Serangkaian kata yang tertulis, tentang "kehidupan" yang harus disyukuri, dinikmati, dan dijalani dengan setulus hati. #KeepOnShalawat
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
MERDEKA BATIN, MERDEKA DAYA PIKIR
Agustus tahun ini terasa sangat “spesial”. Tidak hanya tahun ini, tahun kemarin pun terasa sama. Banyak hal yang sudah terjadi di negeri ini, yang itu semuanya... yah, hanya bisa mengelus dada. Dari hati yang terdalam ingin mengatakan, “Mengapa Indonesia bisa menjadi seperti ini? Kapan negeri ini bisa keluar dari carut marut yang seakan tak berkesudahan ini?” Berbagai pikiran negatif pun tak dapat dipungkiri hadir, di saat yang bersamaan tetap harus mengedepankan baik sangka bahwa negeri ini bisa lebih maju dan sejahtera di kemudian hari.
Hampir setiap hari menyimak atau membaca berita yang berhasil membuat geleng-geleng kepala. Tak jarang menimbulkan diskusi hangat antara aku dan adikku di rumah. Lepas itu, layaknya air yang menguap, kami sudahi obrolan. Sampai di suatu titik, kami tak tahu lagi dengan kata-kata apa meresponnya.
Mau dibahas di sini pun, rasanya kita semua sudah tahu dan bisa menyimpulkannya masing-masing. Biar gak puyeng juga, ya.. :D
Dulu saat kecil, mungkin kita cukup sering menyimak lagu-lagu wajib, lagu-lagu nasional, maupun daerah via VCD atau kaset. Begitu juga cara orang tua kami menanamkan rasa nasionalisme kepada kami, beliau berdua kadang suka menyetel VCD lagu-lagu itu, sehingga telinga menjadi familiar. Seiring beranjaknya usia, teknologi semakin maju, akses informasi semakin merebak luas, pengetahuan tentang negeri ini tidak hanya sebatas lagu dan buku sejarah, melainkan juga peristiwa yang sudah terjadi dan yang sedang berlangsung saat ini, yang bisa diakses, dibaca, disimak dari media apa saja dan dimanapun.
Pernah beberapa bulan yang lalu, ketika hendak naik KRL, pihak stasiun memperdengarkan instrumen lagu Indonesia Raya tepat jam 10 pagi. Kami tertegun dan berdiam sejenak menyimaknya sambil berdiri. Oh.. ternyata masih diperdengarkan lagu kebangsaan ini, ya. Syukurlah..
Akan tetapi, perlu diakui kalau sekarang lagu-lagu wajib, lagu-lagu nasional dan daerah tak sering digaungkan, kecuali kita berinisiatif mendengarkannya lagi. Ada juga di televisi nasional, kalau swasta mungkin hanya lagu kebangsaan saja. Di samping itu, video lagu itu masih beredar di youtube, tapi keinginan untuk menyaksikannya, kalau bukan karena rasa cinta, mungkin akan jarang ditengok.
Cinta. Ya.. kalau bukan karena cinta terhadap negeri ini, mungkin kita udah acuh dengan apa yang sedang terjadi. Otak dibuat untuk selalu berpikir, hati dibuat untuk selalu berempati, seakan-akan meminta kita untuk terus belajar, mempelajari tentang negeri ini.
Agustus ini, rasanya tidak terlalu sesemangat Agustus-Agustus sebelumnya. Tapi, mungkin karena rasa cinta itu, bendera Merah Putih masih dikibarkan di depan rumah, di samping karena petuah dari guru. Mungkin karena rasa cinta itu, masih mau menyimak berita, podcast yang membahas isu-isu terkini. Mungkin karena batin ingin merdeka, tulisan ini hadir. Mungkin karena pikiran ingin terus kritis, keinginan untuk membaca, menyimak kisah-kisah para tokoh bangsa masih ada walau kadang teralihkan.
Kusetel lagu-lagu Gombloh, mulai dari Kebyar-Kebyar, Kami Anak Neg’ri ini, Selamat Pagi Kotaku, Berita Cuaca, hingga lagu Chrisye berjudul Negeriku. Kemudian, lagu Berkibarlah Bendera Negeriku. Lalu, berputar ke lagu-lagu wajib nasional. Kemudian ke lagu-lagu lain yang masih bertema satu, nasionalisme. Mengenang masa kecil, yang di kala itu masih belum begitu paham dengan arti lagunya. Masih belum mengerti dengan dinamika yang terjadi. Masih hanya menikmati kemerdekaan versinya.
Sekarang, mungkin inilah caraku menikmati kemerdekaan, khususnya di tahun ini, dengan menuangkan segala pikiran menjadi tulisan, masih sambil menyimak lagu-lagu yang kusebutkan di atas.
Merenungi makna di baliknya, syair-syairnya luar biasa dan dalam. Semuanya punya pesan yang satu, cintai negeri ini.
Kemudian sambil merenungi dan memikirkan ke depannya, apa yang bisa diperbuat untuk negeri ini.
Tulisan ini.. mungkin terkesan sedikit berantakan alurnya, seperti halnya kondisi negeri ini yang masih harus dirapikan benangnya bersama-sama.
Apapun itu, apapun yang sudah terjadi..
DIRGAHAYU KEMERDEKAAN YANG KE-80...
UNTUK NEGERI TERCINTA, NEGERI YANG INDAH PERMAI..
I N D O N E S I A...
MERDEKA! SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA!
#refleksi#dirgahayu#kemerdekaan#ke80#negeritercinta#negeriindahpermai#Indonesia#merdekabatin#merdekadayapikir
2 notes
·
View notes
Text
Berani bertumbuh, berani melangkah...
Yang Ingin Tumbuh, Harus Siap Robek dari Dalam
Kalau kamu sungguh ingin tumbuh, kamu harus berani mencoba. Lebih dari itu, kamu harus berani melawan sesuatu dalam dirimu sendiri.
Kadang, bukan dunia yang menghalangi. Tapi keyakinanmu yang sudah usang, rasa aman palsu dari pola lama, dan suara dalam kepala yang bilang, "jangan berubah, di sini saja."
Padahal, tumbuh artinya menyakiti bagian-bagian lama dalam dirimu. Melepas kenyamanan. Meninggalkan suara yang kini mengurung, meski dulu menolongmu bertahan.
Ada yang harus dikorbankan. Dan sering kali, itu adalah dirimu yang sekarang.
Letakkanlah yang tak lagi berguna. Bukan karena itu buruk, tapi karena fungsinya sudah selesai. Seperti daun yang gugur agar pohon bisa bertunas kembali, ada bagian dari dirimu yang harus kamu relakan demi versi dirimu yang lebih utuh.
Mungkin akan terasa seperti kehilangan. Tapi sebenarnya itu ruang yang dibersihkan untuk sesuatu yang lebih sesuai. Sesuatu yang kamu butuhkan untuk berjalan ke depan.
Tumbuh adalah keputusan berulang: untuk tidak lagi jadi siapa yang kamu tahu, demi menjadi siapa yang kamu bisa.
Beranilah.
Karena kadang, satu-satunya cara untuk menemukan cahaya adalah berani melewati pintu gelap yang kamu hindari terlalu lama.
152 notes
·
View notes
Text
JADI ANAK PERTAMA ITU...
Disclaimer:
Murni pendapat pribadi, tidak ada campur aduk dengan pikiran orang lain, ataupun data ilmiah yang ada. Mungkin tidak semua orang merasakan hal yang sama dengan yang dijelaskan di bawah ini, jadi ini bisa bersifat subjektif.
----------
Jadi anak pertama itu...
Ada plus minusnya. Seperti semua hal yang ada di dunia ini, ada baik dan buruknya, keunggulan dan kelemahan. Berpadu satu sama lain, sekaligus saling berseberangan.
Jadi anak pertama itu...
Merupakan cinta pertama yang hadir dari kedua orang tuanya. Dimana mereka berdua sudah pasti sangat bahagia menanti kelahirannya.
Jadi anak pertama itu...
Dia paling bahagia tatkala adiknya lahir. Dia bisa juga merasa kasih sayang kedua orangtuanya terbagi sehingga dia ‘harus’ menjadi lebih dewasa dari sebelumnya.
Jadi anak pertama itu...
Terkadang bisa lebih banyak mengalah dari adik-adiknya. Menjadi yang pertama merasakan suka duka perjuangan hidup kedua orang tuanya.
Jadi anak pertama itu...
Terkadang jadi orang pertama yang mengetahui rahasia kedua orang tuanya. Dan tak jarang diminta untuk menyembunyikannya dari adik-adiknya.
Jadi anak pertama itu...
Harus bisa jadi contoh yang baik bagi adik-adiknya, karena dia paham kalau dia harus memberikan yang terbaik bagi mereka.
Jadi anak pertama itu...
Suka gengsi mengucapkan kata cinta, terutama ke kedua orang tuanya maupun adik-adiknya. Dia lebih suka act of service sebagai bentuk love language-nya.
Jadi anak pertama itu...
Akan menggantikan posisi kedua orang tua jika telah tiada, dan akan bertanggung jawab menghidupi keluarganya.
Jadi anak pertama itu...
Seringkali harus tampak kuat dari luar. Seakan tak ada celah untuk menunjukkan sisi kelemahannya kepada yang lain.
Jadi anak pertama itu...
Terkadang tak suka disalahkan, apabila ada yang menegurnya. Bukan berarti dia tidak mau mendengarkan, tapi rasanya lebih pada “benteng” diri dia tergores, jadi terkadang akan suka kesal sendiri tanpa sebab.
Jadi anak pertama itu...
Kalau mau menangis, dia tak mau menampakkannya di depan orang lain. Dia akan mencari tempat tersendiri, dan akan menangis tersedu-sedu tanpa ada yang melihatnya.
Jadi anak pertama itu...
Akan lebih suka menyembunyikan rasa sedihnya dibanding menceritakan kepada yang dipercaya. Bukan sebab tak mau berbagi, hanya tak ingin merepotkan orang lain.
Jadi anak pertama itu...
Bagai perisai, yang siap melindungi orang-orang yang dicintainya. Dia selalu jadi garda terdepan jika ada yang berusaha menganggu.
Jadi anak pertama itu...
Harus tangguh menghadapi berbagai macam problematika hidup. Pengorbanannya mempunyai arti tersendiri.
Jadi anak pertama itu...
Suka duka menjadi anak pertama itu, banyak. Setiap orang akan berbeda-beda pengalamannya. Ini hanya sedikit gambaran dari apa yang mungkin dialami oleh anak pertama.
Yang pasti..
Anak pertama tetap menjadi seseorang yang sangat berharga bagi kedua orangtuanya. Panutan bagi adik-adiknya. Juga jadi yang membanggakan, bagi dirinya sendiri.
2 notes
·
View notes
Text
DUA KARYA ANTOLOGI DI PARUH PERTAMA 2025
Paruh pertama tahun ini, ada hadiah istimewa dari Allah yang hadir. Dua karya antologi, Alhamdulillah bisa terbit di waktu yang hampir bersamaan. Karya antologi itu – berdasarkan penjelasan di Google – adalah kumpulan karya, bisa cerpen, puisi, quote, esai, dan lain-lain, yang memiliki tema yang sama dan dibukukan menjadi satu terbitan.

Karya pertama, yaitu berupa esai. Sepucuk surat yang kutujukan untuk kedua orang tua tercinta. Ketika pertama kali melihat informasi dari IG @nulisquote bahwa ada lomba surat dengan tema “Ungkapan Cinta Untuknya”, tanpa berpikir panjang langsung eksekusi menulis. Memang, kala itu butuh wadah menuangkan segenap rasa rindu kepada kedua orang tua, “siapa tahu bisa lolos”, gumamku. Setelah selesai menulis, kukirimkan naskah itu via google form @nulisquote.

Tak lama setelah itu, ada pengumuman lagi, kali ini dari @halopenulis. Undangan menulis buku bareng dengan tema “Kepergianmu”. Tancap gas lagi. Dan karya kedua ini adalah sebuah cerpen. Mengenang kisah hidup yang dijalani pasca perginya almarhumah mama. Setelah beres menulis, kukirimkan juga via google form.
Di rentang akhir bulan Februari ke awal Maret, kucoba tengok email. Alhamdulillah, ada notifikasi yang masuk. Terpilih menjadi salah satu peserta kedua karya ini, dan bisa terbit di jarak sekitar kurang lebih 10 hari antara karya pertama dan kedua.

Kedua karya ini, sengaja kubuat sebagai dedikasi, sekaligus menjadi obat kangen kedua orangtua. Kisah yang mungkin secara lisan sulit diungkapkan, sebaliknya lebih mudah untuk dituliskan. Rasanya setelah menulis itu, hati lega rasanya.
Sejujurnya, ini keluar dari zona nyaman, seperti yang pernah diceritakan di @30haribercerita januari lalu. Akan tetapi, kali ini terdorong karena untuk self healing. Dan menulis adalah salah satu cara keluar dari rasa hilang itu.
Dengan ini, semoga jadi pemantik semangat untuk terus berkarya...
Next, karya solo, semoga suatu saat bisa terwujud. Aamiin...
0 notes
Text
JUMBO, DARI HATI HINGGA KE HATI
Di hari ke-20 penayangan, kami menyempatkan diri menonton film animasi yang sudah lama ditunggu-tunggu dari lima tahun silam. Kalian pasti sudah tahu nama filmnya apa? Ya, JUMBO. Feelingku saat nonton trailernya, “Sepertinya ini akan jadi dobrakan film animasi di Indonesia, bahkan bisa mengalahkan animasi di lain negeri.”
Ternyata benar. First impression, this movie is amazing! Mulai dari visual yang colorful and cartoonish, memanjakan mata, tak kalah dari karya animasi milik negeri Paman Sam sana, bahkan – yang paling dekat – animasi negeri jiran. Kisah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari plus imajinatif khas cerita anak-anak, dibalut dengan diksi dialog yang hampir tidak ada bahasa orang dewasanya (dengan kata lain bahasanya ringan dan mudah dimengerti). Seperti kita lagi nonton film anak-anak yang betul-betul film anak-anak, bukan film keluarga. Ditambah original sountrack-nya yang tidak kalah keren dan mengena di hati. Ber-setting masa akhir 90-an hingga awal 2000-an, asli.. sebagai anak milenial sangat dibuat bernostalgia masa kecil dulu.

Film ini benar-benar dibuat dari hati. Dan pesan moralnya pun benar-benar sampai ke hati dan pikiran. Anak-anak di film ini, benar-benar mampu berlaku dewasa menyikapi kehidupan yang mereka lalui. Di sati segmen sempat menyeletuk dalam hati, “Ya Allah.. Anak-anak ini bisa berpikir layaknya orang dewasa, ya. Kayaknya dulu pas kecil gak pernah sampai kepikiran kalimat-kalimat itu.” Dialog dan suasana di film ini tak jarang berhasil membuat benteng pertahanan diri luluh, alias menangis tersedu-sedu.
Satu dari sekian pelajaran penting dari film ini, “Be a good listener to be a good storyteller.” Belajar untuk jadi pendengar yang baik, bukan hanya jadi pencerita atau pembicara yang baik, dengan ini kita bisa lebih bijak dalam menyikapi segala sesuatu. Pelajaran lainnya yang juga penting, berupaya untuk empati dengan orang lain dan tidak egois dengan diri sendiri. Ini tidak mudah, butuh kesadaran penuh, apalagi bagi kita yang sudah beranjak dewasa sangat sering menemui kondisi seperti ini. Setiap orang punya problematika hidupnya masing-masing. Suara mereka, juga kita.. layak untuk didengarkan, maka sudah sepantasnya kita menjadi orang di poin pertama, pendengar yang baik.
Lebih dari ini, keseluruhan cerita memberi makna yang sangat berarti bagi hidup kita sehari-hari. Dan dibalik keunggulan, tak luput pula kekurangan. Akan tetapi, bagi saya, film ini tetap menjadi film yang patut untuk disaksikan dan diambil hikmahnya.
Pokoknya kalian, kita semua harus nonton! Berkali-kali nonton pun kayaknya makin seru, dan mungkin kita akan lebih tahu banyak detailnya atau sisi lainnya. Yuk, mari kita dukung karya terbaik anak-anak bangsa ini. Film ini sangat layak mendapatkan apresiasi terbaik, dan semoga bisa menjadi batu loncatan, standar perkembangan dunia animasi Indonesia selanjutnya.
Terima kasih sebanyak-banyaknya untuk lebih dari 420 seniman, animator, pendongeng yang terlibat di balik film ini. Penulis cerita, sutradara, produser, para cast, juga seluruh tim @jumbofilm_id @visinemaid @visinemastudios, terima kasih banyak sudah menghadirkan tontonan yang menjadi sarana edukasi, bukan hanya tertuju untuk anak-anak, tapi terlebih bagi kita, juga “anak-anak” dalam diri kita.
Seru, sedih, senang, terharu, menegangkan. 1000000/10, tak terhitung bintangnya untuk film ini. SAP! SAP! SAP!
0 notes
Text
RAMADHAN 1446 H, BULAN SILATURAHIM #part1
Momen Ramadhan tahun ini, menurutku menjadi momen yang sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ibaratnya tahun ini jadi tahun mendobrak “benteng” yang selama ini “menutupi” jalan yang ingin dilalui. Dimulai dari perjalanan aku dan adikku ke Padang beberapa hari sebelum puasa, dengan tujuan utama ziarah ke makam almh mama, memperpanjang surat izin makam, dan merapikan makam beliau menjadi lebih cantik dan asri. Betapapun kami sudah melepaskan kepergian mama, namun tetap saja rindu itu ada. Ma, kita ketemu yuk di mimpi, kami rindu sekali ni.. :)
Lalu menginap di kediaman salah satu keluarga alm papa. Berbagai macam kisah hidup pun mengalir. Sudah lama sekali kami tak merasakan momen ini, ditambah dua tahun belakangan ini kami memutuskan untuk “menepi sejenak” dari keramaian. Menepi bukan karena tak mau menyapa dunia luar, bukan karena tak mau bersosialisasi. Namun menepi untuk menata kembali hati, pikiran, dan raga kami agar mampu kembali ke posisi yang semestinya, bahkan bisa melaju lebih cepat, melompat lebih tinggi.
Selanjutnya, kami keliling silaturrahim ke rumah saudara-saudara almh mama kami yang bermukim di Padang. Seperti biasanya dalam silaturrahim, kami saling berbagi kabar, bercerita, bercanda, menyimak nasihat dari beliau semua. Ada rasa bahagia dan terharu, bahwa kami bisa juga keluar dari “kandang”, kembali menyapa keluarga sebagai orang terdekat dalam hidup kami. Tentu saja menyambung silaturrahim, juga melanjutkan kebaikan dari kedua orang tua kami. Yang selalu aku ingat, sejak kami kecil, beliau berdua selalu menyempatkan diri mengunjungi keluarga dan kerabatnya jika sedang kembali ke Indonesia dan kami selalu diajak.
Perjalanan kami di Padang diakhiri dengan ziarah ke makam almh mama kami lagi, juga mengunjungi Masjid Raya Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, atau disingkat dengan Masjid Raya Sumatera Barat. Di sana kami melaksanakan sholat Zuhur dan Ashar juga tadarrus Al-Quran. Kala itu, banyak dari pelajar SMA dan SMK yang juga berkunjung ke sana untuk melaksanakan sholat berjama’ah.
Bulan nan suci tahun ini, bagiku menjadi bulan silaturrahim. Bulan pembuka, pembuka jalan untuk beranjak dan melangkah kembali, pembuka jalan komunikasi dengan keluarga setelah sekian lama tak bersua, pembuka pintu batin, menenangkan pikiran dengan mengunjungi masjid dan beribadah di dalamnya.
Bagi kami, kita yang sedang berproses berdamai dengan kondisi dan situasi yang dialami, berdamai dengan segala hal yang dilalui, terkadang butuh momen untuk mendobrak benteng ketakutan dan rasa kurang percaya diri. Tatkala momen itu hadir, lalui saja. Mungkin itu caranya Allah melembutkan hati, membuka pikiran kita bahwa dunia itu tak sesempit yang kita kira. Kita bisa keluar, kita bisa melangkah lebih jauh, kita butuh keberanian dan kepercayaan diri untuk kembali menerima diri kita sepenuhnya.
Alhamdulillah bini’matihi tatimmussholihat. Segalanya sudah Allah atur, mungkin hikmahnya adalah Allah membuka pintunya di bulan ini. Semoga ke depannya, dimudahkan untuk melangkah dalam kebaikan, mengurangi salah, dan terus memperbaiki diri menjadi yang lebih baik.
----------
Notes:
Cerita ini dibuat untuk refleksi, mengukir kisah untuk dikenang, mengungkapkan isi pikiran dan hati yang mungkin tak bisa diceritakan secara langsung kepada siapapun.
Bagi siapapun yang sedang berada dalam kondisi yang sama, PUK PUK PUK (tepuk pundak), KITA PASTI BISA MELEWATINYA! ALLAH BERSAMA KITA. Semangat dan sehat selalu. Salam hangat dariku, dari kami. In sya Allah setiap orang sudah ada prosesnya masing-masing untuk bertumbuh.
Jalani, nikmati, perbaiki, syukuri, dan sabari saja..
0 notes
Text
Refleksi 2024: Bangkit dari Kehilangan
Tahun ini, menjadi tahun untuk kembali bangkit. Bangkit dari titik bawah dalam hidup, berjuang kembali ke jalan semula. Kalau dari judulnya, bangkit dari kehilangan, ya.. bangkit, bangun. Sebelumnya, maaf kalau hal ini terus dibahas. Tapi, izinkan untuk menoreh kata demi kata tentang ini.
“Selalu ada hal yang bisa dipelajari”. Bahasa sederhananya, hikmah. Kata yang bijak untuk sebuah kehilangan. Menghadapi kehilangan, setiap orang punya cara yang berbeda-beda untuk bertahan. Satu cara untuk bertahan adalah BANGKIT. “Membangunkan” jiwa dan raga dari “tepiannya”. Yang awalnya bersembunyi dari keramaian, lalu ia mencoba kembali muncul ke permukaan. Mencoba kembali ke aktivitas biasa, walau butuh waktu dan proses yang lama sekalipun.
Sekilas mengingat momen-momen yang dilalui setahun ini. Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah, rasa kehilangan itu pelan-pelan bisa terobati. Tidak instan, tidak langsung sembuh 100 persen, tapi sedikit demi sedikit bisa dilalui. Proses akan menjawab dengan sendirinya, pernah suatu ketika salah seorang sahabat melontarkan kalimat ini. Benar juga. Dengan mau berproses, berarti kita mau untuk melangkah lebih jauh. Kalau bukan karena Allah, kalau bukan karena dorongan orang-orang di sekitar, mungkin sudah dari jauh-jauh hari stres dan rasa takut terus menghantui. Meratapi terus apa yang terjadi, tanpa berusaha untuk keluar dari kondisi itu.
Hikmah besar yang dirasakan dari kehilangan ini, adalah timbul keinginan untuk menulis dan menerbitkannya menjadi sebuah karya. Memberanikan diri ikut event menulis di @30haribercerita, sebuah platform di instagram dimana yang ikut event ini mengunggah cerita 1 day 1 story di feed instagramnya dalam satu bulan penuh di bulan Januari. Hasilnya, benar-benar belajar konsisten dan berani untuk menulis hingga dibaca oleh khalayak di dunia maya. Bahkan ada peserta event ini yang berhasil mengangkat cerita-cerita yang diunggahnya selama beberapa tahun menjadi buku dan diterbitkan. Kemudian, mengikuti event menulis antopologi “Puisi untuk Palestina” bersama puluhan author lainnya dari seluruh daerah di Indonesia, dan bukunya Alhamdulillah sudah terbit di Juni lalu. Walaupun baru di penerbit lokal, tapi ini sudah menjadi pencapaian luar biasa bagi diri sendiri. Semoga suatu saat bisa menerbitkan karya orisinil sendiri di penerbit nasional, bahkan kalau bisa menjangkau pasar internasional, Aamiin.
Dari ini, tersadar bahwa menulis rasanya bisa sedamai itu. Menulis, bisa menjadi jembatan bangkit dari rasa kehilangan. Menulis, bisa jadi kekuatan sendiri dalam proses menyembuhkan batin. Kita tak perlu merasa dihakimi, hanya perlu keberanian kuat untuk itu. Mengalir saja, tanpa perlu merasa terbebani. Lebih bersyukurnya lagi, tulisan kita bisa jadi penguat bagi orang lain yang mungkin sedang mengalami hal yang sama dengan kita.
Di luar daripada itu, mengoleksi buku bacaan lagi menjadi hikmah berikutnya. Menengok sebentar ke arah kumpulan buku bacaan. Tahun ini banyak juga koleksi bukunya, gumam si hati. Biasanya jarang beli buku, paling dalam setahun hanya 1-2 buku, atau bahkan tak ada yang dibeli. Tiap mampir, kalaupun ada buku yang diinginkan, hati menahan untuk tidak membelinya. Namun sejak momen itu, kebiasaan berkunjung ke toko buku balik lagi, meskipun sekadar menengok buku-buku yang sedang terpajang di sana. Kalau ketemu yang bagus, tanpa pikir panjang langsung membelinya. Teringat di masa kecil, alm ayah suka mengajak kami mampir ke toko buku, beliau mengizinkan kami membeli komik, yang digandrungi oleh anak-anak seusia kami kala itu. Bagi beliau, yang penting kami gemar membaca, baca buku apapun yang disukai.
Menjelang akhir tahun, ada tawaran mengajar privat untuk mahasiswa di kampus sini. Awalnya sempat ragu, takut, khawatir tak bisa maksimal, tapi akhirnya diambil juga kesempatan itu. Setelah menjalani dan menyelesaikan pembelajarannya, ternyata mengajar juga bisa jadi obat untuk menyembuhkan hati. Dengan kembali melakukan aktivitas yang menghadirkan atau dihadirkannya perasaan trauma, sedih, kehilangan, dan sebagainya, justru kita hendak mengembalikan perasaan itu dan berusaha menggantinya dengan syukur dan sabar. Jadi, kita tak kabur, sebaliknya kita hadapi situasi itu lagi.
Balik ke pernyataan di atas, “selalu ada yang bisa dipelajari”. Jika kita pandai mengambil hikmah dari setiap ujian, tantangan yang hadir, kita akan merasakan betapa besarnya nikmat dibalik semuanya. Kita tidak akan mudah terperosok ke lubang yang dalam. Kita akan tenang dalam mengambil sikap. Kita akan lebih bijak dalam menyoroti segala aspek yang ada dalam hidup kita. Kita akan lebih bisa mengeksplor diri kita lebih jauh lagi. Dari kacamata manusia biasa, tak bisa dipungkiri bahwa kepergian orang yang dicintai adalah kehilangan mendalam. Akan tetapi, yang harus selalu diingat, Allah akan selalu ada untuk kita. Rencana Allah itu pasti lebih baik, dan itu jadi misteri untuk kita telusuri dan hadapi. Kenangan, akan jadi penguat bagi kita untuk melangkah ke depan. Berkawan dengan diri sendiri, jadi teman paling nyata untuk mengarungi perjalanan berikutnya. Tapi.. jangan lupa juga, kita tidak sendirian. In sya Allah di luar sana masih banyak yang mau mendukung kita, menghargai proses yang sedang kita lalui, dan tidak mudah menghakimi keputusan apa yang kita ambil.
Terima kasih banyak 2024, telah menjadi kawan dalam bertumbuh, merasakan hadirnya perasaan itu, melepasnya pelan-pelan. Tidak apa-apa kalau lambat, tidak apa-apa kalau lama. Jangan terlalu mengikuti ekspektasi, sebab setiap individu punya waktunya masing-masing untuk berproses dalam hidupnya.
Hai, 2025. Kita berkawan ya, semoga banyak hal-hal baik yang datang, dimudahkan menggapai asa dan harapan yang belum terwujud di tahun-tahun sebelumnya, dimudahkan dalam menghadapi berbagai tantangan berikutnya, serta terus menjadi yang lebih baik setiap harinya.
#refleksi#renungan#2024#bangkitdarikehilangan#menghargaiproses#kenangan#berkawandengandirisendiri#bertumbuh#asadanharapan#menjadiyanglebihbaik
10 notes
·
View notes
Text
Kelahiran Adalah Hadiah Bagi Orang Tua
Lahirnya seorang manusia ke muka bumi adalah anugerah yang luar biasa. Sembilan bulan lamanya ia berada di kandungan sang ibu, lalu perjuangan ibu melahirkan, menyusui, merawat, membesarkan. Tak lupa pula sang ayah yang juga berjuang mencari nafkah untuk keberlangsungan hidup keluarganya, juga bergantian dengan ibu dalam menjaga dan merawat buah hatinya.
Seiring berjalannya waktu, sang anak mulai bisa berjalan, berbicara, makan makanan yang beragam, berinteraksi aktif dengan kedua orang tuanya, bermain dengan benda-benda di sekitarnya, bertanya hal ini dan itu. Mulai memasuki usia sekolah, bertemu dengan teman sejawat, berkawan dengannya, seterusnya hingga masanya ia masuk dunia perkuliahan, lulus, bekerja, menikah, membina rumah tangga. Tentu dengan berbagai macam ujian dan tantangan yang dihadapi sepanjang menjalani hidupnya.
Di balik itu, hari ulang tahun menjadi momen yang sangat berharga bagi semua orang. Tiap dari kita punya cara sendiri untuk memaknai hari ulang tahunnya. Misal, saat kecil – mungkin sebagian dari kita – suka dibuatkan pesta kecil-kecilan di rumah, undang semua teman-teman, potong kue, makan bersama, dikasih kado yang banyak. Mungkin juga sebagian dari kita suka sekali dengan hal itu, hingga kadang bisa merengek bahkan merajuk jika ultahnya tidak dirayakan. Saat sudah besar pun, merayakannya bersama teman-teman, tidak jauh dari saat kita kecil. Mungkin juga sebagian kita yang lain memperingatinya dengan lebih khidmat, berdoa, berbagi dengan sesama, makan di rumah bersama orang tua. Dan sebagainya.
Semakin besar, perlahan mulai sadar kalau hari ultah bukan hanya sekedar ultah. Ada hal urgen, yang itu sayangnya seringkali terlupakan. Berterima kasih kepada kedua orang tua. Sadar tidak sadar, kita lahir karena jasa kedua orang tua. Karena cinta kasih merekalah, kita lahir dengan sehat dan selamat. Kita bisa merasakan betapa nikmatnya hidup lewat tangan asuh mereka. Kita bisa mendapatkan berbagai macam jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang kita lontarkan sejak kecil, itu karena berkah ilmu dari keduanya. Kita dibimbing untuk dapat membedakan hak dan bathil, berperilaku baik dan menjauhi yang dilarang, itu juga karena arahan beliau berdua.
Lalu, sudah pernahkah kita ucapkan rasa terima kasih kepada keduanya? Kalau belum, lakukanlah mulai dari sekarang. Aku yakin sekali, beliau berdua pasti sangat senang mendengar ucapan rasa itu dari kalian, dari kita, walau mereka tak menunjukkannya. Kalau sudah pernah, Alhamdulillah, mudah-mudahan setiap tahunnya kita bisa melakukannya untuk mereka.
Orang tua, adalah orang pertama yang wajib menerima rasa terima kasih itu, sebelum orang lain. Beliau berdua, adalah pahlawan dengan tanda jasa yang paling luar biasa, yang tak bisa tergantikan oleh apapun. Sampaikan rasa terima kasih itu, di hari lahir – walau pastinya setiap hari kita harus berterima kasih kepada keduanya – khusus di hari itu. Sampaikan bahwa kita sangat bersyukur lahir dari keduanya, dan kita tidak akan jadi apa-apa tanpa belaian cinta dan kasih mereka.
4 notes
·
View notes
Text
Perbaharui Niat
5 hal, 10, 15, 20, atau lebih dari itu? Setiap pergantian tahun, beberapa dari kita mungkin sudah memikirkan apa yang mau dilakukan di tahun ini. Beberapa lainnya, mungkin ada yang masih bingung, apa ya yang mau dilakuin di tahun ini? Apa mau berkegiatan seperti biasanya saja, atau mau lakuin sesuatu yang baru, ya?
Kalau boleh aku mau kasih saran nih, dan ini dari guru kami. Beliau berpesan, “niatkan di awal tahun hijriyah ini untuk diri sendiri, keluarga, lingkungan, agama, dan bangsa. Niatnya ditulis, minimal 30 niat, dan semoga apa yang diniatkan dimudahkan dan diberkahkan.”
Tulisan itu bagaikan pengikat. Berbagai macam ingatan yang terbesit, lalu kita tulis, maka itu akan lebih lekat berbekas dibanding hanya bertengger di pikiran saja. Kalau belum yakin, dicoba aja. Sedikit testimoni dari seorang kawan, dia menulis banyak keinginan, lalu satu persatu terwujudkan. Memang tidak sekaligus, tapi itu tadi.. satu persatu. Dan dibarengi dengan usaha yang maksimal, tentunya.
Setelah ditulis niat kita, setiap pagi coba kita tengok lagi, sambil berdoa semoga Allah mudahkan jalannya. Begitu terus, sampai suatu saat niat-niat kita bisa tercapai. Ternyata, niat memang perlu diperbaharui. Bukan karena niat sebelumnya kurang baik... bukan. Tapi agar niat yang kita dawamkan ini lebih kuat lagi motifnya. Selain itu, kita bisa menambah niat-niat baru, agar semakin banyak tertuliskan keinginan yang baik. Niat yang baik, perlu direncanakan. Tapi kalau niat buruk, tanpa direncanakan pun dia akan datang dengan sendirinya.
So.. tunggu apa lagi. Yuk, perbaharui niat baiknya, ditulis apa yang ingin kita lakukan di tahun ini, dan ssstt.. kalau bisa, biarkan niat ini hanya kamu yang tahu, juga Allah SWT Yang Maha Mengetahui lagi Maha Berkehendak.
0 notes
Text
Lamunan Penghujung Tahun
Apa saja yang sudah dilakukan setahun belakangan ini? Apakah lebih banyak kebaikan, atau yang kurang baik malah yang lebih banyak? Lebih sering kah bersyukur setiap harinya, atau lebih banyak mengeluh? Sudahkah banyak kebermanfaatan yang diberikan untuk diri sendiri, untuk orang lain, atau sebaliknya? Pernahkah menyakiti perasaan orang lain dengan perkataan yang meleset? Pernahkah menaruh iri terhadap pencapaian orang lain? Seringkah ikut bahagia dengan kebahagiaan hidup orang lain? Sudahkah turut mendoakan keberkahan orang lain, juga diri sendiri, atau sebaliknya? Sudahkah berempati dengan kesusahan orang lain, atau tidak?...
Dan sebagainya, dan sebagainya.
Kalimat ini sudah sering terngiang di pikiran, tapi selalu jadi renungan khususnya di akhir tahun. Berhubung ini sudah hampir di penghujung tahun 1445 Hijriyah, sejenak ingin menepi ke pelabuhan “muhasabah”.
Tiga hari lalu, saat kajian mingguan di komunitas Sahabat Shalawat, gurunda membahas tentang muhasabah. Kata beliau, “Muhasabah, bukan hanya tentang mengingat, mengenang, namun juga tentang bagaimana meningkatkan ketakwaan. Kita terkadang sibuk untuk bersedih akan masa lalu, dan khawatir akan masa depan, padahal kita lupa untuk mensyukuri hari ini. Maka belajar untuk bermuhasabah diri di akhir tahun ini, apakah sudah banyak kebaikan yang dilakukan atau sebaliknya.”
Barangkali sudah menjadi kebiasaan dari kita, bahwa di akhir tahun kita melakukan muhasabah, introspeksi diri. Ibarat melihat diri kita di cermin, lalu ajak diri kita berbicara, di akhir kita kasih afirmasi positif kepada diri kita. Caranya bebas, terserah kita mau seperti apa mengabadikan renungan akhir tahunnya. Dengan itu, kita bisa sejenak mengembalikan memori kita dari awal hingga akhir tahun, memetik hikmah darinya, membakar kembali semangat untuk mengarungi tahun esok yang akan menghampiri. Dan... rasanya sayang terlewatkan jika kita tak membuat catatan akhir tahun, maka yuk dicoba, minimal buat diri sendiri.
Semua ini mengingatkan, kita – as a muslim – punya kalender Hijriyah, kalender yang di dalamnya ada 4 bulan haram, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Ada bulan di mana kita wajib berpuasa penuh, bulan Ramadhan. Serta ada bulan kelahiran manusia yang paling mulia di muka bumi ini, uswatun hasanah, pemimpin umat muslim, Baginda Rasulullah ﷺ, bulan Rabi’ul Awwal.
Semoga di tahun esok, semakin banyak kebaikan yang hadir, semakin banyak berbuat baik, semakin mengurangi salah, semakin bersyukur, semakin bersabar, dimudahkan menggapai ribuan harapan yang masih dicita-citakan.
Makasih banyak, 1445 Hijriyah, untuk segala cerita yang telah mengalir.
0 notes
Text
Dari Hati, Tulisan, Obrolan Menjadi Doa
Kita, sebagaimana yang dipahami, adalah makhluk sosial. Setiap hari, kita butuh bersosialisasi, mengetahui dunia luar, berkomunikasi via media sosial, dan lain sebagainya. Dengan itu, kita akan merasa ‘hidup’.
Seperti saat ini, di mana musim haji sudah usai. Semua media sosial, terutama di Instagram, semuanya tentang haji, dari para influencer maupun masyarakat biasa. Bagaimana perjalanan spiritual mereka menjalankan ibadah rukun islam yang kelima tersebut. Alhamdulillah juga, beberapa kawan dan kerabat ada yang berangkat haji di tahun ini. Melihat perjalanan mereka ke Baitullah, mereka sharing di status WA mereka. Ma sya Allah Tabarakallah, sungguh hati bergetar dibuatnya. Semoga semua jamaah yang melaksanakan ibadah haji di tahun ini menjadi haji yang mabrur. Semoga kita semua berkesempatan menjadi tamu-Nya di tahun-tahun berikutnya.
Beberapa waktu lalu sempat mengobrol dengan keluarga dan beberapa teman via chat. Bertanya tentang kabar, lalu kegiatan apa yang dilakukan sehari-hari. Tak jarang terlontarkan satu dua kalimat, yang itu di-amin-kan. Rangkaian tulisan di gawai, foto ataupun video yang tersebar di berbagai macam platform, kita lihat dan renungi. Atau misal, kita menulis di buku harian, atau mengetik di komputer, menuangkan isi pikiran. Sering juga, sangat sering, setiap detik hati kita berbisik, apapun itu halnya.
Disadari atau tidak, berdoa bisa dilakukan dengan berbagai cara, tidak hanya saat beribadah. Dari hati yang sedang berbicara, dari tulisan yang dibuat, dari obrolan bersama siapapun, kalimat demi kalimat itu dapat menjadi untaian doa. Penuh ikhlas dan ridho, semoga doa tersebut sampai kepada Yang Maha Pemilik Hati. Harapan kita pun sama, semoga melalui wasilah ini, segala cita-cita kita bisa terwujud di waktu yang paling baik menurut-Nya.
Jadi.. selipkanlah doa dari apa yang kita lihat, yang kita dengar (yang pasti itu hal baik, ya). Jangan khawatir, setiap saat Allah Subhanahu wa Ta'ala selalu memantau kita, memeluk kita, membimbing kita. Raihlah Dia dengan doa-doa kita, dengan setulus hati kita.
7 notes
·
View notes
Text
Pelajaran paling penting yang diingat selama (menuju) 4 tahun usia pernikahan ini ialah;
"Untuk menikahi seseorang, kita tak memerlukan cinta lebih dulu hadir. Tapi logika dan pola pikir yang utama. Keserasian tujuan, kesamaan visi, dan rencana masa depan yang keduanya selaras.
Adanya cinta sebelum pernikahan (saat perkenalan misal) bisa memperumit prosesnya. Kadang perasaan terlalu kuat menguasai sehingga akal tak lagi menerima kebenaran."
518 notes
·
View notes
Text
Suara Diri
Suatu waktu, dia mengajak dirinya sendiri berbicara.
Apa yang sebenarnya sedang bertengger?
Rasanya, hati dan pikirannya berisik sekali.
Seperti benang kusut yang tiada ujungnya.
Sayup-sayup suara membisik di telinga.
Ingin sekali dikeluarkan.
Namun, entah kenapa susah sekali.
Air mata terbendung, tertahan di sudutnya.
Langkah serasa berat, terseok-seok.
Benteng di depan, rasanya menutupi seluruh raga.
Yang itupun masih butuh perjuangan untuk mendobraknya.
Benar, melawan diri sendiri itu tidak mudah.
Ditambah dengan sungkannya meminta dukungan.
Padahal tangan-tangan orang lain sudah banyak yang terulurkan.
Tidak, bukannya dia tak mau.
Tapi, dia tidak ingin merepotkan.
Dia hanya ingin mencoba dengan kemampuannya.
Dia hanya ingin mengukur.
Sejauh mana mampunya.
Walau tak sepenuhnya bisa dibenarkan.
Tetap saja, selalu, dia akan butuh bantuan.
-----------
Aahh.. dia hempis segala pikirannya itu.
Lalu dia bangkit dari duduknya.
Ambil wudhu, lalu sholat.
Seketika, kegundahan yang dia rasakan.
Hilang seiring dia bersujud menghadap Tuhannya.
1 note
·
View note
Text
Reminder
Hanya karena tidak upload foto pekerjaan bukan berarti tidak sibuk
Hanya karena tidak membuat status mengeluh, bukan berarti tidak punya masalah
Hanya karena tidak update status galau, bukan berarti tidak pernah sedih
Hanya karena tidak pernah share foto jalan-jalan, bukan berarti tidak pernah bersenang-senang
Hanya karena tidak update status bahagia, bukan berarti tidak bahagia.
Dunia tidak sesempit dan sesingkat postingan media sosial.
Orang lain punya masalah masing-masing pun punya nikmatnya masing-masing, punya sedih dan bahagianya masing-masing.
:)
423 notes
·
View notes
Text
Satu Hari Satu Cerita #SpesialIdulFitri
HARI RAYA KEMENANGAN. Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar. Laa ilaaha illaLlahu waLlahu Akbar. Allahu Akbar waliLlahil hamd..
Gema takbir pun berkumandang, mulai dari ba’da Isya hingga menjelang shalat Idul Fitri. Hari ini pun tiba. Semua orang, kaum muslim bergembira menyambut datangnya hari Idul Fitri. Mempersiapkan segala sesuatunya dengan penuh sukacita. Pakaian, masakan, kue-kue, minuman, dan lain sebagainya menjadi tanda ‘siap menerima’ para tetamu selepas shalat ‘Id.
Pasca shalat Subuh, mulai siap-siap mengenakan pakaian, berbuka puasa dengan air putih dan makanan yang sudah dibuat beberapa hari kemarin. Lalu, berangkat ke tempat pelaksanaan shalat Idul Fitri. Melihat banyak jamaah yang datang, dengan berbagai macam pakaian yang mereka kenakan, yang kenal saling menyapa dan bermaafan, bertakbir mengikuti bilal melafazkan kata takbir Allahu Akbar. Lepas shalat ‘Idul Fitri, tak lupa untuk khusyuk menyimak khatib menyampaikan ceramah.
Tradisi yang tak tertinggal saat ‘Idul Fitri adalah saling bermaaf-maafan dengan keluarga, kerabat, dan tetangga baik secara langsung atau via telepon, atau videocall. Menghidangkan makanan, kalau di Indonesia seperti ketupat atau lontong, opor ayam, sayur tauco, gulai nangka, setiap daerah mempunyai tradisi makanan sajian lebaran yang berbeda-beda. Ada pula hadiah-hadiah yang disiapkan untuk anak-anak dan mereka yang membutuhkan.
‘Idul Fitri adalah hari raya umat muslim, penanda berakhirnya waktu puasa Ramadhan. Selain itu, Idul Fitri disebut sebagai hari raya kemenangan, setelah sebulan lamanya kita menahan diri dari segala yang tidak diperbolehkan, diakhiri dengan berbuka puasa. Makna dari ‘Idul Fitri yang bisa kita refleksikan adalah kembali kepada fitrah, menjadi manusia yang bertakwa. ‘Id yang berarti kembali (‘aada-ya’uudu), disebut ‘Id karena dirayakan berulang tiap tahunnya. Dan Fitri adalah suci dan berbuka, suci dari segala dosa dan kesalahan, kembali makan dan minum dan haram untuk berpuasa. Yang perlu kita ingat juga, ‘Idul Fitri adalah hari berbagi, berbagi kebahagiaan, berbagi maaf, berbagi kepada yang kekurangan, dan sebagainya.
Tentang memaknai ‘Idul Fitri, hari raya kemenangan ini mengajarkan kita untuk memperbaiki, menyucikan diri dari segala salah dan khilaf yang telah dilakukan. Terkadang, kita berfikir bahwa ‘Idul Fitri harus dengan pakaian baru, makanan yang banyak. Lebih daripada itu, yang perlu diperbaharui adalah hati kita. Hendaknya dengan bermaaf-maafan, kita belajar melapangkan hati kita, memaafkan orang lain dan juga diri sendiri. Belajar untuk tetap peduli dengan sesama, dengan berbagi apa yang kita miliki kepada siapapun, termasuk mereka yang berkekurangan.
Selamat ‘Idul Fitri, selamat memaknai ‘Idul Fitri dengan sebaik-baiknya, selamat berbagi kebahagiaan dengan sesama, mohon maaf lahir dan batin.
1 note
·
View note
Text
Satu Hari Satu Cerita #CeritaRamadhan29
RENUNGAN AKHIR RAMADHAN. Tak terasa bulan suci Ramadhan akan berlalu. Begitu dinanti-nantikannya bulan ini, hingga saat menjelang kepergiannya, kita merasakan kesedihan dan kehilangan. Suasana Ramadhan memang berbeda, ada sahur, berbuka, shalat tarawih dan witir, shalat malam, tadarrus Al-Qur`an, dan sebagainya. Semangat ibadah menjadi meningkat, semangat sosial pun demikian.
Di penghujung Ramadhan ini, izinkan diri kita merenung sejenak. Apa yang sudah kita lakukan untuk mengisi bulan Ramadhan ini? Apakah puasa kita, tadarrus Al-Qur`an kita sudah maksimal? Apakah sudah terisi dengan kegiatan, amal ibadah kebaikan, ataukah masih dengan ego kita melakukan hal-hal yang kurang Allah sukai? Apakah kita menikmati detik demi detik indahnya kehadiran bulan suci Ramadhan? Atauah kita terlena dengan gemerlap dan fananya dunia, tak memandang sedang di bulan Ramadhan atau tidak?
Lihat kembali menu Ramadhan yang sudah kita buat? Apakah terisi semua, apakah sebagian bolong, atau bahkan banyak yang tak terisi? Dari sini, sebagaimana yang sudah pernah disampaikan di tulisan ke 15, kita bisa melihat kembali apakah menu yang kita buat untuk seterusnya bisa dilanjutkan, diganti dengan yang mungkin kita lebih mampu lakukan.
Lebih jauh dari ini, tengok hati kita. Apakah hati kita sedih ditinggalkan Ramadhan? Sebaliknya, apakah kita merasa biasa-biasa saja? Apakah kita senang Ramadhan pergi? Kita sering menengok hingga sekarang, diakhir-akhir Ramadhan – khususnya di negeri Indonesia ini – banyak masyarakat yang mulai memadati pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhan lebaran, seperti pakaian baru, bahan-bahan masakan yang akan diolah untuk sajian lebaran. Sementara masjid-masjid dan mushalla-mushalla mulai sepi, shafnya mulai maju ke depan. Padahal, kita paham bahwa pahala shalat di malam sepuluh akhir Ramadhan itu lebih berlipat ganda dibandingkan malam-malam biasa. Tapi, kita tetap ingin memenuhi keinginan kita untuk perfomance serba baru di hari raya, tanpa sadar mengeyampingkan ibadah sunnah.
Akhir Ramadhan, adalah momentum penting bagi kita untuk introspeksi diri. Akhir Ramadhan, hendaknya kita memanfaatkannya dengan istiqomah melaksanakan ibadah dan amalan kebaikan. Jangan sampai ibadah kita yang dari awal sudah diupayakan untuk dilakukan tergerus dengan keinginan mempersiapkan hari raya Idul Fitri. Ramadhan adalah bulan pendidikan, bulan menanam bibit kebaikan, yang semoga bisa terus dilanjutkan di 11 bulan berikutnya. Dengan pembelajaran di bulan Ramadhan, diharapkan kita akan terbiasa melaksanakan ibadah dan amal kebaikan di bulan-bulan selanjutnya. Hingga bertemu Ramadhan berikutnya, semoga ibadah dan amal kebaikan kita terus terjaga oleh Allah SWT.
Ramadhan memang akan selalu datang dan pergi, namun kita tak pernah tahu apakah kita bisa merasakan kembali hangat hadirnya atau tidak. Tapi, kita iringi doa semoga Allah SWT masih memberikan kesempatan untuk kita bertemu kembali dengan Ramadhan berikutnya. Satu hal lagi yang tak boleh lupa, berterimakasihlah dengan Ramadhan, berterima kasih atas segala pembelajarannya, memohon maaf atas segala kekurangan kita selama beribadah di dalamnya.
Ramadhan, maafkan kami, terima kasih banyak. Selamat jalan, semoga kita bertemu lagi, wahai Ramadhan, bulan yang penuh kemuliaan.
0 notes
Text
Satu Hari Satu Cerita #CeritaRamadhan28
ZAKAT FITRAH. Adalah zakat yang diwajibkan bagi seluruh umat muslim, ditunaikan pada bulan Ramadhan hingga sebelum shalat ‘Idul Fitri. Zakat fitrah dimaknai sebagai pensucian diri setelah menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Selain itu, zakat fitrah sebagai bentuk kepedulian terhadap orang yang kurang mampu, membagi kebahagiaan dan kemenangan di hari raya yang dapat dirasakan oleh semua orang.
Zakat fitrah menjadi penting karena zakat adalah rukun Islam kelima, dan zakat fitrah ini merupakan penyempurna dari rangkaian ibadah puasa di bulan Ramadhan. Jika kita enggan mengeluarkan zakat fitrah, maka menurut para ulama kita akan berdosa. Dan jika kita mengeluarkannya setelah shalat Id Fitr, maka itu dihitung hanya sebagai sedekah biasa. Adapun hikmah dari zakat fitrah ini (dompetdhuafa.org) adalah;
Pertama, zakat fitrah menyucikan jiwa. Bulan Ramadhan menjadi kesempatan bagi umat muslim untuk membersihkan jiwa, membawa kembali kepada fitrahnya, menjadi manusia yang jiwanya bersih dan ikhlas beribadah karena Allah SWT.
Kedua, memperoleh keberkahan harta. Harta yang kita miliki, sedikitnya ada hak untuk orang lain, maka kita keluarkan untuk membersihkan harta kita sekaligus membawa berkah bagi yang menerimanya.
Ketiga, sarana menjalin kepedulian dan silaturahim. Zakat fitrah hadir sebagai upaya umat muslim membantu menyambung kehidupan umat muslim lainnya. Selain itu, zakat fitrah memberi sarana untuk mempererat tali silaturahim antar umat muslim.
Keempat, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Berzakat mengajarkan kita untuk lebih meningkatkan rasa syukur kita atas segala nikmat yang Allah SWT berikan kepada kita, dan dengan berbagi akan menambah rasa peduli kita kepada sesama muslim.
Kelima, berbagi kebahagiaan sesama umat muslim. Zakat fitrah berfungsi membantu orang-orang yang kurang mampu untuk bisa merasakan nikmatnya hari raya. Sehingga hari kemenangan bisa dirasakan tidak hanya orang-orang mampu, melainkan mereka yang tidak mampu juga dapat merasakan kebahagiaan di hari raya.
Keenam, membersihkan diri dari perbuatan yang sia-sia. Hikmah dari zakat fitrah juga untuk membersihkan diri kita dari perbuatan yang kurang baik. Misalnya, selama berpuasa di bulan suci Ramadhan, kita pernah melakukan hal yang kurang baik seperti marah, kesal, iri, dan sebagainya, maka dengan membayar zakat fitrah, kita dapat membersihkan diri dari perbuatan tersebut.
Bulan Ramadhan menjadi bulan pendidikan, bulan pembelajaran untuk memperbaiki diri dan memperbanyak amal kebaikan. Dan zakat fitrah sebagai penutup dan penyempurna dari seluruh rangkaian ibadah di bulan puasa. Dari zakat fitrah ini, tidak hanya mendapatkan pahala, namun juga disucikan kembali jiwa dan harta kita.
0 notes