eaglewetan15-blog
eaglewetan15-blog
"Anak Semua Bangsa"
49 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
eaglewetan15-blog · 8 years ago
Quote
Menjadi Indonesia namun tidak berupaya membumikan kembali semangat Gotong Royong adalah sebuah kontradiksi Kultural.
11 notes · View notes
eaglewetan15-blog · 8 years ago
Video
tumblr
“Siapa lagi kalau bukan kita, Kapan lagi kalau bukan sekarang?” #pohontua
1 note · View note
eaglewetan15-blog · 8 years ago
Photo
Tumblr media
2 notes · View notes
eaglewetan15-blog · 8 years ago
Text
tawar
“Generosity is giving more than you can and pride is taking less than you need”
Di awal Juni kemarin, saya berangkat ke Surabaya untuk menemani istri pulang ke kampung halamannya. Sepasang sepatu keds yang jahitan bagian depannya mulai terlepas saya bawa di dalam koper. Lubangnya cukup menganga memang, tapi enggak apa-apa. Toh untuk pertama kali, saya mau menggunakan merk jasa servis sepatu yang gerainya hadir di di mal-mal besar.
Setibanya di sana pada malam hari, saya langsung masuk ke dalam gerainya untuk menemui staf pelayanan yang sedang bertugas. “Mas, saya mau jait sepatu ini. Sol depannya kaya mau lepas nih” ucap saya kepada staf pelayanan yang mengiyakan permintaan tersebut dengan ramah. Lalu ia menyarankan supaya penjahitan dilakukan pada kedua sepatu yakni sebelah kanan dan kiri. Saya sepakat dengan sarannya. Biar lebih awet ke depannya.
“Jadi berapa biayanya, mas?” tanya saya. “Totalnya jadi seratus lima puluh ribu rupiah” jawabnya kalem. Saya tercekat dan kalah kalem waktu mengetahui harganya. Seratus lima puluh ribu untuk mengesol sepasang sepatu? Tapi ya, namanya juga jual-beli di pusat perbelanjaan modern. Tak kenal istilah tawar menawar. Lagipula, saya masih perlu sepatu keds itu walau harga servisnya melebihi harga barangnya. Akhirnya, saya pun mengeluarkan kartu debit dari dompet untuk digesekkan pada gawai elektronik toko.
Hal serupa jadi pengalaman yang hampir sebagian besar dari kita pernah alami saat berbelanja di mal atau plaza. Biarpun mahal, kita tau kalau harga yang tertera bukan untuk ditawar - tapi dibayar. Beda ceritanya saat sekali-dua kali kita mencoba berbelanja di pasar tradisional atau pada pedagang kecil. Rasanya kalau enggak nawar tuh enggak afdol. Rasanya kalau berhasil nawar, seolah lebih cerdas sebagai pembeli.
Padahal jelas kalau mereka yang menjajakan barang dagangannya sendiri di pasar tradisional ataupun pedagang kecil yang berkeliling mengetuk pagar demi pagar rumah bukan pebisnis padat modal selayaknya mereka yang membuka gerai terang benderang di mal ataupun plaza. Ada hal yang terasa ironis di sana: kita rela membayar lebih puluhan hingga ratusan ribu Rupiah tanpa negosiasi kepada mereka yang lebih mampu ketimbang kepada mereka yang uang makannya bersumber dari keuntungan dagang di hari yang sama.
Hal ironis tersebut, membuktikan kebiasaan bermurah hati yang mungkin terlihat enggak menarik lagi buat sebagian besar dari kita. Pernah muncul meme yang populer di linimasa dua taun lalu. Bunyi kutipan di gambarnya,  “Saat kamu membeli sesuatu dari bisnis kecil, kamu tidak membantu seorang direktur membeli rumah liburannya yang ketiga. Tetapi kamu membantu seorang gadis kecil agar bisa belajar menari, seorang anak laki-laki mendapatkan kaos timnya, seorang ibu menghidangkan makanan di atas meja, sebuah keluarga membayar utang atau seorang siswa membayar iuran sekolahnya”
Saat kita bertransaksi dengan para pedagang kecil di lingkungan sekitar, maka kita tengah berurusan langsung dengan kakek, nenek, ayah atau ibu dari sebuah keluarga yang betul-betul menumpukan hidupnya dari keuntungan berjualan. Dengan merelakan seratus lima puluh ribu keluar malam itu, saya merasa bersalah karena dulu pernah menawar harga jasa perbaikan sepatu dari seorang tukang sol keliling yang cuma seperlimanya.
Ternyata, keseringan nawar bisa bikin kepekaan hati menghambar.
Kalaupun ada jumlah yang harus dibayarkan untuk memperbaiki sepasang sepatu, maka seratus lima puluh ribu Rupiah akan melahirkan dampak yang lebih nyata bagi anak-istri tukang sol keliling di rumahnya. Jangankan seratus lima puluh ribu, selisih uang kurang dari Rp10.000 yang diikhlaskan sewaktu kita membayar ongkos ojek atau becak, kadang membuahkan doa baik buat kita. “Terima kasih banyak ya, dek. Semoga mudah rejekinya dan lancar urusannya”. Artinya, memang senyata dan sebesar itu dampaknya bagi mereka.
Maka, menghidupkan kembali tradisi bermurah hati perlu diawali dari kebiasaan sederhana dalam bertransaksi yang bisa kita lakukan mulai hari ini dengan para pedagang kecil. Beri mereka lebih banyak uang dari yang harus kita bayar atau ambil lebih sedikit kembalian dari yang seharusnya kita terima. Kita berharap semoga keringanan dalam bermurah hati juga bisa mendatangkan kemudahan atas limpahan rahmat-Nya.
282 notes · View notes
eaglewetan15-blog · 8 years ago
Text
tawar
“Generosity is giving more than you can and pride is taking less than you need”
Di awal Juni kemarin, saya berangkat ke Surabaya untuk menemani istri pulang ke kampung halamannya. Sepasang sepatu keds yang jahitan bagian depannya mulai terlepas saya bawa di dalam koper. Lubangnya cukup menganga memang, tapi enggak apa-apa. Toh untuk pertama kali, saya mau menggunakan merk jasa servis sepatu yang gerainya hadir di di mal-mal besar.
Setibanya di sana pada malam hari, saya langsung masuk ke dalam gerainya untuk menemui staf pelayanan yang sedang bertugas. “Mas, saya mau jait sepatu ini. Sol depannya kaya mau lepas nih” ucap saya kepada staf pelayanan yang mengiyakan permintaan tersebut dengan ramah. Lalu ia menyarankan supaya penjahitan dilakukan pada kedua sepatu yakni sebelah kanan dan kiri. Saya sepakat dengan sarannya. Biar lebih awet ke depannya.
“Jadi berapa biayanya, mas?” tanya saya. “Totalnya jadi seratus lima puluh ribu rupiah” jawabnya kalem. Saya tercekat dan kalah kalem waktu mengetahui harganya. Seratus lima puluh ribu untuk mengesol sepasang sepatu? Tapi ya, namanya juga jual-beli di pusat perbelanjaan modern. Tak kenal istilah tawar menawar. Lagipula, saya masih perlu sepatu keds itu walau harga servisnya melebihi harga barangnya. Akhirnya, saya pun mengeluarkan kartu debit dari dompet untuk digesekkan pada gawai elektronik toko.
Hal serupa jadi pengalaman yang hampir sebagian besar dari kita pernah alami saat berbelanja di mal atau plaza. Biarpun mahal, kita tau kalau harga yang tertera bukan untuk ditawar - tapi dibayar. Beda ceritanya saat sekali-dua kali kita mencoba berbelanja di pasar tradisional atau pada pedagang kecil. Rasanya kalau enggak nawar tuh enggak afdol. Rasanya kalau berhasil nawar, seolah lebih cerdas sebagai pembeli.
Padahal jelas kalau mereka yang menjajakan barang dagangannya sendiri di pasar tradisional ataupun pedagang kecil yang berkeliling mengetuk pagar demi pagar rumah bukan pebisnis padat modal selayaknya mereka yang membuka gerai terang benderang di mal ataupun plaza. Ada hal yang terasa ironis di sana: kita rela membayar lebih puluhan hingga ratusan ribu Rupiah tanpa negosiasi kepada mereka yang lebih mampu ketimbang kepada mereka yang uang makannya bersumber dari keuntungan dagang di hari yang sama.
Hal ironis tersebut, membuktikan kebiasaan bermurah hati yang mungkin terlihat enggak menarik lagi buat sebagian besar dari kita. Pernah muncul meme yang populer di linimasa dua taun lalu. Bunyi kutipan di gambarnya,  “Saat kamu membeli sesuatu dari bisnis kecil, kamu tidak membantu seorang direktur membeli rumah liburannya yang ketiga. Tetapi kamu membantu seorang gadis kecil agar bisa belajar menari, seorang anak laki-laki mendapatkan kaos timnya, seorang ibu menghidangkan makanan di atas meja, sebuah keluarga membayar utang atau seorang siswa membayar iuran sekolahnya”
Saat kita bertransaksi dengan para pedagang kecil di lingkungan sekitar, maka kita tengah berurusan langsung dengan kakek, nenek, ayah atau ibu dari sebuah keluarga yang betul-betul menumpukan hidupnya dari keuntungan berjualan. Dengan merelakan seratus lima puluh ribu keluar malam itu, saya merasa bersalah karena dulu pernah menawar harga jasa perbaikan sepatu dari seorang tukang sol keliling yang cuma seperlimanya.
Ternyata, keseringan nawar bisa bikin kepekaan hati menghambar.
Kalaupun ada jumlah yang harus dibayarkan untuk memperbaiki sepasang sepatu, maka seratus lima puluh ribu Rupiah akan melahirkan dampak yang lebih nyata bagi anak-istri tukang sol keliling di rumahnya. Jangankan seratus lima puluh ribu, selisih uang kurang dari Rp10.000 yang diikhlaskan sewaktu kita membayar ongkos ojek atau becak, kadang membuahkan doa baik buat kita. “Terima kasih banyak ya, dek. Semoga mudah rejekinya dan lancar urusannya”. Artinya, memang senyata dan sebesar itu dampaknya bagi mereka.
Maka, menghidupkan kembali tradisi bermurah hati perlu diawali dari kebiasaan sederhana dalam bertransaksi yang bisa kita lakukan mulai hari ini dengan para pedagang kecil. Beri mereka lebih banyak uang dari yang harus kita bayar atau ambil lebih sedikit kembalian dari yang seharusnya kita terima. Kita berharap semoga keringanan dalam bermurah hati juga bisa mendatangkan kemudahan atas limpahan rahmat-Nya.
282 notes · View notes
eaglewetan15-blog · 8 years ago
Photo
Tumblr media
GAJAH MADA: ORANG DAYAK YANG MENGAYAU KE TANAH JAWA (Sejarahnya menurut tradisi lisan suku Dayak Desa di Kalimantan Barat)
Saya tergelitik menuliskan kisah lokal ini karena kesimpangsiuran sejarah nusantara, khususnya tentang tokoh besar Kerajaan Majapahit ditanah Jawa yang hingga hari ini tak pernah usai diperbincangkan para ahli sejarah Indonesia. Bahkan, kabar terbaru, sejarah Gajah Mada dikuak dengan versi yang berbeda dari sebelumnya.
Tahun 2009, saya bekerja di sebuah perusahaan pertambangan dikawasan jalan Trans Kalimantan ini. Modang, nama kampung itu. Berjarak sekitar 6 Km dari Teraju, ibukota Kecamatan Toba Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Modang salah satu dusun di Desa Bagan Asam. Penduduknya etnik Dayak Desa. Di tengah kampung, terdapat 2 situs penting yang dikeramatkan penduduk setempat: Situs Desa Sembilan Domong Sepuluh dan Situs Tiang bendera Majapahit. Kenapa ada situs tiang bendera Mapajahit di Modang? Berikut cerita rakyat Dayak Desa tentang asal muasal situs itu yang saya rangkum pada tahun 2009 silam. ———-
Mada dikenal sebagai anak lelaki pasangan suami istri Babai Apo dan Dara Jampe, ia adik Cinga (kelak menikah dengan Dara Nante, dan mendirikan Kerajaan Sanggau). Babai adalah gelar kepala suku. Babai Apo adalah kepala suku dayak desa, yang wilayah kekuasaanya dikenal sebagai Loui (Lawai). Menurut tradisi lisan Dayak Desa, negeri Loui melingkupi daerah yang begitu luas yang masing-masing dipimpin oleh seorang pemimpin bergelar Domong. Domong adalah pemimpin yang dikenal arif, bijaksana dan berani. Domong dibantu seorang panglima perang yang bergelar Gajah. Sama halnya di daerah Oha’ yang pemimpin rakyatnya bergelar Singa, atau didaerah Jangkang yang pemimpinnya bergelar Macan.
Suatu hari, ada permufakatan 10 Domong dengan raja untuk melakukan tradisi kayau (head hunting) sekaligus mencari Dara Sanjati, gadis dari kampung Mungguk Kalimantan (sekarang Dusun Mungguk Kemantan) yang diculik musuh dari lautan. Dara Sanjati adalah tunangan Mada. Mada belum boleh diberi gelar Gajah, dan belum boleh menikah karena belum pernah mengayau (berburu kepala musuh). Mendapati gadisnya diculik, marahlah Mada. Ia bertekad bila menemukan gadisnya itu, ia akan membalas dendam dengan memperluas wilayah kekuasaan, bukan hanya di pulau Bakulapura (nama pulau Kalimantan era Imperium Singhasari di Jawa) tetapi juga hingga ke Pulau Hanyut/Pulo Anyut (Tumasik/Singapura sekarang ini).
Dihadapan Babai Apo dan para Domong, Mada kemudian mengusulkan dirinya untuk memimpin pasukannya dari berbagai negeri terdekat untuk mencari Dara Sanjati. Usul ini disetujui Babai dan Domong. Mada pergi ke hulu batangan banyuke (sungai Banyuke) menemui sahabatnya yang bernama Tanding, Nambi dan Nala. Keempatnya kemudian menemui sahabatnya Rumaga di hulu batangan sakayu (Sungai Mempawah). Mada juga menemui sahabatnya Sangen dihulu batangan ambalau (Sungai Ambalau). Setelah dirasa lengkap, Mada dan kawan2nya melakukan ritual “menajah antang”, di sebuah batu besar (kini situs Desa Sembilan Domong Sepuluh), Mada dan 40 orang pasukannya berangkat dengan sebuah perahu besar kelaut…pasukannya dikenal dengan Satria Bakulapura. Mada dan pasukannya keluar dari Batangan Kapuhas (Sungai Kapuas) menuju muara laut dan berlayar selama 40 hari 40 malam. ——— Selama pelayaran dilautan luas itu, banyak pasukan Mada menaklukan musuh dilautan, hingga tiba didaerah pantai yang menjadi kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Dipantai yang penuh darah karena pertempuran pasukannya dengan sekelompok prajurit kerajaan itu, oleh Sangen dan kawan2nya, sesuai tradisi leluhurnya, Mada diangkat sebagai panglima dengan gelar Gajah.
Dipantai inipula, Gajah Mada berkenalan dengan seorang pemuda pendiam, bernama Mauli. Pun, Gajah Mada memperhatikan, selama pertempuran itu, sang pemuda ini hanya melihat dikejauhan. Setelah pertempuran, dan semua kepala prajurit kerajaan itu dipenggal kepalanya oleh Gajah Mada dan pasukannya dan dibawa ke kapal, oleh pemuda itu, Mada dibawa kerumahnya. Tak dinyana, ia seorang raja, bergelar Srimat srivhuwanaraja mauli warmadewa, raja Sriwijaya. Di istana, Gajah Mada diperkenalkan dengan anak-anaknya, seorang bernama Dara Petak dan seorang lagi bernama Dara Sanjati (dikenal dengan Dara Jingga). Gajah Mada dan pasukannya diperlakukan dengan sangat baik oleh istana, apalagi ketakutan raja yang mengetahui bahwa seorang anak angkatnya ternyata kekasih Gajah Mada dari negeri Bakulapura itu. Suatu hari, kerajaan mendapat serangan dari tanah Jawa. Kerajaan nyaris dihancurkan, oleh karenanya raja mengirim kedua putrinya untuk dibawa ke tanah jawa sebagai bentuk persahabatan. Raja meminta Gajah Mada dan pasukannya mengawal dua putri raja tersebut bersama dengan rombongan dari tanah jawa.
Setibanya di tanah jawa, kerajaaan Singasari sudah runtuh, dan raja tewas karena pemberontakan. Namun, telah berdiri kerajaan baru bernama Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya. Raden Wijaya kemudian memperistri Dara Petak yang kelak melahirkan Jayanegara, sedangkan kekasih Gajah Mada diperistri Mahapatih Dyah Adwajabhram yang kelak melahirkan Adityawarman, Raja Sriwijaya. Di istana Majapahit, Gajah Mada tetap diangkat sebagai prajurit pengawal raja dan keluarganya. Karena jiwa kepemimpinan dan keberaniannya, Mada pernah diangkat sebagai Patih di Doha dan Kahuripan. Ketika terjadi pemberontakan Rakuti, Rumaga, yang di Majapahit dikenal sebagai Rasidi ikut memberontak. Rumaga ini seorang prajurit Gajah Mada yang dibawanya dari Bakulapura. Gajah Mada kemudian meminta Rasidi kembali saja ke Bakulapura, yang pada masa itu disebutnya sebagai Tanjungnegara. Radisi ikut perintah Gajah Mada dan setibanya di kampungnya yang bernama Pakana, ia melanjutkan kepemimpinan ayahnya sebagai raja dengan gelar Patih. Kerajaan itu bernama Bangkule Rajakng, hulu Batangan Mampawah (Sungai Mempawah).
Di Bangkule Rajakng, Gumantar, anak Patih Rumaga dikirim ayahnya ke Majapahit menemui Gajah Mada. Gumantar muda ini sangat tangkas dan berani. Karena kehebatannya ini, Gumantar kemudian diangkat Mada sebagai bekel, kepala regu prajurit Bhayangkara, pasukan pengawal raja dan keluarganya.
Pada masa raja Tribuwana Wijaya Tunggadewi, Mada diangkat menjadi Maha Patih Amangkubhumi Majapahit, menggantikan Arya Tadah. Pada pelantikannya, Gajah Mada mengucapkan sumpah yang dikenal dengan Amukti Palapa atau Sumpah Palapa. Sejak sumpah itu, berturut-turut berbagai negara di nusantara ditaklukan Mada dan pasukannya. Bersama Tanding dan Nala (pasukan Mada dari negeri Banyuke), mereka menaklukan negeri-negeri Siam, Malaya hingga Tumasik. Hanya ada dua negeri yang belum ditaklukan, Madura dan Sunda, karena keduanya memiliki ikatan khusus dengan Raden Wijaya, pendiri Majapahit. Ambisi politik Gajah Mada mengingkari janji pendiri negeri, sebab ia lebih percaya sumpah. Bersamaan dengan lamaran raja Hayam Wuruk kepada Dyah Pitaloka Citraresmi, putri sunda, Gajah Mada dan pasukannya membunuhi semua prajurit kerajaan, termasuk raja. Sang putri, calon mempelai raja Hayam Wuruk juga bunuh diri. Tindakan Gajah Mada yang haus darah ini dianggap aib bagi kerajaan. Ia kemudian dipersalahkan, terutama oleh musuh-musuhnya.
GAJAH MADA KEMBALI KE KALIMANTAN Pasca perang yang dikenal dengan Perang Bubat itu, Gajah Mada kemudian lebih banyak menyendiri dirumahnya dilereng gunung Bromo. Ia merasa bersalah kepada raja. Ia memerintahkan semua pasukannya untuk kembali ke negeri asal masing-masing. Gumantar misalnya, ia kembali ke Bangkule Rajakng dan menjadi raja menggantikan ayahnya dengan gelar Patih Gumantar. Oleh Gajah Mada, Gumantar dibekali sebilas keris bernama keris susuhunan. Demikian pula Tanding, dan Nambi, keduanya kembali ke negeri Banyuke dan mendirikan kerajaan baru bernama Jarikng dihulu sungai banyuke. Sepeninggal prajurit utamanya, Mada kemudian kembali keberbagai daerah yang pernah ditaklukannya untuk meminta maaf, setelah semua pewaris kerajaan itu dijumpainya, ia kembali ke tanah leluhurnya, Bagan Asam. Ditempat inilah, Gajah Mada beristirahat. Ia disambut sukacita warga, dan pemimpin rakyat diwilayah Desa Sembilan Domong Sepuluh. Sebagai tanda perjanjiannya bahwa ia telah kembali, Gajah Mada menancapkan sebuah panji majapahit di Modang (berbentuk tiang bendera/kini terletak di Dusun Modang Desa Bagan Asam Kec.Toba kab.Sanggau) Ia kemudian memutuskan bertapa di sebuah bukit batu, yang kini dikenal sebagai Bukit Batu Daya (Kec.Simpang Hulu, Kab.Ketapang).
(Entah Siapa Yg Nulis Ini, Ijin Share. Saya tertarik.. hehehe)
0 notes
eaglewetan15-blog · 8 years ago
Quote
10 ramadhan adalah hari meninggalnya Sayidah Khadijah, ummul mukminin. sejarah Rasul dengan Khadijah bukan sejarah romantisme seperti kisah dengan Aisyah. kisah Khadijah adalah pengorbanan tak kenal batas demi tegaknya agama islam, khadijah wanita bangsawan itu melepaskan harta dan segala kemuliaan dunia demi perjuangan nabi dan meninggal dengan kain yang penuh tambalan kulit kayu tanpa menyisakan kain kafan yang pantas. hingga Rosul wafat, beliau menempatkan sang istri ditempat terhormat, Aisyah tidak dapat menggantikan posisi Khadijah di dalam hati Rosul. begitu besar kehilangan Rosul atas Khadijah “hingga” untuk menghiburnya Allah memberi hadiah perjalanan Isra Mi'raj. mengenang khadijah adalah menyelami bagaimana islam tumbuh dalam pertentangan yang keras, Khadijah tak sempat melihat bagaimana islam yang dia perjuangkan dengan mengorbankan semua hartanya tumbuh dan menguasai makkah dan madinah. sebagai istri dialah perempuan pertama, manusia pertama yang masuk islam, perempuan yang menyelimuti Rosul saat mengigil dari gua hira. perempuan tangguh yang percaya pada kenabian suaminya saat seluruh dunia menggapnya orang gila dan penyamun.
mengenang Khadijah, perempuan paling terhormat di muka bumi. (via miring)
Too deep :’)
1K notes · View notes
eaglewetan15-blog · 8 years ago
Photo
Tumblr media
Dikemasnya kesedihan itu ke dalam kata-kata, agar ia bisa menceritakan kembali kesedihannya, seakan-akan semua kesedihan itu milik orang lain yang tidak dikenalinya.
…dan aku, kerap melihat kata-kata itu bermain kesedihan, sendirian.
77 notes · View notes
eaglewetan15-blog · 8 years ago
Photo
Tumblr media
tiada yang setabah langit sore, mengulang kehilangan demi kehilangan. Dan barangkali, tadi menjadi senja terakhir yang tak perlu diingatnya lagi.
193 notes · View notes
eaglewetan15-blog · 8 years ago
Video
youtube
masyallah :’) 
“Barangsiapa yang mengucapkan sholawat kepadaku satu kali, maka Allah mengucapkan sholawat kepadanya 10 kali.” (HR. Muslim no. 408)
118 notes · View notes
eaglewetan15-blog · 8 years ago
Quote
Ini bukan tentang anti jokowi atau pro jokowi. Bukan tentang kaum lebaran kuda atau kaum kecebong. Bukan pula pasukan bani srebet atau pasukan kaum bumi datar. Tapi coba lihat para petani yang berjuang untuk tanah mereka dibiarkan dan dikhianati negara. Para petani yang berjuang dengan damai melaksanakan nilai2 perlawanan ala mahatma gandhi justru dicurangi oleh institusi yang harusnya melindungi. Tenda dan mushala mereka di bakar, para pejuangnya dikriminalisasi. Di ibu kota, penguasa negara seperti membuang muka. Kematian bahkan tak bisa menyentuh hati orang istana. Hukum yang mereka perjuangkan dan menangkan begitu mudahnya dikangkangi oleh raja negara. Di wilayah lain, tak jauh dari ibu kota. Dua kelompok manusia saling serang demi perut. Pengemudi ojek online dan pengemudi angkot saling berburu dengan nafsu membunuh. Berebut isi perut di kota hujan yang mengerikan. Dan negara seperti diam ditengah semakin ganasnya ‘peperangan’. Anehnya sebagian dari Kita masih terjebak dalam perdebatan sara dan agama yang menyedihkan. Pilkada jakarta yang semakin menyebalkan. Berebut kekuasaan tanpa kehormatan. Berdebat saling caci maki seolah dirinya dan junjungannya paling suci. Ditengah perebutan kekuasaan, politik yang harusnya baik justru terasa sangat menjijikan.
(via miring)
209 notes · View notes
eaglewetan15-blog · 8 years ago
Photo
Tumblr media
Teror dan kekerasan adalah aksi. Intoleransi adalah idenya. Hanya fokus kepada aksi dan mengabaikan idenya adalah keberhasilan pelaku. Untuk itu Jadilah agen Toleransi, Sebab Toleransi sepenting keyakinan anda. Tanpa toleransi, keyakinan anda tidak bisa diamalkan dengan merdeka. "Mohon Maaf Lahir & Batin, Selamat menunaikan Ibadah Puasa Bagi Saudara/i yg Menunaikan". #JadilahAgenToleransi
0 notes
eaglewetan15-blog · 8 years ago
Link
Lihat Tweet @psi_id:
0 notes
eaglewetan15-blog · 9 years ago
Quote
Aku Ingin seperti Musa yang membuka Universitas Cakrawala, Memabaca setiap gejala dan segala warna zaman dengan seribu buku dan ribuan perdebatan, sehingga mampu memaknai makna kebangkitan. #eaglewetan15
0 notes
eaglewetan15-blog · 9 years ago
Text
Amanat dari "RUSA BERBULU MERAH"
Wahai kaum revolusioner, siapkanlah barisanmu dengan selekas-lekasnya! Gabungkanlah buruh dan tani yang berjuta-juta, serta penduduk kota dan kaum terpelajar di dalam satu partai massa proletar. Tunjukkan kepada tiap-tiap orang Indonesia yang cinta akan kemerdekaan tentang arti kemerdekaan Indonesia dalam hal materi dan ide. Panggil dan himpunkanlah orang-orang yang berjuta-juta dari kota dan desa, pantai dan gunung, ke bawah panji revolusioner. Bimbingkanlah tangan si pembanting tulang dan budak belian itu hari ini dan besok; bawalah mereka menerjang benteng musuh yang rapi itu! Di sanalah tempatmu pemimpin-pemimpin revolusioner! Di muka barisan laskar itulah tempatmu berdiri dan kerahkanlah teman sejawatmu menerjang musuh; inilah kewajiban seorang yang berhati singa! Dirikanlah di tengah-tengah laskarmu itu satu pusat pimpinan, tempat menjatuhkan suatu perintah kepada mereka semua yang haus serta lapar itu, dan pasti kata-katamu akan didengar dan diturut mereka dengan bersungguh hati. Kamu, ahli pidato pahlawan Homerus modern, berserulah di tengah-tengah massa yang tak sabar menanti-nantikan kedatanganmu dengan tepuk sorak dan kegembiraan. Dan dengan pidatomu itu, tegakkanlah mereka yang lemah, bukakan mata yang buta, korek kuping yang tuli, bangunkan yang tidur, suruh berdiri yang duduk dan suruh berjalan yang berdiri; itulah kewajiban seorang yang tahu akan kewajiban seorang putera tumpah darahnya. Di situlah tempatmu berdiri dan berdiri, di situ sampai nyawamu dicabut oleh peluru atau pedang musuh yang bengis keji dan hina itu. Itu kewajibanmu! Kamu pahlawan dari angkatan revolusioner! Tuntunlah massa si lapar, si miskin, si hina, si melarat, si haus itu menempuh barisan musuh dan robohkanlah bentengnya itu, cabut nyawanya, patahkan tulangnya, tanamkan tiang benderamu di atas bentengnya itu. janganlah kamu biarkan bendera itu diturunkan atau ditukar oleh siapapun. Lindungi bendera itu dengan bangkaimu, nyawamu, dan tulangmu. Itulah tempat yang selayaknya bagimu, seorang putera Tanah Indonesia tempat darahmu tertumpah. Biarlah yang tersebut di atas itu senantiasa menjadi kenang-kenangan bagi kita semua. Bersama massa, kita berderap menuntut hak dan kemerdekaan. Sumber : "AKSI MASA" Tan Malaka.
0 notes
eaglewetan15-blog · 9 years ago
Quote
Kita harus menghargai nasib dengan menjalaninya tapi tidak dalam bentuk kepasrahan. Namun Kita harus selalu mengganggap hidup sebagai sebuah panggung teater tragedi yang harus dijalani se-hardcore mungkin. #eaglewetan15
0 notes
eaglewetan15-blog · 9 years ago
Quote
Semua pembenaran lainnya terdengar seperti omong kosong klasik. Meski demikian, saya cukup tahu diri untuk tidak membuat ini semua menjadi wacana ‘pengkhianatan’. Toh jika berkhianat sekalipun, punggung siapa pula yang mereka tusuk? Kami tak pernah membuat ikrar tertentu sehingga kami perlu melunasi hutang janji pada seseorang, kecuali pada diri kami sendiri tentunya. #untukparapenikampunggung
0 notes