Tumgik
giffarydr · 7 years
Text
DAMPAK PERUBAHAN LUAS LAHAN MANGROVE TERHADAP EKOSISTEM  TUGAS I INDIVIDU MATA KULIAH PERENCANAAN PESISIR Oleh: Giffary Dwi Ramadhani (08151015)
Wilayah pesisir merupakan daerah yang mempunyai potensi sumber daya alam dan lingkungan yang kaya dan bermacam-macam. Daerah pesisir adalah salah satu sistem ekologi yang produktif, beragam, dan kompleks (Suhendrata, 2001).  Rasio panjang garis pantai terhadap luas daratan yaitu sebesar 35,7 m/km2. Dengan potensi tersebut maka diketahui bahwa Indonesia adalah negara dengan sumber daya kelautan yang berlimpah. Tidak hanya itu Indonesia juga memiliki kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar. Sehingga Pemerintah Indonesia mencanangkan pembangunan berhaluan kelautan dengan menjadi poros maritim dunia (Badan Pusat Statistik, 2016). Salah satu sumber daya yang dimiliki oleh wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove.
Luas dari ekosistem mangrove seluruh bumi terhadap luas permukaan bumi hanya sebesar 2%. Maka dapat dikatakan ekosistem mangrove termasuk ekosistem yang langka. Indonesia termasuk wilayah yang memiliki kawasan hutan mangrove terluas di dunia (Setyawan dan Winarno, 2006).  Hutan mangrove di Indonesia sekitar 8,6 juta hektar, namun telah terjadi kerusakan sebesar 5,9 juta hektar, dengan kerusakan hutan mangrove terjadi pada kawasan dalam hutan sekitar 1,7 juta hektar dan kerusakan di luar kawasan hutan 4,2 juta hektar (Gunawan dan Anwar, 2005). Dari data tersebut diketahui luas kawasan mangrove di Indonesia tersisa sekita 4,6 juta hektar. Dengan adanya perubahan luas kawasan mangrove terebut maka dapat menimbulkan dampak terhadap ekosistem pesisir wilayah-wilayah yang mengalami penurunan luas kawasan mangrove tersebut, termasuk kawasan Kepulauan Karimunjawa yang akan dibahas dalam critical review ini.
Menurut Balai Taman Nasional Karimunjawa (2004) Kepulauan Karimunjawa adalah salah satu bagian dari Taman Nasional Karimunjawa yang merupakan kawasan pelestarian alam di Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sebelah timur laut kota Semarang. Luas wilayah keseluruhan dari Taman Nasional Karimunjawa adalah 111.625 hektar, dengan kawasan mangrove tersebar di seluruh wilayah kepulauan dengan luasan yang bermacam-macam. Kawasan hutan mangrove terluas terdapat di Pulau Kemujan dan Pulau Karimunjawa seluas 396,90 hektar. Namun luas kawasan hutan mangrove tersebut pada tahun 2000 mengalami penurunan sebesar kurang lebih 15,27 hektar. Oleh karena itu, adanya perubahan lahan mangrove yang terjadi pada kawasan Kepulauan Karimunjawa tersebut dapat memberikan dampak tertentu terhadap ekosistem pesisir.
Menurut Pranoto (2007) wilayah pesisir adalah pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, yang dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang berdinamis dan saling mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan  Suprihayono (2007) menyatakan bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan baik yang kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin.
Bentuk konversi yang sering terdapat di wilayah pesisir diantaranya, belukar rawa, kebun campuran, pemukiman, perkebunan, pertanian lahan kering, sawah, tambak, tubuh air, dan hutan mangrove. Lahan pada kawasan pesisir yang awalnya berupa hutan mangrove primer terjadi peralih fungsian lahan karena adanya bentuk pemanfaatan maupun eksploitasi yang selain ilegal bahkan secara teknis dilakukan secara tidak lestari (Purwoko, 2009).
Hutan mangrove merupakan sumber alam khas pesisir tropis, yang mempunyai manfaat  dengan pengaruh yang sangat luas jika ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Banyaknya peranan hutan mangrove atau ekosistem hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis flora dan fauna yang hidup dalam ekosistem perairan dan daratan yang membentuk ekosistem mangrove (Azis, 2006).
Onrizal (2002) menyatakan mangrove sebagai salah satu komponen ekosistem pesisir memegang peranan yang cukup penting, baik di dalam memelihara produktivitas perairan pesisir maupun di dalam menunjang kehidupan penduduk di wilayah tersebut. Kusmana (2011) merincikan fungsi mangrove sebagai berikut :
1.        Melindungi lingkungan ekosistem pantai secara global
Diantaranya yakni, Proteksi garis pantai dari hempasan gelombang, roteksi dari tiupan angin kencang, mengatur sedimentasi, retensi nutrient, memperbaiki kualitas air, mengendalikan intrusi air laut, pengaturan air bawah tanah, dan stabilitas iklim mikro
2.        Pembangun lahan dan pengendapan lumpur.
3.        Habitat fauna
4.        Lahan pertanian, dan kolam garam
5.        Keindahan bentang darat
6.        Pendidikan dan penelitian
Dampak dari aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove, menyebabkan luasan hutan mangrove turun cukup menghawatirkan. Table dibawah menguraikan beberapa dampak penting kegiatan manusia terhadap keberadaan hutan mangrove (Dahuri dkk, 1996).
Tabel 1. Dampak kegiatan manusia terhadap mangrove (Dahuri dkk, 1996)
No.
Kegiatan
Dampak Potensial
1.
Penebangan tanpa tebang pilih
·       Perubahan komposisi dari  tumbuhan mangrove menjadi tumbuhan yang  nilai ekonomis rendah
·     Tidak lagi menjadi tempat makan dan berkembang  biak hewan-hewan yang dulunya menghuni hutan mangrove tersebut
2.
Kegitan yang dapat mengalihkan air tawar pada hutan  mangrove, misalnya pembangunan  irigasi  
·     Peningkatan salinitas perairan hutan mangrove  yang menyebabkan banyak spesies hewan air tawar tidak dapat bertahan dan  dapat berakibat spesies tersebut mati
·     Penurunan tingkat kesuburan hutan mangrove
3.
Pengkonversian  menjadi lahan pertanian dan perikanan
·     Mengancam regenerasi ikan dan udang di  perairan lepas pantai yang memerlukan hutan mangrove
·     Penyerapan bahan pencemar oleh subrat hutan  mangrove.
·     Pendangkalan peraian pantai karena pengendapan  sedimen
·     Intrusi air laut
·     Abarasi pada pantai yang sebelumnya ditumbuhi  mangrove.
4.
Pembuangan
sampah cair (Sewage)
·     Penurunan kandungan oksigen terlarut dalah air  air
·     Dapat terjadi keadaan anoksik dalam air  sehingga bahan organik yang terdapat dalam sampah cair mengalami dekomposisi yang  mengahsilkan  racun bagi organisme  hewani dalam air.
5.
Pembuangan
sampah padat
·     Pelapisan akar nafas mangrove dengan sampah  padat yang akan mengakibatkan kematian manrove
·     Pelarutan bahan-bahan pencemar dalam sampah  padat dalam air ke perairan di sekitar pembuangan sampah.
6.
Pencemaran minyak akibat tumpahan minyak lepas pantai dan penambangan  dan ekstraksi mineral.
·     Kematian pohon-pohon mangrove akibat  terlapisnya akar nafas oleh lapisan minyak.
·     Pemusnahan spesies ikan dan udang yang tinggal  di hutan mangrove yang tercemar tersebut
·     Pengendapan sedimen secara berlebihan yang mengakibatkan  akar nafas mangrove terlapisi oleh sedimen sehingga mengakibatkan kematian  tumbuhan mangrove
 Untuk kondisi mangrove di Kepulauan Karimunjawa, terutama pada salah satu pulau dengan luas kawasan hutan mangrove terluas yakni Pulau Kemujan, Suryanti dkk (2009) menyebutkan bahwa perubahan luas hutan mangrove di Pulau Kemujan, Kepulauan Karimunjawa, dimana luas hutan mangrove pada tahun 1991 sebesar 2,815 hektar. Kemudian  mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,02 hektar per tahun hingga tahun 2001 dan sampai dengan tahun 2009 hutan mangrove di Pulau Kemujan tercatat seluas 4,052 hektar dengan  peningkatan luas lahan rata-rata sebesar 0,14 hektar per tahun dari tahun 2001.
Walaupun ada pertambahan luas lahan hutan mangrove, namun pertambahan tersebut masih terbilang kecil. Perlambatan pertumbuhan luas hutan tersebut disebabkan dapat disebabkan beberapa hal salah satunya adalah kegiatan manusia. Hal ini diperkuat dengan temuan di lapangan, yakni terdapat kegiatan pembukaan hutan mangrove untuk tambak dan budidaya rumput laut. Pembukaan hutan mangrove tersebut termasuk kegiatan pengkonversian lahan yang berdampak pada ekosistem pesisir, diantaranya adalah populasi spesies ikan dan udang yang terancam akibat pengkonversian hutan mangrove, intrusi air laut yang dapat mengganggu kestabilan ketersediaan air tanah, dan dapat mengakibatkan abrasi pantai jika kegiatan pengkonversian tersebut terus dilakukan tanpa adanya pertimbangan untuk konservasi hutan mangrove tersebut.
Sementara itu di Pulau Karimunjawa yang juga merupakan pulau yang memiliki kawasan hutan mangrove terluas, diprediksi akan mengalami penyusutan sebesar  20,69 hektar selama periode 5 tahun, dari tahun 2010 dengan luas 176.24 ha menjadi kurang lebih 155,55 hektar pada tahun 2015 (Suryanti, 2010). Maka jika tren penurunan ini terus berlangsung selama 25 tahun, diperkirakan luas hutan mangrove yang berkurang sebesar lebih dari 100 hektar. Penurunan ini termasuk cukup signifikan sehingga akan memberikan dampak yang lebih besar juga. Penyebab dari penurunan luas lahan hutan mangrove di Pulau Karimunjawa disebabkan oleh aktivitas yang berasal dari darat. Aktivitas tersebut adalah konversi hutan mangrove menjadi kawasan pemukiman, dan tambak. Selain itu kegiatan tambak secara terus-menerus juga seringkali menyisakan bahan sisa proses dari tambak tersebut dengan konsentrasi materi bahan sisa terlarut dan nutrien yang tinggi yang dapat mencemari aliran air. Dampak yang akan ditimbulkan dari  pencemaran ini adalah penurunan jumlah kadar oksigen dalam air yang akan mempengaruhi metabolisme spesies ikan dan udang yang hidup di perairan hutan mangrove tersebut dan dapat terjadi kondisi anoksik dimana bahan organic akan mengalami dekomposisi yang menghasilkan racun bagi spesies ikan dan udang yang hidup di perairan tersebut.
Perubahan luas kawasan hutan mangrove yang terjadi pada Pulau Kemujan dan Pulau Karimunjawa yang diebabkan oleh kegiatan konversi lahan dari hutan mangrove menjadi pemukiman dan tambak. Kegiatan temabak tersebut juga memiliki efek yang mengakibatkan pencemaran pada perairan hutan mangrove yang dapat meracuni spesies ikan dan udang yang hidup di periran tersebut, sehingga diperlukan adanya rekomendasi untuk mencegah dan menanggulangi efek yang ditimbulkan terhadap ekosistem pesisir akibat perubahan luas lahan hutan mangrove yang terjadi.
Setelah pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan luas lahan hutan mangrove di Kepulauan Karimunjawa, khususnya pada Pulau Kemujan dan Pulau Karimunjawa baik perubahan penurunan luas lahan maupun pertambahan luas secara lambat, akan berdampak terhadap ekosistem pesisir yakni, dapat menyebabkan populasi spesies ikan dan udang yang hidup di perairan hutan mangrove tersebut terancam, bahaya akan abrasi pantai yang disebabkan pengkonversian lahan hutan mangrove, serta intrusi air laut yang dapat mengganggu kestabilan air tanah yang menjadi salah satu sumber air di Pulau Kemujan dan Pulau Karimunjawa.
Oleh karena itu diperlukan rekomendasi terkait permasalahan ini yang dapat mengurangi dan mencegah dampak yang ditmbulkan oleh perubahan luas lahan mangrove di Kepulauan Karimunjawa. Rekomendasi yang dapat diberikan antara lain:
1.        Pengendalian pengkonversian lahan hutan mangrove dengan mereview serta merevisi kebijakan yang telah ditetapkan dengan tujuan menekan laju peningkatan pengkonversian lahan hutan mangrove
2.        Meningkatkan pengawasan terhadap ekosistem pesisir pada habitat hutan mangrove
3.        Memberikan kebijakan yang dapat memberikan kemudahan untuk penduduk setempat untuk membuka tambak pada hutan mangrove, akan tetapi tetap menjaga kestabilan ekosistem hutan mangrove dalam rangka penyeimbangan kebutuhan akan mata pencahariaan dengan kestabilan ekosistem pesisir serta ekosistem hutan mangrove
4.        Melakukan kegiatan penanaman mangrove secara intensif dengan bekerja sama dengan pihak swasta dalam rangka mengajak pihak swasta turut juga untuk menajga ekosistem pesisir dan ekosistem hutan mangrove serta pemenuhan kegiatan corporate social rensponsibility (CSR)    
DAFTAR PUSTAKA
Azis, N. 2006. Analisa Ekonomi Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove Kecamatan Barru Kabupaten Barru. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Dahuri, Rokhmin, dkk. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Gunawan, H dan C. Anwar. 2005. Analisis Keberhasilan Rehabilitasi Mangrove di Pantai Utara Jawa Tengah. Bogor: Badan Litbang Kehutanan.
Kusmana, C. 2011. Konsep Pengelolaan Mangrove yang Rasional. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Onrizal. 2002. Evaluasi  Kerusakan Kawasan Mangrove dan Alternatif Rehabilitasinya Di Jawa Barat dan Banten. Medan: Universitas Sumatera Utara
Purwoko, A. 2009. Analisis Perubahan Fungsi Lahan di Kawasan Pesisir dengan Menggunakan Citra Satelit Berbasis Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut). Medan: Wahana Hijau
Pusat Statistik, Badan. 2016. Statistik Sumber Daya Laut Dan Pesisir. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Setyawan, A.D dan K. Winarno. 2006. Pemanfaatan Langsung Ekosistem Mangrove di Jawa Tengah dan Penggunaan Lahan di Sekitarnya. Semarang: Universitas Negeri Semarang
Suhendrata, Tota. 2001. Kajian Ekologi-Ekonomi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Kecamatan Brebes, Jawa Tengah. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Sumbago Pranoto, Prediksi Perubahan Garis Pantai Menggunakan Model Genesi. Jawa Tengah: Berkala Ilmiah Teknik Keairan
Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryanti, Ign. Boedi Hendarto, Dhaud Anggoro. 2009. Perubahan Luas Hutan Mangrove Di Pulau Kemujan Taman Nasional Karimunjawa. Semarang: Universitas Diponegoro
Suryanti. 2010. Degradasi Pantai Berbasis Ekosistem Di Pulau Karimunjawa Kabupaten Jepara. Semarang: Universitas Diponegoro
Taman Nasional Karimunjawa, Balai. 2004. Penataan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Jepara: Balai Taman Nasional Karimunjawa
0 notes
giffarydr · 7 years
Text
PEMANFAATAN POTENSI PARAWISATA TAMAN NASIONAL TAKA BONERATE SEBAGAI KEGIATAN SEKUNDER PADA WILAYAH KONSERVASI Oleh: GIFFARY DWI RAMADHANI 08151015
Terletak di sebelah tenggara Pulau Selayar, Taman Nasional Taka Bonerate memiliki luas 530.765 hektar yang terdiri dari 21 pulau-pulau kecil. Sejak tahun 1989 kawasan ini dideklarasikan sebagai Taman Nasional Maritim melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 100/Ktps-2/1989 (Lensa Takabonerate, 2006 dalam I.Kumalasari, A. Hartoko and S. Anggoro, 2013). Untuk kawasan atol sendiri memilki luas 220.000 hektar dengan persebaran terumbu karang mencapai 500 km2 yang menjadikan Taman Nasional Taka Bonerate sebagai kawasan atol terbesar ketiga di dunia setelah Kawasan Atol Kwajifein di Kepulauan Marshall dan Kawasan Atol Suvadiva di Kepulauan Maladewa menurut United Nation Environment Program (2005).
Atol sendiri merupakan terumbu tep yang memiliki bentuk seperti cincin dan di tengahnya terdapat goba (danau) dengan kedalaman 45 meter, seperti yang dikemukakan oleh Dahuri (2003). Menurut Kementrian Kelautan (2015) Kawasan atol dari Taman Nasional Taka Bonerate memiliki keunikan tersendiri yakni memiliki terumbu karang yang luas dengan biota laut yang menggantungkan kelangsungan hidup kepada terumbu karang tersebut. Keunikan tersebut menjadi dasar dari pendekatan konservasi dalam penetapan sebagai kawasan konservasi. Untuk itu sistem zonasi digunakan untuk pengelolaan Taman Nasional Taka Bonerate. Terdapat 4 jenis zona yang dikelola dengan mengacu pada Rencana Pengelolaan Taman Nasional Jangka Panjang Taman  Nasional Taka Bonerate Tahun 1997-2022. Zona-zona tersebut antara lain:
1.     Zona Inti
Luas zona inti adalah 8.341 hektar. Di dalam zona ini keadaan alam masih dengan kondisi asli dan belum atau tidak diganggu manusia. Zona inti memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan kepada keanekaragaman hayati yang asli dan khas. Oleh sebab itu zona inti sangat dilindungi. Wilayah yang termasuk dalam zona inti antara lain, perairan dan daratan Pulau Tinabo Kecil, perairan dan daratan Pulau Tinanja, perairan dan daratan Pulau Ampalassa, perairan dan daratan Pulau Latondu Kecil, Perairan Taka Bulalong Timur dan Perairan Taka Kumal Barat.
2.     Zona Perlindungan Bahari
Secara pengerian zona ini merupakan bagian taman nasional yang mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan dikarenakan letak, kondisi dan potensinya. Luas zona ini 21.188 hektar yang meliputi perairan  beberapa pulau diluar zona pemnafaatan dan zona inti.
3.     Zona Pemanfaatan
Zona ini adalah ruang yang dimanfaatkan untuk parawisata dan jasa lingkungan lainnya, dan juga secara tradisional untuk dikembangkan serta dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan harian. Luas zona pemanfaatan yakni 500.879 hektar yang terdiri dari:
·           Zona pemanfaatan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang ada di dalam taman nasional
·           Zona pemanfaatan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang ada di sekitar taman nasional
·           Zona pemanfaatan yang diperuntukkan untuk masyarakat umum
·           Zona pemanfaatan yang diperuntukkan untuk wisata.
4.     Zona Khusus
Zona khusus adalah pulau-pulau berpenduduk yang ditinggali sebelum ditetapkan sebagai taman nasional termasuk juga fasilitas infrakstruktur berupa telekomnikasi, transportasi, dan listrik  yang berada di daratan pulau-pulau tersebut. Cakupan luas dari zona ini adalah 357 hektar.
Sesuai dengan pembagian zona sebelumnya, selain diperuntukkan untuk sebagai wilayah konservasi, Taman Nasional Taka Bonerate juga diperuntukkan untuk aktivitas wilayah. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Selayar pada tahun 2015, jumlah wisatawan yang mengunjungi Taman Nasional Taka Bonerate sebanyak 3.009 wisatawan dengan komposisi 2.927 wisatawan asal Indonesia dan 82 wisatawan asal luar negeri. Puncak kunjungan wisatawan terjadi pada bulan Desember dengan jumlah wisatawan yang datang sebanyak 785 wisatawan dengan mayoritas wisatawan asal Indonesia. Dengan wisatawan yang cukup terbilang banyak tersebut, tentunya perlu fasilitas-fasiltas wisata yang memadai.
Namun dalam kenyataannya fasilitas yang ada belum cukup memadai dari data yang diperoleh, dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Selayar dan Kecamatan Taka Bonerate Dalam Angka 2016, hanya terdapat 3 bangunan hotel dan 7 bangunan akomodasi lainnya di wilayah Kabupaten Selayar. Sedangkan untuk restoran atau rumah makan di Kecamatan Taka Bonerate sendiri tidak ada. Akan tetapi dilihat dari peruntukkan kawasan, Kecamatan Taka Bonerate mencakup wilayah dari Taman Nasional Taka Bonerate, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah dari Kecamatan Taka Bonerate merupakan wilayah konservasi maritim. Hal ini tentu menyulitkan untuk dibangun fasilitas akomodasi untuk aktivitas parawisata.          
Pembagian zona yang ada menurut RTPNJP Tahun 1997-2022 sebenarnya parawisata di Taman Nasional Taka Bonerate dapat dioptimalkan, walaupun hanya sebagai kegiatan sekunder (konservasi merupakan kegiatan primer dari Taman Nasional Taka Bonerate). Zona yang telah dibagi menjadi 4 tersebut, salah satu diantaranya zona pemanfaatan yang dibagi menjadi 3 yakni zona yang dapat dimanfaatkan untuk masyarakat di dalam taman nasional, zona untuk masyarakat umum dan zona untuk aktivitas wisata. Dengan pembagian zona ini dapat memberikan pengetahuan wilayah mana yang dapat dimanfaatkan  untuk aktivitas wisata dan wilayah mana yang dilindungi secara jelas,
Memaksimalkan potensi parawisata yang ada di Taman Nasional Taka Bonerate tentunya tidak mudah. Status dari Taman Nasional Taka Bonerate yang merupakan wilayah konservasi dapat memberikan pandangan kepada wisatawan bahwa aktivitas wisata di daerah tersebut sulit untuk dilakukan. Padahal, izin masuk tidak terlau sulit hanya cukup membayar karcis masuk untuk melakukan kegiatan wisata, seperti yang tertera di situs web Taman Nasional Taka Bonerate. Potensi untuk melakukan aktivitas wisata sangat besar. Keindahan pantai, terumbu karang, dan biodiversitas dapat memberikan kepuasan untuk wisatawan yang berkunjung. Selain itu Taman Nasional Taka Bonerate dapat dijadikan alternatif tempat wisata pesisir di Indonesia selain Wakatobi maupun Raja Ampat. Sudah seharusnya pemerintah dapat memaksimalkan potensi wisata Taman Nasional Taka Bonerate sebagai kegiatan sekunder dan melakukan promosi wisata dengan lebih baik sehingga dapat memberikan manfaat tersendiri bagi pemerintah daerah dan masyarakat lokal.          
 Daftar Pustaka
 Asaad, Irawan. 2005. "Program of Community-Based Monitoring And Evaluation On Coral Reefs Resources In Taka Bonerate Marine National Park - Indonesia : Final Report". UNEP: United States
Dahuri, Rokhmin. 2003. "Keanekaragaman hayati laut: aset pembangunan berkelanjutan Indonesia". Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
I.Kumalasari, A. Hartoko and S. Anggoro. 2013. "Toward a New Paradigm of Ecosystem and Endemic Organism Based Spatial Zonation for Taka Bonerate Marine Protected Area". Diponegoro University: Semarang
Kabupaten Selayar, Badan Pusat Statistik. 2016. "Statistik Daerah Kabupaten Selayar 2016". Badan Pusat Statistik Kabupaten Selayar : Selayar
Kabupaten Selayar, Badan Pusat Statistik. 2016. "Statistik Daerah Kabupaten Selayar 2016". Badan Pusat Statistik Kabupaten Selayar : Selayar
Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan, Direktorat. 2015. "Profil Kawasan Konservasi Povinsi Sulawesi Selatan". Kementerian Kelautan dan Perikanan: Jakarta
Kecamatan Taka Bonerate, Badan Pusat Statistik. "Kecamatan Taka Bonerate Dalam Angka 2016". Badan Pusat Statistik Kabupaten Selayar : Selayar
Taka Bonerate, Taman Nasional. "Taman Nasional Taka Bonerate". Diakses pada 16 Maret 2017. http://tntakabonerate.com
UNESCO. "Taka Bonerate National Park". Diakses pada 16 Maret 2017. http://whc.unesco.org/en/tentativelists/2005/
0 notes
giffarydr · 8 years
Text
Resume Mata Kuliah Morfologi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kota Faktor Topografi
Nama Anggota Kelompok :
1.      Ariesa Ertamy                   (08151004)
2.      Giffary Dwi Ramadhani   (08151015)
3.      Halimatus Zahra               (08151016)
4.      M. Adtzar Akbar               (08151023)
o    Faktor yang Mempengaruhi Bentuk Fisik Kota
a)      Geologi
b)      Topografi
c)      Hidrografi
d)      Vegetasi
o    Topografi adalah permukaan tanah, atau dapat diartikan sebagai ketinggian suatu tempat yang dihitung dari permukaan air laut sehingga dapat diketahui elevasi tanah aslinya.
o    Jenis-jenis kota berdasarkan kondisi fisik
a)      Kota sungai
b)      Kota pelabuhan alam
c)      Kota pertahanan alam
d)      Kota punggung bukit
e)      Kota puncak bukit
f)       Kota lereng bukit
 a)      Kota Sungai
Memiliki karakteristik, sebagai berikut;
-          Terbentuk oleh pemukiman yang letaknya di tepi sungai
-          Sungai adalah sarana transportasi yang menjadi jalur utama hubungan keluar
-          Secara geografis terkadang sungai membelah beberapa bagian kota
-          Pada awalnya bagian kota yang dipisahkan oleh sungai dihubungkan oleh transportasi dengan menggunakan perahu
-          Sungai dimanfaatkan sebagai jalur sirkulasi sebagaimana pada pertumbuhan awal kota
-          Dibangun jaringan jalan disepanjang kiri dan kanan sungai, serta dilengkapi dengan jembatan yang menghubungkan bagian kota yang dipisahkan oleh sungai.
Contoh kota sungai;
-          Seoul
-          Vennesia
-          Giethoorn, Belanda
b)      Kota Pelabuhan Alam
Memiliki karakteristik, sebagai berikut;
-          Dibentuk oleh cekungan yang mengarah ke laut
-          Kota pelabuhan yang dibentuk oleh alam mempunyai beberapa potensi, yaitu; keindahan alam sebagai sarana wisata dan pertahanan dan keamanan sebagai barier/pembatas
-          Jalur utama menghubungkan bagian atas dan bawah kota secara radial
-          Pola jaringan jalan pada jenis kota pelabuhan alam pada umumnya mengikuti karakter kontur yaitu membentuk jari-jari mengikuti lengkung cekungan
Contoh kota pelabuhan alam adalah Kota Vestmannayjar
 c)      Kota Pertahanan Alam
Memiliki karakteristik, sebagai berikut;
-          Dibentuk dari lingkungan dan tapak
-          Dibangun dengan memanfaatkan sifat kontur
-          Tembok kota dibangun sebagai benteng yang mengelilingi
-          Bagian strategis pada puncak kontur dimanfaatkan sebagai jalur keluar masuk kota yang posisinya mudah untuk dilakukan pengontrolan
 d)      Kota Punggung Bukit
Memiliki karakteristik, sebagai berikut;
-          Bentuk kota mengadopsi konfigurasi bentuk dan ketinggian lereng
-          Jaringan jalan utama ditempatkan sejajar dengan jalur utamamengikuti bentuk lereng
-          Menunjukkan kesesuaian antara buatan manusia dengan buatan alam
Contoh kota punggung bukit;
-          Kota Serang-Banten
-          Kota Bangkinang
-          Kota Betlehem
 e)      Kota Puncak Bukit
Memiliki karakteristik, sebagai berikut;
-          Dibangun dengan memanfaatkan keuntugan bentuk landscape bukit, terutama bagian puncak dan daerah sekelilingnya.
-          Berbentuk melingkar seperti kubah.
-          Bangunan-bangunan utama ditempatkan di bagian puncak, dan jaringan jalan membentuk lingkaran konsentris mulai dari puncak sampai kebawah.
-          Berbeda dengan kota-kota didaerah dataran yang dapat tumbuh dan berkembang dengan berbagai bentuk dan pola
Contoh kota puncak bukit;
-          Kota Bandung
-          Kota Perugia
-          Kota Eze di Prancis
 f)       Kota Lereng Bukit
Memiliki karakteristik, sebagai berikut;
-          Lokasinya berada disepanjang lereng membentuk teras-teras bertingkat
-          Orientasi kota menghadap ke arah lembah yang pada umumnya mempunyai pemandangan alam yang indah.
 o    Topografi juga mempengaruhi pola perkembangan kota dengan cara;
-          Menyebar (Dispersed Pattern), terjadi pada keadaan topografi yang seragam dan ekonomi yang homogen
-          Sejajar (Lineair Pattern), terjadi akibat adanya perkembangan sepanjang jalan, lembah, sungai dan pantai
-          Merumpun (Clustered Pattern), terjadi pada kota-kota yang berhubungan dengan pertambangan dan topografi agak datar
o    Manfaat data topografi dalam tata ruang
-          Aliran Drainase
-          Jaringan Jalan
-          Permukiman & Perumahan
-          Wilayah Potensial untuk kegiatan tertentu
-          Mencegah dari bahaya kecelakaan topografi
-           
o    Macam-macam jenis kondisi topografi wilayah berdasarkan besar lereng yang melintang;
-          Datar 0 – 9,9%
-          Perbukitan 10% - 9,9%
-          Pegunungan >25%
0 notes
giffarydr · 8 years
Text
Resume Week 2 Morfologi Kota Kelompok 4
Kelompok 4
Amalia Hapsari
Giffary Dwi Ramadhani
M. Adtzar Akbar
 Morfologi kota merupakan ilmu yang mempelajari sejarah dan perkembangan kota dan produk bentuk-bentuk fisik kota. Morfologi terdiri dari dua suka kata yaitu morf yang berarti bentuk dan logos yang berarti ilmu. Ada 2 macam pertumbuhan kota yakni pertumbuhan berdasarkan asal dan pertumbuhkan berdasarkan arah.
·      Pertumbuhan kota berdasarkan asal dibagi menjadi 2 yaitu:
1.    Secara Alamiah
Di mana kota tersebut sudah terbentuk sejak masa lampau dan terus berkembang secara natural. Contoh : Roma Italia
Terdapat 4 macam pertumbuhan kota secara alamiah yang terdiri dari :
§  Concentric spread
§  Ribbon development
§  Satelitte growth
§  Scattered growth
2.    Direncanakan
Kota yang tumbuh dengan sesuai dengan aturan dan model perencanaan yang digunakan. Contoh : London, Inggris dan Kuala Kencana, Indonesia
 §  Pertumbuhan kota berdasarkan arah
1.    Secara Horizontal
Pertumbuhan kota secara horizontal memiliki keuntungan dan kerugian diantaranya
§  Keuntungan
Kepadatan penduduk bisa diatasi, banyak ruang yang bisa digunakan untuk ruang terbuka hijau, dan dapat menghemat biaya
§  Kerugian
Membutuhkan ruang yang lebih banyak sementara lahan yang ada belum tentu bisa menampung kebutuhan yang ada
2.    Secara Vertikal
Pertumbuhan kota secara vertical juga memiliki keuntungan dan kerugian diantaranya
§  Keuntungan
Dapat menghemat penggunaal lahan, warga yang tinggal dapat hidup secara bersamaan secara harmonis karena adanya rasa saling metoleransi, dan dapat menggunakan teknlogi yang modern dalam konstruksi bangunannya
§  Kerugian
Kepadatan penduduk yang tinggi, hamper tidak adanya halaman di tempat tinggal penduduk tersebut, jika terjadi bencana akan kesulitas dalam proses penyelamay=tan dan evakuasi.
Bentuk fisik kota terdiri dari 2 jenis yakni
1.    Bentuk kompak (Bujur Sangkar, Kipas, Pita, Gurita)
2.    Bentuk tidak kompak (Terpecah, Berantai, Terbelah, Stellar)
  Bentuk pola jalan ada 3 yakni
1.    Pola jalan irregular
2.    Pola jalan radial konsentris
3.    Pola jalan grid
 Tahapan Kota menurut beberapa ahli perencanaan
·         Patrick Geddes
1.    Kota Primary
2.    Kota Secondary
3.    Kota Tertiary
·         Lewis Mumford
1.    Eopolis
2.    Polis
3.    Metropolis
4.    Megalopolis
5.    Tyranopolis
6.    Necropolis
·         Griffith Taylor
1.    Infantile
2.    Juventile
3.    Mature
4.    Senile
Ada tiga tahap transformasi kota
1.    Tahap pertama
Bentuk kota yang sudah terbentuk dari abad pertengahan dihancurkan
2.    Tahap Kedua
Perluasan wilayah industry dan penjajahan colonial
3.    Tahap Ketiga
Kebutuha akan transportasi missal dan pribadi meningkat
Kota-Kota Nusantara
Memiliki batas yang tidak jelas, terletak di muara sungai besar, pedalaman dan pesisir di pulau-pulau besar
Kota Kolonial
Terebentuk oleh 3 elemen yaitu, Kawasan pribumi, kawasan pecinan, dan kawasan asing. Sebagai contoh yakni Kota Batavia
Fragmented City
Kota yang secara fisik bersatu, tetapi unsur arsitektural dan social terpisah dengan cirri-ciri yakni tumbuh secara memanjang, pusat-pusat kegiatan baru bermunculan, dan perluasan wilayah yang terus dilakukan
0 notes
giffarydr · 8 years
Text
MENGATASI KETERBATASAN KETERSEDIAAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN AKIBAT ANGKA PERTUMBUHAN PENDUDUK YANG TINGGI DI KOTA BALIKPAPAN
Pengambilalihan kepemilikan kilang minyak di Indonesia oleh Pertamina dari Shell (perusahaan minyak asal Belanda) menjadi titik balik dari perkembangan Balikpapan. Sejak saat itu Balikpapan berkembang pesat. Dengan dibangunnya infrastruktur berupa Pelabuhan Semayang dan Bandara Internasional Sepinggan, maka sejak saat itu Balikpapan merupakan pintu gerbang Provinsi Kalimantan Timur. Walaupun bukan merupakan ibukota provinsi, perkembangan pesat di berbagai sektor di Balikpapan sangat baik. Sektor Industri dan sektor perdagangan & jasa menjadi kunci dari perkembangan Balikpapan. Namun perkembangan pesat tersebut sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk di Balikpapan.
Menurut  Badan Pusat Satisitik Kota Balikpapan dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Balikpapan pada tahun 2010 penduduk Kota Balikpapan berjumlah 554.577 jiwa. 4 tahun kemudian yakni pada pertengahan 2014 jumlah tersebut naik menjadi 684.339 jiwa dan pada tahun 2015 mencapai 721.262 jiwa. Untuk lebih lengkapnya disajikan pada tabel berikut.
Tumblr media
Sumber : BPS Kota Balikpapan dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Balikpapan.
Dapat dilihat pada tabel tersebut peningkatan signifakan kenaikan jumlah penduduk pada tahun 2011 sampai 2013 yakni sebesar 102.858 jiwa, kemudian pada tahun berikutnya yakni 2014 kenaikan jumlah penduduk menurun menjadi sebesar 23.902 jiwa. Tetapi pada tahun 2015 terjadi kenaikan menjadi sebesar 36.923 jiwa.
Data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Balikpapan menunjukkan bahwa  per April 2016 jumlah penduduk Balikpapan sebesar 746.329 jiwa. Jika dibuat proyeksi penduduk untuk 10 tahun kedepan dengan menggunakan menggunakan proyeksi aritmatik dan mengacu pada data 2011 hingga 2015 maka jumlah penduduk Balikpapan pada tahun 2025 adalah sebesar 1.130.472 jiwa. Berikut adalah perhitungannya
 Pn adalah jumlah penduduk tahun n, Po adalah jumlah penduduk pada tahun awal (dasar) dan r adalah angka pertumbuhan penduduk (rata-rata pertumbuhan penduduk tiap tahun) dan n adalah periode waktu dalam tahun. Perhitungan  tersebut tidak menjamin bahwa pada tahun 2025 penduduk Balikpapan sebesar 1.130.472. Hal ini dikarenakan angka pertumbuhan penduduk Balikpapan diantara tahun 2015 sampai 2025 dapat berubah sewaktu-sewaktu. Apalagi dengan adanya perluasan kilang minyak milik Pertamina dan dibangunnya Tol Balikpapan-Samarinda maka angka pertumbuhan penduduk dapat meningkat dikarenakan dibukanya lapangan pekerjaan yang banyak dan lancarnya arus transportasi.
Jika suatu kota jumlah penduduknya telah mencapai 1 juta jiwa maka banyak permasalahan yang akan muncul. Salah satu diantaranya adalah ketersediaan lahan unruk perumahan. Ssemakin besar angka pertumbuhan penduduk semakin besar juga kebutuhan untuk tempat tinggal. Perlu diketahui kebijakan Pemerintah Kota Balikpapan dalam penataan ruang adalah 52:48 yakni dimana 52% lahan diperuntukkan utuk kawasan lindung/hijau dan 48% diperuntukkan untuk kawasan budidaya. Yang dimaksud budidaya adalah adalah kawasan untuk perumahan, industri, perdaganagan dan lain-lain. Maka perlu adanya solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan tersebut, Ada beberapa solusi yang sering dipakai. Solusi yang pertama adalah memberhentikan membangun rusunawa atau apartemen dengan harga yang terjangkau di beberapa tempat strategis, dengan catatan perumahan yang telah dibangun tidak perlu dihancurkan dan kebijakan untuk membangun kawasan diganti dengan kebijakan untuk membangun kawasan rusunawa atau apartemen. Solusi yang kedua adalah mengurangi laju pertumbuhan penduduk dengan program KB atau mengurangi jumlah pendatang yang menuju Balikpapan.
Dua solusi tersebut adalah sekian dari solusi-solusi yang lain. Apapun solusinya semua tergantung kepada ke mana arah kota tersebut akan terbentuk. Apakah kota tersebut diperuntukkan untuk industri atau kota tersebut diperuntukkan parawisata, hal tersebut semua tergantung kebijakan pemerintah daera tersebut
Sumber:
- Badan Pusat Statistik Kota Balikpapan
- Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Balikpapan
- http://balikpapan.go.id/read/98/selayang-pandang
0 notes
giffarydr · 9 years
Text
PERANAN KOMUNIKASI VISUAL DALAM ILMU PERENCANAAN WILAYAH & KOTA
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut manusia untuk lebih pandai dalam komunikasi. Pengertian komunikasi itu adalah  suatu kegiatan penyampaian pesan dengan yang melibatkan dua orang atau lebih, yang terdiri dari komunikator, yaitu orang yang menyampaikan pesan  dan komunikan, orang yang menerima pesan dari komunikator, baik secara langsung maupun idak langsung . Komunikasi itu sendiri diklasifikasikan menjadi beberapa jenis komunikasi, yaitu :
·         Komunikasi menurut cara penyampaiannya
Terdapat 2 jenis komunikasi menurut cara penyampaiannya, yang pertama adalah komunikasi lisan, yaitu komunikasi yang menggunakan ucapan (lisan) dalam penyampaiannya, yang kedua adalah komunikasi tertulis yakni komunikasi yang disampaikan secara tidak langsung yang cara penyampaiannya  melalui penulisan teks, symbol maupun gambar.
·         Komunikasi menurut cara kelangsungannya
Dalam hal ini komunikasi terdiri dari dua jenis, komunikasi langsung, komunikasi yang tidak melibatkan media dalam proses komunikasinya, dan komunikasi tidak langsung yaitu komunikasi yang melibatkan media dalam penyampaian komunikasinya.
·         Komunikasi menurut perilakunya
Komunikasi menurtut perilaku ada dua macam yaitu komunikasi formal, yang di mana komunikasi formal ini menggunakan bahasa resmi dalam menyampaikan informasi, dan komunikasi informal yang menggunakan bahasa sehari-hari dalam menyampaikan informasi.
Dalam ilmu perencanaan, penyampaian informasi dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu media yaitu peta. Peta adalah media penyampaian informasi berupa gambaran permukaan suatu daerah yang ukurannya diperkecil dengan skala-skala tertentu. Dalam ilmu perencanaan, sangatlah penting. Peta juga sebagai produk dari suatu perencanaan. Peta memiliki peran dalam membantu seorang perencana dalam menentukan tata guna lahan di suatu daerah. Selanjutnya terdapat berbagai macam peta yang dapat digunakan dalam ilmu perencanaan. Berikut merupakan pengertian dari beberapa peta tersebut.
1. Peta Umum, peta topografi, peta yang menggambarkan tingkat elevasi             (tinggi-rendahnya) suatu daerah di permukaan bumi’
- Peta Korografi, peta yang menunjukkan luas suatu daerah di                             permukaan bumi dan menngunakan skala yang kecil
- Peta Dunia, peta yang menunjukkan dan menggambarkan suatu negara
2.      Peta berdasarkan bentuknya
- Peta Digital, peta yang cara menggambarnya menggunkan aplikasi                  komputer, yakni GIS (Geographic Information System)  
- Peta Relief, peta yang menggambarkan suatu daerah dalam bentuk 3               dimensi
- Peta Datar,  peta yang digambar melalui bidang 2 dimensi, seperti kertas
3. Peta berdasarkan skala
- Peta Skala Besar, peta yang menggambarkan suatu daerah dalam lingkup       yang kecil, dengan menggunakan skala kurang dari 1 : 10.000
- Peta Skala Sedang, peta yang memiliki skala 1: 10.000 sampai 1 : 100.000,     yang biasanya menggambarkan suatu kabupaten atau kota
- Peta Skala Kecil, peta yang memiliki skala lebih dari 1 : 100.000, peta ini           biasanya menggambarkan suatu pulau besar atau suatu negara
Peta memiliki berbagai macam unsur yang sangat penting dalam ilmu perencanaan yang berguna agar masyarakat paham dengan apa yang disampaikan oleh peta tesebut. Unsur-Unsur tersebut adalah judul, skala, legenda, simbol peta, sumber peta dan tahun pembuatan, lettering, dan garis tepi. Di Indonesia sendiri selain peta, terdapat produk perencanaan yang dapat ditemui yaitu rencana tata ruang wilayah, rencana detail tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Perbedaan produk tersebut yaitu terletak di ruang lingkupnya dan visualisasinya. Untuk masalah visualisasi, tentu saja rencana tata ruang wilayah dan rencana detail tata ruang menggambarkan rencana tata guna lahan di suatu daerah sedangkan rencana tata bangunan dan lingkungan merupakan panduan perencanaan wilayah yang berguna untuk mengendalikan pemanfaatan ruang.
Agar masyarakat lebih paham terhadap  media yang digunakan dalam penyampaian produk-produk perencanaan selain peta, dapat digunakan adalah gambar mengenai detail perencanaan suatu kawasan dengan maksud untuk menarik daya tarik masyarakat terhadap perencanaan kawasan tersebut, yang dapat disampaikan melalaui poster atau brosur. Dalam penyampaian produk-produk tersebut terdapat perangkat-perangkat yang menunjang, yang diantaranya adalah                                                                 - ArcGis, aplikasi yang menggunakan peta untuk menganalisis data-data yang   ada di wilayah sebenarnya                                                                                 - Map info, aplikasi yang berguna untuk menganalisis lokasi dan pemetaan  suatu wilayah                                                                                                       - SketchUp, aplikasi buatan Google, yang berfungsi untuk pemodelan 3               dimensi
Referensi
http://ayurebel.blogspot.co.id/2012/12/jelaskan-klasifikasi-komunikasi-dalam_2.html
http://www.eventzero.org/2015/04/pengertian-syarat-manfaat-unsur-dan-jenis-peta.html
http://diklatgeospasial.blogspot.co.id/2012/03/manfaat-sigsistem-informasi-geografis.html
https://en.wikipedia.org/wiki/ArcGIS
https://en.wikipedia.org/wiki/SketchUp
https://en.wikipedia.org/wiki/MapInfo_Professional
UU Nomor 26 Tahun 2007
Permen PU Tahun 2007
0 notes
giffarydr · 9 years
Text
DAMPAK BENCANA KEBAKARAN LAHAN DAN KEKERINGAN DI INDONESIA TAHUN 2015
PENDAHULUAN
·         Latar Belakang
Kebakaran lahan di Indonesia akhir-akhir ini memberikan dampak yang besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Begitu juga dengan kekeringan yang melanda berbagai daerah di Jawa dan Nusa Tenggara. Jutaan masyarakat Indonesia harus menderita setiap tahunnya akibat dua bencana nasional tersebut.
Walaupun dua kejadian tersebut pelan-pelan sudah berlalu, namun kejadian tersebut menjadi permasalahan yang tiada hentinya setiap tahun. Pemerintah baru bergerak cepat ketika kejadian tersebut sudah pada “puncaknya”. Sudah saatnya masyarakat terutama masyarakat Indonesia sadar bahwa setiap tahun mereka hidup dalam “bahaya”.
·         Permasalahan
Permasalahan yang dibahas dalam artikel ilmiah ini adalah bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh bencana kekeringan dan kebakaran lahan terhadap kehidupan masyarakat Indonesia dan dunia.
·         Tujuan
Tujuan artikel ilmiah ini adalah untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh bencana kekeringan dan kebakaran lahan terhadap kehidupan masyarakat Indonesia dan dunia.
 DASAR TEORI
Kebanyakan kabut asap telah dihasilkan dari asap kebakaran yang terjadi pada lahan gambut di wilayah pulau Kalimantan dan Sumatra. Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2005 mengidentifikasi penyebab langsung dan tidak langsung kebakaran lahan. Penyebab langsung kebakaran lahan menurut studi tersebut adalah, yang pertama pembakaran lahan untuk persihan lahan, yang kedua lahan dibakar agar dijadikan “senjata” dalam kepemilikan tanah atau tanah sengketa, yang ketiga pebakaran yang disengaja, yang keempat pembakaran yang berhubunngan dengan ekstraksi sumber daya alam (pembukaan lahan tambang). Sedangkan penyebab tidak langsung kebakaran adalah konflik kepemilikan tanah, pertumbuhan populasi dan migrasi penduduk, Pengurangan lahan hutan.
Menurut Global Fire Emissions Database, sejauh ini pada tahun 2015 ada sekitar hampir 100.000 (hot spots) titik api aktif di Indonesia, yang sejak September telah menghasilkan emisi setiap hari yang melebihi emisi harian rata-rata dari semua kegiatan ekonomi Amerika Serikat. Lebih dari setengah dari kebakaran lahan ini terjadi pada lahan gambut yang berada di Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Papua. Hasil dari kebakaran lahan gambut ini begitu signifikan untuk emisi gas rumah kaca karena Indonesia sendiri menyimpan jumlah karbon tertinggi di bumi, yang terakumulasi selama ribuan tahun. Pengeringan dan pembakaran lahan untuk perluasan areal pertanian (seperti minyak sawit atau perkebunan pohon untuk produksi pulp) membuat kenaikan emisi gas rumah kaca yang cukup signifikan. Kebakaran lahan ini juga memancarkan gas metana, gas rumah kaca yang 21 kali lipat lebih kuat daripada karbon dioksida (CO2), tetapi kebakaran lahan gambut dapat memancarkan gas emisi rumah kaca yang lebih kuat 10 kali lipat lebih kuat dari gas metana yang dihasilkan dari kebakaran lahan yang terjadi pada jenis lahan yang lain. Setelah dihitung-hitung, dampak kebakaran lahan gambut terhadap pemanasan global adalah 200 kali lebih besar dari kebakaran lahan di lahan lain.
28 juta penduduk Indonesia terkena dampak dari kebakaran lahan yang terjadi pada tahun 2015 ini. Kegiatan perekenomian, pendidikan, dan trasportasi udara lumpuh di daerah Sumatra dan Kalimantan yang terkena dampak asap dari kebakaran lahan yang terjadi di daerah tersebut. Ribuan penduduk Riau mengungsi ke Medan dan Padang. Banyak penduduk yang terserang gangguan pernapasan terutama anak-anak. Negara tetangga Malaysia dan Singapura juga terkena dampak dari kabut asap yang berasal dari Indonesia. Bencana kebakaran lahan pada tahun 2015 ini merupakan bencana kebakaran yang terburuk yang pernah dialami oleh Indonesia, setelah tahun 2006.
Kemudian bencana kekeringan yang terjadi pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara memiliki dampak yang cukup signifikan. Pada musim kemarau ini di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara terjadi defisit air sekitar 20 milyar meter kubik. Pada tahun 2015 ini, kekeringan telah melanda 16 provinsi meliputi 102 kabupaten/kota dan 721 kecamatan di Indonesia hingga akhir Juli 2015. Lahan pertanian seluas 111 ribu hektar juga mengalami kekeringan. Pengaruh EL-Nino berupa berkurang curah hujan di beberapa wilayah Indonesia sangat sulit untuk diredam karena fenomena ini adalah fenomena global. Berbagai upaya telah, sedang, dan akan terus dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan menerapkan teknologi tepat guna dan upaya-upaya konvensional lainnya seperti dropping air bersih, pembuatan sumur, pembuatan embung, dan lain-lain. Upaya-upaya mikro tersebut efektif pada skala tertentu tapi masih dirasa perlu untuk dilakukan penerapan teknologi skala besar guna menambah pasokan air.
PEMBAHASAN & SARAN
Bencana kebakaran lahan dan kekeringan di Indonesia telah memberikan dampak yang besar terhadap masyarakat dan lingkungan. Kabut asap yang dihasilkan dari kebakaran lahan di Sumatra dan Kalimantan mencemari udara di beberapa daerah di Indonesia terutama di Pulau Sumatra dan Kalimantan dan juga beberapa negara tetangga Indonesia seperti Malaysia dan Singapura. Kegiatan perekenomian, pendidikan dan perhubungan (terutama trasportasi udara) lumpuh akibat bencana tersebut. Gas emisi rumah kaca yang dihasilkan oleh kebakaran lahan tersebut juga memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pemanasan global. Kekeringan di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara membuat deficit air sekitar 20 milyar meter kubik. Hal ini tentu sangat menyulitkan masyarakat.
Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan berbagai macam solusi. Salah satunya adalah dengan membuat sistem managemen penanggulangan bencana kebakaran lahan dan kekeringan dengan baik. Sudah saatnya Indonesia membuat suatu badan seperti BNPB yang khusus menanggulangi bencana kebakaran lahan dan kekeringan. Dengan menambah dan memperbaiki kualitas sumber daya yang ada tentunya untuk mewujudkan hal tersebut adalah sesuatu yang tidak mungkin.
Giffary Dwi Ramadhani                                                                     Perencanaan Wilayah & Kota                                                                 08151015
0 notes
giffarydr · 9 years
Quote
Everyone has their own story, the story you know about them, it's just a tip of the iceberg.
Giffary Dwi R.
0 notes