirnya kamu bisa kerja di pekerjaan impian kamu ya Nia, kerja sambil jalan-jalan”. Iya, Pak! Bapak liat kan? Semoga Bapak bisa tahu ya kalau Nia beneran senang bekerja di tempat yang sekarang. Kerja, sambil jalan-jalan. Sungguh sangat tidak sabar untuk mengeksplor tempat baru di tahun selanjutnya!
3
Ah ya, di tahun ini, saya ambil kelas matrikulasi filsafat di sebuah sekolah tinggi filsafat di Jakarta. Kelas matrikulasi ini diwajibkan selama 1 tahun bagi yang ingin melanjutkan mengambil S2 filsafat. Ribet, ya. Tentu. Awalnya saya memang berniat mau S2 lagi dengan jurusan filsafat, tapi setelah 6 bulan mengambil matrikulasi, saya jadi sangsi, mungkin bahkan sepertinya saya menunda mengambil S2 karena pekerjaan saya yang mengharuskan saya melakukan banyak perjalanan dinas. Tapi tenang, saya akan tetap menyelesaikan kelas matrikulasi saya untuk 6 bulan ke depan.
Selama 6 bulan ini, rasanya seru sekaliiiiiiii. Banyak hal menarik yang didiskusikan di kelas. Mata kuliah tersulit adalah mata kuliah logika. Paling seru adalah Filsafat Manusia walaupun UASnya mengharuskan kita membuat esai sebanyak 5 – 7 halaman dengan tema “Siapakah Manusia Menurut Anda?”. Rasanya mau modyar. Saya menyelesaikan esai itu dalam 3 hari. Sulit betul. Walaupun begitu, teman-temannya kritis dan seru, dosennya juga cukup asyik biarpun ada beberapa juga yang sangat tekstual tapi masih bisa dipahami dengan baik. Tugas-tugasnya ampun tetapi saya senang mengerjakannya karena saya jadi belajar banyak dan membantu saya mengurai isi kepala. Saya jadi senang menulis lagi.
4
Tahun ini saya tidak jadi ke Swiss karena beberapa hal, padahal saya sudah sempat melakukan pendaftaran dan penjadwalan wawancara visa. Ya gak apa, mungkin ada rencana Tuhan yang lebih baik kalau saya perginya ditunda. Semoga di tahun depan, atau tahun depannya lagi. Amin!
5
Ini dia pencapaian terbesar saya tahun ini; berhasil diet dan hidup sehat!!!!! Dengan tinggi saya yang 173cm, berat saya biasanya tuh selalu di 69 – 72 KG selama beberapa tahun belakangan. Tapi karena (kayaknya) nafsu makan dan ajakan traktiran teman yang tinggi, di bulan Juli tahun ini, berat saya mencapai 79 KG! Rasanya udah mau menjerit sambil menjambak rambut waktu tahu kalau berat saya segitu. Sedih sekali. Baju dan celana gak muat. Pipi menembam. Malas bercermin dan foto. Gak suka berolahraga. Makan gorengan dan yang berminyak. Ewh. Maka, hari itu saya menimbang, hari itu juga saya memutuskan untuk diet. Bermodalkan wifi rumah yang kadang lemot kadang tidak, saya mencari banyak referensi mengenai metode diet.
Akhirnya saya mencoba yang paling gampang menurut saya. Defisit kalori. No sugar (ini gampang karena saya emang gak suka manis). Olahraga rutin (ini bisa dicoba). Terakhir, no tepung dan minyak (ini paling susah allahuakbarrr karena makanan favorit saya ayam geprek huhu tapi yasudah dicoba saja). Awal-awal diet yang terasa mudah cuma no sugar aja. Saya sering banget craving sesuatu yang bertepung dan berminyak tapi saya tahan-tahan sembari mengingat angka 79. Olahraga juga awalnya saya banyakin jalan kaki dan berenang.
Sebulan terlewati dan semuanya terasa jauh lebih mudah. Sampai di bulan Oktober, saya sama sekali gak makan/minum manis, tepung, minyak, dan berada di batas defisit kalori. Biasanya saya cheating day di hari sabtu dan minggu. Olahraga saya lakukan 4-5x seminggu, kebanyakan cardio, sisanya saya ngegym. Dan tebaaaakkkk, sekarang berat saya di 71 KG!!!!!! Sebenarnya dari awal November berat saya stuck di 71 KG bahkan pernah naik ke 72, tapi nanti akan turun lagi di 71. Sepertinya karena pola makan saya agak berantakan, kadang-kadang ada saja saya makan manis, tepung, berminyak walaupun olahraga masih rutin dilakukan.
Tapi ya begitulah, bangga betul sama diri sendiri akhirnya bisa beneran diet. Dan bisa senang sama olahraga. Selama prosesnyapun, saya enjoy dan gak menyiksa diri, karena kadang-kadang ada juga kok saya makan makanan gak sehat, tapi ya tahu diri aja. Memang betul kata orang-orang, diet itu adalah sebuah proses perjalanan panjang—bahkan, selamanya. Karena, makan makanan sehat dan berolahraga itu semestinya gak dilakukan karena untuk mencapai sesuatu, tapi untuk tubuh dan kehidupan yang lebih baik dalam jangka waktu yang lama. Doakan ya semoga di Januari saya bisa mulai konsisten diet lagi. Hihihihi.
6
Kehidupan percintaan saya sedikit ada plot twistnya di tahun ini. Intinya, saya minta maaf kepada teman-teman yang sering saya curhati dan saya sambangi nomornya waktu saya lagi galau dulu. Semoga selalu ada kabar baik dari kehidupan percintaan saya. Ehehehe. Saya sedang berusaha, semoga Tuhan mengamini doa saya juga.
7
Saya selalu urung membicarakan masalah ini; keimanan saya sedang naik turun beberapa tahun belakangan. Saya ingat Tuhan, saya bersyukur atas segala nikmat dan kejadian-kejadian yang terjadi di hidup saya, tapi rasanya saya kerap abai dengan perintahNya. Saya malu sekali mengakui ini bahwa saya pernah berada di titik saya merasa baik-baik saja ketika saya tidak shalat. Biarkan ini menjadi pengingat karena di tahun selanjutnya saya ingin sekali kembali dan dekat kepada Tuhan saya. Huhuhu. Untuk yang ini, tolong doakan saya supaya bisa lebih baik ya teman-teman.
8
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, untuk tahun depan, saya punya 2 doa; semoga saya bisa terus mencintai Tuhan dan mencintai diri saya. Amin. Amin. Amin!
1 note
·
View note
Text
Selalu heran sama siapapun yang merasa tenang-tenang aja mengambil dan menggunakan uang orang lain tanpa keikhlasan dari yang punya uang, lalu ada lagi yang mencoba mendapatkan uang yang dia tau caranya gak berkah—dia tau dalam proses mendapatkan uang itu ada orang lain yang terzolimi atau tersakiti hatinya. Kok, bisa hidup seperti itu?
Apa dia ga mikir ya, uang yang dia dapatkan lalu nantinya akan dia belikan sesuatu itu, atau dia belikan makanan untuk dirinya dan orang terdekatnya, atau dia gunakan untuk kepentingan dirinya, akan terus menjadi sesuatu yang haram dan gak ada keberkahan di dalamnya, mengalir ke dalam kerongkongannya, hinggap di pakaian yang ia kenakan, menempel di memori kepalanya—ketidakberkahan itu.
Kok, bisa hidup seperti itu? Padahal orangnya gembar gembor sekali membicarakan agama. Keimanannya kepada Tuhan terlihat fantastis. Ibadahnya tidak luput. Tapi, kok bisa hidup seperti itu?
Apa dia tidak kasihan pada tubuhnya? Apa dia tidak iba pada makanan, ilmu, pengalaman yang ia berikan pada orang terdekatnya? Apa dia tidak malu kepada Tuhannya?
Kok, bisa hidup seperti itu?
2 notes
·
View notes
Text
Teman-teman, kalian merasa gak sih, rasanya kalau sesuatu itu memang untuk kita, jalannya akan terus dimudahkan aja oleh Allah, bahkan dengan cara yang, hah shick shack shock gak pernah kita sangka.
16 notes
·
View notes
Text
Habis cerita banyak sekali sama orang yang punya luka yang sama, dan sampai pada kesimpulan;
1. Orang lain gak akan pernah ngerti apa yang kita rasain sampai mereka ngerasain juga pengalaman itu di hidupnya dan,
2. Saya belum bisa benar-benar menyayangi diri saya.
0 notes
Text
Salut sama siapapun yang memilih menjadi ateis.
Saya kalo gak bertuhan kayanya gak bisa bertahan.
Di situasi apapun.
6 notes
·
View notes
Text
Udah lumayan lama juga saya gak merasakan kegelisahan-kegelisahan kayak gini lagi; overthinking, gak bisa tidur, takut. Ini pertanda apa, ya?
0 notes
Text
Kadang kalau malam-malam terbangun terus lihat muka mamaku (iya aku masih tidur sama mama walaupun sudah setua ini), rasanya suka sedih. Banyak sekali rasa bersalahku walaupun besok-besok kita bakal berantem lagi, bakal sedikit nyuekin mamaku kalau lagi cerita panjang lebar, bakal ngomong "ih mama masa' gini aja ga ngerti" kalau dia nanya banyak betul soal tetek bengek media sosial.
Aku tahu ini gak baik tapi aku selalu berdoa semoga aku yang meninggal duluan daripada mama soalnya gak pernah ada di bayanganku bisa hidup tanpa mama. Apalagi udah gak ada bapak, kalau mama juga ninggalin aku, buat apa lagilah hidupku di dunia ini :(
Tentu banyak sekali hal-hal menyakitkan yang pernah mamaku lakukan ke aku dan adikku, tapi aku selalu ingat kata-kata "ini juga pengalaman pertama mamamu hidup di dunia" jadinya aku gak pernah punya hati untuk kesal berkepanjangan sama apa yang sudah mamaku perbuat. Aku mencoba memahami juga apa yang mamaku alami hingga ia sampai di titik ini.
Ingiiiin sekali rasanya aku bilang ke mamaku "Mah, aku rela banget mama gak menikah sama bapak, mama capai apapun yang mama mau tanpa mikirin siapapun, mama lakukan apapun yang mau mama lakukan, walau berarti aku gak ada di dunia inipun aku gak apa-apa". Kalau mengingat perjuangan mamaku hidup sampai detik ini, rasanya, kalau ada kehidupan selanjutnya, aku ingin sekali mamaku hidup bahagia, bahagia, bahagia tanpa ada aku dan adikku.
Huhu. Sedih betul aku mengetik ini. Hidup yang panjang ya, Mah. Semoga doaku untuk meninggal lebih dulu dikabulkan. Amin.
16 notes
·
View notes
Text
Semoga kita semua mendapatkan karma sesuai dengan apa yang pernah kita tabur. Tidak lebih, tidak kurang. Semoga Tuhan memberikan kamu keleluasaan untuk merasakan apa yang saya rasakan sekarang. Tidak lebih, tidak kurang.
2 notes
·
View notes
Text
Belakangan, saya sedang bersyukur karena 2 hal:
1.
Saya sedang mengambil kelas Bisindo level 1, diajari langsung oleh teman tuli. Kemarin sudah pertemuan ketiga, dan rasanya sangat menyenangkan sekali mempelajari Bahasa Isyarat Indonesia mengingat hal tersebut benar-benar baru buat saya. Rasanya, setiap minggu benar-benar ada yang saya tunggu-tunggu!!! Sangat antusias setiap weekend karena berpikir woaaah kata atau kalimat baru apa ya yang akan saya pelajari hari ini?!?! Rasanya Tuhan baik sekali masih memberikan saya kesempatan untuk mempelajari hal-hal baru seperti ini.
2.
Ternyata, the idea of loving someone itu sangat menyenangkan sekali. Untuk konteks ini, di detik ini saya menulis, saya ingin bilang kalau saya memutuskan untuk terus menyayangi mas mantan. Terlepas nantinya saya akan menemukan orang lain yang bisa sayangi lebih besar daripada beliau, tapi di keadaan sekarang di mana saya sedang tidak ingin berkomitmen dengan siapapun, saya ingin terus saja menyayangi mantan saya.
Rasanya tuh kayak, saya bahkan udah gak peduli lagi apakah dia bisa menyayangi saya balik, atau bahkan dia sedang menjalani hubungan dengan orang lain, atau mungkin bisa jadi dia sudah membenci saya, apapun itu, saya sedang memutuskan untuk menyayangi ia saja. Saya biarkan perasaan ini tetap di sana. Beberapa orang mungkin akan bilang saya bodoh, kok bisa-bisanya tetap menyayangi orang lain yang saya tidak tahu atau tidak ingin mencari tahu bagaimana perasaannya terhadap saya, bahkan orang itu pernah menyakiti saya dan meninggalkan saya. Tapi entah kenapa, saat ini, saya senang.
Saya senang sekali saya masih bisa merasakan perasaan ini, perasaan yang saya pun tidak bisa deskripsikan. Biarkan saya yang bertanggungjawab atas perasaan saya. Kalaupun saya merasa sakit, toh saya tahu sakit itu cuma sementara, masih banyak hal-hal menyenangkan yang pasti akan terjadi di hidup saya dan tidak semestinya saya hanya fokus pada perasaan sakit itu saja. Sebaliknya, saya bersyukur Tuhan masih memberikan saya perasaan untuk bisa menyayangi seseorang sedalam dan seluas ini.
Intinya, begitulah.
0 notes
Text
Sayangnya, gak ada yang pernah mengajari saya bagaimana semestinya dicintai dan mencintai. Cinta, dari saya kecil, buat saya selalu menjadi sesuatu yang absurd yang sepertinya akan sangat sulit saya mengerti. Gak ada yang pernah kasih tahu saya kalau mencintai berarti kesenangan dan kesedihan yang tiada habisnya, ia hadir seperti nasi ayam minum dalam paket mekdi. Gak ada juga yang beri tahu saya kalau merelakan juga bentuk dari mencintai, tidak memiliki juga bentuk dari mencintai, melihat ia bahagia dengan apapun yang dipilihnya tanpa menyertakan kita juga bentuk dari mencintai.
Sayangnya lagi, saya mengalami semuanya tanpa aba-aba. Satu minggu terakhir menjadi pembuka tahun paling menyenangkan karena saya bertemu manusia paling baik dan menyenangkan di muka bumi. Perasaan itu masih di sana; menetap, menyeruak, diam entah di sudut yang mana saya tidak tahu. Walaupun ditutup kembali dengan perasaan asing dan lumayan menyesakkan, saya berdoa apabila suatu saat nanti kita bertemu lagi dengan perasaan yang sama, kita bisa memulai segalanya dari kekosongan. Juga tanpa aba-aba.
3 notes
·
View notes
Text
Nul—
Apabila memilikimu adalah ruang-ruang sempit dengan irama dangdut, maka biarkan aku mengintip sebentar dari lubang atap yang sangat kecil dan menyesakkan kepala.
Apabila bersamamu serupa membuka kotak berdebu di gudang rumah, persilakan aku untuk membuang kuncinya ke selokan panjang tanpa muara karena kita bukan lagi orang yang sama yang kita tanggalkan di dalam mobil hari itu tanpa permintaan maaf.
Walaupun seluruh badanku mengingat persis kesedihan-kesedihanmu, namun ia tak lagi sudi mencungkil dirinya sendiri, demi apapun yang kamu sebut “waktu”. Ia telah pergi ke mana kerelaan melahap habis keinginan untuk terus bersamamu.
Dan kamu tidak pernah tahu.
Atau,
Tidak mau tahu.
6 notes
·
View notes