Tumgik
empatderajatcelsius · 5 months
Text
[aku menemukanmu]
aku menemukanmu di sepasang mata berbinar yang terbias dari cermin datar dihiasi senyum malu yang samar dan hati yang sedikit berdebar
aku menemukanmu di antara obrolan obrolan singkat tentang cuaca yang sedang tidak bersahabat tentang pekerjaan yang kadang membuat penat tentang candaan sederhana yang bikin tertawa hebat
aku menemukanmu bergerilya di lobus tempora bergema bersama lagu romansa beradaptasi menjadi asa di jiwa hampa bermukim di antara sujud dan doa aku menemukanmu di rangkaian diksi yang manis dan tinta pena yang hampir habis untuk menulis tentangmu yang humoris dan eksistensimu yang seperti magis . . . lalu, bagaimana jika aku terpesona, atau jadi jatuh suka? yang mana saja, intinya sama — — jadi teman hidupku, ya? . .
Maret Jakarta, 2024
0 notes
empatderajatcelsius · 9 months
Text
Tumblr media
0 notes
empatderajatcelsius · 9 months
Text
Sebaris Nama dan Doa
Aku akan mengingatnya sebagai sebaris nama yang artinya sepasang netra. Yang ku harap padanya, tidak akan pernah luruh air mata luka dan semoga banyak hal-hal sederhana yang bisa membuatnya bahagia. Walaupun jika nantinya akan ada kecewa, kuharap dia sembuh dengan segera—sebab dia sangat istimewa.
Setelah itu, aku akan melupakannya dalam rangkaian doa yang terpanjat bersama purnama dan gerhana. Doa dan rahasia yang biar Tuhan saja yang menjaga selama aksara yang terlanjur ditulis pena. Untuk segala peristiwa yang memberikan warna, semoga aku bisa lebih bijaksana.
.
.
.
Dan, perkenalkan namaku adalah cahaya—yang tak pernah sanggup dipahami retinanya.
Desember
Jakarta, 2023
0 notes
empatderajatcelsius · 9 months
Text
terakhir nulis 2019 😂 maunya sih ga nulis nulis lagi tapi ternyata masih perlu buat nulis 🙃
kamu; kebetulan yang disengajakan hujan untukku
satu saat di hari rabu, di bawah langit abu-abu, di antara lalu lalang orang berwajah sendu, aku menemukanmu.
—aku masih belum mencintai hujan kala itu.
satu saat di hari sabtu, saat suara rintik saling beradu dengan ketuk sepatu milik mereka yang terburu-buru, mata kita bertemu.
—aku mulai berpikir, hujan tak seburuk itu.
satu saat di hari minggu, dinginnya hujan masih enggan untuk berlalu, lucu, aku dan kamu sama-sama pakai jaket biru, lalu senyum malu-malumu menyapaku.
—aku tidak jatuh cinta pada hujan ketika itu.
.
tapi, padamu.
.
.
—ditulis bulan januari, saat hujan tidak ingin berhenti
me: bukannya ngerjain skripsi, malah sibuk bikin puisi
also me: gapapa, yang penting aku hepi
.
.
Februari
Jakarta, 2019
2 notes · View notes
empatderajatcelsius · 9 months
Text
Perayaan
pada satu malam ketika rintik hujan menyapa, aku merayakan pertemuan pertama. awalnya ku kira seperti menaiki wahana Hysteria; bahaya dan tanpa aba-aba. namun ternyata hanya ketakutanku saja, karena setelahnya, seperti berputar di atas Bianglala; terasa semanis kembang gula.
dan di akhir cerita, ketika tersadar bahwa semesta hanya sedang bercanda—aku merayakannya sebagai kita.
Desember
Jakarta, 2023
0 notes
empatderajatcelsius · 3 years
Text
Have you ever feel like you've been trying anxiously to be a good and responsible person your whole life and then you woke up in your mid 20s, feeling like you want to fuck up your grades, your work and your everything just because you're tired and your brain wants to stop working? Intentionally skip doing work, sleep, and meal just to stare blankly and hope things just stop? Like, screw it, boss, scold this lazy employee of yours. Fire her or something she's good for nothing.
No?
Good. Don't.
Scream, rant to your friends, cry, book therapy session or whatever.
Just don't fuck up your life intentionally.
30 notes · View notes
empatderajatcelsius · 5 years
Text
Sekangen itu pengen nulis lagi.
Tapi, sebingung itu mau nulis apa.
Dasar.
1 note · View note
empatderajatcelsius · 5 years
Text
Tumblr media
Pertama kali menemukan tweet ini, gue merasa tidak nyaman membaca replies-nya. Sebagian besar reply menyebutkan yang mereka butuhkan adalah uang. Gue di beberapa tahun lalu mungkin akan biasa aja, tapi gue saat ini agak terganggu dengan hal ini.
Pada akhirnya, menurut gue, uang adalah sesuatu yang lo dapat setelah melakukan sebuah usaha, kecuali lo anak dari sepasang orang tua yang memang berkewajiban membiayai hidup lo sampai lo mampu mandiri. Makanya gue juga ngga sependapat dengan konsep bagi-bagi uang THR pas lebaran. Ngga edukatif dan....nggatau buat apa aja gitu. Sebuah kesia-siaan yang diglorifying.
Ketika ada orang lain out of nowhere ngasih uang ke gue, pada usia gue saat ini, justru yang pertama gue rasakan akanlah bingung. I mean, lah gue abis ngapain kenapa dikasih uang? You're not my parents. Selain bingung, paling mungkin gue akan tersinggung. Like, lho jadi menurut lo gue ngga mampu sampe harus dikasih-kasih uang?
Ya gue setuju sih uang adalah kebutuhan. Tapi mengharapkan seseorang memberi lo uang secara cuma-cuma, emang ngga ngeri yak? I mean, they must do something to gain money. Lalu tiba-tiba seujug-ujug lo dikasih uang dari usahanya dia. Apakah, bentar, kalo dikaitin sama twit di atas, apakah hal tersebut menunjukkan cinta atau perhatian?
Dikasih barang aja kalo mahal bener gue jadi singkuh dan kepikiran balikinnya gimana, apalagi kalo gue dikasih uang. Gue tau cari uang ngga gampang. Jadi ketika ada yang ngasih uang, gue ngga langsung mikir WAH DIA CINTA AQ BGD NIY KEKNYAA. Ngga. Malah kebeban. Beban buat ngebales jadi makin besar. Sukur-sukur kalo memotivasi buat kerja keras biar bisa bales, lha kalo malah jadi bucin goblo yang nurut pasrah karena merasa sudah diberi banyak uang, ya bahaya. Bau-bau perbudakan. Kepatuhan lo dibeli pake duit.
Kalo memang sejak awal hubungannya transaksional alias lo jual gue beli, ya silakan. Misalnya kayak sugar daddy-sugar baby. Escort - client. Berarti memang tema hubungannya begitu kan.
Cuma, nih sekedar berbagi pengalaman aja nih ya, ada banget temen gue dikit-dikit dikasih uang sama pacarnya, atau ditransferin gitu. Pacar doang lho ya, belum ada hitam di atas putih yang mewajibkan dia menafkahi lahir dan batin. Lalu suatu ketika putus, si cewe diomongin di keluarga si cowo kalo dia matre dan ngabisin duit si cowo. Uhuy kan. Si cowo juga selama pacaran bawaannya jadi mental majikan aja gitu. Karna dia sadar cewenya dikasi uang juga seneng, dan uang bukan masalah buat dia, ya udah. Mantap.
Entahlah, tapi rasa-rasanya mental ngemis begini ngga bijak kalo dipupuk dan dipelihara dalam kehidupan sehari-hari. Ya ada yang mau ngasih, yaudah, ga ada yang ngasih ya ngga dijadiin harapan juga. Kalo butuh uang, ya usaha anying. Kerja kek, maling kek, pesugihan kek, terserah lo lah. Jangan menggantungkan ke manusia lain. Kecuali lo bayi yang cebok sendiri aja belum nyampe. Ya Rafathar dari bayi juga udah bisa menghasilkan uang sih.
Kalo mental masih minta-minta, tapi urat tetep kenceng kalo diperbudak, mbok ya ngaca. Mikir. Lau kira lau sapa, minta diperlakukan princess dan hidup disupport penuh material dan non material. Cinta yang berkorban segitunya tuh antara beneran cinta sama hopeless goblo takut ditinggal beda tipis. Tapi yah, siapalah gue ngatur-ngatur harapan netijen.
Padahal mah ada tau, menurut gue, sesuatu yang jauuuuh lebih menyenangkan daripada uang, sehingga untuk menjawab twit di atas, I'll definitely say;
waktu.
226 notes · View notes
empatderajatcelsius · 5 years
Note
Mbak, menurut kamu kenapa orang yang dzolim itu kadang malah dikasih kehidupan yang enak sama Allah? Sementara ada orang-orang baik yang kadang doanya tidak kunjung dikabulkan?
Bagaimana Allah menjawab doa itu sebenernya hal ghaib yang di luar kuasa manusia. Kita sama sekali tidak punya ilmu tentang itu.
Tiga hal yang perlu kamu pahami. Pertama, kasih sayang Allah itu luas dan meliputi semua makhluk-Nya. Yang dzalim, yang lurus, yang taat ataupun yang membangkang, semua tidak luput dari kasih sayang Allah.
Kedua, Allah bekerja dengan kebijaksanaan-Nya dimana kebijaksanaan tersebut tidak selalu sama dengan logika kita. Kita jangan sampai berpikir bahwa hubungan kita dengan Allah itu bersifat transaksional seperti hubungan kita dengan mesin ATM. Asalkan tabungan ada, kita bisa ngambil duit berapapun yang kita mau. Tidak seperti itu. Ibadah kita bukan hanya agar doa kita dikabulkan. Melainkan sebagai bentuk syukur atas kebaikan yang sudah dikasih Allah ke kita, ini juga bentuk usaha kita dalam meraih ridho-Nya. Meskipun jika dibandingkan kasih sayang-Nya sejak kita dalam kandungan, ibadah kita tidak akan pernah sebanding.
Kita boleh meminta apapun kepada Allah dan Allah berkuasa mewujudkan permintaan kita. Tapi, Allah juga berkuasa memberi kita takdir yang lain. Di sini kita perlu mengingat bahwa meskipun kadang terasa menyakitkan, takdir Allah itu tetap paling baik. Jangan sampai imajinasi kita tentang doa yang dikabulkan ini menyulitkan usaha kita dalam bertawakkal kepada Allah.
Saya inget Prof Quraish Shihab mengajarkan doa tentang takdir ini:
Ya Allah, aku tidak bermohon Engkau membatalkan ketetapanMu. Aku hanya bermohon, kiranya ketetapanMu itu menimpaku secara lemah lembut. Kalaupun aku harus terjatuh dari tingkat tinggi, maka biarkan aku terjatuh di kumpulan jerami
Dalam doa ini, ada sebentuk kesadaran bahwa kita ini manusia yang punya kecenderungan untuk takut menghadapi masa depan. Punya kecenderungan untuk takut pada takdir-takdir yang tidak kita suka. Dan itu sangat manusiawi. Kita nggak bisa menghilangkan rasa takut itu begitu saja. Maka penting bagi kita untuk berdoa, bahwa andaikata takdir yang tidak menyenangkan tersebut benar-benar menimpa kita, Allah berkenan menimpakannya dengan lemah lembut. Dengan rasa sakit yang lebih ringan.
Ketiga, jangan menilai manusia di permukaan. Tidak ada manusia yang sempurna baik. Juga tidak ada manusia yang sempurna buruk. Bahkan seorang Al Hajjaj bin Yusuf yang kejamnya terkenal dari Madinah hingga Damaskus pun masih punya sedikit kelembutan dalam hatinya. Ia juga yang memperkenalkan sistem harakat dalam Al Qur’an. Jadi jangan menghakimi seseorang dengan sebutan dzalim karena yang dzalim itu tindakannya. 
Jangan sampai ketika si dzalim ini masuk surga setelah taubatnya, kita sendiri masuk neraka karena prasangka kita. Marah dan jengkel lihat orang yang melakukan kezaliman itu sangat manusiawi. Tapi ketika kita mulai berpikir bahwa dia tidak pantas menerima kebaikan dari Allah, artinya kita sudah berlebihan.
Semua manusia punya salah termasuk kita. Lagi-lagi dalam hal ini, saya mengingat doa ustadz Quraish Shihab yang memantik kesadaran bahwa jika kita hanya mengharap keadilan Allah, maka kita sendiri akan tersiksa karena dosa-dosa kita. Doa tersebut adalah:
Ya Allah, jangan perlakukan hamba berdasarkan keadilan-Mu. Karena dalam keadilan-Mu, dengan dosaku yang banyak, aku akan tersiksa. Tapi perlakukanku berdasarkan rahmat-Mu, karena dalam rahmatMu, segala dosaku akan terampuni
Kezaliman itu harus dilawan dengan tangan dan doa-doa yang baik. Jangan dicampur-campur dengan rasa iri kita pada orang-orang yang kita anggap dzalim tapi hidupnya masih enak.
Islam memang memperkenalkan konsep istidraj. Tapi siapakah kita sampai merasa mampu menilai bahwa kenikmatan yang diperolah oleh si Fulan adalah hadiah dari ibadahnya sementara kenikmatan yang diperoleh sama si Fulanah itu Istidraj?
Bersyukurlah ketika teman kita berbahagia :)
Dan selalu ingat bahwa setiap kenikmatan pada dasarnya adalah ujian bagi kita.
Wallahu a’lam wal musta’an
148 notes · View notes
empatderajatcelsius · 5 years
Text
Tumblr media
Sedang ambil satu sudut pandang baik di prokontra statement ini. Sejujurnya aku juga nggak setuju sama provokasi semacam ini yaaa.
Tapi sepengalaman aku, meski ada water heater dan gofo*od semacamnya, atau koki sekalipun yg bisa kita hire karena menikahi crazyrich somewhere, atau pembantu yang siap sedia melakukan itu karena dibayar… skill memanjakan suami dan sentuhan personal di rumah tetap butuh untuk merawat pernikahan 😁
Meskipun, pada kenyataannya aku juga nggak tiap hari masakin air atau masak yaaa, tapi aku juga nggak mau meninggalkan hal-hal tsb selagi aku bisa. Apalagi disamain “kamu cari pembantu atau istri”. Ga ga, hal hal kecil semacam ini aku pikir bukan ranahnya pembantu kalau tujuannya membahagiakan suami. Dan kalau bahasa cinta suamimu adalah pelayanan, akan sangat membantu sekali perhatian kecil semacam ini.
Cuma ya seringkali hal-hal semacam ini tu kaya…jadi motivasi untuk menikah padahal seharusnya jangan, karena gak banget realitanya. Karena saling berkasih sayang semacam ini harus tumbuh menjadi budaya keluarga lewat usaha berdua. Gak bisa salah satu aja yang minta dilayani. Apalagi awal berumahtangga, perjuangan banget dua-duanya untuk saling menyeimbangkan dan berlomba-lomba untuk bisa saling meringankan beban satu sama lain.
Laki-laki jadi sering bermindset bahwa mereka satu satunya yang harus dilayani akibat propaganda semacam ini. Padahal contoh dari Baginda Rasul, beliau sangat tanggap juga dalam berbaik-baik kepada istri.
Realitanya…kadang justru istrimu yang seharusnya kamu rebusin air untuk mandi. Kadang juga istrimu perlu kata-kata “nggak usah masak deh yang, kita makan telor ceplok aja kalau kamu capek.”
Jangan jadikan hal-hal semacam ini sebagai senjata bagi kaum adam untuk semena-mena membebankan segala tugas domestik kepada istri karena sebenernya ini kewajiban bersama. Dan jangan juga terlalu keras pada egomu duhai perempuan, kita juga kadang perlu melakukan hal-hal kecil yang berdampak semacam ini–dan tentu saja kita tidak sama dengan pembantu. Tolong menolong dalam keluarga itu indah kok. Jadikan kata saling itu ada di setiap lini rumah tangga.
Saling dukung, saling bantu, saling mengingatkan, saling mengajak pada kebaikan dan takwa, saling menguatkan, dan saling berusaha menumbuhkan cinta-cita yang baru.
Salam, dari yang berusaha ada di tengah-tengah.
1K notes · View notes
empatderajatcelsius · 5 years
Note
Kak, gimana caranya biar ngak sedih-sedih mulu. Akhir-akhir ini banyak banget pikirannya:") padahal ada banyak hal yang nunggu didepan sana. Ujian ujian masuk kuliah salah satunya. Apa mungkin aku terlalu banyak mikir gimana besok, aku bisa apa engga, negatif muluu:( Minta saranya ya kak, terima kasih💛
Maaf baru membalas :)
Tak banyak nasihat yang bisa kuberikan. Ada sebuah doa indah yang bisa kita panjatkan setiap saat terutama ketika sedang bersedih :)
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ أَبَدًا
“Ya hayyu ya qoyyum bi rahmatika astaghiits, wa ash-lihlii sya’nii kullahu wa laa takilnii ilaa nafsii thorfata ‘ainin abadan”
(artinya: Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata tanpa mendapat pertolongan dari-Mu selamanya).”
(HR. Ibnu As Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 46)
Cheers,
Semoga Menjawab
218 notes · View notes
empatderajatcelsius · 6 years
Text
Jembatan Takdir
@edgarhamas
Setiap orang, termasuk kamu dan aku, sedang berjalan di jalanan panjang menuju impian masing-masing, menuju takdir masing-masing.
Jalan itu ada yang terjal meninggi lalu curam turun, ada yang awalnya mulus namun di tengahnya berlubang. Ingat saja kaidah ini: tidak ada manusia yang jalan takdirnya mulus selalu, dan di saat yang sama: tak ada manusia yang diberi jalan rusak selalu.
Namun di jalan yang beruas-ruas itu, Allah menganugerahkan jembatan untuk berakselerasi lebih cepat menuju kejayaan. Jembatan itu berlaku untuk siapa saja, muslim maupun kafir. Namun ia punya tiket khusus bagi siapa yang ingin menitinya: kerja keras dan keyakinan.
Itulah sunnatullah, berlaku untuk siapa saja. Yang bekerja keras demi dunianya memang akan mendapatkan dunia, tapi hanya itu yang ia dapat. Yang bekerja keras untuk akhirat dan tak melupakan dunianya, maka akan menuai apa yang ia titi. Jembatan itu mengakselerasi siapa saja untuk mendapatkan apa yang diimpikannya.
Jika saja Salman Al Farisi tak mau berlelah-lelah mencari Nabi Muhammad dari Persia sampai Madinah, ia barangkali akan tetap menyembah api di biara Majusi. Jika Bilal langsung menyerah ketika ditindih batu besar oleh Umayah, barangkali namanya tak akan kita kenang sebagai muazin pertama.
Dalam meraih dunia saja ada jembatan akselarasi bernama kerja keras dan keyakinan, apalagi untuk meraih surga-Nya. Allah sudah menjamin rizki bagi hamba-hamba-Nya, namun manusia malah banting tulang mencarinya. Berkebalikan dengan akhirat, tak ada jaminan masuk surga, tapi kita begitu mudah menggampangkan.
“Al waajibaat aktsaru minal Auqaat”, kewajiban-kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang tersedia. Sediakan masa mudamu sebelum tua, lapangmu sebelum sempit untuk menginvestasikannya dalam akselarasi cepat mengumpulkan pundi-pundi pahala melewati jembatan takdir itu. Sebab tak ada yang menjamin waktu kita cukup untuk melakukan hal yang terbaik jika terus menunda-nunda.
573 notes · View notes
empatderajatcelsius · 6 years
Text
“Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari rasa sesak dada dan gelisah; dan aku berlindung pada-Mu dari kelemahan dan kemalasan; dan aku berlindung pada-Mu dari sifat pengecut dan kikir; dan aku berlindung pada-Mu dari belenggu hutang dan dominasi manusia.”
للَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ  
(dibaca 3x setiap pagi dan sore)
Dari Abu Sa’id Al-Khudri RA :
Suatu hari Rasulullah masuk masjid. Tiba-tiba beliau berkata, “mengapa kamu duduk-duduk di masjid waktu sholat?”
Abu Umamah RA menjawab, “karena kegalauan yang melanda hatiku dan hutang-hutangku, wahai Rasulullah.” 
Rasulullah bersabda, “bukankah aku telah mengajarimu beberapa bacaan, bila kau baca niscaya Allah akan menghilangkan rasa galau dari dirimu dan melunasi hutang-hutangmu?”
Abu Umamah berkata, “betul wahai Rasulullah.”
Dan Rasulullah bersabda, “ketika pagi dan sore ucapkanlah allahumma innii a’udzubika…(doa di atas).”
Kemudian aku melakukan perintah tadi, maka Allah menghilangkan rasa galau dari diriku.
(HR. Abu Dawud)
**saya ambil dari buku Al-M’asurat, sisipan Al-Quran terjemahan for woman terbitan As-Syamil**
Semoga kita yang sedang dilanda kegalauan dari semua sisi masalah, segera diberi ketenangan oleh Allah SWT. 
704 notes · View notes
empatderajatcelsius · 6 years
Text
mengerjakan dan memikirkan
kita mungkin sudah pernah mendengar kisah tentang segelas dan seteko air. kalau kamu belum tahu, begini kira-kira cerita itu.
seorang dosen psikologi membawa segelas dan seteko air ke dalam ruang kuliahnya. beliau bertanya kepada para mahasiswa: mana yang lebih berat, segelas air atau seteko air? dengan mudah, para mahasiswa menjawab bahwa seteko air tentu lebih berat.
kini, pertanyaannya diubah menjadi percobaan. seorang mahasiswa diminta untuk memegangi seteko air selama satu menit. mudah saja, tantangan itu mulus dituntaskan.
selanjutnya, mahasiswa yang sama diminta memengangi segelas air. kali ini, selama setengah jam. baru setengah waktu dari yang ditentukan, mahasiswa itu ingin menyerah.
kembali kepada pertanyaan mana yang lebih berat, kini semua memahami bahwa yang menjadikan sesuatu berat, lebih utama bukanlah berat mutlaknya, melainkan seberapa lama kita memeganginya, memikulnya. prinsip yang sama berlaku bagi masalah-masalah dalam hidup, dalam urusan-urusan sehari-hari.
belakangan–dengan banyaknya pekerjaan yang terasa menumpuk–saya teringat akan cerita segelas dan seteko air. saya menjadi tersadar bahwa beberapa hal terasa begitu berat bukan karena sesuatu tersebut sungguh-sungguh berat, melainkan karena saya tak kunjung menyelesaikan dan meletakkan gelasnya.
sebisa mungkin, saya menyuruh diri sendiri untuk meletakkan secepat mungkin semua gelas yang harus saya pegangi. ternyata, inilah yang bekerja bagi saya:
pertama, saya menghindari multitasking. dulu, saya pernah merasa bangga jika bisa melakukan banyak hal secara bersamaan. setelah belajar dan mengalami, saya menyadari bahwa itu adalah salah satu bentuk menumpuk masalah dan memegangi gelas untuk waktu yang lebih lama. ini kira-kira hitungannya.
misalnya kita punya 100 energi setiap hari dan kita harus menyelesaikan lima pekerjaan yang masing-masingnya butuh 100 unit energi agar bisa selesai. jika kita mengerjakan semua pekerjaan setiap hari, maka di akhir hari pertama, tidak ada pekerjaan yang selesai. yang ada adalah lima pekerjaan yang masing-masing dua puluh persen selesai. kalau kita mengerjakan dua pekerjaan di hari pertama, maka di akhir hari pertama, tidak ada pula pekerjaan yang selesai. yang ada adalah dua pekerjaan yang setengah selesai dan tiga pekerjaan yang tersentuh sama sekali. bagaimana jika kita hanya mengerjakan satu saja? satu pekerjaan akan tuntas selesai, artinya gelas sudah bisa diletakkan. meskipun masih ada empat lagi, paling tidak yang satu sudah.
kedua, saya membaca bahwa ada penelitian yang menyebutkan: kebanyakan orang terlalu banyak membuat rencana/resolusi yang tidak bisa dipenuhi dalam satu hari, tetapi terlalu sedikit membuat rencana/resolusi yang bisa dipenuhi dalam satu tahun. maka, saya pun mengganti penggalan waktu rencana dan resolusi hidup. rencana harian menjadi mingguan. resolusi tahunan menjadi kuartalan (per tiga bulan).
ketiga dan yang paling utama bagi saya adalah mengerjakan dan memikirkan–alih-alih memikirkan dan mengerjakan. mengapa begitu? saya belajar bahwa di dunia ini segala sesuatu membutuhkan gerakan. buku tidak akan pernah jadi tanpa betul-betul ditulis, misalnya. kita tidak akan pernah sampai di garis akhir dalam lomba maraton jika kita tidak melangkah. maka, bergerak saja dulu! bergerak adalah bagian dari berupaya, bagian dari merayu Tuhan agar kemudahan dan inspirasi diberikan kepada kita.
ingin menulis? coba buka dulu halaman kosongnya, lalu tulis apa saja. pada mulanya akan terasa sulit karena kita belum punya rencana, tak ada yang dipikirkan. lama-lama, mungkin yang berpikir adalah jari-jari kita, begitu mengalir kita menulisnya.
semangat ya. semangatlah menata hidup. semangat meletakkan gelas satu per satu. mungkin gelas itu skripsimu, naskah bukumu, laporan-laporan yang harus kamu buat, apa pun itu.
semangat! jangan lupa untuk meletakkan gelasmu.
854 notes · View notes
empatderajatcelsius · 6 years
Text
kamu; kebetulan yang disengajakan hujan untukku
satu saat di hari rabu, di bawah langit abu-abu, di antara lalu lalang orang berwajah sendu, aku menemukanmu.
—aku masih belum mencintai hujan kala itu.
satu saat di hari sabtu, saat suara rintik saling beradu dengan ketuk sepatu milik mereka yang terburu-buru, mata kita bertemu.
—aku mulai berpikir, hujan tak seburuk itu.
satu saat di hari minggu, dinginnya hujan masih enggan untuk berlalu, lucu, aku dan kamu sama-sama pakai jaket biru, lalu senyum malu-malumu menyapaku.
—aku tidak jatuh cinta pada hujan ketika itu.
.
tapi, padamu.
.
.
—ditulis bulan januari, saat hujan tidak ingin berhenti
me: bukannya ngerjain skripsi, malah sibuk bikin puisi
also me: gapapa, yang penting aku hepi
.
.
Februari
Jakarta, 2019
2 notes · View notes
empatderajatcelsius · 7 years
Text
Hari Terakhir Mengingatmu
Ada yang diam-diam datang ketika malam semakin kelam. Rupanya tak pernah kukenal, atau sengaja tak kuhapal—karena sungguh, ada hal yang lebih penting untuk kuingat daripada kamu yang pernah membuat hatiku terasa hangat.
Dan saat mentari datang di pagi hari, ada sesal yang menggerogoti dan perihal hujan yang jadi saksi bahwa matamu sumber dari semua diksi. Perihal aku yang tersadar sudah setahun sejak bulan ketujuh tahun lalu. Saat hujan menjadi teman saat kita bertemu, dan tatapan matamu yang menjadi sebuah candu.
Lalu, tentang siangku yang tak lagi berseri. Tentang burung-burung merpati yang sekarang bersembunyi. Seperti halnya kamu yang kini tak ingin kembali—mencoba lari dari segala puisi yang kuberi.
Dan akhirnya, ketika senja tak lagi bicara tentang indahnya sebuah rasa, aku berusaha untuk tidak lagi mengumbar-umbar nestapa. Aku akan berkata pada dunia, kalau aku baik-baik saja, dan sudah melupakan semuanya—tentang kamu dan juga kita.
.
.
.
Semoga saja.
Februari
Jakarta, 2018
9 notes · View notes
empatderajatcelsius · 7 years
Text
Aku Menemukanmu
Aku menemukanmu Terselip di antara puisi kelabu Tentang rindu dan sendu Yang berdebu Dan berharap temu
Aku menemukanmu Di sosok seorang pria Yang berdiri di gerbong tiga Dalam sebuah kereta Menuju Jatinegara
Aku menemukanmu Tercermin di beningnya gelas ukur Atau jernihnya semangkuk sayur Di tumpukan daun daun yang gugur Atau jejak sepatu yang berlumpur
Aku menemukanmu Berdiri di tengah dingin malam Di balik basah hujan yang tak padam Saat waktu kembali tak paham Bahwa kita sudahlah khatam . .
Lantas, bagaimana Aku bisa lupa Bila nyatanya Kamu ada Di mana-mana? . .
Juli Jakarta, 2017
3 notes · View notes