#30dwc
Explore tagged Tumblr posts
Text
Mampir hanya untuk jatuh cinta, kemudian pergi masih jatuh cinta
tidak pernah kusangka akan datang hari dimana aku bisa bertemu denganmu, kemudian ku mencoba mengenalmu lebih dekat, walaupun sebelumnya sudah lama kita saling mengenal, tetapi baru kali ini benar-benar merasa lebih dekat denganmu.
beberapa kali ku menyempatkan waktu untuk bertemu, tidak kusangka hatipun terasa ada yang berbeda, hadir rasa ingin terus bersama, bahkan memikirkanmu kali ini terasa sangatlah kuat, kemudian jantungpun berdetak tidak menentu.
apakah sebenarnya yang sedang kurasakan saat ini? Apakah ini tentang rasa yang hadir seolah hanya untukmu, bukan juga tentang rasa yang akan mudah pergi dan berlalu, walaupun kenyataan yang sebenarnya aku hanyalah seorang tamu dihatimu, yang hanya mampir untuk jatuh cinta kemudian pergi masih tetap cinta kepadamu.
Kemudian setelah beberapa waktu terlewati dan kaupun mulai pergi berlalu, ku rasanya ingin mengungkapkan sesuatu.
Bila di akhir tahun ini diperbolehkan untuk memiliki keinginan, sesuatu keinginan yang berharap bisa dikabulkan di tahun depan. Rasanya ku ingin bisa melupakan semua tentangmu yang hingga sekarang masih ada dipikiranku ini. walaupun aku tidak tahu apa yang akan terjadi nanti di tahun depan, entah kamu akan kembali atau kamu akan semakin menjauh dariku. tapi rasanya bila harus kamu yang semakin menjauh, ku tidak ingin menunggu, dan ingin bisa menjauh dari bayang-bayangmu itu saat ini. Tak apa bila ternyata nanti kamu berubah pikiran, dan mencoba akan kembali bersamaku, walaupun saat itu aku sudah melupakanmu tapi tidak akan lama untuk kembali menumbuhkan lagi perasaanku padamu nanti. Lantas mengapa aku harus berpikir seolah dia akan semakin menjauh dariku? bukankah biarkan saja perasaanku ini menunggu melihat apa yang terjadi nanti?. ku bisa menunggu tetapi tidak dengan perasaanku yang lelah ini karena telah mencoba menunggumu, dan setelah sebelumnya mencoba "merayumu" untuk terus hidup bersamaku hingga tua nanti. Ku lelah dengan diammu, ku tak sabar dengan harapanku, dan ku terluka dengan sikap penolakanmu. Karena nyatanya bukan aku tidak berusaha dengan keras, tetapi memang nyatanya kamu yang tidak menyambutku dengan sepenuh hati yang kau miliki. Bukan lagi tentang seberapa keras ku berusaha untuk meyakinkanmu, tetapi seberapa lelah isi pikiranku dan seberapa berantakannya perasaanku untuk menerima kenyataan untukku di saat ini.
silahkan nyaman sendiri, silahkan jatuh cinta sendiri, silahkan hanya mampir untuk jatuh cinta. Asalkan jangan memaksa orang lain untuk merasakan nyamannya kita, jangan memaksa untuk merasakan romantisnya jatuh cinta yang sendiri ini, dan jangan memaksa orang lain untuk menyambut dengan baik seseorang yang hadir untuk bertamu, dan berharap mengerti apa yang diinginkan oleh seorang tamu yang mampir, tamu yang hanya mampir, cepat atau lambat harus pergi.
10 notes
·
View notes
Text
Menjadi Manusia Yang Bermanfaat [1]
“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).” (HR. Al Hakim)
Hadist diatas merupakan sebuah pengingat bagi kita dalam menapaki kehidupan di dunia ini. Jika kita telaah, maka terdapat lima hal yang akan ditanyakan oleh Allah, yakni pertama tentang umur kita digunakan untuk apa, kedua masa muda kita dihabiskan untuk melakukan apa saja, ketiga darimana harta kita, keempat untuk apa harta tersebut kita gunakan, dan kelima apa yang kita berikan pada lingkungan kita dengan ilmu yang kita miliki.
Pertama, tentang umur kita. Sudah berapa lama Allah SWT memberikan nikmat yang luar biasa di dunia ini pada hidup kita? 20 tahun? 25 tahun? Atau sudah 30-an tahun lamanya? Sudahkah kita bersyukur dengan rezeki yang telah Allah Ar-Razzaq berikan? atau malah kita lalai, lupa dengan nikmat-Nya sehingga kita menjadi orang yang sia-sia selama berpuluh-puluh tahun ini. Sesungguhnya Allah itu akan menambahkan nikmat-Nya kepada kita jika kita bersyukur.
Allah nge-reminder kita nih dalam Qur’an Surah Ibrahim ayat 7, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”. Semoga kita senantiasa menjadi hamba-Nya yang bersyukur ya dan menghindari diri dari kufur nikmat agar jauh dari azab Allah.
Kedua, masa muda kita dihabiskan untuk melakukan apa aja? Scrolling medsos? Nongkrong ke café a,b,c? Nyari temen non halal? Ini maksudnya pacaran ya. Kalau yang kita lakukan adalah hal-hal yang tidak berfaedah, rugi banget hidup kita cuma dihabiskan untuk ketidakbermanfaatan. Aku yakin, anak muda adalah tonggak penerus peradaban. Jadi jika kegiatan kita hanyalah perkara dunia yang tidak bermanfaat, bagaimana bisa kita melanjutkan peradaban yang gemilang untuk penerus kita?
Sekarang sudah banyak komunitas-komunitas, kelompok kajian, maupun gerakan sosial yang bisa kita ikuti untuk menjadi orang yang produktif dan bermanfaat. Jangan habiskan waktu muda kita pada hal yang tidak berbobot dan mengarahkan kita pada keburukan. Carilah tempat berkembang dan bertumbuh, tempat yang bisa menjadi sarana kontribusi kita untuk ummat, dan pastinya dengan niat lurus karena Allah Ta’alaa. Jangan ingin melakukan kebaikan dengan niat terselubung, namun berniatlah karena ingin menggapai ridho-Nya.
Untuk tulisan #30DWC hari pertama, cukup kita sharing sampai dua poin diatas dulu ya. Selanjutnya hari esok kita sambung kembali.. happy reading! Semoga bermanfaat tulisannya.
| Medan, 11 September 2024 pukul 10.00 WIB
9 notes
·
View notes
Text
Menipiskan Rasa
Maaf Tuan, Saat ini, Aku tak bisa mencintaimu terlalu dalam. Bukan karena apa, Aku takut takdir kita berdeda, Dan akhirnya, Hanya menyisakan luka.
#sajak#my writing#writers on tumblr#poems on tumblr#tulisan#penulis#prose#prosa#puisi#senandika#kata hati#quotes#30dwc#30dwcjilid46#poetry
12 notes
·
View notes
Text
Bukan tentang siapa, tapi apa dan kenapa?
Kemaren sewaktu cuti lebaran, terus lagi ngobrol deep talk sama ortu perihal alasan atas setiap pilihan hidup yang gue pilih dan rencana-rencana ke depan. Tiba-tiba mamah tu nanya "Kaka, kamu punya pacar ga si? Kamu pernah suka sama orang ga si? Mamah tu takut kamu takut nikah! Hahaha".
Wajar si rasanya ketika nyokap nanyain hal tersebut, bahkan ini bukan yg pertama, waktu wisuda pun ga ditanyain abis ini mau kerja kemana, tapi nanyanya "Kaka kamu punya pacar ga si?" 🤣 soalnya gue tu tipe org yg selalu punya rencana hidup buat diri gue sendiri, tapi gue ga pernah cerita ke nyokap soal urusan cinta-cintaan atau mau nikah umur berapa haha. Jadi ya jelas dia nanya sesuatu hal yg ga pernah gue omongin 😂
Setelah banyak nya hal yang gue alami dalam hidup, pelajaran-pelajaran yg bisa gue ambil, pemikiran-pemikiran yang gue yakini, serta prinsip-prinsip hidup yang selalu gue pegang teguh. Wajar aja nyokap mempertanyakan hal tersebut, karena ya di keluarga besar gue (yg ga agamis2 amat) pacaran itu sesuatu hal yang diwajarkan, dan sejujurnya gue juga prinsip awal gamau pacaran bukan karena takut dosa, tapi ya karena logika gue aja yg mikir ngapain buang-buang waktu sama orang yg ga jelas, orang yang ga punya tujuan sama kita arahnya mau kemana. Kalaupun dia punya tujuan jelas sama kita (I mean pernikahan) ya gausah lama-lama. Maybe just a year aja cukup. Dan ranahnya udah bukan lagi pacaran anak ABG perihal ngasih bunga tiap waktu, temen menghilangkan sepi, atau hal-hal remeh temeh lainnya.
Hal yang gue pikirkan dari menjalin hubungan di kala dewasa adalah tentang menemukan orang yang bisa menjadikan kita versi yang lebih baik dari diri kita sebelumnya. Tentang menemukan orang yang visi misi dirinya ataupun visi misi pernikahan yang dia ingin tuju, sejalan dengan visi misi hidup dan pernikahan yang gue punya. Juga tentang menemukan seseorang yang bisa jadi teman dalam kondisi terendah ataupun tertinggi, sembari terus menerus memperbaiki diri. Juga tentang menemukan seseorang yang kekurangannya paling bisa kita Terima. Serta yang bersamanya membuat kita semakin mendekat ke Allah dan menjauhi setiap larangannya.
Temen gue pernah bilang ke gue, katanya "Ketika kamu menikahi seorang, menikahlah dengan orang yang kekurangannya paling bisa kamu Terima. Sehingga yang harus kamu kenal pertama kali adalah diri kamu sendiri, u should know what is your bounderies and yourself first".
Most of people ketika suka sama orang yang pertama kali dilihat adalah kelebihannya, bayangan hidup ideal menua bersamanya, percintaan yang romantis, hidup yang haha hihi. Dan romantisme lainnya yang muncul dalam benak.
Padahal ketika kita memutuskan untuk menikah, hidup bukan hanya tentang senang-senang semata, akan banyak badai suka dan duka yang dilewati berdua. Akan banyak hal tidak ideal yang ga pernah kita alami sebelumnya tapi Allah kasih ujiannya.
Makannya mengapa memilih labuhan yang tepat menjadi sesuatu hal yang membutuhkan kehati-hatian dan kesabaran. Makannya kenapa penting untuk mengenal diri kita sendiri dan pasangan kita luar dan dalam. Makannya mengapa menguatkan fondasi mengapa kita perlu menikah dan mengapa harus bersamanya juga menjadi hal yang perlu kita jawab.
Temenku pernah cerita ketika dia sedang berproses taaruf dengan seseorang, ketika dia dihadapkan pada dua pilihan orang, yang satu dari keluarga yang berada, terpandang, dan kaya raya. Yang satu dari keluarga yang biasa-biasa aja. Tapi karena dia udah tahu dia butuh sosok yang seperti apa, dia jadi bisa lebih wise dalam memutuskan, dia bilang "Aku kalau membandingkan si A dan si B secara material dan duniawi memang si A lebih baik dan terjamin, tapi aku mikir apa dia mau punya pasangan yang membiarkan anaknya main sama anak-anak di jalanan? Apa dia mau bikin program yang interaksi sama pemulung? Apa dia mau membersamai cita-cita dan mimpi-mimpi yang aku punya? Apa visi misi hidupnya sejalan dengan visi misi hidup yang aku punya? Jadi ya aku pada akhirnya yakin untuk lebih memilih B dibandingkan A karena nilai-nilai hidup yang sama dan visi misi yang sejalan". Dan ada salah satu kalimat yang menurut ku deep bgt dari nasehat temen ku ini, dia bilang "Gapapa kalau dunia ku diambil, aku gabisa se luwes dan se bebas dulu, yang penting akherat ku jangan :')"
Dari obrolan bersama beberapa orang yang ku kenal, aku jadi sadar bahwa penting untuk tahu visi hidup yang kita punya. Penting untuk tahu nilai-nilai hidup apa yang kita pertahankan. Penting untuk tahu batas kekurangan apa yang paling bisa kita Terima. Sehingga sebab itulah kita tahu pasangan seperti apa yang paling kita butuhkan dan layak untuk kita perjuangan.
Karena hubungan pernikahan orang dewasa, bukan hanya tentang romantisme semata. Tapi sebuah ikatan dan janji kita kepada Allah yang melaluinya kita mampu menjadi hamba yang lebih baik. Yang bersamanya, kita mampu mengoptimalkan potensi diri kita dengan maksimal. Yang bersamanya, kita mampu bersama-sama masuk ke dalam surga. Sungguh rasanya terlalu remeh temeh ketika sebuah ikatan suci yang kita sampaikan kepada ilahi rabbi, hanya untuk memuaskan hasrat duniawi semata. :')
Semoga, aku mampu untuk tetap teguh pendirian dalam mempertahankan prinsip dan mengutamakan Allah diatas segalanya. Semoga aku mampu dibersamakan dengan seseorang, yang bersamanya surga semakin mendekat, yang bersamanya ketenangan dan kebaikan hidup selalu lekat. Semoga Allah jaga diri aku dan dirinya dalam sebaik-baiknya penjagaan yang Allah Ridho di dalamnya.
#life lessons#meaning of life#personal development#30dwc#marriage#pernikahan#islam#SoundCloud#Spotify
6 notes
·
View notes
Text
Menangis
Menulis tulisan ini sebenarnya cukup menantang karena aku tidak terlalu menyukai kata menangis. Bagiku, menangis memiliki makna yang negatif, meskipun tidak selalu seperti itu. Karena itulah aku berkali-kali mengubah outline tulisan ini.
Awalnya, aku mau menulis tentang hal-hal yang serius seperti mental health issue, lalu berubah menjadi penyakit hati, hingga sempat hampir menulis topik yang membahas perbedaan antara jiwa dan ruh.
Namun, semua ide-ide itu urung aku selesaikan. Semuanya masih mentah dan mendadak semakin mentah setelah aku mengobrol dengan dia yang di warung kopi.
Singkat saja, tidak sampai satu jam obrolan kami kali ini. Meski begitu, hanya dengan satu kalimat darinya, tulisan ini bisa mengalir dengan mudah menjadi rangkaian paragraf yang terdiri dari ratusan kata yang saat ini kamu nikmati. Ya, semoga kamu bisa benar-benar menikmatinya.
Tema tulisan kali ini sebenarnya bukan tentang menangis, tapi tentang kata sakit. Aku mengaitkan kata sakit dengan menangis karena ingatanku lebih lekat pada tangisan sedih dibanding tangisan yang mengharu-biru.
Ibukku pernah bilang bahwa luka fisik itu bisa membuat seseorang berdarah, tapi berbeda dengan luka batin yang akan menghasilkan air mata. Aku setuju dengannya. Dan di sinilah aku dengan darah bening bernama air mata.
Selama ini, biasanya dia yang di warung kopi yang meminta waktuku untuk bicara lewat telepon, tapi kemarin berbeda. Aku yang meminta waktunya terlebih dahulu karena memang kali ini aku yang punya serentetan pertanyaan. Termasuk mau memastikan kabarnya selepas kepergianku beberapa waktu lalu.
Segala puji hanya bagi Allah, ternyata dia sudah lebih baik dengan rencana-rencana masa depan yang menurutku sangat layak untuk dicoba. Walau perbaikan yang dia usahakan masih berbanding terbalik dengan kondisi hubungannya bersama orang masa lalu yang semakin rumit saja.
Serumit isi kepalaku saat mengobrol dengannya kali ini. Karena sudah berjanji pada diri sendiri bahwa aku akan mengosongkan ekspektasi saat bicara dengannya, aku jadi sangat berhati-hati. Tidak seperti biasanya yang sebebas merpati menanyakan apapun yang aku mau sesuka hati.
Dan sampailah aku pada satu pertanyaan,
"Kenapa sih, Bro, lo yakin banget bahwa gak ada perempuan lain yang lebih baik daripada orang yang di masa lalu?"
"Ini semua karena gue udah sayang, Bid. Kalau dibilang lebih baik mungkin ada, pasti ada. Orang yang misalnya kelebihannya tujuh, tapi kekurangannya cuma tiga. Tapi ini bukan soal logika aja,"
Sebenarnya kalimat-kalimat setelahnya tidak begitu aku perhatikan. Aku sudah terpaku pada kalimat pertamanya. "Oh, jadi masih sayang," begitu pikirku. Entah, apakah aku layak untuk merasa sakit di dalam rongga dadaku saat memikirkannya.
Aku pun segera mengambil alih isi kepalaku dan melanjutkan obrolan hingga akhir.
Sampai di titik ini, aku belum menangis.
Di waktu yang bersamaan, seorang teman yang serupa tapi tak sama denganku dalam hal proses pencarian, mengirimkan undangan pernikahan digitalnya. Tersenyum aku dibuatnya. Doa-doa terbaik aku sampaikan padanya dan semoga melangit tinggi. Dia membalas pesanku dengan doa yang tidak kalah indah.
Sebagaimana pemaknaan pesan doa dalam undangan. Semoga kelak Allah pertemukan Abidah dengan calon suami yang shalih, mendekatkan diri pada Allah, dan bisa memperluas manfaat. Aamiin.
Doa yang hanya bisa aku amini saja, tidak dengan embel-embel penuh semangat seperti biasanya. Aku masih bingung dengan isi kepalaku, terutama dengan rasa aneh yang ada di rongga dadaku saat ini.
Sampai akhirnya aku membaca sebuah kutipan yang tertulis di undangan digitalnya. Tanpa diminta, air mata pun jatuh begitu saja saat aku membacanya.
Allah itu baik, sangat baik, Maha Baik. Maka sungguh, tak ada takdir buruk bagi setiap hamba-Nya. Termasuk mempertemukan sepasang hamba-Nya. Tak ada kata terlambat atau terlalu cepat. Semua ada saatnya. Tugas kita adalah menjaga prasangka baik pada-Nya. Insight dari buku Teropong Waktu.
Bagaimana aku tidak menangis?
Perasaan aneh yang muncul dalam rongga dadaku pun pemberian Allah, bukan? Dia Maha Tahu apa yang aku rasakan saat ini, apa yang aku bingungkan. Dia Maha Kuasa membolak-balikkan hati sesuai kehendak-Nya. Dia Maha Penyayang yang sangat lebih dari cukup sebagai pelindung dari kesedihan dan kekecewaan yang tidak perlu.
Jadi, setidakjelas apapun yang aku rasakan saat ini. Seberantakan apapun isi kepalaku. Serumit apapun kisahku dalam mencari yang ke-12. Tugasku cuma satu, berprasangka baik pada Allah.
Itu semua cukup, insha Allah. Cukup bagiku Allah. Allah Yang Maha Baik.
Dan di titik ini, aku menangis.
Entah karena rasa sakit atau rasa haru. Atau mungkin keduanya.
#menulis#rasa sakit#sedih#kecewa#terharu#menangis#Allah Maha Baik#mencariyangke12#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat#30dwc#30dwcjilid43#day 28
19 notes
·
View notes
Text
Dua Mangkuk Mi Ayam
Akhir pekan yang kamu nantikan telah tiba. Tak ada mentari yang hangat menyapa. Hanya nampak awan kelabu menghiasi cakrawala. Mendung memulai akhir pekan yang menurutmu istimewa. Sebab kamu memiliki janji bertemu sang kekasih jiwa. Namun sepertinya segala rencana indah akan berakhir kubra. Lantaran sudah dua jam awan kelabu tak juga sirna.
"Kesal sekali!" teriakmu memulai hari.
Dua jam telah berlalu. Cakrawala kini tak lagi kelabu. Mentari mulai menampakan diri dengan malu-malu. Senyum pun mulai nampak pada paras ayumu. Lantaran tak jadi gagalnya sebuah temu. Bergegas kamu menata diri dengan memakai baju berwarna ungu. Tak lupa dengan sedikit polesan pada bibir mungilmu. Kini kamu pun telah siap menikmati hari bersama pujaan hatimu.
"Aku cantik sekali," ucapmu sembari merapikan kerudung dengan senyum berseri.
Jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh, ketika pujaan hatimu tiba menjemputmu pada kediaman. Bergegas kamu menyapa dengan senyum yang masih menghias paras rupawan. Bersiap menuju tempat biasa kamu melepas segala kerinduan. Tak lupa untuk terlebih dahulu mengisi bahan pangan. Sebab pencernaanmu mulai berbunyi ringan.
"Aku mau mi ayam biasanya," rengekmu ketika baru menginjakkan kaki pada pintu rumah.
Tibalah kini pada warung mi pinggir jalan. Dengan segera dua mangkuk mi ayam beserta dua gelas es teh kamu pesan. Tak lupa kamu berbagi cerita dan harapan. Pada sang pujaan yang sedang duduk berhadapan. Sembari menanti tibanya pesanan.
"Akhirnya mi ayam sudah jadi," celotehmu dengan tawa riang.
Satu jam sudah kamu habiskan waktu bersama pada warung mi. Tibalah saat untuk berpindah destinasi. Menuju pusat kota mencipta kenangan tak terkaji. Hingga sampailah pada sebuah bangunan tua yang amat menarik hati. Kamu habiskan waktu bersama hingga rembulan tiba menggantikan mentari. Lantas diantarnya kamu pulang menuju rumah kembali.
"Terima kasih atas hari ini, Tuan," ucapmu malu-malu dengan rona merah menghias pipi. Tak lupa dengan lambaian tangan, pertanda perjumpaanmu hari ini telah usai.
Rona bahagia masih tergambar jelas pada parasmu di ujung malam. Hingga akhirnya kamu pun terlelap, berselimut suka cita dan penuh tenteram.
5 notes
·
View notes
Text
Inilah Negara
Lahan yang luas menghampar indah
Gunung yang berjajar rapih
Apitan lautan juga samudra
Kau bertanya tentang kekayaan alam
Tak bisa dideskripsikan
Tak akan pernah terhitung
Serangkaian masyarakat
Persamaan juga perbedaan
Terkadang saling mengisi dan melengkapi
Menjadi jurang pertikaian jua tak dapat dihindari
Apa yang menyebabkan
Sebuah wilayah tertentu
Dibatasi sekat sekat garis teritorial
Perbatasan membentang penuh penjagaan
Surat-surat resmi bertanda kewarganegaraan
Apa yang menyatukan
Sebuah wilayah bernama negara?
Gagasan, tujuan, atau musuh yang sama?
Benarkah kekuatan persamaan tak lekang dimakan zaman
Cerita perebutan kuasa dan wilayah
Selalu ada, mulai dari sedia kala
Pertumpahan darah membanjiri setiap jengkal tanah
Konsekuensi bagi yang kalah, tunduk pada yang kuasa
Aku bertanya tentang
Bagaimana merawat asa
Menjaga persatuan
Mempertahankan kedamaian
Jangankan menjaga negara dari luar
Musuh dibalik selimut jauh lebih mematikan
Menjaga negara memang pekerjaan berat
Menjamin keberlangsungan hidup setiap warga
Memastikan kualitas udara
Mengendalikan harga pokok makanan
Menyediakan lapangan pekerjaan
Ah teramat banyak untuk dijabarkan
Inilah kompleksitas sebuah negara
2 notes
·
View notes
Text
Cinta
"Seseorang akan bersama dengan yang dia cintai". Bagi yang sedang masih berusaha mencinta, ini jelas menggambarkan pada kita satu logika yang sederhana. Bahwa cinta itu jalan kebersamaan.
Jika mencintai pada satu hal yang baik, maka jadi baiklah kita. Sebaliknya, bila mencintai suatu hal yang buruk akan menjadikan kita buruk pula. Sebab cinta memberi kekuatan untuk bertahan, menyemangati untuk meniru, menumbuhkan keinginan untuk berkorban lebih dan lebih lagi.
Pernah saya mendengar dari salah seorang Ustadz, beliau mengatakan, "Cinta itu berasal dari kata Hubb. Diambil dari kata benih. Maksudnya adalah benih itu harusnya ditanam, dirawat, dijaga, dipupuk. Dimana disini ada pengorbanan besar untuk yang dicintai. Maka ingat bahwa cinta datang dari banyak jalan, salah satu yang paling mujarab adalah jalan terbiasa."
Seperti halnya cinta dengan Al-Qur'an. Jatuh cinta dengan Al-Qur'an itu jatuh cinta yang disengaja. Dengan apa? Interaksi yang terus menerus. Interaksi yang tidak pernah berhenti. Coba sekarang temen-temen hitung, temen-temen inget kembali, sejak kapan awal mula belajar Al-Qur'an sampai sekarang? Sudah berapa tahun? Coba masing-masing hitung. Dari yang awalnya baca huruf pun tidak bisa, ء ب ت ث yang masih terbata-bata, sampai sudah bisa merangkai huruf menjadi kata, dari kata menjadi kalimat, hingga sampai di titik saat ini sedang berusaha menghafalnya. Itu semua adalah Allah yang mengajarkan. Allah yang memampukan. Salah satu nikmat terbesar, selain dari pada nikmat diciptakannya diri kita, adalah nikmat pengajaran Al-Qur'an dari Allah.
Apakah saya sudah sebegitu mencinta-Nya? Mungkin belum. Tapi saya masih akan terus berusaha. Sebab masih banyak lain hal yang menyita. Tak apa, kita masih sama-sama berusaha. Berusaha mencintai Allah, Rasul-Nya, dan kalam-Nya.
Do'akan saya, do'akan kita semua☺
4 notes
·
View notes
Text
FIGURAN JUGA PUNYA CERITA
Part 2
Di dunia ini semuanya punya ceritanya masing-masing, mau itu nyata atau hanya berupa tulisan karangan seseorang, dan dalam setiap cerita pasti memiliki aktor-aktor nya sendiri. Aktor-aktor itu tidak akan pernah sadar kalau mereka hanyalah karakter yang nasibnya sudah ditentukan. Kalaupun mereka sadar, mereka akan kebingungan dan hilang akal mempertanyakan jati dirinya tentang siapa mereka dalam cerita itu?
Mungkin aku adalah salah satu orang yang tersadar dengan dengan realita ini.
***
Pagi ini aku aku pergi mengunjungi rumah nenek ku yang tinggal di luar kota. Rumah itu kosong, karena sekitar 2 tahun yang lalu nenek meninggal dunia. Nenek mewariskan rumahnya kepada ku sebagai satu-satunya keluarga yang masih hidup. Begitu pula aku, nenek adalah satu-satunya keluarga yang ku kenal.
Nama ku Enzo, Lorenzo Adhyaksa, usiaku saat ini menginjak angka 23 tahun, dan seperti yang baru saja ku sebutkan bahwa sekarang aku hidup sebatang kara. Aku tidak tahu siapa orang tuaku karena dua puluh tahun yang lalu nenek mengadopsi ku dari sebuah panti asuhan yang tidak lagi kuingat namanya dan di mana lokasinya berada.
***
Kembali ke rumah ini membuat ku teringat dengan semua kenangan masa-masa saat kami masih tinggal bersama, karena saat di usia ku yang ke-17 nenek menyuruhku untuk melanjutkan sekolah di luar kota, "biar mandiri" Katanya. Pada awalnya aku enggan melakukan nya karena mengingat usia nenek yang semakin tua, tentu saja aku tidak mengatakannya karena kalau aku mengatakannya pada nenek, nenek pasti akan mendramatisir nya dan mengatakan hal-hal yang membuatku merasa bersalah seperti aku tidak sayang lagi padanya lah atau aku meremehkan nya lah dan segala macam perkataan yang akan membuat ku merasa bersalah. Huuh....Laki-laki memang selalu salah.
Mengesampingkan semua keraguan, dan mengingat ini perintah nenek yang selama ini sudah begitu menyayangi ku seperti cucunya sendiri, akhirnya aku menyetujui permintaan nenek untuk melanjutkan sekolah di luar kota.
Tepat sehari setelah hari kelulusan ku, aku angkat kaki dari rumah nenek terbang Jakarta dan memulai perjalanan untuk mewujudkan mimpiku disana.
Sebelum keberangkatan ku ke Jakarta, nenek berpesan " Jaga diri baik-baik ya Enzo, dan jangan pulang sebelum nenek minta. " Katanya.
"Iya nek, nenek juga jaga diri baik-baik ya. Dan Enzo janji, kapanpun nenek minta Enzo pulang, Enzo pasti bakal langsung pulang" Kataku pada nenek.
Nenek hanya tersenyum dengan matanya yang berkaca-kaca, dan mengusap pipiku sambil sesenggukan menahan tangis, lalu nenek memelukku dengan sangat erat sambil dan mengusap-usap punggung ku sambil berkata
"putuku satu-satunya sudah besar, sehat-sehat ya nang" Katanya lalu melepaskan pelukannya dan menyuruhku untuk pergi saja, karena katanya, semakin lama aku pergi maka dia akan memintaku untuk tinggal.
***
Dua hari yang lalu, saat aku baru saja sampai di di apartemen ku setelah seharian lelah bekerja, salah satu tetangga kami di kampung dulu, Pak Aceng menelfon ku dan mengatakan kalau nenek sudah tiada.
"...... "
Aku terdiam mencoba mencerna apa yang baru saja ku dengar. Tidak mendapatkan respon dari ku, Pak Aceng melanjutkan
"Pulang ya le, ini permintaan terakhir nenek mu"
"..... " Aku masih membisu, tangan ku yang sedari tadi masih memegang gagang pintu terlepas lemas, dan tanpa sadar handphone di tangan kiri ku jatuh dan mengenai kaki ku. Sakit, tapi tidak sesakit hati ku saat ini. Satu-satunya keluarga ku, satu-satunya orang yang peduli padaku, satu-satunya alasanku bisa bertahan sampai saat ini sudah tiada. Aku mengangis sejadi-jadinya di depan pintu apartemen ku yang masih terkunci.
***
Singkat cerita, saat ini aku sudah berada di rumah nenek, ada pak Aceng yang menunggu ku di selasar depan rumah. Beliau mengatakan padaku bahwa sudah 2 tahun nenek meninggal dunia. Sebelum meninggal nenek berwasiat untuk tidak memberitahukan padaku tentang kepergiannya dengan alasan tidak mau mengganggu kesibukan ku di Jakarta. Mendengar hal itu membuat air mataku mengalir bebas membasahi pipiku.
***
Setelah pak Aceng pergi, aku langsung menuju kamar nenek, aku berbaring di atas tempat tidurnya. Nyaman, sangat nyaman dan mungkin karena sangat kelelahan aku pun terlelap.
Aku tidak pernah menyangka bahwa tidur siang ku hari itu akan membuat ku mengalami semua ini dan merubah hidupku.
Bersambung......
2 notes
·
View notes
Text
Berbagai Kepergian Dalam Hidupku
Tidak ada yang abadi di dalam hidup ini. Tidak ada yang terus menerus akan bersama sepanjang waktu. Pergi adalah kata yang bisa menjadi penyebab dari semua situasi itu. Sesuatu atau seseorang, baik yang telah ada, datang dan berjumpa dengan kita suatu saat akan pergi dari samping kita. Kamu jangan dulu sedih mendengar kalimat tadi. Pergi bukan berarti tak akan bertemu lagi kan? Bisa saja, seseorang pergi karena memang ada hal yang harus dilakukan di tempat yang lebih jauh tanpa kita mengikutinya. Seperti saat aku kecil, ayahku yang harus pergi merantau bekerja di Ibu Kota, sementara aku, ibu dan saudara lainnya tetap tinggal di desa. Kepergian semacam itu sifatnya sementara, karena pada waktu tertentu, ayahku akan kembali pulang.
Ada hal yang cukup mengganjal perasaan memang, namun di sisi lain juga manis. Rindu dan harapan yang setiap bulannya kami tabung membuat momen kepulangan ayahku menjadi hal yang sangat istimewa. Setiap ayahku pulang, hal yang aku harapkan adalah, kami pasti akan pergi ke kota terdekat untuk jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, membeli keperluan dan juga mainan. Setelahnya kami pasti akan makan bersama di tempat kuliner favorit kita yaitu warung bakso. Kadang ayah juga memberikan kami kejutan berupa mainan yang tidak dijual di desa. Hadiah yang sangat berkesan hinggga kini adalah ayahku membelikan miniatur rumah beserta orang-orangan mini. Dengan bangga kupamerkan ke teman-temanku dong! Itulah kepergian yang dulu aku selalu rindukan kepulangannya.
Jika tadi adalah pergi untuk kembali yang cenderung membahagiakan, kali ini aku akan menceritakan pergi yang menyedihkan. Pergi yang tak akan pernah kembali. Pergi untuk selamanya. Kamu pasti sudah bisa menebaknya. Betul sekali jika kamu menerkanya adalah kematian seseorang. Kala kecil, aku pernah berpikir, bagaimana ya rasanya jika orang terdekatku ada yang meninggal? Aku bisa berempati ketika ada tetangga yang meninggal namun tidak begitu dalam tentunya.
Hingga akhirnya aku merasakannnya sendiri saat dewasa. Ada tiga kepergian yang membuat diriku terguncang. Kepergian pertama adalah sahabat dekatku yang meninggal karena kecelakaan. Kepergian kedua adalah Mbah Kakungku yang meninggal di dalam kereta saat hampir saja sampai di stasiun tujuan terakhir Purwokerto. Kepergian ketiga adalah yang paling mengguncang, yaitu meninggalnya sepupu istimewaku karena kecelakaan saat menuju Jogja. Kepergian ketiganya mengguncang hati sebab tidak aku saksikan langsung detik-detik kepulangannya karena sangat mendadak. Kaget, tersungkur kemudian menangis sejadi-jadinya adalah hal yang spontan aku lakukan. Aku telah kehilangan sosok yang selama ini ada bersamaku. Mengisi hari-hariku dan memberi makna terdalam. Butuh waktu untuk terbiasa tanpa mereka. Butuh ruang dan waktu untuk sendiri menerima kenyataan itu. Rela memang tak semudah kata, ya! Al Fatihah untuk mereka semua. Semoga dilapangkan kuburnya, diterima semua amal ibadahnya, diampuni semua dosanya dan semoga kami dipersatukan kembai di surga-Nya. Aamiin
Kepergian berikutnya adalah kepergian seseorang yang sempat singgah di hidupku. Sempat mengisi ruang dalam hati dan kuanggap berarti, namun memang belum jalannya untuk bersama. Kedatangan seseorang yang membawa harapan kepadaku tentang masa depan, mau tidak mau membuatku menyambutnya dengan tangan terbuka. Karena akupun menginginkan apa yang dia tawarkan. Kita saling menyamakan pandangan dan mencoba menerima perbedaan. Mungkin bisa saja aku naif, karena begitu mudahnya percaya dan menaruh rasa serta harapan pada seseorang yang belum lama kukenal. Hingga pada suatu waktu, dia lama-lama menjauh dan pergi tanpa sepatah kata pun. Ghosting! ya itu istilah kerennya.
Tidak mudah melalui semuanya setelah kepergiannya. Banyak tanya yang tercipta di dalam kepala hingga membuat kepercayaan diriku runtuh. Ada masalahkah di dalam diriku? Jika dia punya masalah sendiri kenapa memilih pergi tanpa penjelasan? Seberat apakah itu? Aku merasa dikhianati dan tak dihargai. Amarah dari diriku serta tekanan dari sekitar bercampur aduk membuatku perlahan merasa hancur.
Aku butuh ruang untuk sendiri. Sebab sembuh kali ini tak kutemukan peredanya di tempatku berada sebelumnya. Aku memilih pergi untuk memuntahkan magma yang telah mendidih di dalam diriku. Kulakukan itu karena aku masih sayang mereka. Kubawa pergi semua luka dan duka sampai erupsi mereda. Itulah kepergian seseorang yang menjadi salah satu alasanku pergi dari orang-orang yang kucintai. Kini semua telah berlalu. Aku telah berdamai dengan masa lalu, bahkan dengan yang bersangkutan. Aku menerima bahwa, aku hanyalah figuran dalam hidupnya, begitu juga sebaliknya, aku takkan lagi gegabah menempatkan seseorang menjadi pemeran utama dalam hidupku. I'm done!
6 notes
·
View notes
Text
Mau kemanakah kita, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di pikiran ini?
Tentang semua peran hadirnya kita dalam menjawab pertanyaan ini,
Apakah kita harus terus berlari untuk mengejar yang kita mau, dalam menjawab pertanyaan yang ada di benak kita?,
ataukah kita harus berhenti saja, karena lelah berlari untuk mencari jawaban?,
Kita hanyalah seseorang yang ingin bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, tanpa ada rasa bingung yang menyelemuti hati di dalam jawaban tersebut,
Karena jawaban yang kita mau, mungkin bukanlah jawaban yang orang lain inginkan, begitupun sebaliknya,
Walaupun kadang jawaban dari orang lain adalah jawaban yang tepat untuk kita,
Kita hanya mencoba berusaha untuk tetap merasa tidak keliru dalam menjawab semua pertanyaan ini,
Dan berusaha untuk tidak lelah untuk terus bertanya-tanya tentang jawaban dari pertanyaan yang ada di pikiran ini,
Jadi apa jawabannya?
4 notes
·
View notes
Text
Menjadi Manusia Yang Bermanfaat [2]
“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).”
Ketiga adalah, tentang harta darimana ia peroleh. Dari yang halal kah? Atau hasil dari harta haram. Mungkin kita sibuk mengumpulkan uang, materi, dan kekayaan sebanyak-banyaknya agar bisa hidup dengan kenyamanan (katanya), hidup dengan serba ada, dan bisa ngapai aja dengan mudah karena punya uang. Namun periksa lah kembali harta kita, darimana sebenarnya kita mendapatkannya? Apakah dengan cara yang baik atau cara yang Allah haramkan. Sebab nantinya harta kita akan dihisab oleh Allah darimana kita peroleh.
Keempat, berhubungan juga dengan harta. Yakni untuk apa kita gunakan harta kita tersebut?
Berfoya-foya? Menghambur-hamburkannya untuk keliling dunia jalan-jalan tanpa memikirkan orang sekitar? Aku pernah dengar sebuah kalimat, “muda foya-foya, tua kaya-raya, mati masuk surga,” Sedihnya, banyak yang menganggap ini sebagai motivasi. Padahal untuk apa kekayaan yang berlebih jika digunakan pada hal yang tidak benar?
Bersedekahlah, ajak keluarga makan ke restoran terenak, pergi ibadah haji atau umroh, infakkan harta kepada yang membutuhkan, berikan bantuan kepada korban bencana, membangun rumah al-qur’an, dan masih banyak lagi kebaikan-kebaikan yang dapat kita lakukan jika Allah kehendaki dengan harta yang lebih. Allah akan hisab untuk apa harta yang kita gunakan selama didunia ini, maka jangan bermain-main dengan harta, jangan terkesima dengan gemerlapnya dunia yang fana.
Kelima, adalah ilmu. Pentingnya ilmu sebelum beramal dan amalkan-lah ilmu yang kita punya sebagai bentuk berbagi kepada orang lain. Ilmu menjadi pedoman untuk menjalankan amal perbuatan, kemudian agar ilmu tersebut bermanfaat maka amalkan lah ilmu tersebut.
“Setiap yang beramal tanpa ilmu, amalannya tertolak dan tidak diterima.” (Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul) sumber rumaysho.com.
Ilmu kita akan dipertanyakan untuk apa kita gunakan? Sudahkah kita mengamalkannya? Misalnya seorang dokter yang mengamalkan ilmunya untuk menolong dan membantu orang yang sakit, seorang guru yang mengamalkan ilmunya dengan mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan, atau juga seorang penulis yang membagikan ide-ide dan pemikirannya dengan tulisan bagi pembaca. Banyak lagi contoh mengamalkan ilmu yang dimiliki lainnya.
Jadi, bagikanlah ilmu kepada orang lain. Semakin kita banyak menebar benih-benih kebaikan, semakin banyak pula tumbuh kebaikan itu dimanapun, insyaAllah nantinya kita bisa memanennya di hari akhir.
Berdasarkan hadist ini pada dasarnya adalah agar kita menjadi orang yang bermanfaat bagi sekitar kita, tidak apatis atau mementingkan kebutuhan pribadi kita saja. Hanya mengutamakan hidup dengan versi kita bukan dengan versinya Allah Ta'ala. Maka, mari kita menjadikan diri kita sebaik-baiknya dengan mengharapkan Ridho-Nya.
Barakallahu fiik, terima kasih banyak sudah membaca tulisan ini. Semoga bermanfaat dan dapat diambil hikmahnya.
6 notes
·
View notes
Text
Bicara Tentang Pernikahan #7
Malam ini (28/05) adalah focus group discussion yang menjadi kelas terakhir dari Campfire Session: A Baby Step of Marriage Preparation dari Pre Marriage Talk. Ada beberapa catatan penting dari pertemuan ini:
Pasangan harus kuat dan saling jaga satu sama lain pada "peperangan yang tidak terlihat." Setiap keluarga punya ujiannya masing-masing. Tugas seorang suami adalah melindungi istrinya apabila ada hal-hal yang mungkin memicu "peperangan" (khususnya) dengan keluarga besar. Tugas seorang istri adalah memberikan dukungan kepada suami. Tadi pagi ga sengaja lihat spanduk yang tulisannya closer friendship, stronger partnership yang menurutku sesuai dengan pertemanan seumur hidup dalam pernikahan.
Komunikasi dan kompromi adalah dua hal paling dasar dalam pernikahan. Perbedaan life style, kebiasaan, karakter (dan masih banyak hal lainnya) kalau tidak dikomunikasikan dan dikompromikan akan bisa jadi konflik di kemudian hari. Ketika memilih untuk menikah dengan seseorang, pastikan bisa menerima sepaket kelebihan dan kekurangannya, karena setiap paket ada konsekuensinya masing-masing. Sebagai tambahan, di Bicara Tentang Pernikahan #2, ada bahasan sedikit tentang komitmen dan saling memaafkan dalam pernikahan.
Terlepas dari kekurangannya, tugas seorang suami adalah memastikan ia dan istrinya (dan keluarganya) untuk bisa masuk surga bersama. Berat juga ya jadi laki-laki~ Tugas seorang istri yang "hanya perlu taat" kepada sang suami agar bisa masuk surga mungkin terlihat lebih mudah, tantangannya ada pada diri sendiri untuk "menurunkan ego" apalagi kalau yang ngakunya alpha woman hehe. Namanya juga ibadah seumur hidup, tentu tantangannya akan lebih berat. Selalu berdoa agar Allah beri kekuatan dan penjagaan untuk menyelesaikan tugas suami dan istri ini.
Selalu ingat, dia mungkin available tapi bukan untukmu. Buat yang masih high quality single, insya Allah, jangan tautkan hatimu pada seseorang yang belum pasti. Kita sudah siap, dia belum tentu siap. Dia sudah siap, tapi siapnya bukan buat kita. Kita menantinya, belum tentu dia menuju kita hehe.
Terakhir dan yang paling penting: bagian kita sebagai manusia adalah memberikan ikhtiar terbaik dan biarkan semua berjalan sesuai keridhaan Allah. Ini mah ga cuma tentang nikah, tapi berlaku untuk semua hal. Terdengar mudah, namun praktiknya sangat sulit untuk dilakukan. Sebagai manusia, kadang suka lupa kalau Allah sudah punya rencana untuk kita. Ranah kita sebagai manusia adalah berusaha sebaik mungkin untuk mencari ridha-Nya.
Sebagai penutup, mau berbagi kutipan yang semoga bisa jadi penguat dalam penantian:
You can only get married, when Allah wants you to, and you can only marry, when Allah bless it for you. No matter how hard you try or how many proposals come, it will only happen when Allah wills. — Anonymous
8 notes
·
View notes
Text
Bagaimana Jika Aku Tidak Menulis?
“Aku selalu membayangkan hidup itu sebagai sebuah buku yang bagus. Semakin jauh halaman yang dibaca, semakin masuk akal kisahnya.”
Sebuah kutipan yang aku tidak temukan asalnya, namun terpatri di pikiran layaknya teman lama. Setia mengingatkan di kala lupa.
Terkadang, ketika hidup berjalan tidak sesuai ekspektasi, kita mulai menganggap Tuhan tidak adil dan mulai menyalahkan keadaan. Lebih buruk, ada kemungkinan untuk menyalahkan diri sendiri. Seringnya, kita membuat rencana dalam hidup dan tidak terrealisasi. Hal itu dapat membuat kita sedih, kecewa, merasa tidak layak atau lebih parah, berputus asa. Tapi, ada satu hal yang kusyukuri hingga saat ini; suatu terapi mandiri yang membuat hidup (mungkin) terasa lebih mudah dijalani. Dengan melakukan satu kegiatan ini, ada lima manfaat yang kudapat:
1. Mengenal diri sendiri
Dari dua hal yang pernah membingungkan, aku membuat daftar keunggulan dari masing- masing pilihan. Mana yang memiliki jumlah paling banyak, maka itu yang akan menjadi pilihanku. Dari hal itu aku melihat bagaimana kecenderunganku dalam memilih sesuatu. Apa yang menjadi dasar sesuatu lebih bernilai dimataku.
Aku akan mengubahnya menjadi sebuah catatan deskripsi untuk menggambarkan apa yang kurasakan. Sebuah usaha untuk menginternalisasi perasaan.
2. Menjaga memori
Melakukan kegiatan satu ini merupakan penciptaan mesin waktu. Sebuah sarana untuk mengabadikan peristiwa penting atau tidak penting sekalipun. Memaknai momen mulai dari yang paling sederhana namun bermakna, hingga perayaan meriah yang mungkin tidak berkesan. Menyimpan hari- hari bersama orang tersayang dan hari bersama diri sendiri yang dinilai berharga untuk diingat. Sungguh betapa banyak hal- hal menakjubkan yang akan terlewat jika tidak diabadikan.
3. Mengingatkan harapan dan cita- cita
Bayangkan kebahagiaan dimana harapan terdahulu berubah menjadi kenyataan, dan hal- hal yang dulu buram saat ini lebih terang. Keinginan yang mungkin bagi orang lain terlihat terpendam, namun bagi kita layak diekspresikan. Sebuah kegiatan yang membuat kita tidak malu untuk mengungkap betapa konyolnya (mungkin) cita- cita kita dimana dulunya (mungkin) tidak ada orang yang akan percaya bahwa kita mampu mencapainya.
4. Mencurahkan isi hati
Seiring bertambahnya usia sungguh aku juga memahami sesuatu tentang waktu. Ia mampu untuk menunjukkan warna seseorang yang sesungguhnya. Seseorang yang bisa jadi kita anggap teman yang paling dapat dipercaya, ternyata ia yang memiliki kemungkinan untuk menjadi yang paling mengecewakan. Oleh karena itu, selain pada Allah Swt. tempatku mengadu, maka kegiatan ini menjadikanku tidak bergantung berlebihan kepada orang lain dan membuatku lebih mampu berdiri sendiri.
5. Senjata pemikiran
Kegiatan ini merupakan senjataku dalam mengungkapkan apa yang aku pahami tentang dunia. Terkadang, tidak semua orang mau mendengar dengan seksama dan menganggap remeh apa yang kita percaya. Padahal, yang kita ingin lakukan hanyalah menyatakan apa yang kita anggap sebagai kebenaran tanpa harus diintervensi oleh sentimen seseorang. Banyak orang mengajak berdebat bukan untuk mencari mufakat, melainkan sekedar menunjukkan bahwa ia lebih hebat. Padahal, setiap orang seharusnya bebas berpendapat tanpa ada beban yang mengikat.
Sudah pasti dapat ditebak kegiatan apa yang kumaksud dalam penjelasan di atas. Pernah kudengar ucapan dari seorang nenek yang merupakan seorang relawan di tempatku mengajar. Seorang yang pastinya telah melewati asam garam kehidupan.
“Everyone has a book in them. Write your own story.”
“Setiap orang memiliki buku di dalam dirinya. Tuliskan kisahmu.”
Menulis membuatku dapat merealisasikan banyak hal; salah satunya meraih impian untuk belajar di luar negeri. Sebagai seorang yang sulit dimengerti, pelupa, manja, canggung, dan pemalu, menulis menjadi sarana untukku menjadi psikolog, pengingat, sahabat, dan guru bagi diriku sendiri. Mengajarkanku bahwa jangan menjadikan impian sekedar wacana, namun ubah menjadi rencana untuk direalisasikan. Menulis bukan hanya kegiatan pribadi, tapi ia juga alat untuk berkontribusi.
Ada dua tipe penulis; pantser dan plotter. Tipe pantser adalah penulis yang tidak membuat rancangan khusus mengenai apa yang akan ditulis. Penulis jenis ini memiliki sebuah konsep besar, namun ide cerita selebihnya akan ditemukan sembari menulis. Sedangkan tipe plotter, adalah tipe yang menyusun garis besar alur dari cerita dan sebisa mungkin detail yang diperlukan untuk memudahkan proses menulisnya. Aku merasa diriku adalah seorang pantser. Aku akan menemukan cerita atau jati diriku selagi menulis. Karena itu, aku lebih suka memulai menulis dengan gambaran besar, gambaran kecil akan mengikuti.
Untuk menulis, aku hanya butuh eksekusi dan komitmen. Eksekusi untuk menghasilkan aksi, dan komitmen untuk mempertahankan narasi. Aku sering mengatakan dan menuliskan kalimat “Aku ingin menjadi seorang penulis”, yang merupakan sebuah wacana. Namun wacana itu merupakan pengingat yang ampuh untukku. Wacana tidak selalu buruk. Ia buruk apabila tidak diikuti dengan eksekusi dan komitmen. Menurutku, penulis tidak harus merupakan seseorang yang sudah memiliki buku yang terbit atas namanya. Penulis merupakan seseorang yang konsisten menuangkan apa yang menurutnya bermakna ke dalam kertas kosong, dengan apa adanya.
5 notes
·
View notes
Text
Perasaan yang Cepat Sekali Berubah
Sebenarnya kami sudah saling tahu apa bahasa cinta masing-masing. Aku menghindari berkata-kata yang berlebihan dengan maksud menjaga agar perasaan -yang belum pada waktunya- tidak tumbuh lebih cepat. Tapi, saat kejadian berlaku sebaliknya, aku lebih merasa tersinggung alih-alih tidak merasakan apa-apa.
Jadi ceritanya, 'pengorbanan' yang selalu kulakukan setiap mengobrol melalui telepon dengan Si Beruntung adalah aku memberikan telingaku untuk mendengarnya bercerita berjam-jam. Tanpa sering menyela atau bertanya sesuka hati, khasku saat berdiskusi dengan orang lain. Entah mengapa aku kesulitan untuk melakukan dua hal tersebut pada orang ini. Dugaanku, karena aku tidak terlalu penasaran dengan hal-hal yang dia ceritakan, biasa-biasa saja.
Bagiku, waktu adalah bahasa cinta. Memberikan waktu pada seseorang artinya aku menghormati dan menghargainya. Tidak melulu karena aku jatuh hati.
Tapi ternyata, perasaan yang tenang bagai air yang dalam itu seketika beriak.
Hari ini, di saat aku minta waktunya 'hanya' untuk membalas pesan, ternyata dia tidak memberikannya sedermawan aku memberikan waktuku. Transaksional memang, tapi begitulah aku memperlakukannya sejauh ini. Alih-alih merasa tenang karena (kupikir dengan begitu) aku bisa menjaga perasaan, aku malah lebih merasa terganggu, tersinggung, dan anehnya, penasaran.
Si Beruntung ini memang berbeda dan tidak mudah ditebak.
Sejak awal, di saat yang lain lebih banyak minder dan mundur teratur karena merasa aku sulit untuk diraih dan berat untuk diimbangi. Orang ini malah bilang bahwa aku masih punya banyak potensi. Kapasitas yang kugunakan selama ini baru 15-20% saja, masih banyak kesempatan untuk dibentuk.
Sebenarnya aku cukup kaget mendengarnya. Jadi, selama 28 tahun aku hidup -banting tulang, jatuh bangun, ambisius- untuk menjadi diriku yang sekarang, ternyata itu belum ada apa-apanya?
Di sisi lain, aku merasa tertantang. Perasaan yang cukup unik seperti layaknya adonan tanah liat yang masih punya banyak peluang untuk melakukan transformasi, menjadi apapun itu.
Parahnya lagi, dia hari ini bilang padaku bahwa aku orangnya lugu.
Makin (kesal) penasaran aku dibuatnya.
"Kalau dek abidah yang saya lihat masih lugu dalam beberapa hal, jadi mungkin harus ada komunikasi intens" begitu katanya saat aku bertanya apa ada kekurangan diri ini yang mungkin akan sulit dia toleransi.
"Lugu dalam artian fleksibilitas komunikasi dan juga pemahaman-pemahaman yang sifatnya belum dikuasai," begitu tambahnya. Bukannya membuat aku paham, jawabannya malah menambah rasa penasaranku.
Tapi, dengan menyebalkannya, saat aku tanya beberapa pertanyaan yang lebih rinci terkait hal tersebut, dia malah menghilang dan bilang kalau sedang menyambi pekerjaan lain. Tidak seperti dia biasanya yang selalu cepat tanggap membalas setiap pesan.
Tidak hanya itu, aku yang tadi siang mencoba mencari tahu tentang dirinya melalui sebuah akun sosial media dengan mengirimkan permintaan pertemanan, ternyata tidak serta-merta dia terima, sampai detik ini.
Aku pikir karena dia tidak aktif menggunakan sosial media itu, jadi aku tidak begitu ambil pusing. Nyatanya, malam hari saat aku menulis tulisan ini, aku malah menemukan namanya dari ratusan viewer story-ku. Dalam arti kata lain, dia 'memata-matai'-ku tapi menolak untuk aku 'mata-matai'.
Sebenarnya apa yang dia pikirkan? Apa sih yang dia mau? Apa alasannya tidak menerima permintaan pertemananku?
Karena tumpukkan rasa penasaran (kesal) itu, hari ini aku bertransformasi menjadi sosok yang berbeda dari sebelumnya. Semoga besok aku sudah kembali lagi seperti sediakala.
#menulis#perasaan#penasaran#kesal#terganggu#tersinggung#waktu#pesan#permintaan pertemanan#berubah#mencariyangke12#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat#30dwc#30dwcjilid43#day 24
8 notes
·
View notes
Text
Kehidupan Kedua
Usai sudah kebahagiaan ini Tiada lagi istana tempatku merasa damai Sepi dan sendiri tak pernah bosan menemani Aku termenung menanti hari Di mana kehidupan kedua itu benar terjadi Hari berganti minggu Waktu selalu bergerak maju Hingga tahun pun bertambah satu Namun, kehidupanku tetap saja layu Rajaku telah satu tahun meninggalkanku Hingga pada suatu hari Aku dikejutkan oleh seorang lelaki Membangunkan tidur lelapku ini Sembari berkata jangan terlelap lagi Pada ruangan yang amat menyilaukan kedua netra ini Terpasang berbagai alat pada tubuhku, di kanan dan kiri Secepat kilat tanganku menutup kedua netra Agar tak kurasa terangnya cahaya menyapa Namun, lelaki itu berusaha menahan agar tak kututup mata Nampak cemas dari raut muka Sayup-sayup aku mendengar ucapan puji syukur kepada Yang Maha Kuasa Sungguh aku tak mengerti apa yang terjadi pada semesta Beberapa menit berlangsung amat panjang Lelaki itu menjelaskan dengan detail dan gamblang Berkata bahwa aku baru saja sadar dari tidur yang tenang Tak main-main, nyaris dua tahun ia menanti aku membuka mata ulang Mendengar ucapannya membuat jantungku berdetak semakin kencang Dua tahun dalam kesakitan Membuatku hidup dalam dunia khayalan Menjalani peran bersama lelaki dalam angan Semuanya terasa seperti kenyataan Hingga aku tersadar, inilah kehidupan kedua yang aku harapkan
2 notes
·
View notes