hellomychildrens4
hellomychildrens4
hello my childrens #4
4 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
hellomychildrens4 · 8 years ago
Text
Hello My Children 4.4
Dalam pertemuan itu, yang paling membuat Bunda menyesal dan merasa sangat bersalah adalah ketika di hari Ahad, 20 Agustus 2017. Di SS meja no.20. Awalnya Bunda pikir untuk tidak usah berkata apa-apa lagi. Tapi justru Bunda memperlihatkan tulisan tentangmu Nak, tulisan tentang apa yang selama ini Bunda mungkin rasakan. Dalam blog ini. Sejujurnya tidak ada yang Bunda harapkan. Hanya merasa bahwa dengan menunjukkannya ya Bunda udah bisa baik-baik dan ikhlas. Saat ini pun. Iya, saat ini,
Kita (Bunda) seharusnya memilih untuk bertanggungjawab atas apa yang Bunda rasakan. Seharusnya tidak perlu melibatkan siapa apalagi yang telah memilih keputusan. Tapi Bunda percaya Ami orang yang cukup kuat (kkk, ini Bunda kayaknya emang kejam). Bunda percaya sama beliau yang awalnya mikir bakal biasa aja membaca semua ini. Tapi perkiraan bisa meleset. Iya, kata Ami Bunda masih seperti anak-anak. Betul, mungkin ada sisi egois yang Bunda ngga memikirkan bagaimana perasaan Ami ketika itu. Beliau yang awal kedatangannya ngga akan menyangka akan terlibat drama semacam ini. Sampai beliau menuliskan bahwa Bunda itu jahat. Wah, ini Bunda jadi kudu hati-hati kayaknya ngomong sama orang ya nak kalo lagi esmosi.
Buat perempuan, menulis, berbicara ketika dalam masa-masa labil esmosi itu kadang suka ngga mikir efek kedepannya gimana. Hm, buktinya banyak kog Nak. Ndak cuman Bunda.
Kata-kata jahat terus terngiang *nguing nguing. Bunda ingin kita bisa berteman as usual gitu. Bisa biasa saja kalo datang ke walimahan beliau, bisa biasa saja ketika ada momen silaturahim, bisa lebih santai. Sebelum beliau meninggalkan jogja, I asked him for a tea. Bunda yang ajak bertemu terakhir. Senin 21 Agustus 2017 di siang hari. Bunda deg-degan banget tuh sampai ngga tahu mau ngomong apa. Bunda catet apa yang kira-kira mau di ucapin biar ga lupa.
Bunda sampaikan bahwa Bunda ngga mau seperti ini (masih nuntut), ngga mau menyesal di cap jahat. Selama hidup *ini agak random banget. I asked sorry. He said its okay, never mind. I asked sorry again, he said he will forget it. I said this is the second time I make a mistake (and make him dissapointed maybe) he said he was forgeted the first one. I said u have to be a good friends. We r human, so (like what he post before) sometimes good people make a bad choice. Bunda bilang bunda udah biasa-biasa aja kog. But he didn’t believe. Bunda tanya how can u see that? He just said u doesn’t look like normal So I said, it is because im still feeling bad about yestrday (or semacam itu lah). “Pokoknya Ami harus memaafkan dan memaklumi”. Sudahlah Bunda menyerah kayaknya. I said I wanna be friend. Hehe, and, yah mungkin bunda kebanyakan ngomong. So Bunda membiarkan Ami berpikir (sebentar). Entah di bagian mana, di sebelah mana, Bunda merasa ami sepertinya telah memaafkan Bunda.
Jika waktu itu tidak sempat tersampaikan semuanya, maaf. Tapi I will learn a lot of thing after that day mi. Ami di uji dengan drama kayak gini, bersinggungan dengan akhwat yang seperti apa karena kamu memang lebih kuat dari ini. Sebagai tambahan kekuatan untuk menghadapi perjalanan yang menantimu bersamanya kedepan nanti.
Terakhir Bunda minta di doain gitu lho (karena beliau mau safar), mohon di doakan agar bisa berjuang juga untuk menanti yang di depan sana. Untuk bisa lebih serius memikirkan amal-amal kedepan. Agar kita bisa sama-sama belajar, menempul jalan amal yang Allah siapkan untuk masing-masing kita. Semoga mereka yang mungkin tersakiti karena ulah Bunda meridhoi dan memaafkan Bunda, hingga bisa jadi tetangga baik di surga nanti.
Bunda dan Ami, kalian. Masing-masing kita mengambil sesuatu dari peristiwa ini. Sudah belajar sejauh ini, jadi semoga ngga terulang kembali bagian-bagian yang salah. Ini mungkin hanya sepenggal cerita dari rangkaian jalan yang masih samar dalam kabut. Thank you for coloring my life. Terimakasih sudah membuatku pernah merasa bagaimana menjadi yang diperjuangkan. Kau akan menjadi ayah yang kuat dan membahagiakan keluargamu. Kau akan segera melepas rindu yang selama ini terpendam. Tidak usah di pikirkan, nanti akan di rasakan.
Aku akan memupuk lagi harapan-harapan baru. Memfokuskan diri melakukan apa yang bisa dilakukan. Menatap cermin, mencoba memaafkan dimulai dari diri sendiri. Meski masih takut (saat ini banget) jika harus menatap orang lain yang akan tersentak bayanganmu, tapi waktu dan usaha akan menghilangannya. Aku tidak ingin berlari menjauh. Ada anak-anak yang menanti, ada seseorang yang ingin diperlakukan maksimal juga. Yeay. Lets fighting. Papua ya,,aku akan belajar menjaga kepercayaan darimu. Meski bukan untukmu saja. Pasti akan ada masanya im feeling tired dan masih banyak belajar. Bingung bisa apa. But just like u, we r not alone.
Makasih ya Ami :) be happy and so I am. Makasih ya Nak, sudah mau mendengar cerita Bunda.
Beliau adalah Pamanmu, Harmoko Anggriawan. Sosok yang kini menjadi teladan di sana.
*see u
*jangan lupa ajak anak-anak main main ke rumah tante ya. hahaha
Yogyakarta, 29 Agustus 2017
(ditulis dari tanggal 26 Agustus 2017-29 Agustus pagi 2017)
0 notes
hellomychildrens4 · 8 years ago
Text
Hello My Children 4.3
Nak, jika saat ini Bunda menangis, sungguh bukan karena tidak ikhlas atau rela Ami menikah dengan akhwat sholehah di sana. Tapi Bunda merasa bahwa ada sebuah kepercayaan yang disampaikan Ami kepada Bunda akan sebuah tanggungjawab menjadi hamba yang terbaik. Yaitu berdakwah. Di medan yang memang masih luas ladang kerjanya. Di Papua. Masyallah, kota ini akan menyimpan banyak kenangan, cinta dan perjuangan. Semakin mendengar kata Papua, ada sebuah rasa bersalah. Rasa malu sama Allah. Rasa bahwa ada hak yang telah kadang Bunda lupakan. Masyallah, Papua, Bunda kadang merasa apakah masih bisa masih pantas ia menungguku. Bunda tidak ingin ada pemikiran bahwa inilah penghalang dan yang menyakiti saat ini. Meski masih terasai berat, tapi ini justru jalan terbuka lebar dari Allah buat memperbaiki diri lagi. Biar siap dan mantap.
Bunda saat ini mungkin menangis, tapi untuk menyadari bahwa saatnya untuk lebih serius memikirkan masa beramal di sana. Ada harapan yang terlanjur besar, yang kadang Bunda menafikkannya. Astaghfirullah, Bunda berdoa sama Allah untuk terus dijaga dalam hidayah-Nya hingga mampu berguna. Membantu apa yang diminta. Memikirkan dakwah lebih serius. Kembali dalam zona amal jama’i. Masyallah, Bunda sangat malu jika memikirkan apa yang sudah Bunda perbuat selama ini untuk di sana. Bukankah membangun kembali Islam di Papua adalah cita-cita Bunda sejak dulu. Sekali lagi, si Ami dy orang yang menyakiti sekaligus membuat Bunda sadar bahwa Bunda belum banyak berjuang selama ini. Belum sampai berdarah-darah. Belum sampai terluka ga kuat. Tapi kita punya Allah. Nak, kalau mau sedih sedih atau nangis-nangis ke Allah juga ya. Kita ini sangat butuh yang namanya beribadah dan berdakwah. Kita yang butuh Papua nak. Seketika Bunda inget sama adek-adek yang masih di dakwah kampus saat ini. Mereka masih berjuang banget nak, meski di tengah kebingungannya. Saat ini kita semua sedang dalam masa bingung nak dengan medan yang ada.
“…dan Dialah Yang Paling Mengetahui siapa orang yang mendapat petunjuk” (q.s. al qalam:7)
Okey *ngambil jeda beberapa menit
*ngambil tisu, usap, lempar
(bersambung)
 Beliau memesan tiket pesawat. Ke Solo, lalu ke Jogja. Sebenarnya Bunda merasa dua hal, antara merasa ternyata selama ini kesedihan Bunda memang ada alasannya (bahwa memang sepertinya sempat ada perlakukan dan perasaan khusus kepada Bunda) dan ngga enakan apakah ini tindakan yang baik? Padahal beliau telah bersusah payah memilih takdirnya. Memilih untuk bisa faidza ‘azamta watawakkal ‘alallah pada jawaban atas ikhtiarnya selama ini.
Sempat ragu untuk bertemu. Hari menunggu pertemuan itu, apa ya Bunda sih intinya jadi diet tanpa sengaja gitu. Suatu pagi nimbang turun lebih dari 2 kg dari yang biasa. wah, antara senang dan miris. Ngga punya riwayat maag sih, tapi kayaknya asam lambung naik, jadinya…gitulah. Coklat susu dll yang di kasih ke Bunda belum disentuh gitu.
Sampai hari sabtu, Bunda masih mengisi2 dauroh dulu di daerah Turgo. Di sana, Bunda di nasehatin sama seorang senior lain karena sepertinya Bunda memosting suatu gambar yang menunjukkan suasana hati. Tentu Bunda ngga bilang bahwa Ami itu akan datang bertemu Bunda. Kata kakak senior itu “udah Nusa, mending kamu stop aja. Orang lain yang tahu dan lihat kamu itu malah sebagai yang menghalangi mereka. Dll..”. Oke Bunda cukup t e r c e n g a n g. Benar sih, tapi kog rasanya gimana ya dikira demikian. Sudahlah, namanya juga lagi esmosi :’D
Pulang dari Tugo Bunda tu nyari nyari tempat mana ya yang pas buat ketemu, ada sekitar 4-5 tempat gitu yang di cek cek. Yah, Bunda punya banyak syarat sih. Sampai akhirnya Bunda pulang aja dulu. Udah sore dan kita awalnya janjian sore.
Sampai rumah ternyata pesawat delay dan mungkin akan bertemu baru ba’da maghrib. Alhamdulillah, Bunda minta waktu buat tidur dulu. Kayak semacam lelah gitu. Tapi ya tetep aja ngga tidur2. Bunda udah bertekad ngga akan nangis sih. Karena udah bisa ikhlas kog. Awalnya malah mikir bertemu yaa palingan malam itu saja. Karena apa yang Bunda harapkan lagi?
Kehadirannya ke Jogja saja sudah merupakan apa ya. Awalnya sih bunda lebih bisa move on, meskipun dengan perasan yang kayak masih menggantung. Bunda merasa bahwa Ami ke jogja untuk menjelaskan apa yang bisa membuat Bunda lebih santai. Bunda juga bingung mau ngomong apa. Bener-bener ragu dah itu mau ketemu, mau ngomong apa. Ya, biar bagaimanapun beliau akan segera menikah. Tetapi yang membuat Bunda oke untuk bertemu karena pertemuan ini sudah mendapat ijin dari calon istri si Ami. Wah, detik itu Bunda tahu, detik itu Bunda ngefans sama Mbaknya. Pingin belajar, ini orang pasti sabar luar biasa masyallah :). Dari sini aja Bunda udah punya bayangan gimana sosok beliau dan yha, semakin ikhlas. She is the best for him. *cieh
0 notes
hellomychildrens4 · 8 years ago
Text
Hello My Children 4.2
Semua berjlan begitu-begitu saja di tahun tahun berikutnya. Meski entah mengapa ketika Bunda semacam di kasih ujian (musibah berhubungan dengan kendaraan) Ami juga ada di situ. Jadi yang paling akhir pulang juga. Apalagi seringnya ketika sedang berada di tempat yang jauh dari kota jogja. Ternyata ngga seamanah tidak menghalangi adanya pertemuan-pertemuan ala-ala gitu. Kadang (sering sih) Bunda ngerasa ngerepotin banget. Tapi ya wajar aja, Ami kan strong strong gimana gitu *ga mau salah
Komunikasi rutin tidak terlalu banyak. Sampai memasuki akhir 2015. Markas Komsat UGM. KAMMI itu lho Nak, banyak amah-amahmu main di sana. *ya Allah semoga ini ga membuat citra komsat aneh aneh.
Bunda dan si Ami sering bertemu di sana. Bahkan pernah hanya berdua (waktu itu sambil nunggu temen. Waktu itu malam minggu. Lah ya udahlah) –ini tolong off the record ya. Dari hal yang emang penting, sampai karena ya pingin aja ke komsat. Kadang berharap ada Aminya sih. Well, bahkan lebih sering nyariin (kayak anak ayam nyari2 kakak tertuanya). Ga tahu dan Ami mikir apa. Hahaha. Bunda sadar bahwa sebenarnya ada jarak yang perlu di jaga, tapi karena si Ami biasa saja. Bunda merasa aman. Nak, besok besok manja dan memanjakan itu agak hati-hati ya :D. Manis di awal, tapi akan ada efeknya.
Dari tahun itulah Bunda lebih sering berkomunikasi, diskusi, makan bareng-bareng (teman-teman kita) atau kadang ehm ya hanya berdua. Bunda sejak saat itu merasa lebih yakin untuk menjadi sosok yang mungkin pantas bersanding dengan beliau suatu hari nanti. Merasa ya diperhatikan lebih lah. Meskioun Ami udah pernah kayak ngode jangan terlalu geer. Tentu saja I realized masih perlu lebih banyak belajar.
Sampai 2016 pun Bunda ngga segan meminta diskusi entah soal amanah di kampus, soal kegalauan di keluarga dll. Bunda sedikti banyak juga mengerti bagaimana beliau selama ini beramanah, bagaimana hubungan beliau dengan orang tua dan keluarganya, bagaimana ya hubungan pertemanan beliau dengan teman baik ikhwan dan akhwat.
Bunda ya kadang meminta bertemu karena Bunda lebih merasa optimis dan siap untuk hidup bersama Ami one day later. Cara kita berkomunikasi kadang drama drama gitu. Bunda sih merasa kadang banyak di singgung gitu di postingan beliau dari yang remeh kayak ngata2in Bunda lemah sampai yang apa ya serius. So am I nak. Meski samar-samar banget.
Perdebatan soal lemah kuat diet jadi bahan yang ngga pernah selesai (pada akhirnya). Kadang ada perasaan gimana ya caranya bikin Ami terkesan dan memandang Bunda sebagai orang yang dewasa. Dalam beberapa hal kadang sih Bunda merasa lebih dewasa. Tapi terkadang itu ngga selalu. Bisa jadi karena kesempatan saja yang jarang. Beliau sangat jarang mengeluhkan sesuatu hal. Namanya juga pria, tidak ingin terlihat lemah. Mereka memiliki cara tersendiri untuk menyelesaikan masalahnya dan kadang ada “man cave” yang mereka pilih. Suatu saat nanti kepada seorang kakak lelaki atau pasang laki-laki kalian, jadilah seorang yang meyakini dan percaya sepenuhnya pada sang laki-laki. Bahwa semua bisa dihadapinya. Jadilah sosok yang (memang) membutuhkan perlindungannya. Jadilah sosok yang mendukungnya dan siap membelanya. Sebagai laki-laki nak, tunjukanlah petunjuk yang menunjukkan juga bahwa kau memang membutuhkan pendukung meski sedikit atau sebentar. Lah, ini kenapa jadi nulis nasehat-nasehat ala ala. *skip
Di tahun 2016 Bunda jadi semakin optimis dan yakin. Bunda berdoa sama Allah agar diberi kesempata untuk terus memperbaiki diri. Sebenarnya apa ya, yang membuat Bunda optimis pada awalnya karena beliau seperti punya kesempatan untuk tinggal di Papua. Ia, Papua kota damai ini. Bunda sebenarnya ngga terlalu pusing memikirkan soal jodoh awalnya. Syarat dari Bunda (dan Ummi Abi Bunda) bahwa yang penting mau hijrah ke Papua. Bagi Bunda syarat itu adalah syarat yang sudah cukup berat. Jadi Bunda sempet sekilas ngomong memang sama MR kalo yang penting, ikhwan (yang bisa terdeteksi seperti apa) dan mau di Papua. Bunda ngga ngasih syarat yang nana nina, karena bener bahwa syarat ke Papua itu pastilah berat. Selain syarat kudu orang yang super sabar sih. Masyallah ya nak ^^*
Kadang Bunda membayangkan bagaimana ranah gerak yang nanti bisa Bunda lakukan di sana bersama kalian dan ya beliau. Bunda sih waktu itu berdoa saja. Meski Bunda sempat khawatir bagaimana ini jika Bunda sudah terlanjur sangat bergantung pada si Ami. Hahaha sampai Bunda berharap itu Ami nikah aja dah segera sama siapa gitu. Sama Mbak-mbak temen KKN-nya yang Bunda rasa pas pas cocok gimana gitu. Biar ga bikin anak orang ngarep ngarep ga jelas. Biar langsung beres.. hahaha.
Tapi komunikasi kita masih sangat intens apalagi menjelas kelulusannya. Lalu, sampailah kita dalam sebuah diskusi yang menyinggung soal bagaimana rencana kedepan masing-masing. Ami adalah anak kesayangan dari orang tuanya. I can see bahwa orang tua beliau membutuhkannya untuk berada di dekatnya. Seperti Bunda yang sangat sayang sama kalian ini. Mendengar penjelasan itu, ada perasaan pesimis dan akan sangat merasa bersalah jika memang Ami akan bersama Bunda di Papua. Sebenarnya Bunda dengan egoisnya masih merasa bahwa akan ada peluang mungkin (siapa yang dapat menerka jalan takdir Allah) bahwa berada di Papua bersama beliau is possible possible aja. Sempat juga terlintas apa Bunda yang akan ikut beliau tinggal di Jakarta. Yah, ini pemikiran yang akhirnya Bunda simpan sendiri. Nenek dan Kakek saat itu sangat menunjukkan bahwa sangat menginginkan Bunda segera pulang Nak. Mereka rindu. Bahkan mereka mengatakan bahwa mbak selesaikan masa studi di sana dan saatnya kembali. Ada sebuah amalan yang menanti yang semakin Bunda membayangkannya dulu semakin Bunda merasa ngga siap. Ada ekspektasi yang Bunda ngga bisa jangkau sedalam apa dari sana.
Bismillah, entah mengapa Bunda tidak bisa berhenti berpikir egois bahwa ami akan bersama Bunda di Papua. Meski Bunda juga ngga bisa menafikkan beliau kini telah bekerja dan menetap di Jakarta.
Di sela-sela itu, bahkan sebelum beliau benar-benar pergi ke jakarta, Blog ini di buat. Untuk Bunda lebih menceritakan saja apa yang Bunda rasakan. Jadi Nak, perempuan itu ketika ada masalah membutuhkan wadah untuk melepaskannya. Ada yang dengan menangis sudah cukup, ada yang harus dituliskannya, ada yang dengan makanan saja cukup, ada yang memang harus di ceritakan kepada orang yang di percaya, ada yang semuanya!
Kepergian beliau ke Jakarta, jadi momen Bunda untuk saatnya belajar menata hati lagi. Eng ing eng, kita lebih jarang komunikasi. Bunda ingin tampil di hadapan siapapun nanti yang bersama Bunda adalah orang yang penuh dalam penantian. Bunda merasa bahwa perpisahan adalam momen kita (Bunda dan si Ami) belajar dengan cara masing-masing. Meski pas Bunda milad, karena di ucapin selamat trus yang akhirnya malah menuntut nana nina. Wkwkwk, for the first time ada yang DO Kue Milad Buat Bunda. Hm, enak juga ada Ami yang udah kerja.
Habis itu Bunda tetap memilih untuk terus belajar. Ada amanah-amanah yang datang. Bunda memang bertekad untuk belajar. Ini menjadi bekal untuk nanti bisa beramal lebih di Papua. Meski sesedikit apapun, Bunda sejak awal kuliah di Jogja memang sudah bertekad menjadi spons yang nyerap sana sini. Untuk di peras di Papua. Bismillah, insyallah. Bunda berpikir, ini akan jadi pengalaman yang saling melengkapi J
Kalau di tanya soal jodoh, I still don’t looking another one. Yah, Bunda hanya semacam sudah punya penggambaran yaitu si pangeran mempesona (dalam kontak hp, wassap). Kkk, ini ada yang jangan di tiru ya Nak. Ngepoin. Ya Allah, melakukan kepo kepo sampai di tahun2 kapan gitu. Kalau suami atau istri nanti bolehlah tapi ijin dulu. Jadi ceritanya Bunda tetap memperhatikan si Ami melalui postingan2nya. Ada perasaan berharap, sampai akhirnya pada bulan Januari akhir 2017, bunda menyadari sesuatu.
Hingga akhirnya Bunda memposting sebuah gambar payung warna warni di instagram. Isinya hanya ucapan “thank you for everyting. Cc…” meski ga yakin nyampe, tapi itu postingan untuk beliau. Bunda merasa bahwa ada sebuah titik balik beliau sudah selesai dengan Bunda. Dari postingannya, dari apa yaa ngga tahu, Bunda hanya merasa demikian. Sedih sih, tapi Bunda masih berusaha tegar. Saat beliau mulai memosting foto dg judul “Aku Pamit” I dunno itu buat siapa. Tapi Bunda merasa ini sudah selesai sepertinya.
Sepertinya. Tapi ya begitulah indahnya emosi yang naik turun. Di bulan bulan selanjutnya berisi bahwa beliau tengah meminta kekuatan sama Allah, meminta dikuatkan atas pilihan yang sudah ditetapkannya. Bunda sih yang melihat berpikir dua hal, ini tentang Bunda atau memang tentang pilihan lain yang tengah di nantinya. Sayangnya, Bunda masih berpikir its about me sometimes. Wkwkwk, padahal Ami itu pernah chat bunda yg intinya negur gitu “jangan terlalu geer ya”. Bunda itu berusaha menekan itu, karena tahu track record bahwa ya adalah beberapa akhwat yang jadi salah kaprah dengan kelakuan (sok mempesona dan sombong) beliau. Ckck. Jarak justru kadang semakin menekan rasa rindu. Bunda beberapa kali ke Jakarta, tapi menahan diri buat ngga ketemu gitu. Kayak pingin jaga jarak gitu, namanya juga akhwat. Meski pernah sekali Bunda akhirnya ngajak ketemu meski ngga jadi. Antara bersyukur masih di jaga dan ya apa ya Bunda ngerasa emang sudah ada jaga jarak.
Sampai di Milad si Ami Bunda ngga berani ucapin kata-kata. Takut jadi Bunda yang semakin berharap. Jadilah hanya semacam memposting sebuah doa yang bahkan ga ada hastag hastag aneh aneh. Beliau itu ngeselinnya suka pakai hastag aneh aneh. Sudahlah –“
 Waktu berlalu, sampai akhirnya ada sebuah postingan di mana Bunda lupa (IG maybe) yang selepas membacanya, Bunda langsung membuat sebuah puisi. Judul puisinya Ke-putus-an. Yang rencananya Bunda akan posting pada malam tanggal 14 Agustus 2017. Tapi keburu Bunda ngeposting hal lain duluan. Saat itu Bunda udah yang kayak ya udah pasrah sama Allah. Meski masih berdebar gitu, masih berharap dan optimis gitu (hah ini gimana ya mksdnya ^^”). Tapi Allah sangat tahu siapa yang pantas, siapa yang terbaik dan rencana menakjubkan di depan sana yang menanti.
Tanggal 15 malam. Bunda lagi sangat senang karena bertemu sahabat yang tetiba semingguan minta tolong pindahan kosan. Namanya Amah Kiki. Amah Kiki ini yang pertama kali nyuruh Bunda ngelamar itu Ami. What -,-, hm boljug. Tapi Bunda ngga mau jadi orang kedua yang ngelamar beliau trus akhirnya….. *begitulah
Malam itu masih dalam rangka peringatan hari pramuka. Dua hari sebelum perayaan 72 tahun hari proklamasi Indonesia. Lagi sibuk beres-beres dengan backsound lagu lagu galau Indonesia dari spotify punya Amah Kiki. Karena hp udah low dan ga bawa casan, Bunda ngga perhatikan hp.
Kiki terus datang, buka iphone 6 nya dan bilang “Nus, jangan sedih ya. Panjang umur Nusa”.
“Hah? Apaan? Panjang umur… Ami Moco? Nikah?” *bunda lupa apa ekspresi waktu itu.
“Iya Nus, ini ak di japri undangannya”
*ngeliatin japrian
“hah iya?” Bunda ngga sempet baca baik-baik. Udah sekilas liat, lama sih kayak kaget gitu. What, malam ini. Oke. Bunda pikir udah siap untuk menghadapi berita kayak gini.
Then I checked out my phone. I see there was japrian dari Ami. Ngga berani Buka. Apa ya bingung balasnya nanti.
Bunda cukup kaget untuk bisa sedih. Ngga tahu, kayak apa ya. Ga ada pengantar dan langsung nyebar undangan. Masyallah. Bunda merasa like, im no one TT *lebay detected
Jadi selama ini . . . *drama detected
Sepanjang malam, kiki berusaha biar Bunda ngga nangis di kamarnya. Iya Bunda tetap melanjutkan beres-beres. Bunda balas japrian undangan itu dengan semacam apa ya mau marah, tapi lah emang siapa gitu. Sampai Bunda mikir, gimana caranya bisa bales dengan keren as usual.
Setelah itu, tetiba di hp beberapa orang dekat menjapri dan mengatakan kata-kata penyemangat dan yang mirip mirip. Bunda hanya bisa membalas singkat, iya sedih tapi sambil tertawa. Wah, ngga tahu. Rasanya hanya Bunda yang mengerti bahwa ada hak untuk sedih tapi ga punya bukti. Makanya secara logika ada ada urusannya Bunda sedih. Logika ya, ,kadang agak berbenturan ama perasaan.
Malam itu, Kiki ngajak keluar. Kita makan malam. Terus pulang. Bunda hanya berpikir, ini sudah takdir dari Allah. Saatnya fokus ama yang lain, ngga ada yang bisa Bunda lakukan atau harapkan lagi. Perjuangan beliau selama ini sudah sampai pada jawabannya :) *giveatumb
Besok paginya Bunda harus pulang segera. Ada asrama yang menanti. I cant control my face. Iya kelihatan ada gitu rada rada sedih. Bunda bersiap diri. Masuk kamar puter murotal q.s. al muzzammil, ngerjain kerjaan yang harus diselesaikan. Temen Bunda ada yang datang numpang makan. Dan trus dy curhat juga gitu. Wkwk. Bunda terus mempersiapkan ada rapat siangnya di suatu tempat. Rapat dengan orang-orang deket yg semalam ngejapri ala ala. Sejak di japrian mereka dah mau nawarin es krim lah, apa lah. Masyallah baiknya. Bunda cuman ketawa.
Sampai rapat di siang hari Bunda tampil cantik dong. Pakai kaca mata ala-ala. Berusaha tetap fokus ama rapat. Sesekali di gangguin, dan Bunda hampir nangis2 bombay gitu. Udah netes dikit2. Tapi ya untuk apa. Sampai di nama pemesan yang ditulis adalah “Nusa di patah hati” whaattts. Sampai itu pelayan ikut2an ganggu. Kog jadi kezel. Bunda mah ya ketawa ketawa aja lah. Ada makanan. Kudu di habiskan. Meski ujung2nya di bungkus. Dari rapat ke komsat, sampai magrib Bunda sampai di asrama.
Magrib. Masuk kamar. Ternyata murotal masih terputar (sengaja ngga bunda matiin). Trus ke kasur, trus tiba-tiba bunda taro tas. Trus ya sudah, tiba tiba aja nangis sejadi-jadinya. Ngga ngerti kenapa. Ngga ngerti kenapa ngga berhenti. Ngga ada orang di kamar atas. Anak-anak di bawah. Sampai adzan isya. Bunda mau menelpon Nenek, tapi nanti malah dikira kenapa-kenapa. Ya udah, Bunda nelpon temen. Bunda tanya kenapa Bunda nangis ya, kenapa ya ngerasa kalo Ami itu jahat. Dy hanya bisa diam. Dan berjanji segera datang setelah urusannya selesai. Dia tanya, apa yang Bunda mau? Bunda bilang air mineral aja. Tetiba ngga nafsu ama coklat or susu gitu.
Apa seperti ini akhirnya? Bunda bingung ini kedepan bersikap gimana ya ke Ami. Ya ga gimana-gimana cuman kan ya masa mau sama seperti sebelumnya. Entahlah Nak, perempuan kadang terbayang begitu saja pemikiran-pemikiran kompleks di benaknya, yang kadang ngga perlu ^^”
Bunda hanya punya waktu sedih sampai jam 9 saja. Karena habis itu harus rapat musyrifah (biasa memang di atas jam 9 mulainya). Sampai menjelang tengah malam. Habis itu Bunda masuk kamar lagi. Terus, ngecek hp. Tiba-tiba ada pesan masuk. Yang bikin rada serangan jantung *alaydetected.
Apa ini, hari ini lelah banget rasanya. Si Ami japri Bunda, tanya sedang dimana dan apa bisa di telpon. Ini nih awal mula penyelesaian yang beginilah. Awalnya bunda ragu untuk membalas, menjawab dan mengiyakan. Tapi pesen Kiki dulu pernah bilang bahwa lebih lega ketika akhirnya ada klarifikasi agar ngga ada kecanggungan. Jujur, jika tidak ada dialog setelahnya maybe pertemanan Bunda dan Ami akan berbeda.
*setelah mengatur nada suara agar keren seperti biasa
Kita ngobrol. Lah, Ami yang nelpon, Bunda yang diminta ngobrol. Ada yang mau diomongin? What masyallah, ni orang membuat kita kudu menahan sabar lebih banyak. Bunda bingung mau cerita dari mana, masa dari pertama bertemu…. Akhirnya Bunda mengawali dengan mengatakan apa yang terjadi setelah Ami menjapri undangan ke Bunda. Tentang tiba-tiba Bunda semacam mendapat japrian belasungkawa gitu (ini artis lagi bahagia tapi yang jadi sorotan malam itu siapa^^”).
Bunda awalnya marah, tapi merasa ngga punya bukti. Bunda awalnya sedih, sedih karena sedih tapi ga berhak. Sebenarnya Bunda ngga menuntut apa apa. Tapi ketika Ami mengatakan “iya, saya memang jahat”. Sudah selesai. Bunda rasanya ngga butuh penjelasan lagi. Mungkin Bunda merasa telah lega dan paham. Lalu ami menceritakan semuanya. Bunda tercengang. Di situ Bunda sadar dua hal: beliau memang seseorang yang serius dan berjuang hingga sampailah keputusan Sang Khalik, dan bahwa benarlah Dakwah itu seperti Cinta, ia meminta segalanya darimu bahkan perasaan cintamu.
0 notes
hellomychildrens4 · 8 years ago
Text
Hello My Childrens 4.1
Hello My childrens #4.1
*he,ehm
Eh, apaan nih. Belum apa apa udah nyesek, trus meler kayak gini.
*Ngambil tisu, ngusap2, buang.
*take a breath (beautifully)
 Assalamualaikum Nak, Bunda mau ngasih sebuah cerita yang ada sisi penyesalannya. Benar, cukup ada penyesalan. Tetapi Bunda sayang sama kamu, dan ini bentuk sayang Allah buat Bunda. Karena Allah masih memberi kesempatan untuk kita belajar memperbaiki diri. Ini salah satu kejadian besar yang menyentuh hati Bnda kala itu (ini). Bukan untuk disesali dengan mendalam, tapi untuk dirapikan dalam deretan kenangan. Kita akan belajar bismillah.
Wkwk, tapi ayah kalian yang tercinta itu sekarang belum tahu. Dan (saat ini) Bunda belum punya gambaran gimana-gimana tentangnya, jadi kita rahasiakan dulu ya apa yang Bunda tulis ini. Bunda masih perlu belajar apakah akan ada cemburu besar dari beliau atau tidak. Hehe (mohon kerjasamanya nak *ngelirik sambil senyum2 ngangkat alis).
 Di suatu jaman pada tahun-tahun Bunda SMA kelas 2 atau 3, tenarlah di kalangan ABG gaul dan eksis seperti Bunda ini sebuah serial drama sekitar beberapa episode saja (less o r more than 10) yang pertama kali dibuat versi Jepang. Judul yang versi Jepang Bunda agak lupa, lalu di populerkan kembali menjadi drama korea (drakor) dengan Judl “Play Full Kiss”. Kisah Bunda nanti agak jauh beda dengan plot yang ada di sana. Tapi ada karakter pemerannya yang (meski agak maksa) bisa dikatakan mirip dengan apa yang akan Bunda ceritakan. Bunda dan seseorang yang (meyakini) dirinya mempesona. Kita (Bunda) sebut saja Ami.
Eh, sekali lagi, our beloved father still didn’t know all the detail about the story. Entah mengapa Bunda khawatir beliau menjadi agak cemburu. Karena seorang Ami ini pernah mengungkapkan semacam kecemburuan (atau apa ya istilah yang tepat) ketika pernah Bunda ngga sengaja menceritakan ikhwan lain (yang Bunda sendiri lupa kenapa dan kapan). *geleng-geleng kepala
Play Full Kiss. Secaras singkat bercerita tentang seorang pelajar perempuan yang terkagum-kagum dengan seorang tampan, pintar nan mempesona yang dikenalnya. Tentu saja di film itu sang pangeran itu sangat berhati dingin, dan cuek masyallah. Semua orang mengagumi dirinya dan mengakui kecerdasannya. Sekali lagi, populer, pintar, tampan, jago olah raga dan dingin2 gimana gitu. Pernah ia dikabarkan dekat dengan seorang perempuan yang cantik, pintar dan dewasa. Tetapi dia masih acuh meski memang mereka dekat.
Nah, ada seorang perempuan yang bisa dikatakan cukup em bodoh dan polos lah ya yang tadi mengagumi sang laki-laki. Awalnya kagum, namun sampai akhirnya bertekad pingin dekat dan memiliki. Nah ya si laki-laki mana suka gitu dengan perempuan bodoh itu dan dirasa merepotkan. Apalagi ternyata perempuan itu anak kerabat orang tuanya dan harus tinggal serumah dengan mereka karena suatu hal. Jadilah, ni bocah lebih ngebetein. Ibunya (laki-laki) suka menitipkan anak perempuan itu ke laki-laki charming itu. Tapi ya laki-laki, tetap acuh dan stay cool gitu. Meski males-malesan tentu saja.
Perempuan itu, satu impiannya yang meskipun dy merasa ngga mungkin pada awalnya: menikah dengan si pangeran dingin itu. Wah, wa, wah. Nak, ya gimana ya namanya juga film. Intinya si perempuan ini seringkali terlihat mendapat nilai kecil di sekolah,  polos ga ketulungan, cemburu2 gimana gitu ketika melihat laki-laki itu dengan perempuan lain. Tapi ga menyerah, dan terus bertekad maju (tak gentar) ‘menguntit’ dan nemplok ama si cowok. Singkat cerita, akhirnya cowoknya luluh juga sih. Meski banyak proses yang dilalui. Perempuan itu lama kelamaan belajar untuk memiliki impian lain yang akan membuatnya juga bisa ‘pantas’ bersanding dengan si laki-laki. Ia tidak ingin selamanya dipandang bodoh dan polos (meski sampai akhir tetap aja gitu). Ia berusaha, dan usahanya ternyata ngga sia-sia.
Dan, itu sampai ada sesion 2 nya. Bunda nonton itu ngga hanya sekali.
 Apa ibrohnya? Kejarlah mimpimu dengan tetap menjadi dirimu yang sejati, jika sudah berusaha pasti akan menemukan bahagia di akhir.
Jadi ada seorang Ami. Tahun 2012 silam, first time Bunda bertemu dengannya. Pada acara syawalan JMF (Jamaah Muslim Fisipol)  yang saat itu sih ya Bunda hanya satu-satunya maba. Ngga nyadar juga. Bunda bertemu dengan banyak orang yang dengan sigap Bunda panggil Ami dan Amah (tapi sekarang sebagian besar sudah Bunda panggil mbak or mas. Alasannya, ya agar terasa sepantaran saja). Lalu kapan ya pertama ketemu, ngga inget. Yang jelas, Bunda lebih nemplok duluan sama yang namanya Amah Endah. Amah Endah itu sering dibilang mirip sama Bunda. Wkwk, berarti Amah Endah mirip sama Alysha Soebandono (yang anak pertamanya namanya Rendra tu lho nak).
Nah, mungkin aja amah Endah yang ngatain bahwa ada Ami yang habis KKN di Papua (ini). tentu saja itu menjadi awal Bunda merasa kagum “hah, kkn di Papua” dan penasaran. Ami itu ada di sana. Bunda sih ga terlalu perhatikan awalnya, tapi ya apa ya ga inget. Cuma inget, ami itu punya kesan KKN di Papua – ikhwan – cerita bola-bola hitam.
Selanjutnya mana yang duluan atau belakangan, Bunda bertemu lagi dengan Ami itu di forum-forum yang berkaitan dengan liqoan kampus. Entah di Sekolah Kader Transfer (di sampaikan materi wasilah, wajihah, Bidka, Lini dll), tapi yang lebih berkesan sih DATAR 1. Masyallah jalan kaki dari pagi sampai sesiangan. Bunda dan beberapa kader transfer baru dan ada juga angkatan di atas jalan kaki. semacam militan gimana gitu. Bunda sih melaluinya meski ngerasa panas, tapi apa yaa percaya aja gitu. Beliau itu rupa rupa bertanggung jawab dan yakin akan apa yang diucapkannya. Di sini baru Bunda sadar, kita itu tengah berada dalam sebuah kerja yang bukan sekedar mengdakan training motivasi, outbond senang-senang, ada kerja serius yng membutuhkan tekad serius, membutuhkan kebersamaan, di mulai dari memperbaiki diri. Thank you. Buku tarbiyah pertama yang langsung membuat aku menangis; Sudahkah Kita Tarbiyah – Fathi Yakan.
Sedikit gambaran, sesungguhnya Bunda merasa sangat tidak terlalu percaya diri, karena ternyata kawan kawan perjuangan Bunda di situ orang-orang yang sudah punya pemikiran lebih matang. Tapi Nak, pengalaman tidak perlu sama untuk bisa berada dalam tingkatan tertentu. Semoga kita bisa reuni dalam much beter time.
*take a breathe
Ada apa dengan si Ami? Ada semangat yang bertambah ketika bertemu (sengaja atau tidak dan lebih sering berharap ketemu sih). Ada perlindungan yang di rasa, ada pembelaan yang di dapat, ada juga kekesalan yang dulu sih ga di sadari. Tapi sampai sini, Bunda mengakui sebagai ya kagum saja. Udah. Kayak ngerasa bahwa ah ya ni Ami ami emang mempesona kayak yang dia sering gaungkan. Tapi aku cukup kayak sadar diri masih terlalu bocah.
Adanya dirinya (yang berpartner dengan kawan seperjuangnnya Amah Nia) membantu menuntun Bunda untuk lebih dalam mengenal dunia dakwah kampus. Sejak saat datar dan SKT, apa aja dah yang disarankan nurut. Dari ikut SPM (Social Politic Management) ni kalo ga di sms ya mungkin ga ikut. Bahkan ketika Mubes JMF Bunda sampai berani ijin liqo karena jadi pimpinan sidang hanya gegara omongan (songong) beliau yang bilang “Bilang aja ke Mbak-mu saya yang minta ijin” atau yang sejenis. Hahaha, gimana ya kira kira itu perasaan Bunda dikatain kayak gitu. Ampe Bunda pikir ni orang udah sekayak gimana sih ampe berani berani ngatur MR Bunda. Apa ami ini tahu siapa Mr Bunda. Ck, tapi ini jadi malah nambah dan poin plus.
Juga pernah malam-malam Bunda di SMS dan di tanya yang intinya meminta penjelasan salah satu poin ushul ‘isyrin. Hah, denger aja baru. Bunda lupa jawab apa. Kayaknya searching dulu apa gimana gitu. –“
Bunda kasih tahu, ke-sombongan beliau itu udah seperti apa ya ciri khas. Like ngerasa aman dan everything will be clear with me. Tapi emang ya yg Bunda tahu gitu.
Nak, apa kamu masih bangun? Kamu kan kuat. Cerita ini masih akan berakhir dalam beberapa episode lagi.
Hingga akhirnya Bunda berada dalam amanah yang sama, dan berpisah.
Ada sebuah perundingan di depan fisipmart dan mushola bersama seorang Amah. Intinya Ami mau mengode bahwa akan segera pamit, meninggalkan fakultas. Bunda trus kayak ga rela gitu. Ngga tahu dah waktu itu Ami mikir apaan ke Bunda (:’D, namanya juga adek bebas aja ngomong apa ama kakaknya). Ya Allah, beliau mungkin udah berhasil mendidik Bunda dan kawan-kawan, tapi Bunda masih belum merasa bisa mengkader orang lain.  Hahaha, entahlah Bunda hanya merasa ngga rela. Bahasa ngenesnya terlanjur mulai bergantung. Bergantung, bisa jadi. Tapi kita berjuang itu ngga sendirian Nak.
Selepas dari peristiwa itu, tidak ada pertemuan intens apalagi sengaja janjian. Ya, Bunda punya amanah beliau juga punya amanah. Meski ya, beliau itu tetep jadi rujukan apa-apa yang Bunda bingungkan.
Bunda dulu (dulu kog, sekarang ga tahu) punya rasa pede yang cukup tinggi. Well. Meski udah ga seamanah, tapi kayak ngerasa (sekali lagi merasa. Iya ngerasa aja kog. Ga lebih atau kurang) masih di pantau (ih waw, rasanya Bunda ga sanggup nulis ini. perasaan macam apa itu –“). Ya namanya juga Cuma perasaan. Kayak apa ya beliau membuat Bunda belajar bahwa ada atau tidaknya kamu dalam struktur amanah tertentu, namun jika memang sudah cinta dalam dakwah di sana maka tidak jadi penghalang untuk berada di sana. Ini kultur fisipol banget yang cukup cair antara senior dan junior2nya.
Sampai sini, Bunda sih ngga berharap apa-apa yang berlebihan. Jadi adek aja udah #bukanadekkakazone. Meski seperti dalam kisah Play Full Kiss, ya adalah sedikit harapan ….. harapan apa ya… intinya kagum. Selesai..
0 notes