Text
Hari pertama 2025. Ternyata bisa, lho, kita melewati 365 hari di tahun lalu. Hari-hari yang dulu pernah kita anggap sulit. Kadang juga kita takuti. Hari-hari yang pernah mencekam, sakit hati, dan segala kegundahan. Bahkan, membuat kita sering kehilangan harapan. Namun, hari ini jadi saksi bahwa kita masih bisa berdiri sehari lagi. Besok, lusa, dan seterusnya begitu terus. Membuktikan bahwa kita sebenarnya baik-baik saja sepanjang hari, sepanjang tahun. Cuma kadang kita memilih untuk dikendalikan sedih. Padahal kita bisa mengambil jalan untuk memilih bahagia. Hari ini akan terulang di tahun depan. Jadi mari merayakan bahwa kita akan terus baik-baik saja.
112 notes
·
View notes
Text
Pintu yang Ditutup
Beberapa hari lalu, merasa sangat beruntung karena bisa mendapatkan perspektif ini saat ngobrol dengan salah seorang guru kami.
Tak akan ada seorang manusiapun yang pernah bisa mengambil rezeki kita. Mau bagaimapun caranya. Meski ia menutup semua pintu yang kita miliki, rezeki itu akan tetap datang dengan jalan yang lain.
Kalau saat ini, kita melekatkan rezeki pada pekerjaan, pada hal-hal yang sedang kita lakukan. Semua itu bisa tiba-tiba hilang entah karena bencana alam, karena kemalingan, karena kecelakaan, karena di PHK, dsb. Mungkin kita akan jatuh, keyakinan kita ikut jatuh. Pikiran kita kalut, berujung depresi. Berujung ketakutan untuk mengambil keputusan-keputusan besar yang baik. Dan berbagai macam hal yang tak mampu kita lakukan karena takut rezeki yang telah kita genggam, hilang.
Ketakutan yang membuat hidup terasa semakin sempit, menilai diri begitu kecil, hingga tidak lagi memberi arti-arti besar pada mimpi-mimpi sewaktu kecil. Tak mampu lepas dari keterpurukan yang berlarut-larut. Karena takut, hilang rezeki.
Jangan takut.
Mau dunia sebentar lagi berakhir. Jika ada sesuatu yang memang jadi rezekimu, ia akan datang menghampirimu. Selama kita memiliki iman dan islam, maka itu sudah lebih dari cukup.
Cukuplah untuk terus berpikir baik pada diri kita sendiri dan Sang Pencipta. Karena Ia yang mampu menciptakan alam semesta ini, apa yang kita mintakan di dunia ini tidak sulit sama sekali bagiNya. <3
310 notes
·
View notes
Text
EFFORT
Saya kadang aneh dengan kebanyakan perempuan di Indonesia. Jamak mereka merasa dirinya harus dikejar, diraih, diusahakan. Mereka merasa sudah tertanam di DNA masing-masing bahwa perempuan harus diupayakan dan lelaki harus mengupayakan. Laki-laki harus mengejar mereka jika tertarik. Bahkan mereka rela jika menganggap diri mereka bagaikan trofi yang diperjuangkan. Ini dasarnya dari mana? Mentalitas begini yang justru melestarikan budaya patriarki, male-dom, dan objektifikasi perempuan. Seolah perempuan itu materi yang kadang perlu diperebutkan. Tidakkah cukup hikayat-hikayat masa lalu tentang perempuan yang selalu menjadi simbol piala; subordinat yang tidak pernah menjadi aktor utama alias figuran-figuran? Mengapa masih mempertahankan budaya subordinasi ini sementara peradaban kita telah berkembang? Bahkan, agama yang bersifat holistik sampai turun tangan membebaskan kita dari ketidaksetaraan kedudukan.
Padahal, hubungan itu yang seharusnya diperjuangkan. Sama-sama mengupayakan, sama-sama saling melengkapi. Tidak ada yang dibuat lebih berupaya, semua sama-sama punya upaya. Bertemu di titik tengah. Laki-lakinya ke situ, perempuannya juga ke situ. Karena upaya yang tidak seimbang hanya akan menghasilkan dominasi sepihak. Bahkan, ada yang akan fatique lebih dahulu karena usaha telah keluar banyak. Ini yang membuat hubungan langgeng karena semua pihak punya effort yang sama.
166 notes
·
View notes
Text
Transfer Trauma
Beberapa dari kita mungkin sekali memiliki trauma. Trauma yang kemudian membuat sudut pandang hidup kita berbeda pada hal-hal tertentu. Hal-hal yang berlaku dalam pikiran dan hidup yang menurut kita benar dan mutlak, semacam tidak ada opsi lain selain itu. Meski ribuan manusia di luar sana, tidak sepakat dengan kita.
Trauma yang mendalam, yang menciptakan kubangan kelam di dalam hati. Mengalir melalui mimpi, melalui pandangan, ucapan, dan segala hal yang akhirnya membentuk kita menjadi sekarang.
Sayangnya, tanpa sadar. Padangan kita terhadap dunia di sama ratakan, bahwa orang lain pun harus memiliki cara pandang yang sama dengan kita. Menebar ketakutan bahwa jika tidak menjalani hidup dengan cara seperti itu, maka hidup akan sengsara. Tapi nyatanya, yang sengsara selama ini adalah diri kita sendiri.
Menyimpan semua trauma di dalam diri, membuatnya sebagai penentu keputusan-keputusan besar. Mendekapnya dengan erat, semua hal di dunia ini terasa membenarkan diri kita bahwa cara hidup kita adalah yang terbaik karena tak menyadari bahwa selama ini, karena trauma yang membekap mata dan hati kitalah yang terus menerus melihat dunia luar sebagai hal yang keliru. Tak seharusnya begitu.
Sampai-sampai, banyak sekali hal yang rusak karena kita tak menyadari bahwa diri kitalah yang merusaknya. Kepercayaan, ketulusan, dan segala hal yang bagi orang lain adalah sebuah mata uang yang berlaku di manapun. Kita menaruh rasa curiga dan memasang kewaspadaan yang tinggi saat ada orang lain yang mau percaya dan tulus pada kita.
Yang sakit adalah diri kita sendiri. Kalau orang-orang pergi meninggalkan kita itu bukan karena nilai yang kita yakini adalah yang paling benar, trauma yang tak selesai dalam dirilah yang membuat kita tak mampu mengendalikan diri dan pikiran dengan bijaksana.
Semua trauma itu semakin mengerak, karena kita yang membiarkannya sebagai cara pandang hidup. Hingga hidup berdampingan rasa curiga dan khawatir yang tak pernah terputus. Tak mampu tidur dengan tenang. Berpikir bahwa hidup kita yang sulit ini dan paling menderita, bahwa kita adalah korban.
Tidak pernah mau mengakui bahwa kita adalah pelaku, pelaku utama yang membuat hidup kita jadi seperti sekarang. Dan lebih parahnya, kita meneruskan keyakinan itu kepada generasi berikutnya. Bahwa mereka harus juga menjalani hidup dengan cara yang sudah kita rancang.
Tidakkah itu cukup berhenti di diri kita saja? (c)kurniawangunadi
103 notes
·
View notes
Text
Benar, terkadang kita butuh waktu sendiri, hanya menatap hujan yang sedang turun sembari menimbang dan menentukan doa apa yang ingin kita lantunkan. Sendiri saja, boleh juga berteman dengan air mata. Pada hujan yang turun, doaku sederhana, untuk setiap rasa yang sedang terluka atau bergemuruh, semoga Allah sembuhkan dan berikan ketenangan.
497 notes
·
View notes
Text
Belajar Mengakhiri
Tumbuh dewasa mempertemukan kita dengan banyak hal yang rasanya harus kita pelajari. Menempatkan diri kita pada kondisi awal untuk banyak hal, belajar ini dan itu, memulai ini dan itu. Banyak hal yang ingin kita kuasai, ingin kita segera lakukan.
Sampai-sampai di saat dewasa, seiring berjalannya peran-peran baru yang mungkin kita ambil, prioritas yang mulai berubah, dan segala hal yang terjadi membuat kita harus mengakhiri sesuatu. Tapi, kita tidak tahu cara mengakhirinya dengan baik.
Beberapa pertemanan juga mungkin telah melewati masanya, orang-orang yang dulu dekat, suka pergi bareng, tiba-tiba menjauh dengan sendirinya. Tidak ada masalah apapun, tapi tiba-tiba saja rasanya semakin jauh dan semakin jauh hingga benar-benar menghilang tanpa sempat kita ucapkan salam perpisahan.
Mungkin kita juga belum pernah belajar mengakhiri pekerjaan. Saat kita bekerja di tempat orang lain atau bersama dengan orang lain. Saat kita menemukan kesempatan yang lebih baik, menemukan hal yang kita cari. Kita harus mengakhiri satu hal untuk kemudian memulai hal baru lainnya.
Dalam perjalanan, bahkan saat kita mungkin sedang kebingungan bagaimana caranya bisa memulai fase baru menjalani kehidupan berumah tangga. Ada teman kita yang kesulitan untuk mengakhiri rumah tangganya yang sudah sulit diselamatkan karena perselingkuhan, kekerasan, dsb. Ia tidak pernah diajarkan keberanian untuk mengakhiri sesuatu. Dan kita pun demikian, belum cukup belajar keberanian untuk mengakhiri hal-hal buruk yang menyelinap dalam kehidupan kita.
Ada banyak hal yang butuh kita akhiri untuk keluar dari masalah atau untuk memulai hal baru. Tapi, apakah kita telah belajar banyak tentang cara mengakhiri agar sesedikit mungkin menyakiti diri sendiri? Agar apa yang kita akhiri itu benar-benar berakhir tanpa meninggalkan masalah-masalah baru?
Apa hal yang sedang ingin kamu akhiri tapi kamu sendiri kesulitan hingga saat ini?
(c)kurniawangunadi
308 notes
·
View notes
Text
Afirmasi
Kamu berharga dan layak mendapatkan hal-hal baik. Kamu punya banyak hal baik. Kamu memiliki kesempatan-kesempatan itu.
Hanya saja, mungkin selama ini kamu ketemu sama orang yang kurang tepat. Mereka yang terus menerus membuatmu merasa kurang, bersalah, dan merasa tidak berarti.
Hanya saja, mungkin selama ini kamu terjebak di tempat yang salah. Tempat yang terus menerus membuatmu merasa semakin merasa kecil, merasa kamu tidak bisa apa-apa, dan berujung pada hilangnya kepercayaanmu pada diri sendiri. Keraguanmu pada hidupmu sendiri semakin besar.
Kamu berharga. Kamu hanya butuh sedikit keberanian untuk pergi dari mereka dan meninggalkan tempat-tempat itu. Memang menakutkan, karena semuanya terasa samar di depan. Tapi lebih menakutkan lagi hidup dengan kondisi sekarang, seterusnya, selamanya. (c)kurniawangunadi
434 notes
·
View notes
Text
Manusia-manusia ini memang aneh. Giliran ada laki-laki atau perempuan baik-baik mendekati dan menunjukkan keseriusan, ga mau. Malah dia mau yang “ga baik-baik amat”. Giliran dapat yang “ga baik-baik amat”, ternyata bajingan, dia komplain dan bertanya-tanya, “Emang masih ada cowok/cewek yang baik di dunia ini?” Nenek lo disko!
44 notes
·
View notes
Text
Anak yang Baik
Banyak hal yang kini membuatku merefleksikan diri di umur sekarang. Dengan pendidikanku yang tinggi, pengetahuanku yang luas, dan segala hal yang kudapatkan dari hasil jerih payah mereka. Apakah aku tumbuh jadi anak yang "sok tahu" dan merasa paling tahu soal hidupku sendiri? Keras kepala dan merasa benar? Dan dengan mudah melupakan semua jerih perjuangan sewaktu kecil dari melahirkan hingga membesarkanku?
Perbedaan zaman mungkin sekali membuatku berbeda pendapat dengan mereka. Bahkan aku tidak bisa menerima alasan-alasan untuk keputusan yang menurutku tidak bisa diterima logika. Tapi, apakah perkataan atas penolakanku ini menyakiti hati mereka?
Semua refleksi itu baru bisa kutemukan saat aku pun menjadi orang tua. Tidak ada orang tua yang sempurna, bahkan menjadi orang tua pun ini pertama kalinya bagiku, pun bagi orang tuaku. Sehingga kalau ada hal-hal yang salah, aku akhirnya bisa memahami. Aku pun belum tentu bisa menjadi orang tua yang sepenuhnya benar.
Akan sangat berbeda dengan perspektif yang kumiliki saat aku masih belum menikah. Berbeda total. Merasa paling menderita di keluarga karena beragam tuntutan.
Tapi kini, setelah menjadi orang tua. Melihat anak yang tumbuh semakin besar, tidak bisa membayangkan jika anak-anak yang aku gadang-gadang sedari kecil ternyata menjadi seseorang yang paling menentang. Sesuatu yang sangat tidak kuharapkan sebagai orang tua kepada anak-anak. Dan mungkin memang, perspektif itu baru akan kita dapatkan secara utuh dan mendalam ketika menjadi orang tua.
Untuk itu, jangan sampai terlambat. Jangan menunggu saat menjadi orang tua baru bisa memahami sudut pandang orang tua. Perbedaan pendapat mungkin terjadi, tapi upayakan jangan sampai kita menjadi anak yang terus menyakiti hati mereka. Pada umumnya, orang tua mengharapkan hal-hal baik untuk anaknya. Hanya saja, keterbatasan mereka terhadap pengetahuan dan wawasan, hal terbaik dan cara terbaik yang mereka tahu sangat terbatas. Dan keterbatasan itu, jangan dijadikan alasan untuk kita menjadi anak yang tidak bisa bertutur baik kepada mereka.
Kepandaian yang kita miliki adalah buah dari tirakat mereka mengusahakan penghidupan untuk kita, semasa kita bahkan belum bisa berjalan hanya bisa menangis. Hingga kita disekolahkan untuk menjadi orang yang lebih baik dari mereka. (c)kurniawangunadi
180 notes
·
View notes
Text
Kapan Boleh Menyerah
——
Kita pasti pernah punya satu momen dalam hidup saat sebuah perasaaan ingin menyerah rasanya begitu kuat. Ketika rasanya sudah melakukan apapun yang kita mampu, tapi hasil masih tak mau jauh dari kata nihil. Aku pernah berada di titik itu. Saat semua rasanya percuma : ‘Jika tak ada guna, lalu buat apa diteruskan ceritanya’.
Aku tahu bahwa kamu pasti juga tahu.
Tentang ayat, dalil dan kata-kata yang searah dengan frasa ‘Jangan Menyerah’.
Aku juga tahu bahwa kamu pun tentu sangat paham tentang itu. Dan aku pun mengerti meski kamu paham tentangnya, rasa ingin berhenti dalam hatimu kadang datang menyapa dan bertanya.
Tapi aku ingin kamu ingat bahwa tak semua hal dalam hidup berada di bawah kendali kita.
Yang kita bisa hanyalah mencoba dan berusaha. Yang kita yakini adalah selama langkah tak berhenti, kemungkinan untuk sampai di tujuan masih bisa kita miliki.
Maka izinkan aku bertanya :
“Bolehkah kata menyerah itu ku ganti dengan kata berserah?”
Karena berserah berarti mengingati bahwa di setiap alasan yang sedang kamu perjuangkan,
kamu masih punya Dia, yang Maha Mendengar dan Mengabulkan.
Berserah berarti kau kerjakan bagianmu
dan percayakan padaNya tentang apa yang ada di luar kendalimu.
***
‘Tak Ada Hati yang Tak Butuh Peluk’
- Quraners
210 notes
·
View notes
Text
Kepada para istri yang sering dan dengan ringan menolak ajakan suaminya untuk berhubungan, bagaimana rasanya dilaknat malaikat sampai pagi? Gak kerasa ya? Ya memang begitu. Hati-hati. Gak kerasa bukan berarti gak ada. Mungkin itu juga termasuk istidraj, yaitu kamu merasa baik-baik saja tapi sejatinya sedang menuju ke dalam kebinasaan.
—taufikaulia
77 notes
·
View notes
Text
Everyone is struggling. Semua orang sedang berjuang. Semuanya lelah. Semuanya punya masalah sendiri-sendiri.
Insight itu membuat saya ingin memberi rasa hangat pada orang lain. Sesederhana senyum pada penjual asongan atau terimakasih tulus pada security.
Di tengah hari-hari yang berat ini, saat ekonomi tidak baik-baik saja; kita jangan menambah runyam hidup orang dan hidup kita sendiri dengan bersikap kusut.
Sikap tulus kita, bahkan mungkin bisa membuat orang jadi tersenyum lagi setelah lama hatinya kebas.
Bisa jadi, sedikit perhatian kita menanyakan kabar, membuat mendung di pikiran mereka mereda; merasa ada yang memerhatikan mereka meski hanya dalam obrolan ringan.
Dunia sudah kasar. Pekerjaan sudah menghabiskan tenaga. Pikiran sudah bercabang kemana-mana.
Jadilah lentera.
15 November 2024
547 notes
·
View notes
Text
"Biar putus semua cinta, asalkan aku karam dalam cinta-Mu. Apa nikmat bahagia, jika tanpa ridha dan penerimaan-Mu."
Pada setiap yang ada dalam genggaman, sudah semestinya cukup diletakkan di tangan saja, tak perlu dibawa masuk jauh ke dalam hati. Sebab pada akhirnya, semua yang ada hanyalah titipan dari-Nya dan kapanpun Dia berkehendak, akan diambil lagi oleh-Nya. Tidak peduli bagaiamana kesiapan kita.
Kehilangan sering kali menyisakan lara, namun di balik luka itu, tersembunyi hikmah yang kadang tidak segera dengan mudah kita pahami. Ada kalanya kita kebingungan dalam mencari hikmah apa yang tersembunyi, merasa kehilangan arah dalam melangkah, seolah tabir yang besar menyelimuti pandangan mata.
Ketahuilah bahwa tabir itu adalah rasa tidak ikhlas yang hadir akibat terlalu erat kita menggenggam sesuatu yang bukan milik kita. Ketidakberdayaan untuk melepaskan itu menjadi penghalang antara diri kita dengan rasa tenang yang seharusnya hadir pada takdir yang telah ditetapkan dan diberikan oleh-Nya. Mau sesuai kehendak kita atau tidak.
Begitulah kehidupan yang terkadang menyisakan episode tidak menyenangkan, kehilangan, dan ujian dalam merelakan. Sukarnya menghadirkan keikhlasan adalah bagian dari perjalanan yang tidak perlu dinegasikan. Biarlah jika hati yang lemah dan kecil ini, tertatih dalam mengenalnya, belajar untuk merelakan dan menerima setiap takdir yang datang, hingga akhirnya kita temukan ketenangan di balik semua luka itu.
Bersabar dan nikmati saja prosesnya. Biarkan luka ini menjadi pelajaran penting di kehidupan selepasnya. Kelak seiring berlalunya waktu, kita akan paham bagaimana harusnya bersikap atas apa yang hanya dititipkan, dan berlapang dada, ikhlas menerima atas segala sesuatu yang tidak sesuai kehendak hati. Semoga.
158 notes
·
View notes
Text
Mencintai kamu itu di dunia aja nggak cukup. Makanya bimbing aku supaya bisa masuk syurga bareng-bareng. Nggak cukup seumur hidup, maunya seumur syurga juga! Sehidup, sesyurga.
229 notes
·
View notes
Text
Cinta yg dewasa itu sudah bukan lagi tentang "I love you". Tapi lebih ke "yaa Rabb, jagalah ia dimanapun ia berada. Lancar kan segala aktivitasnya. Dan jauhkan ia dari segala sesuatu yg tidak baik"..
176 notes
·
View notes
Text
bayangkan
bayangkan sebuah pernikahan
yang masing-masingnya tidak perlu khawatir yang lainnya tidak setia. karena kuat agamanya, kokoh komitmennya.
bayangkan sebuah pernikahan
yang jarak separuh bumi pun tidak akan membuat jauh apalagi terpisah. karena rindunya diwujudkan dalam bentuk menjaga. karena hatinya sudah selalu bisa ditata.
bayangkan sebuah pernikahan
yang keduanya tidak perlu khawatir akan hari yang belum datang. karena kesadaran bahwa semuanya adalah titipan. karena keyakinan bahwa rezeki selalu tepat takaran. karena keimanan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.
bayangkan sebuah pernikahan
yang pasangannya tidak perlu khawatir menjadi tua, diuji kesehatannya, menjadi lupa, atau tidak lagi elok rupa. karena cintanya jauh lebih dalam dari yang terlihat, jauh lebih besar dari yang memikat.
bayangkan sebuah pernikahan
yang orang-orangnya hanya khawatir akan perpisahan. khawatir bilamana kehidupan yang selanjutnya tidak mempertemukan mereka. khawatir bilamana bekal mereka belum cukup. sehingga mereka pun berupaya bersama, mencukupkan semua perbekalan.
pernikahan itu bisa saja adalah pernikahan kita.
1K notes
·
View notes