cerita tentang lahirnya patah hati, penantian dan jatuh cinta yang berulang-ulang
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Mungkin Saya Kurang Feminis Jadi Perempuan
Saya lahir sebagai seorang bayi perempuan. Dididik sebagai perempuan dan membentuk diri menjadi perempuan. Hampir 27 tahun hidup, saya merasa memang perempuan. Baik dari suara, bentuk tubuh dan orientasi seksual. Saya perempuan. Saya yakin itu.
Tapi semakin kesini saya jadi agak ragu dengan identitas ini. wkwk. Apakah benar saya perempuan? Apakah memang saya perempuan? Apakah saya sudah cukup menjadi perempuan? Hmm, ada yang bisa bantu jawab tidak? Hohoho.
Keraguan itu datang karena saya kerap bingung sendiri. Saya tidak pernah berteriak lantang anti patriarki tapi kok saya ga setuju kalau perempuan dibilang ga bisa punya power kayak laki-laki. wkwk.
Saya ga pernah kepikiran ikutan demo women march tapi saya tidak takut mendamprat langsung sekumpulan anak-anak micin yang godain saya di terminal bus.
Saya ga pernah baca Magdalene tapi saya ... Eh sebentar deh. Hmm, yaini kayaknya yang bikin saya merasa ragu belum perempuan-perempuan amat. wkwk. Mungkin saya kurang feminis jadi perempuan!
Hingga detik ini, paham feminis masih menjadi polemik pribadi. Saya belum merasa cukup bekal untuk menganut feminis. Eh sebentar, maksud saya adalah saya belum benar-benar cocok dengan konsep yang ditawarkan feminis. Salah ga sih saya? Apa saya berdosa karena bukan termasuk golongan feminis?
Saya bukan feminis pun tidak serta merta saya adalah anti feminis ya sodara-sodara. Bedakeun. Saya anti narkoba! Haha. Garingnya aku~
Sama seperti saya tidak pernah ambil suara dalam fenomena anti patriarki lantas diasumsikan saya adalah pro patriarki. Hoo, tidak begitu sobatkuw~
Mungkin kebingungan ini berangkat dari "aku ga mau jadi hamba amatiran", saja kali yaa. Ga mau sekedar marah-marah karena terlihat diinjak-injak. Ga mau jadi feminis karet gitu lho maksudnya. Dan saya belum cukup egois untuk mengistimewakan perempuan meskipun saya perempuan.
Contoh kasusnya begini;
Saya ga pernah merasa keberatan dengan statement "istri bertugas melayani suami".
Kenapa? Ya emang bener kok. Kan ga ada tuh (ga umum sih mungkin tepatnya) "istri hanya bertugas melayani dirinya sendiri". Kan ga amoeba cin!
Nah, konsep "melayani" disini kan juga luas. Bukan cuma soal dapur dan ranjang. Saya belum bisa detail menjabarkan luas itu apa karena saya harus mengalami jadi istri dulu. Nanti deh, tagih beneran kalau saya sudah menikah yaa biar bisa jadi tulisan disini.
Btw, saya punya sohib yang konsep suami-istri orang tuanya cukup unik dan bikin saya salut. Ibu sohib saya ini adalah wanita karir di salah satu mall elite di Malang. Karirnya bagus, sering plesiran ke luar negeri juga. Sementara suaminya (bapak sohib saya) ini di rumah dan mengerjakan urusan rumah tangga seperti memasak, mencuci dan antar jemput anak-anaknya ke kampus dan kantor! Nah, konyol ga tuh kalau yang nontonin rakyat Indonesia? wkwk.
Apa ibunya feminis? Tidak. Apa bapaknya anti patriarki? Elah, paham patriarki aja kagak. Tapi hidup mereka gimana tuh? Happy-happy aja! Hahahah. Tidak pernah ada kisah ibunya jadi suka bossy, bapaknya juga saya ga pernah lihat hilang wibawanya. Ya ibarat masak iya mentang-mentang istri bekerja lantas suami yang disuruh hamil. Kan ga begitu juga. wkwk.
Dari contoh kasus diatas, saya yakin akan ada 2 sayap perempuan berbeda.
Sayap A yang komentarnya, "Kok malah istri yang kerja. Harusnya kan suami. Istri ga wajib memberi nafkah. Wah konsepnya sesat!"
Sayap B yang komentarnya, "Nah kan terbukti perempuan bisa unggul dari laki-laki. Otoritas rumah tangga ditangan istri. Laki-laki ga bisa seenaknya sendiri karena kepala rumah tangga istri!"
Anyway, berdasarkan cerita sohib saya sendiri (tanpa saya tanya karena terlalu privasi), dia bilang kalau dia sendiri lupa sejak kapan konsepnya jadi begitu. Seingat dia sebelumnya sudah terjadi kesepakatan. Nah lho! Hasil kompromi teman-temankuw. wkwk.
Perempuan tidak perlu terlihat unggul sudah nyata istimewanya. Perempuan cukup berbicara dengan volume standard saja suaranya sudah lantang sendiri. Menuntut hak itu sah dan harus! Kalau perlu pakai data sekalian. Biar gelagepan yang mau membantah. Pokoknya jangan amatiran aja. Tanggung.
Balik lagi ke pertanyaan awal, apa saya sudah cukup perempuan? Mungkin saya kurang feminis jadi perempuan. Karena saya masih butuh laki-laki untuk dijadikan partner kompromi seumur hidup~
Jadi menurutmu orang-orang feminis adalah orang-orang yang ga butuh laki-laki, Din? Bukan itu, tbh cuma agak geli dan risih aja akunya kalau teriaknya orang-orang amatiran ini melebihi feminis original sendiri ~ buset kayak ayam kaepsi aja ada ori dan hcc, wkw
Bye 👋
2 notes
·
View notes
Text
Jangan Punya Anak!
Tahun 2016 saat umur masih 24, disaat teman-teman perempuan sudah pada ngebet mau nikah. Saya justru ngebet pengen punya anak. Wkwk. Padahal di Indonesia, legalitas hubungan anak dan ibu hanya bisa didapatkan dengan dibantu lembaga pernikahan. Adopsi dengan status sudah menjadi istri/suami lebih mudah daripada yang masih single. Single pun dengan catatan harus single yang kaya raya jumawa juara begitulah. Wkwk.
Saya bahkan sempat berpikir, andai saja saya bukan sobat missqueen mungkin saya sudah mengadopsi anak untuk dijadikan "anak". Kenapa harus kaya dulu? Ya karena harus punya jaminan sanggup membiayai kebutuhan dari bayi sampai gede. Kenapa adopsi? Karena saya jomblo. Hahaha
Alhamdulillah, sobat missqueen selalu dibantu Allah. Saya punya keponakan-keponakan lucu (anak-anak kakak saya) yang biasa dan bisa saya asuh sesuka hati saya. Sampai akhirnya saya harus pergi ke Surabaya dan ambisi pengen punya anak tanpa harus menikah dulu lambat laun terlupakan begitu saja. Muehehe.
Lucunya, di Surabaya saya melihat banyak peristiwa antara orang tua dan anak yang biasanya saya baca di portal berita kriminal. Ada waktu dimana saya pergi ke sebuah cafe untuk menyelesaikan task pekerjaan, ada seorang Ibu dengan tampilan paripurna sedang duduk menunggu makanan datang bersama dua anaknya. Laki-laki yang sepertinya umur 7 tahun dan perempuan umur kira-kira 5 tahun. Ketika makanan datang, yang laki-laki tanpa banyak bicara langsung makan sendiri dengan lahap dan muka tegang tanpa bicara. Sedangkan yang perempuan tiba-tiba mukanya berkaca-kaca. Dia disuapi ibunya. Sayangnya, saya kira suapan ibu dimana-mana pasti penuh kasih dan sayang. Ternyata tidak. Ibu itu berteriak. Anak perempuan itu membuka mulutnya dengan menangis. Saya yang disebelahnya sudah mau spontan berdiri, tapi saya ingat kalau saya bukan ibunya dan dia bukan anak saya. Sendok itu bukan disuapkan tapi dijejalkan sampai suara gesekan antara sendok dan gigi membuat saya ngilu sendiri. Anak itu masih menangis. Tahu kan menangis tanpa terdengar suara? Nah, seperti itu!
Ada lagi cerita saat saya makan di food court sebuah mall. Sambil menunggu makanan datang, saya ke toilet untuk memperbaiki posisi jilbab. Saat itu toilet cukup ramai. Biliknya full, tapi tidak ada antrian. Saya berdiri didepan cermin, bersebelahan dengan seorang ibu yang mungkin usianya 35 tahunan. Dia berdiri sambil memegang celana jeans pendek dan celana dalam anak laki-laki. Tiba-tiba bilik belakang saya terdengar rintihan anak laki-laki. Kurang lebih katanya begini, "Maah, sakit ma". Ternyata ibunya adalah yang berdiri di sebelah saya daritadi. Reaksinya sangat luar biasa. Buka pintu, anaknya ditarik, toilet disiram, anaknya digendong dan dicebokin di wastafel, kemudian celananya dilempar ke muka bocah melas itu. Saya dan orang-orang dalam toilet shock massal. Rasanya pengen ikut campur, tapi saya siapa? Huhuh. Karena saya ga tega, akhirnya saya ngloyor pergi saja sambil gemetaran.
Itu baru dua cerita, sisanya masih banyak dan lebih "ngawur" lagi. Tapi dari beberapa kejadian yang saya lihat itu saya menyimpulkan, "Tidak semua orang boleh punya anak" adalah benar. Kok bisa? Bisa sekali! Punya anak itu besar tanggung jawabnya. Tidak perlu jauh-jauh ke urusan umat dan Tuhan, tapi tanggung jawab antara orang tua ke anak itu sendiri. Anak-anak tidak pernah punya otoritas memilih orang tuanya siapa. Mau tidak mau, mereka akan dihadapkan dengan orang tua yang dipilihkan Tuhan. Dan sebagai pilihan Tuhan, harusnya para orang tua yang tidak dewasa dalam mendidik anak itu malu, yang belum bisa dewasa dalam memberikan perhatian ke anak harusnya mau belajar. Bukan merasa bodo amat dan asal isi perut, susu, popok ga pernah telat.
Anak bukan alat. Mereka tidak akan selamanya butuh susu dan popok. Mereka adalah bentuk kecil dari manusia yang secara fisik dan pikirannya sedikit banyak adalah hasil turunan pembuahan kalian para orang tua. Didiklah dengan adab yang benar. Bukan dengan cara yang menurutmu paling benar.
Kalau ga mau nyuapin anak, ya tinggal diajarin cara makan sendiri yang benar itu gimana. Kalau dia coba ternyata kececeran ya ga perlu naik pitam namanya juga belajar. Kalau anak belum mampu cebok abis berak ya harusnya terapkan toilet training dong kemarin-kemarin. Jangan main cebok didepan umum sambil ngomel-ngomel. Huhu, kesal sendiri.
Intinya,
Jangan punya anak dulu kalau tidak bisa menyempatkan waktu bermain dengan mereka
Jangan punya anak dulu kalau prinsip membahagiakan anak menurutmu adalah soal uang jajan tidak telat dan jalan-jalan tinggal tancap gas
Jangan punya anak dulu kalau gadget adalah satu-satunya pilihanmu untuk membuat tangisan anak reda
Jangan punya anak dulu ketika kamu merasa kerepotan mendengar rengekan dan racauan mereka
Tahan saja, sampai muncul perasaan bahwa keinginan mempunyai anak adalah bagian dari kebutuhan investasi dunia akhirat bagi orang tua. Membanggakan di dunia karena didikan, membawa syafaat karena bekal yang diberikan. Asal semuanya dari kalian. Orang tua.
Kalau saya pribadi sih, masih jomblo aja pengennya punya anak. Apalagi sekarang sudah dipinang, ya pasti first goal setelah sah nanti yaa jadi bumil. aamiin ya netizen! 😛
-Diny, calon istri yang reaktif terhadap segala bentuk isu 😅
2 notes
·
View notes
Text
Surat Terbuka di Bulan Februari
Alhamdulillah
Satu kata itu yang wajib saya ucap dan tuliskan pertama. Dengan segala kelemahan, kekurangan dan ketidaksempurnaan yang saya miliki, ada seseorang yang berkenan menemani saya hingga akhir masa hidup kami nanti selesai. Janjinya tidak banyak, jaminannya tidak beraneka. Tapi pas!
Kami memulainya dengan cara tak terduga. Tapi dalam hati masing-masing kami yakin, kali ini Allah sedang tidak bercanda. Waktu temu tak pernah tentu. Tiap perjumpaan juga hampir tak pernah absen dari pertengkaran. Tapi kami terus saling mencari dan menemukan dalam keadaan rindu dan ingin sesegera mungkin bersandar.
Terima kasih untuk kumpulan do'a orang baik yang mengiringi perjalanan kami hingga detik ini. Perjalanan masih begitu sangat panjang, semoga kami tidak terlena dengan bahagia.
Untukmu yang hari ini sudah menunjukkan keseriusan dengan cara begitu hangat, terima kasih banyak. Pada akhirnya kasihku berhenti di hati yang sangat tepat.
Hari ketujuhbelas bulan kedua ditahun dua ribu sembilan belas ❤️
4 notes
·
View notes
Text
Dia tidak mencintaimu. Dia hanya kesepian, dan kebetulan ada kamu ...
sebuah quote yg diposting seorang teman pria di story instagram. saya komentari. jawabnya bukan bentuk kegalauan tp pancingan saja. bedanya saya menangkap itu sebagai kesadaran yg berharap diralat si perempuan. karena tidak ada yang namanya kebetulan. yang ada hanyalah bagian dari pendewasaan.
2 notes
·
View notes
Quote
sudah lama tidak menulis apa-apa. semua karena mendadak terbiasa mendengar, melihat dan mengamati saja.
setiap manusia akan berubah. yang biasa bicara bisa mendadak diam. yang biasa diam bisa mendadak bersuara. tingkah.
1 note
·
View note
Quote
sudah lama tak kubuat kumpulan alinea tentang apa saja. mungkinkah sekarang waktunya?
deendiny
3 notes
·
View notes
Quote
ketika sudah ku hantarkan segala isi pikiran dan kau masih saja bebal, mungkin itu pertanda untukku agar segera menghilang dari pandangan
Me
0 notes
Quote
haruskah aku jatuh cinta pada orang asing saja jika yang telah kukenal bertahun-tahun nyatanya bisa berlaku seenaknya?
Aku
2 notes
·
View notes
Quote
Can we meet? Ngg.. Nothing important. I’m just missing you.
(via mbeeer)
1K notes
·
View notes
Quote
Find a woman with brain. They all have vaginas
Anonymous
5 notes
·
View notes
Quote
ketaatan bukanlah simbol kesombongan dan tontonan, ketaatan adalah simbol pencarian rahmat Tuhan yang didakwahkan dengan cara sopan dan elegan. ketaatan ada pada niqab serta sorban yang kau lapisi dengan hamparan kerendah hatian tanpa meminta pengakuan dari luar. Semoga berkenan
Diny, 25 tahun (wanita yg belum berniqab tp tak perlu bersorban. Hehe)
0 notes
Quote
ada banyak bahasa puitis lahir dari aroma tangisan ibu pertiwi. yup, tidak ada mamalia lain yang setega manusia
0 notes
Quote
cinta nungguin rangga 14 taun. kim shin nungguin pengantinnya 900 tahun. nah kamu baru sebentar ga di chat duluan aja sudah ..... nganu. Hhe~
terinspirasi twitnya firgiawan ramaulana
1 note
·
View note
Quote
Aku orang yang sulit jatuh cinta pada sosok yang baru, namun anehnya kau berhasil melakukannya.
(via mbeeer)
1K notes
·
View notes
Photo

sebelum do’a-do’a ikut terseret bersama arus deras pengharapan yang tak sama dengan kenyataan ..
0 notes
Text

Ada seorang nona yang bisa membuat kotamu menjadi berantakan dan mengubah suasana hatimu menjadi tak karuan. Begitulah kehadiran nona, entah dia perempuan darimana yang jelas ia tiba dengan membawa sekotak pertanyaan yang bahkan sebelum ia sodorkan sudah kau kalahkan telak dengan pengabaian. Lantas, mood siapa sebenarnya yang jadi butut?
*nemu gambar: di dp bbm laki-laki yang maunya disebut pria
*pemilik asli gambar: @nasrulakbar (IG)
1 note
·
View note
Quote
tiba-tiba aku rindu duduk di dalam kelas sambil sesekali menengok jendela sebelah kananku, lalu kita beradu pandang begitu lama meski malu-malu hingga kemudian ditegur ibu guru
Memori 12 Tahun Yang Lalu ---- cerpennya akan segera dibuat (kalo ga lupa)
2 notes
·
View notes