haicha53h
haicha53h
ha.icha53h
6 posts
Jurnal Pikiran Bebas
Don't wanna be here? Send us removal request.
haicha53h · 1 month ago
Text
Angin berhembus pelan, membuat daun-daun menari lembut, mengikuti irama gelombang udara yang tenang. Langit siang itu cerah berwarna biru, dengan awan putih yang menggantung ringan di atas sana, seolah menjadi lukisan yang menambah damai suasana. Segalanya terasa sunyi, tenteram, dan indah.
Burung-burung beterbangan bebas di langit sesekali berkicau indah, sementara sebagian lainnya melompat-lompat kecil di atas tanah, mencari remah-remah makanan. Hari itu adalah dua hari terakhirku berada di tempat ini sebuah tempat yang begitu damai, seolah waktu berjalan lebih lambat.
0 notes
haicha53h · 2 months ago
Text
"Tak semua yang tumbuh membawa kehidupan—seperti daun yang tak berbunga, tak berbuah, hanya menyimpan pahit dan kematian dalam diamnya."
0 notes
haicha53h · 2 months ago
Text
Untuk sang bintang yang bersinar indah di malam gelap. Aku rindu akan kehadiranmu. Aku ingin melihatmu sekali lagi. Meski aku tahu, aku sudah mengucapkan itu ratusan kali. Kini aku hanya bisa mengagumimu dalam diam. Melihatmu bersama yang lain membuatku sadar akan posisiku hanya bayangan dari masa lalumu. Terima kasih untuk segalanya. Kini aku siap untuk pergi. Tapi sebelum itu, izinkan aku mengatakannya sekali saja "Aku mencintaimu". Jangan tanya mengapa. Aku sendiri tak tahu alasannya.
0 notes
haicha53h · 4 months ago
Text
Tumblr media
"Tak ada lagi gunanya terbang di kota yang tenggelam dalam lautan kebohongan. Harapan telah memudar, redup ditelan malam. Aku lelah mencari cahaya, mungkin ia tak pernah ada, atau mungkin… sejak awal, semuanya hanya dusta."
0 notes
haicha53h · 4 months ago
Text
Bertarung mengharapkan peluang, disaat semua orang pergi berpetualang mencari uang di negeri orang.
Aku tidak bisa pergi. Bukan keluarga alasannya, tapi aku alasannya.
Aku kira, aku bisa pergi dan berpetualang mencari uang ditempat baru. Ternyata aku hanya terkena ilusi of choice.
Aku ingin #stayRelevant tapi aku sudah memilih jalan ini karena aku ingin berpegang teguh pada target dan pencapaian yang ingin aku raih. Namun aku malah gak bisa berjalan dengan lurus. Terkadang aku terhenti dan terkadang aku berjalan pelan.
Aku ingin menjadi “dia” namun aku gak bisa mengejarnya dengan langkahku saat ini. Aku malu...
0 notes
haicha53h · 4 months ago
Text
Senyuman dibalik Desa Apulu
Tumblr media
*Note* cerita ini tidak nyata/sungguhan. Terinspirasi murni dari mimpi dan imajinasi saya.
Suatu hari, keluarga kecil yang terdiri dari seorang gasdis bernama Hana dan kedua orangtuanya pindah ke sebuah desa terpecil bernama desa Apulu. Mereka terpaksa pindah karena masalah keuangan. Desa itu tampak damai, dengan penduduk yang ramah serta murah senyum. Sepanjang jalan menuju rumah mereka yang baru, mereka disambut hangat dengan senyuman dan lambaian tangan dari para penduduk yang sedang beraktifitas di luar. Mereka telah sampai di rumah baru mereka, rumah tua yang sederhana. Walau begitu rumah itu masih berdiri kokoh. Seluruh anggota keluarga sibuk berberes-beres dan memindahkan barang mereka dari bagasi mobil kedalam rumah.
Ditengah kesibukan mereka, terdengar suara laki-laki mendekati kediaman mereka. Ternyata dia adalah kepala desa beserta keluarganya, mereka membagikan hasil panen mereka sebagai penyambutan kedatangan keluarga Hana. Mereka saling berkenalan satu sama lain. Sari anak kepala desa ikut berkenalan dan langsung mengajak main Hana. Karena pekerjaannya sudah selesai Hana minta izin ke orangtuanya dan langsung bermain di ladang. Terdengar suara teriakan ibu Hana yang bilang ”Pulang sebelum senja ya” saat Hana berlari bersama Sari ke arah ladang.
Dia akhirnya bisa akrab dengan gadis yang seumuran dengannya, gadis itu bernama Sari, dia adalah anak kepala desa. Ibunya cantik. Namun Sari dan keluarganya itu sudah menargetkan keluarga Hana, dan berencana menjadikan Hana sebagai wadah untuk dirasuki. Entah apa niatnya namun warga desa juga mengetahui hal ini. mereka sepertinya memiliki tujuan jahat yang sama.
Sudah ada 1 bulan keluarga Hana tinggal di desa itu dan menjalani kehidupan yang sederhana. Hana dan keluarganya tidak merasa curiga sama sekali, karena warga desa dan kepala desa memang berlakuan baik di depan mereka, bahkan ada beberapa warga yang sampai membagikan hasil panennya ke keluarga Hana dengan cuma-cuma.
Malam itu, keluarga Hana diundang ke balai desa untuk menghadiri sebuah ritual penyambutan. Warga desa duduk melingkar, lilin-lilin menyala di sekeliling mereka, dan mereka mulai melantunkan mantra dengan suara lembut yang semakin lama semakin menggema. Hana tiba-tiba merasakan sakit luar biasa di tubuhnya. Matanya membelalak, tubuhnya bergetar, lalu mendadak ia terangkat sedikit dari tanah sebelum terhempas ke belakang.
Saat itu, sesuatu masuk ke dalam tubuhnya.
Hana tidak sepenuhnya kehilangan kesadaran, tapi ia bisa merasakan sesuatu—atau seseorang mencoba mengambil alih dirinya. Dengan suara yang bukan miliknya, ia berkata, "Ayah... Ibu... akhirnya aku kembali... Aku akan—" Namun, kalimat itu terputus. Liana berhasil menarik dirinya kembali. Nafasnya tersengal-sengal, tubuhnya dingin, dan ia melihat kepala desa serta istrinya menatapnya dengan senyuman kosong.
Orang tua Hana panik dan meminta penjelasan. Kepala desa dengan santai menjelaskan bahwa ini hanya bagian dari tradisi penyambutan, dan terkadang roh-roh desa suka bermain-main dengan pendatang baru. Mereka mengatakan bahwa kesurupan semacam itu bukanlah hal yang aneh. Meskipun penjelasannya terdengar masuk akal, ada sesuatu dalam tatapan warga desa yang membuat bulu kuduk meremang. Mereka menatap keluarga Hana seperti pemangsa yang sedang menunggu waktu yang tepat.
Sudah 2 bulan lamanya Keluarga Hana tinggal di desa itu, mereka mulai menyadari bahaya yang mengintai mereka. Mereka sudah curiga sejak awal, tapi kini mereka tahu pasti bahwa warga desa ini tidak waras. Mereka berpura-pura tidak tahu, bertindak seolah masih mempercayai warga desa, namun di balik itu, mereka mulai menyusun rencana.
Malam berikutnya adalah bulan purnama, saat ritual terakhir akan dilaksanakan. Warga desa berencana membunuh keluarga Hana dan mempersembahkan tubuh Hana sebagai wadah bagi sosok yang mereka sebut sebagai "Dia". Mereka telah menyiapkan alat-alat ritual dan altar di lapangan desa. Saat kepala desa memimpin doa, mereka mendekati keluarga Hana dengan pisau di tangan.
Namun, mereka tidak pernah menyangka bahwa keluarga Hana sudah lebih dulu bersiap.
Saat kepala desa memberi aba-aba, ayah Hana bergerak lebih cepat. Dalam sekejap, ia menebas tiga pria yang memegang senjata. Ibu Hana mengeluarkan belati yang telah ia sembunyikan dan menikam mereka yang mencoba mendekat. Hana sendiri, dengan tatapan hampa, berhasil menikam Sari dengan pisau. Mereka bertarung dengan ganas, membalikkan keadaan dalam hitungan menit.
Tak ada yang selamat dan tak ada warga yang tersisa. Dengan luka dan darah di tubuh mereka, keluarga Hana menatap tumpukan mayat warga desa dengan ekspresi dingin. Mereka mengumpulkan tubuh para penduduk dan membakarnya di tengah lapangan. Rumah kepala desa dibiarkan terbakar hingga hanya menyisakan abu.
Esok paginya, saat matahari mulai terbit, keluarga Hana meninggalkan desa yang kini sunyi. Mereka berjalan menjauh, dengan senyum samar di wajah mereka yang tak kalah menyeramkan dari warga desa yang telah mereka habisi.
3 notes · View notes