frenagulam
frenagulam
Frena Gulam
30 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
frenagulam · 2 years ago
Text
Turning Point, Turn Around
Allah memiliki asmaul husna, salah satu dari 99 nya adalah Al Hadi. Al Hadi bermakna sebagai Allah Yang Maha Memberikan Petunjuk. Allah berkuasa untuk memberikan jalan dan ilham kepada hambaNya untuk melakukan amal kebaikan, yang kelak akan membawa mereka kembali kepada jalan Allah. Hidup di dunia tak ubahnya berjalan di labirin, selalu ada persimpangan yang membuat hati penuh keraguan dan kepala penuh dengan pertimbangan. Sesungguhnya semua itu adalah ujian, dan Allah pula yang memberikannya pada hambanya. Pemberian ujian itu tentulah dengan pengetahuanNya, dan kita yang menerimanya tak punya kuasa untuk menolak. Tapi kita punya kuasa untuk lari meninggalkannya atau hadapi dan menyelesaikannya.
Barangsiapa yang lari, tentu itu pilihannya. Konsekuensinya ada padanya dan ia tak bisa menghindarinya. Barangsiapa yang menghadapi dan menyelesaikannya, maka itulah yang utama, dan keberhasilan akan melekat padanya. Kita tentu dapat memilih. Tetapi, dampak dari pilihan kita, tentu bukan dalam kuasa kita.
Tersesat di dunia, tentu bukan kehendak kita. Kita mungkin tak ingin, tapi nyatanya, dunia layaknya sebuah labirin. Ia kerap kali membuat pusing, dan tersesat takkan bisa kita hindari. Kala kita tersesat, akankah kita mencari pertolongan?
Lazimnya iya. Saat kita berada di hutan antah berantah, di laut lepas tanpa arah, tentu haluanlah yang kita cari. Ketika kita tersesat di dunia ini, ke manakah kita cari tujuan? Tentu pada Allah, yang maha memiliki dan memberikan petunjuk. Dua kali Allah memberikan kita "petunjuk" dalam Alquran. Yaitu di ayat 97 surat Al Isra "Dan barangsiapa yang ditunjuki Allah, dialah yang mendapat petunjuk dan barangsiapa yang Dia sesatkan maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Dia." dan ayat 50 surat Al Qasas "Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."
Di sinilah titik perubahan kita. Turning point. Allah tak ingin kita zalim, bahkan kepada diri sendiri. Allah maha pengasih dan maha penyayang. Maka dari itu, Allah juga memberikan petunjuk. Tapi, akankah kita ikuti petunjukNya itu? Sementara, kita pun sudah diberitahu, bahwa tidak ada penolong bagi kita selain pertolongan Allah.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Apa itu Dewasa?
Beberapa pengertian dari dewasa ada di sini. Semua ini murni disusun berdasarkan pengalaman pribadi, dan tentu saja bernilai subyektif. walaupun demikian, sedikit banyak kami harapkan dapat memberikan sejumput manfaat di ladang kerontang.
Dewasa : gede wadah sabar Gede wadah sabar (berlapang dada, berbesar hati). Menjadi dewasa berarti memiliki ruang lebih di dada dan hati kita untuk menerima hal-hal yang belum berjalan sesuai dengan keinginan kita. Mengikuti jalannya dunia takkan ada habisnya, tapi tak mengikuti dunia akan bingung juga kita dibuatnya. Kita selaku menusia diciptakan untuk memimpina bumi ini, bukan kemudian lari dan menghindarinya. Kita tak bisa mengatur bagaimana keadaan terjadi pada kita. Maka dari itu, kitalah yang harus bisa berdamai dengan keadaan yang kita hadapi. Bertahap tak apa, pelan tapi pasti, yang penting jelas tujuan kita terpatri. Jangan berbalik dan lari, mari menjadi kuat dan hadapi.
Dewasa : gede waktu sakit Gede waktu sakit, artinya menjadi lebih kuat ketika sedang sakit. Menjadi dewasa memang mnguatkan tubuh kita. Manusia berada dalalm titik gemilang tubuhnya di usia dewasa. Namun, bukan berarti manusia akan sehat terus menerus Di usia dewasa inilah, kondisi kesehatan juga sangat berpengaruh terhadap seluruh kehidupan kita. Menjaga kesehatan sama pentingnya dengan menjaga waktu. Keduanya dalam kondisi tertentu dapat menjadi mahal dan tak ternilai. kita pun tak dapat memulihkan kedua hal tersebut jika kita sudah ehilangannya. Maka dari itu, mari jaga keehatan kita sedini mungkin. Kita adalah apa yang kita konsumsi, maka marilah kita konsumsi apa yang baik dan bermanfaat bagi kita.
Dewasa : depak khawatir selalu Keadaan yang tidak sejalan dengan apa yang kita inginkan, seringkali membuat pikiran kita berkecamuk. Pikiran-pikiran destruktif dan intrusif tak jarang hadir dan menyelusup ke dalam kepala. Kekhawatiran, dapat merusak pikiran kita dalam dosis yang berlebihan. Ia akan merusak dan menjadi penyakit yang menahun serta sering kambuh. Hal ni akan mengganggu kehidupan kita, apalagi dengan kondisi kehidupan saat ini di mana kita sering mengalami paradok pilihan. Semakin banyak pilihan, semakin kita bingung. Ditambah dengan kekhawatiran, maka lengkaplah sudah elemen penghancur pikiran bagi manusia. Maka dari itu, depak jauh-jauh rasa khawatir, bangnun rasa optimistis dan minfulness,. Taklukkan hari ini, songsong hari esok.
Dewasa : Dermawan walau sahaja Kekayaan yang kita miliki tidak ada yang tahu jumlahnya seberapa dan/atau sebanyak apa. Walaupun begitu, rasa dermawan tidak boleh hilang dari hidup kita. Saya yakin, banyak di antara kita adalah seorang alumni pejuang kehidupan yang senantiasa bergelut dengan banyak keadaan yang menyulitkan kita. Kita juga semakin sadar dan mengetahui, bahwa keadaan dunia takkan pernah adil pada semua. Maka dari itu, kepekaan dan kepedulian menjadi kunci bagi kita untuk membangun empati. Setiap hari, keadaan dunia seringkali menggoda kita untuk menggadaikan empati kita. Padahal, empati inilah yang menjadi kunci bagi kita untuk menyambung nurani dan memberikan nutrisi bagi hati untuk selalu lembut dan lestari.
Dewasa : dekat wibawa dan setia Sebagai sosok orang dewasa, pastilah kita akan menemmui momen di mana kita menjadi seorang yang berjarak dari keluarga. Padahal, bisa jadi apa yang kita dapat, capai, rengkuh, hari ini adalah anugerah yang diberikan lewat keluarga kita. Maka janganlah kita jauh dari mereka. Sebaliknya, marilah kmmenjadi pribadi yang dekat, berwibawa, dan setia kepada keluarga. Takkan kita sesali dan pasti akan kita kenang sepanjang hayat.
Dewasa : detik, waktu, segalanya Tak ada lagi waktu bersantai? oh tentu saja ada. Namun, tidak lagi selonggar kita dahulu. Saat dewasa, waktu akan terasa semakin cepat. Hari ke hari berjalan laksana kilat. Tak terasa, namun demikian adanya. maka dari itu, sebuah perenungan kita terhadap waktu akan menjadi sangat krusial. Tak patut kita sia-siakan waktu. Tak tahu pula kapan kita akan kehabisan waktu. Ia adalah hal yang tak bisa kita beli, kita ganti, bahkan tidak bisa kita curi. Maka dari itu, sesedikit apapun yang kita punya, itulah yang harus kita optimalkan. Tidak perlu bersikap sombong dengan mengira kita masih punya waktu. Sdaralah, kita tak pernah punya waktu, selain apa-apa yang sudah lewat.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Tambah Tumbuh
Selalu ada yang bisa ditambah dari kebaikan-kebaikan kita. Pertama kali mendengar kalimat ini, saya sediikit menyangsikannya. Sesuatu yang baik, memang tidak ada salahnya jika dibuat lebih baik lagi, namun, apakah perlu? Apakah baik saja tidak cukup? Apakah harus selalu ada sesuatu yang lebih baik? Menjadi sebuah kegundahan, ketika kita melakukan sesuatu yang sudah kita anggap baik, namun ternyata belum cukup baik di mata orang lain. Ataupun bila ada sesuatu yang sudah baik, tapi dipaksa terus-menerus agar lebih baik lagi. Bukankah hanya akan lahir perputaran tanpa batas yang terus memperbaiki semua hal agar lebih baik? Tunggu dulu. Sebuah kalimat yang unik. Terus memperbaiki semua hal agar lebih baik. Sebuah kalimat yang tidak rancu, padat, jelas, dan memiliki visi ke depan. Terus memperbaiki. Terus berbenah. Terus berubah menjadi lebih baik.
Mengapa demikian? Mungkin pernah kita dengar, ada istilah "tiada tentara yang terlatih, yang ada adalah tentara yang terus berlatih" bukan? Ya, itulah yang dimaksud dengan menambah kebaikan. Selalu ada yang bisa ditambah dari kebaikan-kebaikan kita. agar kebaikan-kebaikan kita dapat lebih bermanfaat untuk banyak orang. Menambahkan kebaikan tak melulu dengan cara menambahkan jumlahnya. Misalkan kita bersedekah 2000, lalu kemudian menjadi 5000. Memang betul, itu termasuk menambahkan, namun tidak berarti harus selalu demikian. Pasalnya, menguasai hal baru juga dapat menjadi manfaat, dan manfaat tersebut akan bertambah luas dirasakan dampaknya. Begitulah yang disebut dengan menambahkan kebaikan. bertambahnya kebaikan tidak hanya berlaku untuk yang menerimanya, namun juga berlaku untuk yang melakukan. Misalkan, ketika kita belum bisa mengendarai motor, kita tak bisa mengantar orang tua atau saudara kita ke pasar atau ke sekolah. Ketika kita dapat mengendarai sepeda motor, barulah kita bisa membantu mereka, belum lagi jika kita memiliki sepeda motor sendiri. Contoh lain, ketika kita mengerti dan memahami bahasa inggris, maka akan ada lebih banyak literatur yang dapat kita pelajari untuk dijadikan rujukan. Dengan begitu, kita dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang kelak akan dapat kita bagikan juga pada orang lain. Begitulah ketiika berusaha untuk menambahkan kebaikan. Kita akan bertumbuh bersama kebaikan.
Apalagi, jika kemampuan yang kita kuasai adalah kemampuan yang sedang genting dibutuhkan, atau sangat dihargai oleh mereka yang membutuhkan. Sebagai contoh, ketika ketangga kita sakit dan hendak ke rumah sakit. Sebenarnya ia memiliki mobil, namun karena sedang sakit, tak mungkin ia mengemudikan mobilnya sendiri. Kita yang mampu mengendarai mobil akan menjadi penolong baginya. dengan begitu, nyawanya dapat tertolong, mendapat penanganan, dan alhamdulillahnya akan selamat. Sesungguhnya hal itulah juga yang membuat seseorang mendapat pahala yang lebih besar. Dengan menolong atau memberi orang lain dengan pertolongan dan pemberian yang saat itu sedang sanagat dibutuhkan oleh penerimanya. Bayangkan jika kita ada di tengah gurun, dengan kondisi panas terik dan pasir-pasir yang kering dan gersang. Tentunya pemberian kita berupa air akan lebih dihargai daripada uang di daerah gurun.
Kebaikan kita akan menumbuhkan kita. Ya, demikian yang berlaku dalam hidup kita. Yakinlah, bahwa tidak ada balasan untuk kebaikan selain dengan kebaikan pula. Lewat kebaikan itu, seharusnya kita dapat menumbuhkan diri sendiri kita lewat pengembangan diri kita. Jika kita punya kemampuan yang banyak dan berguna bagi orang banyak, tentu kita akan dapat berbuat lebih bagi orang lain. Tentu, hal itulah yang diharapkan oleh kita. Kita semua percaya, bahwa sebaik-baik orang adalah mereka yang dapat memberikan manfaat terbanyak bagi orang-orang di sekitarnya. Maka dari itu, tak usah kita risau, apa balasan yang kelak kita terima. Tak usah juga waktu datangnya balasan itu kita khawatirkan. Ia diatur oleh Yang Maha Adil, Maha Benar, dan Maha Berkehendak atas segala sesuatu.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
T-a(ct)-kut
Membicarakan rasa takut, seringkali tiada habisnya. Dan yang tak kalah aneh, seringkali kita takut pada segala sesuatu yang sebenarnya bisa jadi tak pernah ada dalam hidup kita. Padahal, itu semua hanya ada dalam kepala kita, bukan? Tapi justru itu yang penting. Karena ada di dalam kepala kita, seringkali kita terlampau berat dalam memikirkannya. Jika Anda merasakan hal yang sama, tidaklah mengapa. Semua itu wajar. Anda bukan yang pertama dan/satu-satunya mengalami hal ini. Dan kabar baiknya, anda selalu bisa mengeluarkan diri Anda dari situasi seperti ini.
Rasa takut seringkali terpicu dari hal-hal yang pernah kita temui. Kemudian, kita merasa negatif terhadapnya. Semisal ketika kita pernah bimbingan skripsi lalu mendapatkan masukan yang tajam. Hal ini kadang membuat kita tak ingin lagi untuk bimbingan. Utamanya karena tak ingin kritik tajam yang pernah terjadi, kembali terjadi pada diri kita. Demikianlah hidup. Ia layaknya siklus yang akan terus beulang jika kita belum rampung menyelesaikannya. Selain itu, rasa takut juga dapat muncul karena kita justru belum pernah menemui hal tersebut sebelumnya. Kita merasa takut karena hal itu adalah hal yang perdana untuk kita. Seperti datang di wawancara lamaran kerja, hari pertama kuliah, hari pertama sebagai suami/istri, hari pertama menganggur setelah mundur dari sebuah perusahaan, dan banyak lagi. Begitulah pula hidup, selalu ada hal baru yang akan kita hadapi, tak pernah memandang waktu, konteks, atau hal-hal lainnya, selalu ada hal baru yang akan kita temukan.
Diluar dari dua hal itu, rasa takut juga muncul dari pengalaman orang lain yang dikhawatirkan akan terjadi juga pada kita. Saat orang lain makan, kemudian terasa tidak enak, kita seringkali beranggapan bahwa rasa makanan tersebut akan menjadi tidak enak juga. Padahal, belum tentu juga kita akan merasakan hal yang sama. Saat orang lain mencoba mendaftar kerja kemudian gagal, seringkali kita urung jua mencoba mendaftar kerja. Padahal, itu hal yang khusus. Bisa jadi orang tersebut tidak memenuhi kualifikasi, sedangkan kita punya kesempatan untuk mencoba lebih baik. Saat orang lain mencoba membuka usaha sendiri, dan kemudian gagal, kita pun turut menyangsikan keinginan kita membuka usaha. Padahal, kesempatan yang sama, bisa jadi menemui hasil yang berbeda. Namun karena kita berada dalam bayang-bayang asumsi, seringkali kita menyerah, meninggalkan sesuatu bahkan sejak sebelum kita coba.
Yang perlu kita pahami, ada hal-hal bersifat umum dan khusus dalam hidup kita. Misal, jika memiliki buta warna, ada lowongan kerja yang tidak meloloskan karena memang pekerjaan tersebut membutuhkan ketelitian terkait warna. Namun, ada juga pekerjaan lain yangtidak membutuhkan itu, sehingga penyandang buta warna dapat bekerja di sana. Maka, untuk teman-tenang dengan kondisi buta warna, silakan mencari lowongan dan/atau bekerja dalam bidang yang tidak membutuhkan kualifikasi tersebut. Kondisi umum-khusus ini tidak bisa digeneralisasi akan terjadi seluruhnya, karena itu semua bergantung pada kondisi kontekstualnya.
Kemudian, rasa takut itu adalah hal yang wajar untuk muncul. Namun, bukan berarti harus kita buat ia agar tinggal juga. Ia adalah rambu-rambu bagi kehidupan keseharian kita. Ia memberikan petunjuk agar kita berhati-hati, bukan malah kemudian berhenti. Yang perlu kita ingat adalah, kita selalu punya pilihan untuk berani dan menerjang. Nah, jika kita sudah punya keberanian, maka selanjutnya kita harus menyiapkan perhitungan. Karena keberanian semata tidak menjamin keberhasilan. Namun, harap diingat jika tidak ada keberanian, sudah pasti tidak ada keberhasilan. Keberanian adalah faktor inti yang membutuhkan komplementer. Ia perlu bergabung dengan perhitungan, strategi, dan pengelolaannya baik, agar kelak mendapat hasil yang gemilang. Jadi, mari kita kelola rasa takut, dan iringi keberanian kita dengan ilmu yang berarti. Semoga sukses, semuanya.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Menjadi (Anak) Pertama
Bukan tentang menjadi si paling memerintah, atau menjadi si paling benar di antara saudara-saudara yang lain. Banyak orang yang mengira bahwa menjadi anak sulung dapat menjadi jalan pintas agar dapat bertindak seperti raja di antara saudara yang lain. Namun, sesungguhnya itu keliru. Menjadi anak sulung adalah bagaimana menjadi yang benar dalam memberikan petunjuk pada saudara yang lain, juga memberikan teladan yang benar agar saudaranya tidak salah arah.
Menjadi seorang anak sulung, berarti harus banyak mengalah dengan adik kita. Kita sudah dapat privilege lahir lebih dulu, dan merasakan kasih orang tua lebih banyak dari mereka. Wajar, jika kita saat ini kita tak mendapatkan kasih sebanyak dahulu. Orang tua berusaha adil, kita berusaha lebih bijak. Banyak yag merasakan beban ketika menyandang predikat anak sulung. Dikarenakan adanya bermacam stigma terkait dengan keperkasaannya menantang dunia dan menjadi yang terdepan menjaga keluarga setelah ayahnya. Tak jarang, adanya harapan yang terlampau berat kadang dirasakannya, namun mereka tetap bergeming, mencoba bertahan dan tidak tergerus oleh banyaknya terjangan yang datang pada mereka.
Mengingat hal itu, memang berat terasa, namun bukan berarti buntu jalannya. Sebagai putra pertama, sudah sewajarnya kita mendapatkan beban dan mengembannya. Seperti apa yang dilakukan oleh orang tua kita dahulu. Mungkin mereka juga cemas, kahawatir, takut, apakah putra-putri mereka yang pertama ini akan menjadi apa. Namun mereka beranikan dili juga, menerjang keadaan, dan tampil sebagai pemenang, mempersembahkan sebuah dunia yang tak ubahnya rimba, menjadi asri seperti telaga. Itulah semangat orang tua kita dalam memberikan jalan pada kita. Tak pernah mudah mungkin, tapi bukan jadi alasan juga untuk kemudian berhenti.
5 notes · View notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Peng-Alaman
Seiring berjalannya waktu dan usia, kita tak selalu senang dengan apa yang keliahatannya menyenangkan. Demikian pun sebaliknya. Kita tak selalu sedih ketika mendapat kabar yang kelihatannya sedih. Seiring dengan kita mendewasa, kita mengetahui ada sesuatu yang bisa kita ambil. kita dapat melihat apa yang sebenarnya tidak dapat dilihat. Kita dapat menyadari ada kebaikan atau keburukan yang mungkin akan kita dapat ketika kita melangkah ke sana. Itulah yang disebut pengalaman.
Tak pelak, kita seringkali mendapatkannya dari beragam hal yang lewat di sekitar. Disadari atau tidak, kita tak mungkin dapat menghitungnya. Namun, manusia seringkali punya kecenderungan untuk tidak jatuh ke dalam lubang yang sama dua kali. Maka dari itu, muncul peribahsa, tidak jatuh ke dalam lubang yang sama dua kali. Di arab juga, ada sebuah hadits yang menerangkan bahwa "barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka dia orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia orang yang merugi. Dan barangsiapa yang hari kemarin lebih baik dari hari ini maka dia adalah orang yang celaka". Dari sini dapat kita sadari, bahwa tiap hari harus selalu ada pengalaman baru yang kita punya. Dengan itu, kita dapat memperbaiki diri kita dengan baik dan jelas. Sehingga, tidak ada lagi cerita jatuh ke dalam lubang yang sama dua kali.
Kita harus menyadari. Pengalaman itu takkan pernah terulang kembali. Baik itu kegagalan ataupun keberhasailan. Kegagalan, akan menjadi pelajaran, dan keberhasilan akan menjadi perbandingan. Semuanya akan menjadikan kita lebih baik lagi ke depan. Maka, tak perlu takut kala kita menjalani salah satunya. Baik itu kegagalan atau keberhasilan. justru, dari situlah seharusnya kita mencari pengalaman yang kelak akan berguna bagi kita semua.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Suara
Seperti kemarin, Ibu kembali menggunakan kereta rangkaian kursi untuk menuju kembali ke rumahnya tadi. Namun, tentu perlu diketahui apa yang menjadi penyebab utamanya. Sejak ada serangan covid, rata-rata orang mengambil waktu lebih lama untuk bertemu. Namun, yang terjadi di sini semertinya sebaliknya. Jadi, ada pegeluaran tidak biasa yang muncul dalam laporan pemberitaan pemeriksaan keuangan. Setelah menjadi pejabat publik, banyak dari kita yang salah orientasi, hanya berorientasi pada potensi kebesaran hartanya saja, sehingga lupa bagaimana kita harus bertanggung jawab pada masyarakat.
Ada beberapa pos pengeluaran yang sebaiknya dapat digantikan dengan lebih ekonomis oleh wakil rakyat. Selama ini, bonus dan fasilitas senantiasa memanjakan mereka, tanpa kita tahu apakah mereka akan tampil membantu kita di luar saat berdemo, atau mengunjuk rasa. Keberpihakan, sesungguhya lebih dari apapun, dan hal ini bisa dicoba oleh siap saja. Mulai dari Presiden hinggak pak RT, seharusnya dalam memberikan contoh yang bermutu dan useful pada masnusia lainya. Perlahan-lahan, pola pikir aji mumpung harus kita hapus agar dapat berubah menjadi lebih baik.
Intinya,pejabat harusnya berfokus pada tanggung jawab kepada masyarakat. Di sanalah sumber kepercaayan terhadap mereka, sumber amanah, sumber tanggung jawab, dan sumber masalah yang seharusnya mereka bereskan. Bukan semata hanya suara dalam surat suara di bilik suara. Namun, kita semua tentu sadar, semuanya lebih dari pada itu.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Ujian dia Bukan untuk Saya
Di dunia kampus, di dunia kerja, di dunia masyarakat, semua punya start yang berbeda. Kita mungkin melihat apa yang orang lain bisa. Namun, kita tak pernah menebak apa yang dia tidak perlihatkan. Layaknya pesta olahraga antar negara, atau yang lebih dikenal sebagai olimpiade, tidak ada yang benar-benar tahu bagaimana seorang atlet yang tampil di sana saat berlatih, hingga akhirnya mereka juara.
Dahulu, saya pernah merasa rendah diri terhadap teman-teman saya yang lebih dahulu punya kesuksesan dalam berbagai bidang. Salah satunya dalam menghapal alquran. Pasalnya, beliau sudah punya hapalan, kemudian didukung oleh pengalaman keilmuan yang mumpuni saat ia mengenyam pendidikan di pesantren. Ditambah lagi orangtuanya adalah seorang asatidz. Sehingga dapat dengan rutin mengajarkannya alquran sedari dini.Sempat saya bertanya dalam diri saya. Jika kemudian saya ditandingkan dengan beliau, tentu jelas siapa pemenangnya. Maka dari itu, selalu muncul rasa rendah diri. Awalnya hanya terhadap satu orang. Namun kemudian, bermunculan lagi perasaan yang sama terhadap orang lain.
Merasakan hal itu, saya bercerita pada ustadz, dan kemudian beliau memberikan saya nasihat. Bahwa sesungguhnya, seseorang tidak akan diuji melainkan dengan batas kesanggupannya sendiri. Itu berarti, ujian yang Allah berikan pada orang lain, takkan jadi soal untuk kita. Karena Allah punya ujian yang sama sekali berbeda untuk kita dan orang lain. Maka dari itu, penting untuk kita menyadari, bahwa sebenarnya yang menjadi soal di sini bukan orang lain, tapi diri kita sendiri.
Kita tak akan Allah uji kapasitasnya dengan orang yang lebih lemah atau lebih hebat dari kita. Kita hanya akan diuji pada batas-batas terlemah kita. Di batas terlemah itu, entah apa yang akan kita perbuat. Akankah patah dan menyerah, atau malah berbalik arah menyerang dan menaklukkan ujian tersebut walau harus berdarah-darah. Sesungguhnya itulah yang terpenting. Maka, apakah kita bisa menjadi orang yang lebih baik dari diri kita kemarin, atau tenggelam dalam gemerlap kilau sinarnya kesuksesan orang lain? Pilihan ada pada diri kita semua. Semoga yang terbaik bisa kita terima dan hadapi, sepenuh hati kita.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Jaket Cinta Ibu
Jaket merupakan sebuah inovasi yang sangat jenius, untuk orang-orang yang tidak kuat udara dingin seperti saya. Pasalnya, selaku hal tak kasat mata, udara sangat sulit untuk bisa ditaklukkan. Ia tak seperti preman pasar yang akan lari tunggang-langgang dikejar massa jika kedapatan memalak ibu-ibu berbelanja. Ia laksana kabut di subuh hari yang berada di dataran tinggi. Ia turun menyelimuti dan merengkuh tubuh-tubuh di sekitarnya dengan erat. Ya, itulah udara dingin.
Bagi sebagian orang dengan penyakit pernapasan yang bisa terpicu oleh udara dongin seperti saya, tiada cara lain untuk membela diri dari udara dingin selain memakai jaket. Pertama kali merasakan mengi dan sesak napas, adalah saat kelas 2 sekolah dasar. Ayah yang baru gajian, mengajak saya dan adik-adik ke sebuah restoran cepat saji untuk membeli es krim. Tentunya akan menyenangkan, pikirnya. Namun, seketika setelah selesai makan es krim, saya sulit bernapas. Napas terasa pendek dan berat. Bahkan, muncul suara mengerikan yang keluar dari dalam dada saya.
Berangkat ke dokter, akhirnya diketahui bahwa itu adalah asma. Sebuah penyakit yang menyerang sistem pernapasan tubuh, sebagai reaksi alergi tubuh atas faktor resiko yang sering kita temui di sekitar kita. Mulai dari debu, udara dingin, kelelahan, bahkan makanan-makanan tertentu. Dahulu saya sangat rentan kambuh bila makan coklat. Akhirnya, pahit manisnya coklat tak bisa saya rasakan hingga usia dewasa.
Pemicunya yang beragam, membuat ibu berpikir keras untuk mencegah asma datang kembali. Makanan? Tentu ibu bisa kontrol. Aktivitas kelelahan, tentu mudah. Saya pun bukan orang yang senang berkelana atau bermain olahraga dengan teman, sehingga semua (nampaknya) dapst terkendali. Satu masalah terakhir, udara dingin. Guna mencegahnya datang lagi, sejak kecil saya selalu diimbau oleh ibu agar mengenakan jaket. Tebal atau tipis, tak peduli, asalkan ia mampu membantu membela diri pengidap asma ini dari sergapan mengi dan sulitnya bernapas. Dan nasihat itu masih terpatri kuat di benak saya, sehingga ke manapun pergi, selalu ada jaket yang mengiringi.
Ide menggunakan jaket sebenarnya cukup sulit diterima, apalagi saat tinggal di Jakarta atau Surabaya, daerah yang mayoritasnya merasakan panas. Namun saya tak peduli. Saya terus menggunakan jaket. Karena saya tak ingin melihat ibu menangis, karena membayangkan anaknya terenggut oleh sempitnya jalur napas dan mengi yang menghantui. Terima kasih ibu, jaket cerminan pedulimu akan saya kenakan selalu.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Manis di Kampus, Sepah di Luar
Menjadi sebuah lulusan perguruan tinggi, tidak menjamin sesuatu datang dengan seperti apa yang kita rencanakan. Walaupun, pada dasarnya memang tidak ada yang bisa menjamin sama sekali. Dahulu, sepertinya mudah menjalani hidup sebagai seorang lulusan perguruan tinggi, memiliki ijazah, dan menjadikannya sebagai kunci masuk melamar pekerjaan apapun yang kita mau. Setidaknya, demikian kan hanya kita yan oleh orangtua kita, lebih tepatnya orangtua saya, sebelum berangkat mengawali karir sebagai mahasiswa di Surabaya Kota Pahlawan. Ada asa dalam hati saya kala itu.
Namun, fakta yang terjadi adalah sebaliknya. Yang ada adalah dunia liar yang menunggu selepas tali toga diayunkan dari kiri ke kanan. Dunia penuh ketidakpastian dan tidak kenal ampun, yang datang mengancam mental dan keteguhan value yang kita punya. Benarlah jika di kampus kita masih bisa memelihara dan mempertahankan idealisme, value, prinsip, dan apapun yang kita yakini kebenarannya. Di dunia paska kampus, semuanya tidak demikian. Selalu ada sesuatu yang kita pertaruhkan, kompromikan, dan coba untuk tawarkan pada dunia yang kita tempati. Kita mesti sadar, di dunia paska kampus bukan hanya kita yang berada di sana. Bukan hanya kita yang memiliki kepentingan, dan bukan hanya kita yang inginkan perhatian. Ada beribu, beratus ribu, bahkan berjuta orang yang demikian juga sama berkepentingannya dengan kita.
Pengelolaan mental jelaslah diperlukan. Tentu kita tak ingin tumbang dan larut ditelan kondisi dunia yang tidak pasti. Kita berada di dunia tanpa aba-aba, tanpa kisi-kisi, tanpa tutor layaknya ketika hendak ujian di kampus dahulu. Tak ada lagi kerjasama, titip presensi, atau canda antar teman seperti dahulu di kelas. Jika kita bertemu bermacam orang di kampus, percayalah di dunia paska kampus akan lebih banyak lagi macam orang-orang yang akan kita temui. Maka dari itu, tidak perlu kaget dan tetap jaga kewaspadaan kita. Bangun value dan jaga diri dari pengaruh lingkungan yang tidak baik, yang tidak bisa kita tebak kapan ia datang menghampiri.
Kita harus memiliki rambu petunjuk jalan, kemudian mengelola kestabilan diri dan lingkungan. MUngkin kita tak bisa selalu menang dan gemilang, namun, pastikan kita belajar dan bangkit dari kegagalan-kegagalan yang pernah kita temui. Belajarlah dari semua orang di segala sisi, karena dengan begitu kita akan tambah mengenal dan mengerti, apa yang sesungguhnya pernah mereka hadapi. Harapannya, jika memang mereka gagal, kita bisa mewaspadai kegagalan tersebut dan tidak ikut gagal. Sedangkan jika mereka berhasil, kita akan dapat cerita penyemangat dari mereka, membuat kita punya bahan bakar untuk melaju lebih kuat dan lebih hebat dari mereka. Demikianlah, selayaknya kita belajar di kampus, maka tidak ada alasan untuk tidak belajar dalam setiap hari yang kita lalui.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Banyak tapi Sedikit
Banyak sering kita anggap sebagai sebuah kenikmatan. Namun, nyatanya tak selalu demikian. Mengapa bisa? Karena manusia tidak pernah tahu apa yang ia hadapi. Semuanya hanya reativitas kata sifat yang bisa jadi berbeda penafsiran antara satu dengan yang lainnya. Banyak bagi seseorang belum tentu banyak bagi orang lain. Maka dari itu, perlu kita telaah lebih lanjut terkait dengan banyak ini.
Banyak seringkali dipahami sebagai sebuah hal yang baik. Uang yang banyak, harta yang banyak, rencana yang banyak, dan lain sebagainya. Saya pun awalnya beranggapan demikian. Apalagi, sebagai insan yang hidup dalam kamar indekos, selalu saja ada perencanaan keuangan yang harus dihemat apapun keadaannnya. Maka, sependek pengetahuan saya, menumpuk stok yang berlimpah adalah solusinya. Hingga kini saya tahu, hal itu tidak sepenuhnya benar.
Sebagai contoh, saya pernah bermaksud untuk berbelanja beras. Saya melihat ada warung kelontoong dekat kos yang menjual Beras. Awalnya saya emngira beras tersebut dijual dengan satuan kilogram. Namun, ketika saya tahu, ternyata dijual dengan satuan liter. Tentu, satuan kilogram lebih banyak daripada liter, karena 1 liter beras sama dengan 0,8 kilogram beras. Berpikiran pendek, akhirnya saya memutuskan untuk membeli beras dengan ukuran 5 kilogram, agar dapat bertahan lebih lama dan tidak boros.
Namun, bencana terjadi. Ternyata, tidak setiap hari saya makan. Terlbih jika ada acara di kantor, makan di luar, atau penyakit gangguan makan saya kambuh. Saya tidak perlu memasak nasi di kos. Akhirnya, memang beras tetap awet dan terjaga di dalam kos. Namun, terjaga bukan berarti akan demikian selamanya. Walaupun sudah tersimpan dengan baik, rapat, tidak lembap, dan terjaga dalam suhu ruang, tetap saja seringkali muncul kutu beras yang mengotori beras yang saya simpan. Merasa jengah, akhirnya saya mencoba mencari tahu sebab kemunculan kutu beras tersebut, dan bagaimana cara untuk mengatasinya. Mulai dari menaruh daun salam, menyimpan potongan bawang, dan sekian tips lainnnya dari internet telah saya coba, dengan hasil yang nihil. Kutu beras masih saja sering muncul. Akhirnya saya berkesimpulan bahwa, hal itu disebabkan karena masa simpan beras yang sudah lama di tokonya, membuat ada calon-calon kutu yang berkembang biak di sana. Agar hal tersebut tak muncul kembali, akhirnya saya kembali ke awal, membeli dalam satuan liter. Dan saya rasa, lebih efisien, karena dengan jumlahnya yang lebih kecil, kita dapat memasak sesuai kebutuhan kita, tidak perlu menyimpan dalam jumlah besar, dan cepat habisnya.
Demikian pula hal lain di hidup ini. Seringkali kita merasa bahwa kita perlu sesuatu yang banyak, namun ternyata sesuatu yang banyak itu malahberbalik membuat kita susah, bahkan menjadi penyakit. Saya meyakini ada banyak hal yang dapat kita nilai dengan kebermanfaatannya, dan bukan sekadar jumlahnya. Ya, karena kita sebagai manusia tetap tidak tahu seberapa jumlah terbaik untuk kita. Mungkin itu sebabnya juga, tidak ada kekurangan dalam alquran jika merujuk kepada harta. Yang ada adalah kekayaan, dan kecukupan. Wallahua'lam.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Topi di Pasar
Topi merupakan salah satu varian pakaian yang umum digunakan. Baik itu sebagai pelengkap, sebagai hiasan, atau bahkan hanya untuk memenuhi hasrat fesyen orang-orang. Namun, bagi saya, keduanya lebih dari itu. Bukan hanya kewajiban, melainkan keduanya adalah identitas. Bagaimana bisa? Berikut sedikit cerita tentangnya.
Topi memang sebuah aksesoris yang biasa digunakan oleh kebanyakan laki-laki. Tentunya, perempuan lebih umum menggunakan jilbab atau kerudung. Beberapa ada yang mengombinasikan keduanya, dan sebagian kecil hanya menggunakan topi. Tidak masalah. Begitu pula dengan saya. Topi merupakan sebah kewajiban, setidaknya sejak usia 3 atau 4 tahun. Di usia itu, sebagai seorang balita, saya seringkali merasa senang kala berjalan. Rasanya seperti baru mendapat kedua kaki untuk pertama kali. Maka dari itu, seringkali saya berjalan keluar rumah, dan menjelajahi alam bebas di luar. Ibu mengerti dan tahu keinginan saya. Maka dari itu, beliau berpesan agar setiap sebelum berangkat, selalu kenakan topi di kepala. Awalnya, beliau bermaksud melindungi saya dari panasnya matahari. Saat itu saya belum tahu bahwa langit dapat menurunkan hujan.
Topi yang dikenakan selalu berwarna nyentrik. Entah itu kuning terang, hijau daun, merah hati, atau biru langit. Bahkan saya punya kombinasi keempat warna tersebut. Dua diantaranya bahkan punya kain yang dijahit tegak membentuk seperti kuping kucing. Sehingga, semuanya membekas di benak saya dan juga tetangga saya. Jika dia melihat seorang anak menggunakan topi, maka itu pasti Hilmy, putra Bu Dedi. Bahkan bukan hanya di lingkungan tetangga, namun di kawasan pergaulan ibu, seperti pasar, pengajian RT, supermarket, hingga tempat kerja ayah, seluruhnya mengenal Hilmy sebagai "anak bertopi eksentrik", hingga terjadilah sebuah kejadian.
Saat itu saya ikut dengan ibu ke pasar. Berbelanja untuk masak semingguan. Membantu ibu membawa beberapa sayuran ringan dan tempe dalam keranjang belanjaan. Pada saat itu, saya belum cukup kuat dan tak mampu menjinjing keranjang itu di samping. Sehingga, harus saya letakkan di depan. Alhasil, keranjang itu menutupi pandangan. Benar saja, selang beberapa lama saya mengikuti ibu, ternyata saya kehilangannya juga. Saya menoleh kanan dan kiri, mencari ibu dan berusaha mengingat apa warna baju yang dikenakan oleh ibu. Setelah sedikit lama mencari, akhirnya ketemu juga. Namun, ketika saya menggenggam tangannya, ternyata itu bukan ibu.
Rasa khawatir bocah umur 4 tahun pun mulai bergejolak. Gejolak itu berubah menjadi rasa sedih dan takut. Akhirnya, kedua rasa itu terekspresikan dalam kemasan isak tangis yang tersedu-sedu. Tangisan tersebut awalnya daya pikir akan menggema di seluruh sudut pasar. Namun tentu, suara ngotot dari pembeli yang menawar dan oedang yang menjajakan dagangannya dapat dengan mudah mengalahkan tangisan saya. Hingga, tak berselang beberapa lama, ada tangan lembut yang menggamit saya dalam kesedihan ini. Tangan yang saya kenal baik, mengelus lembut penuh kasih sayang sedari saya lahir ke dunia ini. Ya, beruntung sekali, tangan itu adalah tangan ibu. Setelah meredakan tangisan saya, dengan masih terisak sedikit, saya bertanya, apa yang membuat ibu tahu saya hilang di pasar? Jawaban ibu saat itu, adalah karena ibu diberitahu oleh salah seorang pedagang di pasar, ada anak kecil dengan topi nyentrik yang menangis mencari ibunya. Alhamdulillahnya, saat itu hanya saya yang menggunakan topi nyentrik ini.
Hingga kini, saya masih sering mengenakan topi. Bukan hanya karena panas atau berpotensi hilang kembali dalam keramaian. Saya merindukan ibu, dan saya harap, dengan mengenakan topi tersebut, saya tetap bisa merakan hadirnya ibu.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Masing-Masing Separuh
Kita tak pernah tahu jika tidak mencoba dan berusaha. Ya, itulah kata-kata yang seringkali kita dengar sesaat sebelum kita melakukan sesuatu yang baru, terutama yang memiliki dampak yang besar dalam hidup kita. Daftar kuliah, daftar kerja, melamar wanita, mencari rumah, dan lain sebagainya.
Tentu kita tak ingin ada kegagalan dalam semua usaha kita. Namun, kita harus ingat selalu ada ruang untuk kegagalan. Anggaplah jika kita mencoba hal tersebut, peluang gagal dan berhasil adalah sama besar. 50:50. Namun, 50% gagal masih lebih baik daripada 100% gagal. Siapakah yang mendapat 100% itu? Adalah mereka yang tidak mencoba. Jika kita mencoba, ada kemungkinan kita berhasil atau gagal. Tapi jika kita urungkan mencoba, takkan ada keberhasilan, hanya ada kegagalan.
Maka dari itu, selagi kegagalan kita masih relatif, beranikanlah diri untuk mencoba. Percayalah, ika kegagalan kita sudah absolut, maka tidak akan ada lagi percobaan. Yang ada tinggallah kenangan.Lantas, apakah ada cara bagi kita untuk meraih keberhasilan? Tentu ada. Bagi kita manusia lemah dan tidak punya daya upaya selain Allah yang kuasakan, maka serahkanlah semua tentang hasil dari usaha2 kita pada Allah. Orang-orang sering mengenali ini dengan sebutan tawakkal.
Perlu diingat, bahwa tawakal bukan berarti melepaskan usaha. Janganlah berpikiran bahwa karena Allah yang menguasai dan mengetahui hasil usaha kita, lalu kita hanya sekadarnya saja dalam berusaha. Justru sebaliknya, usaha terbaik haruslah kita persembahkan sebelum meluangkan hati untuk bertawakal. Kemudian, setelah itu kita berikan ruang di hari kita untuk kegagalan dan penerimaan.Mengapa harus ada ruang untuk kegagalan? Karena tentunya, hasil dari segala usaha kita bukan berada di tangan kita. Jadi, hari kita akan punya ruang untuk menyesal jika kemudian tidak berhasil, dan juga ruang untuk bersyukur jika kelak kemudian berhasil.
Tak perlu mendewakan usaha, karena usaha bukanlah jaminan keberhasilan. Namun, jangan juga terlampau sederhana dalam berusaha. Jika kita tak berusaha, kita takkan dapat apa-apa. Tempatkanlah hati kita di tengah, diantara usaha dan tawakal. Hati akan memberikan perasaan yang baik ketika kita gagal, sehingga kita tak larut didalamnya. Hati pula akan menenangkan kita kala berhasil sehingga tetap membumi dan tak terlampau congkak.
Hakikatnya, hasil adalah misteri. Ia selalu tak lebih dari 50% dalam setiap usaha kita. Namun, jika ia selalu 100% sesuai usaha kita, bukankah akan terjadi kekacauan? Bayangkan 100 orang yang mengikuti lomba lari kemudian mereka semua mendapat juara. Tentu tidak mungkin, karena juara hanya ada 1 orang saja.
Maka dari itu, cukuplah kita sadar bahwa 50% hasil yang menjadi kuasa Allah adalah bentuk keadilan dari-Nya. Tak tentunya arah angin hari esok, justru dapat menjadi pemicu kita untuk menerjang dengan terjangan terbaik kita. Untuk semua cita dan usaha kita, semoga Allah rida juga perkenankan.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Humans Grow Humans
Di dunia kerja, terkadang sulit untuk menemukan rekan kerja yang dapat berlaku supportif pada kita, sebagaimana kita berlaku suportif kepadanya. Maka dari itu, ada beberapa tanda-tanda bagaimana sebuah hubungan kerja dapat menjadi suportif satu sama lainnya. Hal ini tentu sebaiknya menjadi perhatian bagi teman-teman yang bekerja, khususnya yang bekerja di kantor ataupun di gedung, dengan sistem kerja 7-8 jam sehari. Hal itu karena, selama sepertiga dari hari-hari kita selama 5-6 hari akan senantiasa berurusan dengan mereka. Jika kita tidak dapat membangun hubungan interpersonal yang baik, tentu kita akan memiliki performa yang tidak baik.
Indikator pertama yang dapat menjadi acuan adalah adanya perasaan untuk mengetahui lebih banyak tentang satu sama lain. Tentu, ingin tahu ini terbatas pada seputar pekerjaan. Misalnya, mengetahu i posisinya di mana, divisinya di mana, tugasnya di ruang mana, dan sebagainya. Bagi beberap orang, hal ini tidak terlalu penting. Yang penting bekerja, kemudian pulang dan terima gaji. Namun, bagi beberapa yang lainnya, tentu hal ini dapat menjadi sebuah preseden baik dan menjadi pertanda adanya perhatian antar rekan kerja.
Kemudian, seharusnya rekan kerja juga membuat kita bertumbuh. Dengan begitu, kita akan semakin berkembang dan terjaga dari kebuntuan. Dengan senantiasa berpikir, maka otak akan selalu terlatih untuk memecahkan masalah. Sehingga, yang terjadi adalah kita berkembang di tempat yang mungkin hanya dihabiskan sebagai tempat mencari nafkah oleh orang lain. Padahal, untuk diketahui bersama, nafkah yang didapatkan bisa jadi berupa hal lain selalin uang. Yaitu adanya rekan kerja yang membuat berkembang, dan menjaga kita tetap beresonansi terhadap lingkungan kerja tanpa menghalangi kita dari belajar.
Tak dapat dipungkiri, perbedaan pastilah ada dan akan timbul seiring dengan berjalannya waktu. Jika kemudian perbedaan tersebut mendewasakan keduanya, membuat keduanya berkembang dan menghargai satu sama lain, maka itu yang akan membuat tim lebih solid. Kita tentu tak dapat memaksa agar semua orang dapat berjalan seiring dengan kita, sebagaimana kita tidak ingin dipaksa untuk mengikuti orang lain pula. Maka dari itu, bersepakat dalam hal yang dapat disepakati dan memahami di dalam hal lain yang tidak kita sepakati, akan membuat kita lebih dewasa dan berkembang dari sebelumnya.
Jika ada pribahasa "diamond cut diamond", maka yang dapat mengasah sepotong berlian adalah berlian itu sendiri. Itu pun berlaku di manusia, dimana "human grow human", yang artinya, hanya manusia yang dapat mengembangkan manusia lainnya. Sekian, terima kasih.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Ojo mung Dibayangno, tapi Dilakoni
Membayangkan sesuatu, adalah salah satu keahlian yang dimiliki otak kita. Disebut keahlian, karena kita tahu hampir semua orang dapat melakukannya. Mulai dari membayangkan hal kecil seperti membeli makan di restoran, hingga membayangkan hal-hal luar biasa seperti perang nuklir hingga tatanan dunia baru. Seringkali kita mengenal hal tersebut dengan sebutan imajinasi.
Seringkali hal tersebut menjadi sebuah hal yang baik, namun kerap kali sebaliknya. Ia menjadi sebuah mindblock atau mental block, alias pembatas pikiran yang menghalangi perkembangan manusia tersebut. Ia membatasi apa yang akan kita lakukan dengan menghadirkan skenario terburuk yang mungkin dapat terjadi ketika kita melakukan sesuatu. Hasilnya, tentu saja kita menjadi takut dan batal untuk melangkah.
Namun, imajinasi juga berperan dalam perkembangan hidup kita. Ia dapat memberikan gambaran keberhasilan, yang jika dapat kita visualisasikan, akan menjadi hal yang gemilang bagi kita. Ia akan mendorong kita ke tahap bagaimana jika kita sudah melewati semua kerja keras kita, melampaui batas kemampuan kita, dan meraih hasil yang gemilang tersebut.
Melalui imajinasi, sebenarnya ada hal yang dapat kita pelajari. Yaitu bagaimana membuatnya menjadi nyata. Memvisualisasikannya. Menjadikannya hidup. Mengeksekusinya. Jika kita yakin terhadapnya, maka kita seharusnya punya jalan untuk mewujudkannya. Itulah yang disebut keinginan berjalan seiring dengan kegigihan. Keduanya berjalan bersama dan saling mengimbangi. Tak mungkin salah satu berdiri sendiri dan mendominasi. Pembahasan ini mengingatkan saya pada perkataan sahabat saya yang diwariskan dari ibundanya. "ojo mung dibayangno, tapi dilakoni" (jangan hanya dibayangkan, tapi dikerjakan).
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Jangan Main Saham tanpa Pertimbangkan Hal ini
Tidak perlu ikut bergabung di pasar saham. Ya, anda tidak salah baca. Bukan merupakan sebuah perintah memang. Namun, beberapa hal ini akan menjadi lebih baik jika anda pertimabangkan dan tetapkan sebelum terjun ke pasar saham. Beberapa hal tersebut adalah:
Tujuan Ada dua tujuan orang berakivitas di pasar saham. Pertama, menjadi investor dengan menanamkan modal di saham perusahaan yang menurutnya baik, punya prospek, dan diharapkan dapat bertahan serta berkembang di kemudian hari. Investor, tidak kenal transaksi selain pembelian saham. Karena, ia biasanya membeli sejumlah besar saham dan meninggalkannya untuk diperiksa beberapa periode berikutnya. Bisa bulanan, tahunan, bahkan tiga hingga lima tahunan. Semua ini dikarenakan tidak ada ketetapan jaminan perkembangan perusahaan. Ada faktor regulasi pemerintah, bencana alam, kelangkaan sumber daya, dan sebagainya, yang membuat sebuah perusahaan seolah mengalamai siklus. Kadang ia "bagus" di waktu tertentu, dan ia "minus" di waktu lainnya. Maka dari itu, investor perlu untuk megelola psikologinya lebih baik, daripada melihat portofolio yang mungkin naik turun setiap harinya. Tak pelak, naik-turunnya harga saham seringkali mengganggu pikiran kita dan menimbulkan kecemasan. Karena jelas, kita akan kehilangan uang kita dan ktia tak bisa berbuat apapun untuk melawan mekanisme pasar.
Tujuan lain orang berada di pasar saham adalah bertransaksi alias mencari margin dari penjualan dan pembelian saham yang mereka miliki. Mereka tak memiliki minat untuk menjadi pembangun atau pemilik perusahaan. Mereka membeli sejumlah saham dan kemudian menunggu hingga saham tersebut diapresiasi pasar, sehingga harganya naik dan saat itulah, ia menjualnya. Hasil dari penjualan margin itulah yang kemudian menjadi target mereka. Bukan mengembangkan perusahaan ataupun turut andil dalam perkembangan berkala perusahaan tersebut. Aktivitas ini membutuhkan riset dan pencarian peluang yang komprehensif, sehingga tak dapat dilakukan jika hanya sekadar memilih satu atau dua saham berdasarkan perasaan atau tebak-tebakan. Ingat selalu, bahwasannya return (keuntungan) di dunia saham berbanding lurus dengan risk (risiko) yang akan dihadapi. Jika keuntungan besar, maka ada juga potensi kerugian yang besar di sana.
Menetapkan tujuan menjadi penting karena dengan begitu, kita dapat mengelola pikiran dan keuangan kita. Apa yang terjadi di pasar, tidak perlu kita jadikan alasan untuk menambah kecemasan dan membuat pusing pikiran ataupun menambah modal. Namun, tentu untuk setiap piliha yang dipilih, haruslah diiringi dengan riset yang memadai dan menunjang prediksi kita ke depan terhadap saham dan/atau perusahaan tersebut.
Modal Keuntungan yang didapat dari pasar saham memang potensial. Namun, tentu perlu juga ditunjang dengan modal yang masuk akal. Jika kita mendapat keuntungan terbesar sebanyak 25% per tahun, sedangkan modal kita hanya satu juta dalam setahun, maka keuntungan kita adalah 250 ribu pertahun. Namun, jika modl kita dalam setahun mencapai 500 juta, maka potensi keuntungan kita adalah 125 juta. Jika kita masih memiliki modal yang kecil, maka niatkan aktivitas kita di pasar saham untuk membangun habit. Habit atau kebiasaan yang dibangun adalah menabung. Yaitu menyimpan sejumlah dana untuk digunakan di kemudian hari. Agar nilainya tetap terjaga dan tidak turun, bisa kita masukkan tabungan kita dalam reksadana, baik itu reksadana obligasi, saham atau pasar uang. Tentunya dengan memeriset faktor risiko yang dimiliki masing-masing produk. Karena, sudah barang tentu akan lebih berdampak jika kita menabung uang kita terlebih dahulu.
Bayangkan, jika kita memiliki penghasilan sebesar 5 juta per bulan dan tabungan sebesar 10 juta. Jika kita alokasikan tabungan tersebut ke pasar saham, maka dengan asumsi keuntungan 25% dalam setahun, akan menghasilkan 2,5 juta. Namun, jika kita alokasikan sebanyak 30% dari 5 juta tiap bulan, yaitu sebesar 1,5 juta, maka di akhir bulan kita akan mendapat 18 juta. Hal ini penting, karena kita tidak memiliki jaminan berapa lama waktu yang kita miliki untuk menabung atau beraktivitas di pasar saham. Memiliki modal terbatas memang masih bagus untuk membangun habit, namun, jangan harapkan keuntungan yang signifikan.
Demikian, semoga bisa menjadi pertimbangan untuk kita semua.
0 notes
frenagulam · 2 years ago
Text
Filosofi Setrika
Harmoni adalah titik kesesuaian antara berbagai aspek dalam lingkungan kita. Sebagai makhluk yang memiliki persinggungan dengan beragam entitas, mulai dari fisik dan non fisik, organik dan sintetik, dari yang identik hingga distintik. Kesemuanya itu memiliki kehendak yang berbeda, dan masing-masing akan bergerak sesuai dengan arah geraknya. Kita, sebagai manusia haruslah punya kuasa untuk mengatr hal tersebut. Salah satunya, dapat dimulai dari beberapa hal yang kita pernah kerjakan hingga yang pernah kita akan hadapi. Menemukan harmoni sebenarnya susah susah gampang, perlu pendekatan dan pemaknaan khusus untuk menemukannya. Ibu saya, adalah satu dari sekian orang yang saya kenal, mampu menemukan harmoni dari beragam kegiatan di rumah.
Salah satu yang paling utama, adalah menyetrika pakaian. Bagi sebagian orang, menyetrika pakaian mungkin tidaklah penting. Beberapa yang saya kenal juga tidak pelakukannya. Lumayan menghemat listrik, mengingat pemakaian dayanya yang cukup tinggi. Apalagi jika digunakan dalam waktu yang lama, berbanding lurus dengan jumpah pakaian yang kita rapikan. Walupun demikian, ternyata ada makna tersembunyi dari menyetrika yang ibu saya temukan. Berpengalaman dalam menyetrika sejak usia belia, menjadikan Ibu saya menghargai setiap inci pakaian yang disetrikanya. Berikut selengkapnya.
Setrika adalah sebuah alat yang ganas. Ia memancarkan panas. Siapapun yang memegangnya, punya kuasa dan tanggung jawab untuk mengendalikannya. Maka dari itu, menyetrika adalah salah satu cara pengendaliannya. Kita mengendalikan sebuah alat pemancar panas untuk disalurkan pada sebuah lempengan yang akan menekan dan merapikan kain pakaian. Kita juga harus mengetahui, mana panas yang digunakan untuk pakaian kita. Maka dari itu, kita dituntut untuk mengetahui jenis-jenis kain yang kita punya. Setelah mengetahuinya, kita baru mampu untuk mengatur panas setrika yang dipancarkan. Terlalu panas akan merusak kainnya, dan terlalu dingin takkan memberikan efek rapi pada kainnya. Melalui memegang setrika, di sana ada nilai tanggung jawab, pengetahuan terhadap medan (kain dan besaran panas setrika), juga ketepatan dalam mengukur panas dari setrika.
Kemudian, dalam menyetrika, kita harus senantiasa untuk memperhatikan bagaimana lipatan-lipatan yang terbentuk sebelumnya. Ibu selalu menyetrika dengan hati-hati, berusaha untuk menemukan bekas lipatan yan sama, dan melipatnya persis di sana saat menyetrika. Sehingga, kain pakaian seolah membentuk memori di mana ia pernah dilipat dan dirapikan. Tidak boleh ada lipatan di atas lipatan. Sehingga, yang menjadi perhatian adalah bagaimana sebelumnya ia dilipat. Poin penting lagi saat menyetrika, yaitu memastikan lipatan kita presisi dan sesuai. Agar tetap rapi dan tidak saling timpa antar lipatannya.
Poin penting lainnya, adalah setrika sebagai sebuah persembahan alias tribute. Setrika sebagai proses merapikan pakaian, adalah bagaimana kita menjadikan pakaian untuk kehidupan sehari-hari, baik ditujukan untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain. Kita memang tidak boleh melihat orang lain dari apa yang mereka kenakan, namun justru pakaianlah yang pertama kali dilihat oleh orang lain karena itulah yang bisa mereka lihat. Maka dari itu, rapinya kita saat menyetrika, saat menyemprotkan pelicin dan menyapukan setrika, dan saat melipat pakaian kita hingga menyimpannya dalam lemari. Itulah sedikit filosofi setrika yang pernah diajarkan oleh ibu saya. Tanpa disadari, ada banyak pelajaran yang bisa diambil darinya.
0 notes