Tumgik
ecieka · 3 years
Quote
Ada beberapa orang di dunia ini yang Allah dekatkan karena kecondongan hati dari kumpulan doa-doanya selama ini, bukan karena paras atau pun pada apa yang ia bawa. Dan jangan sekali-kali kamu mengukur dalamnya sebuah rasa pada hati seseorang, sebab bisa jadi apa yang dia doakan dan rasakan itu lebih ikhlas dan tulus daripada doa dan juga rasamu.
Sebab ada seseorang di dunia ini yang rasa dan hatinya tertata dengan rapih, ia mampu menempatkan cinta dan benci sesuai pada tempatnya. Tersebab sudah banyak kecewa yang ia bisa maafkan dan cinta yang bisa ia tahan dan ikhlaskan. Tidak banyak orang sepertinya, maka berterima kasihlah pada-Nya jika ia datang padamu.
Ia tidak akan pernah kecewa dengan jawaban tidak atau pun penolakan darimu, ia juga tidak terlalu gembira pada jawaban iya atau pun penerimaanmu, sebab baginya bisa maju dan mengambil langkah padamu saja sudah menjadi salah satu hal yang baik. Karena ia tahu, rasa dan hati manusia tidak akan selama sama, akan sering berbalik dan berubah tidak menentu. 
Dan saat ia menyimpan rasa, ia akan menjaganya dengan doa dan mengusahakannya dengan kebaikan. Kalaulah gagal, ia sudah cukup bahagia karena bisa memperjuangkannya. Dan rasa itu akan tetap ada meski telah bertahun lamanya tidak kamu sapa. Doanya tulus dan ikhlas tanpa kamu tahu.
Jangan disia-siakan saat ia datang, jangan pula terlalu memandang fisik dan juga masa lalunya. Pilihlah dengan hati-hati dan juga pikiran yang jernih, sampaikan namanya pada Allah agar kamu diberi jalan mana yang terbaik. Dan doakanlah selalu kebaikan untuknya yang sudah berani datang, meski jawabannya tidaklah sesuai dengan harapan. Setidaknya kamu sudah membalas kebaikannya dengan yang terbaik pula, doa.
@jndmmsyhd 
(via jndmmsyhd)
978 notes · View notes
ecieka · 3 years
Text
Menikah: Urgensi Niat
Kalau punya masalah di rumah tangga, yang punya peran untuk menyelamatkan rumah tangga ya suami dan istri itu sendiri.
Bukan malah cerita ke orang lain, apalagi lawan jenis. Itu membuka pintu selingkuh. Memang itu tujuan setan. Sudah kubilang berapa kali?
Kalau kamu menikah untuk bahagia, itu salah. Kalau kamu menikah untuk dilihat lebih oleh orang lain, itu juga salah. Menikah itu bukan ajang berbangga diri. Menikah itu untuk mencari berkah dan ridha Allah. Ditempuh dengan niat, cara, dan jalan yang baik sedari awal. Jangan menikah karena dendam, tahu sendiri kan akhirnya? Kalau dari awal aja banyak yang salah, ya sekarang waktunya diperbaiki.
Pasangan itu manusia biasa, yang juga bisa salah. Kamu nggak bisa menuntut kesempurnaan ke pasangan kamu, kalau kamu gak mau mengaca ke diri sendiri, gak mau mengubah sikap, dan gak mau berusaha memahami peran dan hakikat pernikahan itu sendiri.
Perempuan itu fitrahnya punya sifat bengkok, laki-laki yang berusaha meluruskan. Saling menerima-lah nasihat. Sebab, sombong namanya kalau manusia tidak mau menerima kebenaran yang disampaikan pasangannya.
Bangunlah pernikahan di atas agama. Sebab, apapun yang dibangun karena Allah; mengharap ridha dan keberkahan Allah, niscaya bahagia yang akan kamu peroleh. Meski bahagia itu juga dilalui rentetan perjuangan, pengorbanan, suka dan duka.
Niat. Begitu fatal akibatnya, kalau semua tidak berdasar karena Allah. Sesuatu bisa menjadi buruk atau baik; besar atau kecil; benar atau salah hanya karena niat dalam hati.
Sering-seringlah menata niat dan bertanya pada diri sendiri, bahwa kamu menikah untuk apa? Tujuannya apa? Untuk siapa? Apa yang dicari?
Kalau pertanyaan basic aja kamu tidak bisa tegas menjawab, artinya kamu memang belum siap. Ya dipersiapkan yang sudah dijalani, gak ada yang benar-benar siap ketika dihadapkan pernikahan. Itulah kenapa manusia harus selalu terbuka untuk mau belajar meski sudah menikah.
Jangan menikah hanya modal cinta semata. Menikah-lah atas dasar Allah. Begitu, kan katamu? InsyaAllah apapun yang dibangun atas dasar Allah, tidak akan goyah. Bukan cinta yang menguatkan hubungan itu sendiri, tapi agama. Perasaan akan tumbuh dengan sendirinya selama Allah jadi tujuan utama.
Jangan menyandarkan sesuatu kepada yang tidak kekal. Termasuk menyandarkan pernikahan dengan manusia. Cinta manusia bisa pasang surut, namun cinta Allah tidak. Maka dari itu, kejarlah cinta Allah, melakukan segala sesuatu karena Allah.
Semoga nasihat ini juga pengingat bagi diriku sendiri yang belum menikah. Untuk yang sudah menikah, jangan pernah sesali keputusanmu. Akan selalu ada banyak pelajaran yang didapat selama kamu lapang dan ridha atas apa yang terjadi. Akan ada banyak pahala kalau kamu mau bersabar dan bersyukur.
Sidoarjo, 14 Juni 2021 | Pena Imaji
332 notes · View notes
ecieka · 3 years
Text
Tulisan : Tak Perlu Menahannya Pergi
Kalau anak-anak mau pergi ya nggak apa-apa, nggak usah ditahan-tahan nanti malah anak-anak nggak berkembang. Kalau kita sebagai orang tua sudah mendidiknya dengan baik. Nanti, kalau kita tua, anak-anak itu akan kembali dengan kesadaran dirinya.
Kurang lebih, itulah intisari dari apa yang diucapkan oleh ibuku ke saudara kami yang anak perempuan semata wayangnya mau menikah. Menikah dengan orang yang jauh dan mulai takut kesepian di hari tua karena tidak ada anaknya lagi di rumah, ikut suaminya. Dan barangkali, ini adalah salah satu hal yang terjadi di antara kita. Saat kita ingin sekolah, bekerja keluar kota di tempat yang jauh, menikah dengan orang yang jauh, orang tua kita menahan dan melarang kita. Kita mengiyakan meski dalam hati memberontak. 
Sebagaia anak satu-satunya, seingat saya, saya tidak pernah dilarang untuk melakukan semua itu. Dan hari ini, itu adalah hal yang sangat saya syukuri. Saya memilik ruang untuk melangkahkan kaki yang luas, bahkan ketika setelah saya menikah dan ingin tinggal sendiri. Orang tua, tidak pernah meminta kami untuk tinggal di rumahnya saja untuk menamani, sama sekali tidak. Saya dibiarkan mencari rumah sendiri, beli sendiri, bayar sendiri, beda kota, meski saya anak tunggal. 
Dan benar, pada satu masa. Saya ingin menemani orang tua saya, tapi memang bukan saat ini. Kembali ke desa, bersama anak dan istri, membersamai hari tua kedua orang tua saya. Saya yang tidak pernah dikekang untuk melangkahkan kaki, memilih untuk kembali. Rasanya, ketika jarang ketemu, tahu-tahu orang tua sudah terlihat semakin menua, ubannya di mana-mana, sudah memasuki masa pensiun.
Nilai kebijaksanaan itu juga yang akan kuturunkan ke anak-anakku nanti. Anak-anakku tidak akan kukekang mau pergi sejauh apa, mengeksplorasi dunia ini sesuai dengan kehendak hatinya, ketika dia mau menikah dan tak lagi tinggal di rumah ini pun, tidak apa-apa. Saya dan istri, tidak ingin menjadi beban langkah kakinya dalam menjalani peran-perannya di dunia ini.  Saya yakin dan percaya, kalau kami mendidiknya dengan baik, dengan kasih sayang, mengajarkannya kebijaksanaan hidup, dan tidak menjadi bebannya dalam melangkah, nanti juga dia akan pulang dengan sendirinya. Dan jika di antara kita ada yang saat ini, langkah kakinya sedang tertahan karena tak kunjung mendapatkan restu dari kedua orang tua. Jangan jadikan pengalaman tsb, sebagai pengalaman yang juga diberikan ke anak-anakmu nanti. Jadikan generasi kita, sebagai pemutus mata rantai tsb.
—————————————————————— Dan jika suatu saat Buah hatiku, buah hatimu Untuk sementara waktu pergi Usahlah kau pertanyakan ke mana kakinya ‘kan melangkah Kita berdua tahu, dia pasti Pulang ke rumah. Di Beranda - Banda Neira ——————————————————————– Yogyakarta, 17 Maret 2021
602 notes · View notes
ecieka · 3 years
Text
Tulisan : Terlihat Mudah
Satu hal yang kemudian kusadari setelah sekian lama mengamati, tidak hanya mengamati perjalanan sendiri melainkan juga perjalanan hidup orang lain. Pada setiap urusan hidupnya yang terlihat mudah, ternyata tidak semata-mata karena memang orang tersebut adalah orang yang pandai, cakap, terampil, memiliki banyak keahlian.
Seringkali saya meminta nasihat kepada mereka, tentunya selain mendapatkan nasihat-nasihat umum seperti kita harus belajar, berinvestasi leher ke atas, menambah jejaring dan keahlian. Ada nasihat-nasihat tambahan yang saya simpulkan, hampir sama. Berbuat baik, kepada siapa? Kepada orang tua.
Katanya, kita bisa jadi pandai dalam bersedekah bersama teman-teman kita, rutin setiap senin dan jumat. Selalu ada untuk menolong teman-teman kita. Selalu meluangkan waktu untuk orang lain. Selalu mencurahkan energi dan pikiran kita ke dalam organisasi, komunitas, dan lain-lain. Tapi, bisa jadi kita jarang hadir di rumah, tidak meluangkan waktu untuk orang tua kita, tidak membantu meringankan pekerjaannya sesederhana membersihkan kamar kita, membukakan pintu dan menutup pintu pagar ketika orang tua hendak keluar atau masuk rumah, merapikan meja makan, dan hal-hal yang tampak sederhana dan seolah tak bernilai bagi kita, dibanding dengan aktivitas kita di luar rumah. Temanku yang lain, yang tampak biasa-biasa saja, tidak ada yang spesial dengan kemampuan akademiknya di kampus, pun tidak menjadi pejabat penting dalam organisasi. Ketika dia mendaftar magister di luar negeri, dengan mudahnya mendapatkan beasiswa, bahkan beasiswa penuh. Lulus dari sana langsung mendapatkan pekerjaan yang sangat baik, ketika para lulusan yang lain masih bingung mencari pekerjaan ketika pulang. Tentunya, kalau orang lain yang tak mengenal bagaimana orang tersebut tidak akan tahu kalau temanku tersebut adalah orang yang selalu ada untuk orang tuanya. Bahkan, ketika ada urusan organisasi dan orang tuanya meminta tolong untuk diantar ke suatu tempat, dia tak segan untuk minta izin ke organisasi dan memilih mengantar orang tuanya. Dulu, sebagai seorang aktivis mungkin agak jengkel ketika ada anggota yang tidak bisa hadir karena ada urusan keluarga. Tapi, hari ini, semakin dewasa, saya menjadi lebih paham skala prioritas seseorang. Itu belum termasuk dengan segala kesiap sediaannya yang lain untuk orang tuanya, yang saya tahu dari orang tuanya langsung. Anaknya adalah anak yang selalu bisa diandalkan. Ujarnya. Temanku yang lainnya lagi pun demikian. Tak jauh beda ketika memberikan nasihatnya kepadaku. “Sekalipun orang tua kita mungkin tak begitu memahami dunia kita saat ini, tetaplah berbuat baik selama itu bukan kekerasan dalam rumah tangga dsb. Perbedaan pendapat dengan orang tua, sikap dingin, perbedaan pandangan, itu semua adalah hal yang niscaya terjadi antara orang tua dan kita sebagai anak. Kita perlu untuk mencari celah di mana kita bisa berbuat baik.” Akan lebih menyesakkan kalau kita sudah tahu bahwa orang tua kita sebenarnya mudah untuk kita dekati, bisa diajak bicara, tapi justru kemudahan itu membuat kita merasa tidak perlu merawatnya dengan baik. Dan kemudian kita merasa banyak sekali hambatan dalam hidup kita, ketika mau sekolah, bekerja, memasukin kehidupan berumah tangga, bahkan mungkin saat berumah tangga. Bisa jadi, penyebabnya sedekat itu. Dan kita tidak berusaha mengatasi penyebabnya, tapi sibuk mencari cara dari luar yang jauh, yang mahal, yang berputar-putar jalannya. Lihat raut wajah kedua orang tua kita, jika keduanya masih ada, atau mungkin salah satunya. Yang mulai menua, tenaganya tidak sekuat dulu, yang lelah menyiapkan makanan di rumah yang jarang kita makan. Yang setiap pagi membangunkan kita tapi kita tak kunjung mau beranjak bangun. Setiap hari harus mengurus rumah seisinya dan kita masih mengeluh karena rumah ini terasa tidak hangat, berharap orang lain yang menghangatkan rumah ini tapi kita sendiri tidak mau.  Tak terlintas dalam benak kita untuk mengantar orang tua kita ketika mereka ada urusan, menemaninya berkunjung silaturahmi, ke rumah sakit, membeli makan, tidak harus urusan yang sangat penting. Memang mungkin agak sulit bagi kita, membatalkan sedikit urusan kita, mengurangi aktivitas kita yang terlihat begitu memukau banyak orang. Tapi kesibukkan itu justru meniadakan kesempatan-kesempatan kita untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam hidup, melalui doa-doa orang tua kita yang begitu dekat, kepada anakknya yang dilahirkannya dan selalu ada memudahkan orang tuanya. Kehilangan orang tua itu sama saja dengan kehilangan doa-doa yang paling mustajab. Jangan sampai, kita kehilangan doa-doa itu bukan karena orang tua telah meninggal dunia. Mereka masih ada di sekitar kita, tapi kita sudah kehilangan doa-doa mustajab tersebut, karena kita tidak pernah memintanya, tidak pernah meluangkan waktu untuknya, dan tidak pernah hadir sebagai anak yang dulu pernah diberikan kasih sayang yang begitu besar ketika masih kecil.  Ketika sudah besar, anak-anaknya tak lagi sedekat dulu. Tak lagi menunjukkan keinginannya untuk dekat dengan orang tuanya. Seolah-olah anak tersebut tidak menginginkan kehadiran orang tuanya, bahkan dianggap orang tua sebagai penghambat langkah kakinya. Padahal, kemudahan yang kita cari begitu dekat. Tapi, kita mencarinya begitu jauh. 18 Maret 2021 | ©kurniawangunadi
922 notes · View notes
ecieka · 4 years
Text
Untuk calon ibu mertuaku. Tapi masnya belum ada. Hehee Ndak papa yaa.. sambil mempersiapkan diri hingga Dia memperkenankan dia untukku 💕
UNTUK CALON IBU MERTUAKU
Assalamualaikum..
Ibu, perkenalkan..ini aku, calon menantumu. Bolehkah aku mengutarakan sesuatu padamu? Jika boleh, semoga setelah membaca ini, Ibu bisa lebih yakin bahwa anak laki-laki kesayangan Ibu sudah memilih yang “pas”, bukan sudah memilih yang sempurna, sebab aku jauh dari itu..
Bu.. Aku begitu mencintai anak laki-laki kesayanganmu. Maka, izinkanlah aku untuk berbakti padanya, membantu memenuhi segala keperluannya, mendukung segala usahanya, dan menerima segala kurang dan lebihnya, ya Bu? Jika Ibu mengizinkan, aku akan lakukan apapun untuk anak laki-laki kesayangan Ibu dengan penuh cinta.
Bu.. Bolehkah aku minta diajarkan bagaimana menjadi istri yang berbakti kepada suami, sebagaimana Ibu berbakti kepada Bapak? Jika iya, aku akan mendengarkan dengan sepenuh hati, agar aku bisa berbakti kepada anak laki-laki kesayangan Ibu.
Bu.. Aku merasa belum menjadi perempuan sholihah seperti Ibu. Tapi aku sedang berupaya untuk itu, mempelajari berbagai ilmu yang dibutuhkan untuk membangun rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah. Bolehkah aku minta diajarkan bagaimana menjadi istri yang sholihah, Istri yang dicintai suami sepenuh hati? Jika boleh, aku akan belajar dengan sungguh-sungguh, Bu.
Bu.. Anak laki-laki kesayangan Ibu itu pasti makannya banyak sekali ya? Sering merepotkan minta dibuatkan masakan ini dan itu, kan? Jika iya, bolehkah Ibu berbagi rahasia tentang makanan apa yang anak laki-laki kesayangan Ibu senangi dan mengajarkannya padamu? Agar kelak, apa yang aku hidangkan untuknya, bisa dengan lahap ia habiskan, seperti masakan Ibu, walaupun tidak persis seperti masakan Ibu.
Bu.. Aku tahu bahwa setelah menikah, bakti laki-laki akan selalu tetep kepada Ibunya. Sedangkan perempuan setelah menikah, baktinya akan berpindah kepada suaminya. Maka.. Aku tidak akan merebut perhatian anak laki-laki kesayangan Ibu untuk lebih memerhatikan aku daripada Ibu. Justru aku akan meminta anak laki-laki Ibu untuk selalu mengutamakan Ibu, sebab, karena Ibu, anak laki-laki kesayangan Ibu bisa menjadi laki-laki sebaik ini.
Bu.. Aku memiliki banyak kekurangan, aku tidak mahir memasak seperti Ibu, belum cukup sholihah, belum cukup tahu caranya berbakti kepada suami,  belum cukup tahu caranya menjadi ibu yang baik untuk anak-anakku kelak, cucu-cucumu. Maka.. Maafkan jika nantinya aku banyak merepotkanmu, meminta bantuan untuk mengajarkanku, dan banyak bertanya tentang ini dan itu. Tapi percayalah, Bu, untuk anak laki-laki kesayanganmu, aku bersedia belajar untuk menjadi istri yang baik, menantu yang baik untuk Ibu dan Bapak.
Bu..Semoga kelak, kita bisa menjadi partner yang baik. Suatu hari nanti, ketika anak laki-laki kesayangan Ibu sedang berduaan dengan Bapak, berbicara antara laki-laki dewasa, aku akan menghabiskan waktu bersama Ibu, sekadar memasak bersama, pergi berbelanja atau ke salon, misalnya. Seperti yang biasa aku lakukan dengan Ibuku sendiri.
Bu..Ibuku pernah mengajarkan untuk memperlakukan Ibu mertua sebagaimana aku memperlakukan Ibuku sendiri. Maka, nanti kita akan banyak menghabiskan waktu berdua ya, Bu? Supaya aku lebih kenal tentang Ibu, Bapak, anak laki-laki kesayangan Ibu dan keluarga besar Bapak dan Ibu. Semoga Ibu bersedia. :)
Sekian dulu sesuatu yang ingin kuutarakan, Bu. Semoga itu cukup meyakinkanmu bahwa aku cukup baik untuk mendampingi anak laki-laki kesayanganmu.
Wassalamualaikum.
Tertanda aku, Calon menantumu.
Penulis : halamanbercerita
232 notes · View notes
ecieka · 5 years
Text
Heal Yourself #29: Quarter Life Crisis, Harus Gelisah, Kah?
Tumblr media
“Teh, teteh pernah merasa takut dan khawatir tentang masa depan engga sih?”
Suatu hari pertanyaan itu mampir di inbox saya. Detik pertama saya membacanya, saya tersenyum. Menurut saya, lucu juga seseorang ini, menanyakan sesuatu yang pribadi dengan polosnya. Kemudian, detik selanjutnya saya jadi berpikir dan mengingat tentang ketakutan dan kekhawatiran yang pernah dan masih saya miliki sampai detik ini. Seperti orang-orang yang lainnya, saya juga memiliki ketakutan dan kekhawatiran pribadi, seperti misalnya ketakutan dan kekhawatiran kalau-kalau saya salah menjatuhkan pilihan pada hal-hal besar yang tentu akan berpengaruh besar dan permanen bagi hidup saya.
Kita dan semua orang sama, sama-sama memiliki ketakutan dan kekhawatiran pribadi tentang diri, kehidupan dan masa depan. Manusia pada dasarnya memang takut dan khawatir pada ketidakpastian. Di usia 20an, ketakutan dan kekhawatiran itu jadi bertambah-tambah. Konon, semua ini hadir karena kita sedang berada di masa-masa Quarter Life Crisis (QLC). Entah bagaimana, QLC menjadi topik yang saat ini sedang sangat ramai dibicarakan. Semua orang membicarakannya, baik dalam obrolan-obrolan, dalam cuitan di sosial media, atau bahkan di dalam karya. Kita pun tak jarang ikut-ikutan membicarakannya, bukan? Tapi, sebenarnya QLC itu apa, sih?
QLC sederhananya adalah suatu masa yang dipenuhi oleh ketegangan emosional yang berisi kekhawatiran, ketakutan atau kegelisahan terhadap berbagai masalah, terutama yang menyangkut hidup dan masa depan. Mengapa? Karena pada usia-usia inilah individu akan berhadapan dengan pengambilan keputusan-keputusan yang boleh jadi akan berdampak permanen untuk kehidupannya, seperti misalnya tentang memulai hidup mandiri, memilih pekerjaan, memilih pasangan hidup, merencanakan masa depan, dan pilihan-pilihan besar lainnya. Konon, hal ini salah satunya terjadi berkaitan dengan pemenuhan tugas perkembangan, yaitu tugas yang menurut keilmuan Psikologi harus dipenuhi oleh individu pada tahap usia perkembangan tertentu, dalam hal ini di tahapan usia dewasa awal. (Untuk mengetahui pembahasan lebih lanjut tentang tugas perkembangan dewasa awal silahkan cek tulisan lama saya disini).
Pada mulainya, boleh jadi QLC ini adalah sesuatu yang biasa-biasa saja. Tapi, kegelisahan akibat QLC ini menjadi bertambah parah kalau kita membanding-bandingkan diri dengan orang lain yang seusia dengan kita, terutama yang kita saksikan perkembangan kehidupannya melalui kotak-kotak persegi empat sosial media. Sedikit-sedikit kita jadi bertanya, “Kok dia cepet banget sih dapat pekerjaan? Kok dia enak banget sih kantornya? Kok dia cepet banget lulus kuliah sih? Kok dia ga pernah galau masalah jodoh? Kok dia bisa banget nikah muda? Kok dia cepet banget naik gaji?” dan seterusnya. Disadari atau tidak, pertanyaan-pertanyaan itulah yang membuat QLC ini menjadi semakin besar, besar, besar, dan berubah menjadi monster di keseharian kita.
Pertanyaanya adalah, sebagai seorang muslim, bagaimana kita menghadapi QLC ini? Soal ini, saya pernah mendiskusikannya dengan dosen saya yang juga merupakan seorang Psikolog, beliau bilang,
Keep reading
311 notes · View notes
ecieka · 5 years
Text
Tumblr media
“Katakanlah (wahai Muhammad) jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian…" 
(Ali Imran: 31)
Dalam ayat di atas Allah menyebutkan jika hambaNya benar benar mencintaiNya, hendaklah cinta itu memiliki bukti, yakni dengan mengikuti Rasulullah.
Dan cinta itu akan berbalas dan tidak akan bertepuk sebelah tangan; Allah sendiri yang mengatakan bahwa Ia akan mencintai kita dan juga akan mengampuni dosa dosa kita.
Kita belajar dari ayat ini bahwa cinta itu perlu bukti, ia tidak hanya sekedar ucapan dan pengakuan tetapi ia tampak dalam perbuatan dan dalam keseharian, pelajaran lainnya adalah cinta Allah akan kita peroleh jika kita mengikuti ajaran Rasulullah, cinta yang sungguh lebih utama dari cinta cinta lainnya.
Pelajaran lainnya, kita belajar dari ayat ini bahwa jika Allah membalas, Ia selalu membalasi dengan balasan yang berlipat ganda, dalam ayat ini contohnya Allah membalasi cinta kita dengan tidak hanya cinta, ia juga diikuti oleh ampunan dari dosa dosa. Semoga kita termasuk menjadi hamba hamba yang dicinta oleh-Nya dan diampuni segala dosa dosanya, Aamiin
Wallahu a'lam :)
315 notes · View notes
ecieka · 6 years
Text
Malu
Nggak tau kenapa, aku merasa malu. Maluuu banget.
Aku malu untuk bicara cinta,
Aku malu mengadu tentang cinta,
Aku malu memohon perihal cinta.
Kepada Allah, ketika kulihat kembali keadaan diri ini.
Serasa ingin bilang, "apa kamu pantas membayangkan sebuah cerita cinta sedangkan kau masih diam ditempat untuk meraih cintaNya."
Ibadahmu tak juga kau perbaiki,
Amalanmu tak kunjung kau tambah,
Melalaikan sholat kau masih merasa biasa saja,
Akhlak serta isi hatimu tak pernah kau rapikan.
Dan sekarang kau ingin bicara cinta, menginginkan cinta makhluk, berharap disukai dan disayangi?
Malulah wahai diri. Coba hadapkan wajahmu didepan cermin, lalu katakan.
PANTASKAH?
1 note · View note
ecieka · 6 years
Text
Do'a
Jadi ingat, berdo'a itu bukan hanya tentang menyampaikan keinginan pada Sang Pengabul Do'a. Lebih dari itu, tapi tentang membangun komunikasi dengan Allah, bermesraan, memupuk kenyamanan ketika berbicara lirih penuh cinta pada Yang Maha Agung. Bukankah Allah menyukai hamba yang berdo'a padaNya?
Membangun kedekatan, membangun cinta pada Sang Pemilik Cinta. Kalau Dia sudah cinta, apa yang enggak buat kita?
0 notes
ecieka · 6 years
Text
Setelah lulus, semua tentang perkuliahan menjadi semu. Begitupun perasaan yang melekat tentang semuanya pada waktu itu. Termasuk bagian perasaan padamu.
Walhamdulillah, wa syukurillah
0 notes
ecieka · 7 years
Link
Ini.. terwujud loh. Allah udah kasih jalan bagiku untuk ‘sejenak’ menghindarinya. (Karena dalam satu minggu pasti ada waktu dimana kita saling temu) Dan itu, di saat-saat terakhir, kita disini. Skenarionya Allah cantik banget ya. Feelnya juga, dan alur ceritanya nggak pernah bisa ditebak. Apalagi soal kayak gini. Selanjutnya? Laa haula wa laa quwwata illa billah 😊
0 notes
ecieka · 7 years
Quote
Kalau nanti ada foto cincin kita, kayaknya orang bakal susah bedain mana punyamu dan mana punyaku. Karena sepertinya ukuran jari kita nggak jauh beda.
Ekspektasi yang bahkan bayangan hidungnya aja belum kelihatan. Skripsweet.. skripsweet..
0 notes
ecieka · 7 years
Text
Rapuh.
Judulnya dah galau ala orang yang lagi bertepuk sebelah tangan belum? Kayak siapa? Kayak kamu bukan? Wkwkwk
Dulu, Ibuk pernah berpesan satu kali, “Dek, kalau ada waktu luang, sempatkanlah datang ke pengajian.” Aku jawab sekenanya “Iya…”
Padahal dalam hati, ngapain ke kajian. Yang ke pengajian itu kan ibu-ibu rumah tangga. Nanti ajalah, kalau udah jadi ibu-ibu.
Mbak No, setelah nikah, pernah aku tanya, “Lagi apa kau?” “Lagi di pengajian” katanya.
Aku sempet mikir, orang-orang yang ke pengajian itu orang-orang yang ga asik. Buat yang kerudungnya gede-gede doang. Buat yang udah gamisan. Yang udah jadi ibu-ibu. Berat. Kalau masih muda sih gausahlah ya. Apalagi pernah ada pengalaman dikasih tahu sesuatu “Itu kan haram!” dengan nada yang agak tinggi oleh seseorang yang cara berpakaiannya punya ilmu agama yang cukup baik. Aku jadi takut dan malah makin menjauh.
Tapi ternyata Allah menjebak hambaNya yang ngeyel ini ke satu pengajian. Rutin pula.
Berawal dari iseng dan buat ngisi waktu, aku dapet broadcast tentang kajian rutin. Akhirnya aku datang, sendirian. Kajian itu bakal diadakan rutin tiap Sabtu. Errr…nama kelompok kajiannya AISHAH. Akademi Ibunda dan Istri Shalihah. Jadi isi kajiannya tentang seputar rumah tangga gitu deh. Hehe. Iseng.
Karena namanya Istri dan Ibunda, kebanyakan yang datang adalah yang sudah berkeluarga. Cuma ada empat yang belum menikah, salah satunya aku. Dan ternyata mereka butuh panitia. Jadilah yang hadir hari itu, yang belum menikah diminta menjadi pengurus kajian. Errr…aku…mau ga mau ikutan.
Nah, bener sih, temenku yang jadi pengurus lainnya ukhti-ukhti gitu, ada yang pakai niqab juga bahkan. Tapi ternyata mereka asyique semua tuh anaknya. Dan aku, merasa dirangkul sekali oleh mereka. Mereka pastikan aku merasa bahwa “kita sama-sama belajar”, padahal ilmu agama mereka jauuuuuuh diatasku.
Tapi aku masih “rapuh”. Niat awalku kan karena iseng, ngisi waktu, dapet temen baru, dan itu semua aku dapat, tapi ilmunya engga wakaka duh, jangan ditirulah yang kayak aku ini.
Akhirnya niat aku perbarui. Datang ke kajian, untuk cari ilmunya.
Tapi aku masih “rapuh”. Satu persatu teman yang biasanya ngajak aku ke pengajian pindah ke luar Jogja. Aku sendirian.
Yaudah, gapapa, aku mulai ajak beberapa temanku yang lain. Kata mereka, “Nanti aku denger dari kamu ajalah.” Atau ketika aku mencari teman untuk belajar tahsin, ada yang bilang, “Ngapain? Allah tu maklum kalik. Kan kita bukan orang Arab, jadi gapapa kalau kita baca Quran ga bener-bener amat. Dah dapet pahalanya juga.”
Dan aku yang “rapuh” ini cuma bisa diam.
Yaudah, gapapa. Buat aku dulu aja.
Tapi ternyata “sendirian” terasa lebih berat. Aku masih terlalu “rapuh” sehingga masih memikirkan apa yang orang lain katakan.
Pernah suatu saat, aku bilang sama Mbak No. Kan kalau kita melakukan sesuatu yang kita gak tau kalau itu gak boleh gapapa (Duh sumpah ini alesan orang males.) Kata Mbak No, “Kau mau dak tau terus? Kalau kau mau dak tau terus ya dakpapa. Gitu aja terus.”
Teringat lagi apa kata Hana Adha, “Nun, Allah tu baik kali sama kita. Semua dikasih loh ke kita. Tapi kita ni kadang cuma melakukan ibadah yang diiming-imingi aja. Masa belajar aja kita dak mau Nun? Padahal semua bisa dipelajari.”
Tapi ternyata orang “rapuh” kayak aku masih terus butuh teman yang mengingatkan. Dengan lembut. Karena rawan malah akan berbalik arah, apalagi kalau dikit-dikit dibilang haram. Ini itu haram. Kan yang tadinya mau belajar jadi merasa “ah ga asyique ah”. Boleh kan pelan-pelan? Jadi, kalian yang punya cukup ilmu untuk dibagikan, bagikanlah dengan lembut. Sesungguhnya orang-orang kayak aku ini ingin sekali belajar. Tapi terlalu takut dan malu. Malu dicemeeh “ciyeeeeehh hijraaaaahhhhh” seakan-akan belajar agama menjadi hal yang terlalu “eksklusif” membuat orang membuat batas sendiri.
Btw, aku salut sekali sama pemuda pemudi yang “nongkrong"nya di masjid. Salut sama orang yang segala perbuatan dan perilakunya “karena Allah”. Doakan aku menyusul.
470 notes · View notes
ecieka · 7 years
Text
Tepat Hari Ini 24/05/17
Buka-buka Instagram. Eh, kamu. Nggak terlalu eksis sih, tapi di video itu.. kamu.. Kok kayak gitu sih senyumanmu? Kok bibirku ikut merekah sih? Mulai lagi kan, mengagumimu-nya. Astagfirullah. Astagfirullah. Astagfirullah. Kan aku udah pernah mendeklarasikan yang aku udah bs melepaskan kamu dari pikiranku. Yang itu loh, yang waktu itu. Tapi kok.. Duhh jadi susah gini sih.. Sebenernya cara terampuh untuk melupakan orang itu dengan menjauh, pura2 menghilang pindah kemana gitu. Pokoknya semakin kita nggak pernah lagi liat dia, pasti perlahan-lahan rasa itu pudar, lalu lupa. Tapi ini... How? Hampir setiap hari ketemu. Hampir setiap hari liat mukanya. Kecuali hari libur. Itupun kadang masih suka ketemu di jalan (walaupun jarang sih). Eh, sebenernya ada yang aku penasaran loh sama kamu tuh. Nggak tau sih, apa cuma perasaanku aja? Tapi serius. Kenapa sih kamu agak nggak ramah gt kl sama aku? Kayak lebih jutek, cuek gitu loh. Aku pikir kamu tuh sebel gitu sama aku. Beda bgt loh caramu menanggapi aku dgn caramu menanggapi wanita yg lain. Kok kulihat enak bgt ya pemandangan kamu nanggepin org2 itu? Kamu tuh bisa ramaaaah bgt gitu. Kok nggak pernah ya kayak gt kl samaku. Kan aku juga mau. Oiya, aku masih inget loh yang waktu kita papasan di samping pos satpam kampus. Yang aku buru2 keluar kampus dan kamu br dateng itu. Yang satu hal bikin aku nyesel sampe skrg, kenapa waktu itu aku nggak nyapa kamu aja? Kenapa waktu itu aku malah pura2 nggak liat kamu, kayak orang nggak kenal gitu. Jadi kupikir, apa karena kejadian itu trs km jd kurang respect gitu sama aku, ya? Apa karena kejadian itu, terus kamu kayak agak ilfeel gt sm aku? Apa krn kejadian itu, terus kamu pikir aku bukan orang yang mau berteman sm kamu? Salahku, ya memang salahku. Jadi imbasnya kalau kita papasan di jalan dan aku nyapa dengan manggil namamu, kamu mesti balesnya dgn manggil nama org yg saat itu bareng aku. Kan sakiiit.  Nggak enak loh digituin wey. Nyesek loh.. Tapi balik lagi, kupikir mungkin krn awalnya dari kesalahanku itu. Ah nggak tau deh. Tapi gimana ya, aku tu nggak mau mendahului fitrah yang belum saatnya kualami. Aku tu pengennya nggak jatuh cinta dl gt sebelum aku lulus. Kl udah lulus, br nyeleksi percintaan itu. Tapi aku maunya ya sama kamu. Tuh egois kan aku yak? Ya habis gimana. Aku tu berdoanya walaupun, berikan yang terbaik, yang bs bimbing aku, yang ini, yang itu. Tapi dipiranku tu nggak jauh2 maunya sama kamu loh. Nggak tau ya kenapa. Akhirnya doaku ditambah jadi, kalau saat ini dia belum bs kayak gitu, tlg tuntun dia untuk mjd spt itu. Berikan dia jalan dan kemudahan untuk bs spt itu. Pokoknya yg intinya tu ya aku sama kamu. Huwaaa.. Ya Allah, aku sebenernya takut rasa ini menjerumuskan kedalam dosa. Aku takut rasa ini sebuah kesalahan. Tapi aku yakin, kalau rasa ini salah, Kau pasti akan menghilangkan rasa ini dari hatiku. Sekali lagi, tolong berikan aku yang terbaik Yaa Rabbi.. Aamiin...
0 notes
ecieka · 7 years
Text
Sejenak, Berhenti Berharap
Bismillahirrohmaanirrohiim Assalamu'alaikum.. Pernah nggak sih kamu ngerasain yang namanya cinta (apaan sih ngomong cinta-cintaan). Sebenernya yg kurasain ini semacam seneng krn bs ketemu kawan kecil, terus tau gmn wajahnya skrg, karirnya, prestasinya, dan.. ya, aku kagum. Nah, itu dia. Sepertinya kata "kagum" lebih masuk akal daripada "cinta". Nah, si kagum ini.. (tiba-tiba lupa mau ngomong apa). Nah, aku kan orangnya baperan yak. Kagum gitu aja angan-anganku udah kemana2. Merembet ke suka, merembet mikir "apa sama dia aja ya?", dan akhirnya merembet ke hal seperti itu (jangan mikir aneh2, maksudnya pernikahan). Gilak, jauh banget ya khayalanku. Nah, sejak saat itu aku jd suka berharap akan pertemuan dengannya (jgn ditiru). Dan tibalah saatnya ketika aku berbincang dengan orangtuanya dan tanpa sengaja mereka bilang, "iya, mas tu bilang, aku nggak mau nikah dulu, mau ngejar karir dulu. Aku nggak pingin cepet-cepet nikah kok". Tau nggak sih, dunia serasa mau terbalik rasanya (lebay banget sih). Angan-anganku hilang seketika. Terbawa pergi oleh nafas yang keluar. Dipudarkan oleh angin malam. Dan hilang terserap oleh bintang-bintang. Apalah dayaku yang bercita-cita ingin segera menggenapkan separuh agama, karena satu dan lain hal (satunya agar terhindar dr zina, lain halnya yg bersifat duniawi. Hehee). Sejenak pupuslah harapanku. Tapi orang kayak aku yg seneng mengkhayal, jelas khayalanku nggak cuma berhenti disitu. Kemudian aku berkhayal lagi. Ah, kalau udah jodoh mah mau sebeda apapun juga bakal bersatu. Ya, memang kita harus libatkan Allah Swt untuk urusan kayak gini. Dia yang Maha Pembolak-balik hati, nggak ada yang nggak mungkin bagiNya kalau kita menaruh harap padaNya. Pesannya adalah, sesulit apapun masalah yang kau hadapi jangan pernah tinggalkan Allah Swt. Libatkanlah Dia dalam setiap keadaan. Allah tu seneng kalo kita libatkan, berarti kita selalu mengingatNya kan. Allah suka tuh sama hamba yang sering mengingatNya. Dan jangan lupa dibarengi dengan ibadah yang betul. Semata-mata hanya padaNya dan hanya untukNya. Insya Allah, Allah Swt akan memberi yang terbaik bagimu. Wassalamu'alaikum.. 😊
0 notes
ecieka · 7 years
Quote
Pelajaran dari pertemuan kemarin adalah, orang keras, perfeksionis dan moody-an jangan ditinggalkan, tapi diikuti. Kalau kita udah dapet hatinya, baru kasih pengertian yg benar.
Muhasabah jugak
0 notes
ecieka · 8 years
Photo
Tumblr media
Teruntuk dia yang sementara ini kuhindari karena Dia Kalau kau tau rasanya perih, mungkin itu bisa mewakili rasaku. Kalau kau tau rasanya dingin, hal itu pula lah yang mewakili hariku. Melihatmu saja sudah haram. Tentu, karena memang ada sesuatu.. Tapi itulah yang membuatku perih. Apalagi membayangkanmu. Serasa bergetar dikala udara dingin menerpa. Namun yang harus kulakukan saat ini bukan larut dalam rasa itu.. Namun rasa itulah yang harus kutitipkan padaNya. Dan hanya bisa berharap agar kelak Dia kembalikan padaku ketika halal. Sulit membayangkannya. Namun yang kutau, bahwa itu indah. Hanya itu, Teruntuk dia, yang sementara ini kuhindari karena Dia~ 22112016 De-Ka
0 notes