indioctav
indioctav
Oh, Hi Fellas !
7 posts
A safe place contains unrevealed story. Indonesian.
Don't wanna be here? Send us removal request.
indioctav · 4 years ago
Text
21:21.
“Mba tau patah hatinya seorang ayah itu kapan? Bukan saat ditinggal oleh istrinya, tapi saat melihat putrinya menangis”
“Loh, kan waktu kecil juga sering nangis?”
“Tangisnya Mba karena jatuh dari sepeda itu beda dengan tangis Mba sekarang”
“Beda?”
“Hal terberat bagi seorang Ayah adalah menyadari bahwa Mba sudah cukup dewasa untuk lepas dari pelukannya, lantas menjalani kehidupan Mba sendiri. Kenapa? Karena saat Mba masih ada dalam pelukannya, jika Mba menangis ia akan jadi orang pertama yang memeluk Mba. Tapi saat Mba sudah lepas dari pelukannya, ketika Mba menangis ia tidak lagi bisa berbuat apa-apa.”
Itulah percakapan singkat antara aku dengan bapak taksi saat perjalanan pulangku dari Bintaro ke Alam Sutera malam itu. Ternyata ia mengamatiku dari kaca spion dalam mobilnya sedari tadi. Ya, sedari argo taksinya mulai bergerak naik.
Ini adalah hari ketiga-ku minggat dari kosan, pergi ke-entah kemana, menghabiskan hasil kerjaku bulan ini. Dan hari ini aku memutuskan untuk mendekam di sebuah salon muslimah, setelah dua hari sebelumnya aku “numpang tidur” di rumah Wina, sahabatku yang kebetulan suaminya sedang dinas luar kota. Aku memesan 3 paket perawatan sekaligus. Kalau bukan karena jam operasional mereka yang sudah selesai, ingin ku memesan 4 paket lainnya. Seenggan itu aku pulang.
Aku menyelesaikan seluruh perawatan pukul 9 malam, ditutup dengan mengganti potongan rambutku, membuatnya lebih pendek dan berponi. “Cantik, kamu beda sama kamu yang kemaren”, ucapku dalam hati saat salah satu karyawan merampungkan guntingannya. Untungnya saat itu ada satu pelanggan lain yang sedang coloring. Aku jadi tidak perlu merasa bersalah karena membuat seluruh karyawan salon lembur hari itu. “Mba cantik pake poni, jadi mirip bule mukanya. Sayang mba pake jilbab, ga keliatan deh hehe” celetuk karyawan lain yang sedang beberes.
Segera setelah membayar seluruh biaya plus mengambil set perawatan di rumah-yang entah kapan akan ku pakai-bonus dari paket perawatan yang ku ambil hari ini, aku memesan taksi, memutuskan untuk menginap di salah satu hotel residence di Alam Sutera.
“Saya tau Mba lagi patah hati”
“Bapak tau dari mana?”
“Keliatan”
“Dari mana? Kan saya pakai masker”
“Keliatan dari tatapan Mba, kosong. Kayak galon belum di refill hehe”
Dan terjadilah percakapan itu. Banyak hal yang aku dapat dari si Bapak taksi malam itu. Juga tentang bagaimana dia memerankan perannya sebagai seorang Ayah di rumah. “Anak saya juga lagi beranjak dewasa sekarang, mukanya lagi jerawatan sampe kontrol ke dokter kecantikan segala. Dikasih obat apalah itu namanya saya ga paham hehe” ucapnya excited sembari sesekali memperhatikan laju mobilnya.
“Susah ya Mba, jadi anak cewe? Bebannya pasti berat ya? Tapi apapun itu, jangan sampai mba salah pilih jalan ya. Galau boleh, sedih boleh, marah boleh, tapi secukupnya. Kasian sama Ayahnya Mba, pasti khawatir nanti tau anaknya ga baik-baik aja. Ayahnya Mba orang hebat, bisa gedein putri kecilnya jadi wanita mandiri dan sukses seperti sekarang.”
“Saya belum sukses, Pak. Belum bisa nyenengin Papa...”
“Loh? Wong anaknya udah bisa cari duit sendiri begini masa belum sukses? Udah ga bergantung sama orang tua, kerja di kota besar, Ayahnya Mba belum seneng toh?”
“Papa saya baru seneng kalo saya udah ada yang jagain...”
“Oalaaah, ya engga begitu aturan mainnya Mba...”
Iya, memang begitu aturan mainnya. “Papa seneng kok, sebelum Papa pensiun anak-anak Papa sudah mandiri keduanya...” ucap Papa kala itu via telepon saat aku menghubungi beliau di sela-sela waktu istirahat sebelum mengajarnya. Papa memang diberikan keleluasaan dalam memilih waktu mengajar jelang satu setengah tahun sebelum masa pensiun. Jelas, sudah lebih banyak istirahat dari pada kerjanya, “...tapi Papa lebih seneng kalo ada yang jagain kamu di Jakarta, soalnya kamu sendirian disana.” sambungnya.
Ucapan Papa kadung membuatku berpikir bahwa apa yang aku capai sekarang belum sepenuhnya membuat beliau bahagia. Memang, bahagianya Papa sedikit beda dengan bahagianya orang tua yang lain. Jujur, Papa bukan pribadi yang money oriented dan menilai semua hal dengan uang. Berminat pun tidak beliau “mencicipi” gajiku, sampai kadang harus memutar otak bagaimana Papa mau menerima hasil kerja kerasku. “Ga perlu kirimin Papa uang, simpan aja buat kamu sendiri. Ditabung, nak. Sampai Papa ubanan juga Papa ga akan kehabisan uang. Kamu mau nikah pun, tinggal bilang sama Papa, biar Papa yang siapkan semuanya” template ucapan beliau setiap kali aku menggodanya dengan pertanyaan “Papa mau apa? Aku habis gajian nih”.
“Mba, menikah itu bukan menyelesaikan masalah hidup, melainkan memilih masalah hidup. Mba tau kenapa?...”
“Kenapa?”
“...Karena  menikah berarti menerima seseorang dengan segala kurang-lebihnya hadir di hidup kita. Mba yang lahir dari rahim yang sama dengan kakak atau adiknya Mba aja masih sering berantem, toh? Apalagi ini yang beda rahim hehe. Jangan merasa setelah menikah pasangan Mba akan berubah jadi baik dalam segala hal. Disinilah kedewasaan Mba dipertanyakan. Pilihlah seseorang yang “masalahnya” bisa Mba terima. Jangan pikirkan seneng-senengnya dulu, Mba. Pikirkan dulu, Mba bisa nerima jeleknya, ga?”
“Saya sudah mikir kesana, Pak. Tapi memang belum jalannya aja buat ketemu”
“Ya gapapa, minta terus sama Allah biar dikasih yang terbaik.”
“Iya, Pak, selalu minta kok hehe. Tapi ya hati ga bisa bohong kan, Pak?”
“Bagus. Betul, dan gagal itu biasa, Mba. Namanya juga belajar, biar jadi juara ga langsung bisa, toh? Saya ga nyalahin Ayahnya Mba, karena saya juga seorang Ayah. Saya paham apa yang Ayah Mba rasakan sekarang. Pasti gelisah di kampung halaman, mikirin anaknya di perantauan, perempuan pula. Mba bukan asli sini, toh?”
“Bukan, kok bapak tau?”
“Saya sudah 25 tahun jadi supir taksi hehe, sudah bisa tebak dari nada bicaranya. Saya juga sama kayak Mba dan Ayah, bedanya saya yang di Jakarta, anak-istri saya di Jogja...”
“Ohh...”
“...Hmm, intinya, Mba jangan terbebani dengan harapan-harapan orang tua. Memang, Mba yang tau bagaimana cara membuat Ayah Mba bahagia, tapi Mba juga yang lebih tau pilihan mana yang terbaik buat diri Mba. Saran saya, pilihlah Pria yang dengan dia Mba merasa cukup, pun dengan Mba dia merasa cukup. Jadi saling klop, gitu loh. Kayak rantai sama gembok, saling ngiket. Ya kalo belum bisa sekarang, gapapa, Mba. Jangan dipaksa...”
“Bapak pernah ga, ketemu orang yang udah rantai-gembok banget, tapi ga bisa di satuin?”
“Ooh, saya tau nih arahnya kemana hehe. Mba, hmmm..., Pria itu pikirannya panjang. Panjang banget. Banyak yang mesti kita persiapkan. Cinta aja ga cukup Mba, buat kita bergerak. Apalagi Mba yang sudah biasa hidup enak, sudah biasa hidup nyaman, pasti si Pria juga mikir seribu kali biar bisa bikin hidup Mba juga tetap nyaman setelah menikah nanti. Memang, Mba ga akan nilai dari sananya, saya bisa liat Mba orang baik, tapi siapapun yang sedang dekat dengan Mba sekarang, mungkin masih merasa belum pantas untuk Mba.”
“Terus saya harus apa, Pak?”
“Ikutin kata hati Mba. Minta Allah tuntun hati Mba pada Pria yang tepat dan terbaik. Mba... Jodoh ga akan tertukar, percaya deh. Mau dari ujung dunia manapun, pasti ada jalannya kalau memang sudah berjodoh. Doa terus Mba, jangan putus..”
Tak terasa mobil berhenti tepat di depan portal parkiran menuju hotel. Bergegas aku menyambar barang-barangku dan membuka pintu mobil. Tak lupa aku memberi sedikit tips untuk si Bapak, balasan atas nasihatnya malam ini. Sungguh, anaknya beruntung sekali punya Bapak seperti beliau, gumamku dalam hati.
Setelah check-in dan mendapat kunci kamar, aku langsung menghempaskan badanku ke atas kasur. Mataku menatap langit-langit kamar, mengingat setiap kalimat yang diucap Bapak taksi tadi. Mungkin benar, aku harusnya memprioritaskan diriku dulu, baru Papa, baru orang lain. Rasanya beberapa tahun kebelakang aku terlalu sibuk “membahagiakan” orang lain hingga lupa diriku pun juga butuh ruang untuk bahagia, ya, walaupun bahagiaku kadang datang dari orang-orang yang aku bahagiakan. Dan Pria itu, si anak baik yang membuatku terdampar di hotel ini, pasti dia juga punya alasan sendiri kenapa menjadi sosok yang abu-abu untukku. Entahlah...
Drrrrttttt.....
...Ponselku bergetar. Papa memanggilku dari ujung telepon.
“Halo, Nak. Lagi dimana?”
“Dirumah Wina, Pah. Suami Wina lagi kerja luar kota. Aku nginep disini, nemenin. Kenapa?”
“Engga apa-apa, Papa habis jama’ahan Isya di masjid terus keinget kamu”
“Ooh...”
“Udah sholat, Nak?”
“Belum Pah, mau mandi dulu”
“Oh ya udah. Kapan ke Padang?”
“Belum tau hehe, kenapa?”
“Gapapa, Papa kangen aja...”
Dan air mataku berderai lagi. Sial, Papa curang sekali tidak pakai aba-aba dulu. Hmmm. Tapi maaf ya, Pa. Yang kali ini aku memilih untuk tidak akan bercerita...
0 notes
indioctav · 6 years ago
Text
A letter to My Self.
Jakarta, 24 Februari 2019.
Hai. Apa kabar? Lucu bukan, kita yang bertemu setiap hari tapi aku bertanya tentang kabarmu. Kita yang berbincang setiap hari, tapi aku tidak tau bagaimana keadaanmu. Aku yang telalu sibuk dengan urusanku, menjadi teramat sering mengabaikanmu. Lupa, hingga penat sebelum tidur menjawab pertanyaanku. Iya, pertanyaan “apa kabarmu, Indri?”.
Seseorang pernah berkata padaku, suatu waktu. Dia berkata “aku tidak mengerti apa yang kamu usahakan hingga terlihat begitu gigih”. Ya, benar. Aku juga tidak tau apa yang tengah ku usahakan. Sampai-sampai aku tidak mengenal kamu, diriku sendiri.
Akhir-akhir ini kamu lebih sering diam. Apa yang tengah kamu pikirkan? Apa yang ingin kamu raih? Bahagiakah kamu sekarang? Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang ingin ku utarakan. Tapi... ku rasa kamu sedang ingin sendiri. Baiklah, aku akan biarkan kamu melakukannya. Sendirilah dulu, menepilah dari hiruk-pikuk yang membuatmu lelah. 
Namun sebelum itu, aku ingin mengucapkan terimakasih dan maaf. Terimakasih sudah berjuang bersamaku. Terimakasih untuk tidak pernah meyusahkanku dalam bekerja, sekalipun kamu sedang sakit atau suasana hatimu sedang tak baik. Terimakasih untuk tidak pernah mengeluhkan lelahmu pada dunia dan memilih menyimpannya sendiri. Terimakasih untuk tetap kuat bertahan walaupun seringkali kamu ingin menyerah dan berhenti. Terimakasih, kalau bukan dengan kamu aku tidak ada disini sekarang. Dan juga, maaf. Maaf untuk semua ambisiku. Maaf aku menyulitkanmu, melibatkanmu dalam setiap kondisi yang aku tau kamu tak menyukainya. Maaf untuk selalu mengandalkanmu. Maaf, saat seringkali berdiri didepan kaca, aku melihatmu tak pernah sempurna dan membandingkanmu dengan yang lainnya. Maaf, aku belum menjadi teman yang baik.
Terakhir, bolehkah aku meminta sesuatu darimu? Izinkan aku mengenalmu lebih jauh untuk tau apa yang benar-benar kamu inginkan, untuk bisa mementingkan kamu diatas semua ambisiku. Entah berapa lagi sisa waktu kita, tapi, selama aku masih bersamamu dari bangunku hingga tidurku, izinkan aku berusaha lebih untukmu. Jadi... jangan menyerah dulu, ya! 
Fighting!
xx, your self.
1 note · View note
indioctav · 7 years ago
Text
Happy D.O Day
Tumblr media
Oh hai, its already 2019!
Sudah setahun ya, tidak post di tumblr. Karna...yup! Tengah tahun 2018 Tumblr sempat mengalami beberapa “skandal” di per-dunia maya-an Indonesia dan jadilah Tumblr kehilangan akses. I’m glad Tumblr was giving a good response about this issue. So, for twice i wanna say: I’m back! LOL.
Tapi kali ini saya tidak akan membahas soal isu-isu yang telah usai. Kali ini saya mau sedikit bercerita tentang hal favorit dari tahun lalu dan tahun-tahun ke depan. 
Untuk yang sudah kenal saya dari zaman SMA, pasti paham betul musik favorit saya apa. Yep! Indie. Saya termasuk seorang anak yang punya selera musik baik pada saat itu. Ada beberapa band atau solo Indie yang saya “stabilo”-kan di playlist musik saya, diantaranya: Adhitya Sofyan, MarcoMarce, Ten2Five, Mocca, White Shoes And The Couples Company (WSATCC), Augustine Oendari, Angsa & Serigala, hingga Reality Club. 
But people changes, music taste also. Selera musik saya berubah di awal tahun 2018. Dan tebak apa? *suara drum* Right! Korean Pop atau biasa dikenal “K-Pop”. Kenapa bisa? Tentu, bisa. Saya menyebutnya “accidentally happiness”, menemukan kebahagiaan dari sebuah ketidaksengajaan. Awal mula saya menyukai K-Pop bukan karena Idol (re: sebutan untuk penyanyi solo atau boyband dari Korea) yang tengah naik daun. Sejujurnya, saya adalah salah satu yang tidak begitu menyukai per-Korea-an saat teman-teman disekeliling saya sangat menggandrunginya. Saya termasuk yang “kenapa sih suka k-pop? ngerti juga engga mereka ngomong apa”.
Tapi semua berubah saat negara api menyerang  kebosanan akan film-film animasi dan box office melanda. Loh, apa hubungannya? Tenang, akan saya jelaskan lebih lanjut.
Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, awal ketertarikan saya pada K-Pop bukan karena Idol. Lalu apa? Adalah sebuah film yang saya tonton tahun lalu, berjudul 형 (re: Hyung. Another title: My Annoying Brother). Sebuah film keluaran CJ Entertainment yang dirilis akhir tahun 2016 di Korea Selatan. Saya pertama kali menemukan potongan film ini secara tidak sengaja di tab explore Instagram saya. Seperti merasa terpanggil untuk menonton, saya pun langsung mencari link streaming film ini. Dan jujur, saya memberi rating 8/10. 
Film ini bukanlah kisah tentang percintaan yang membuat rating naik. Cerita sederhana tentang sepasang saudara tiri yang dikemas begitu epic baik dari sisi sinematografi, lokasi, alur cerita hingga emosi para pemainnya hanya dalam durasi 1:50 jam saja. Saya bukan ahli dalam memberi penilaian pada sebuah film. Tapi bagi saya film ini bagus dan layak untuk ditonton bahkan untuk non K-popers seperti saya.
Tidak hanya berhenti disitu, Hyung membawa saya untuk “melirik” salah satu main role-nya yang berperan sebagai Doo-Young. Ialah Do Kyung-Soo (도경수), artis kelahiran Seoul, Korea Selatan pada 12 Januari 1993 silam. Dari sinilah ketertarikan saya pada K-Pop dimulai.
Do Kyung-Soo adalah seorang Idol-Actor (re: Sebutan untuk seorang artis yang mengambil peran ganda, sebagai penyanyi dan juga aktor). Fakta ini awalnya membuat saya...diam. Untuk seseorang dengan peran memukau, saya tidak berpikir bahwa ia juga pandai menyanyi dan menari. Rasa penasaran saya membuat saya mencari tau lebih jauh tentang pria ini. Curiosity can makes you falling in love sometimes. It’s true. Saya jadi menyukai Do Kyung-Soo dan juga D.O (디오), stage name yang diberikan kepadanya dari boyband yang ia geluti, EXO.
Singkat cerita, sudah satu tahun kebelakang Kyung-Soo mengisi gallery ponsel saya. Bersama EXO, Kyung-Soo juga berhasil menggeser playlist Indie saya. I obviously declare that “I am becoming a K-Popers and also EXO-L” right after listening all of EXO’s album. Satu lagu yang jadi favorit saya adalah Don’t Go.
And, today (not really sure i’ll post this at January 12th, lol) is D.O’s day! 
Yay!  Saeng-il chughahae, D.O-ssi.
Kakakku sudah berusia 26 tahun, atau 27 tahun dalam standar usia Korea Selatan. Untuk usia ini, jelas bukan remaja lagi. Walaupun sudah menginjak usia dewasa, tapi bagi saya (dan mungkin EXO-L lainnya), Kyung-Soo tetaplah si pendiam yang sering bertingkah seperti anak-anak. 
Ada beberapa hal yang membuat saya betah kagum dengan Kyung-Soo hingga saat ini. Nanti akan saya ceritakan (keep reading, btw. lol). Dan harapan saya untuk Kyung-Soo: tetaplah menginspirasi, lakukan hal apapun yang kamu ingin lakukan selagi itu baik untukmu dan masa depanmu (what ?), lakukan seluruh karyamu dengan sepenuh hati, tetap bahagia dengan EXO, makanlah makanan yang sehat, cukup istirahat dan jadilah seorang Kyung-Soo jika kamu sedang tidak didepan kamera. 
Naneun hangsang neoleul jongyeong hal geos-ida. (source: Google Translate).
고맙습니다 .
xoxo, IndI
0 notes
indioctav · 8 years ago
Photo
Tumblr media
Resolusi 2018?
Ditemani segelas jus alpukat dan satu cup mie instan rasa kari ayam pedas, serta sebuah foto kaki yang menggambarkan posisi santai, marilah kita berbicara sedikit tentang 2017 dan lebih banyak ke 2018.
Tahun 2017 bagi saya pribadi menjadi tahun pembuktian diri. Salah satu Rollercoaster ter-ekstrim didalam hidup setelah tahun 2015. Banyak naik-turun yang tidak terduga. Senang dan sedih silih berganti bahkan dalam hitungan detik saja. Banyak orang-orang yang hadir dalam perjalanan saya di 2017 untuk mengajarkan sesuatu hal yang berharga. Well, kalau ibaratkan kerja dikantor, tahun 2017 itu adalah tahun tersibuk dan terbanyak “death line”. Alhamdulillah, Maha Besar Allah semua dapat dilewati dengan baik.
Memasuki tahun 2018, seakan “akan” meraih rewards dari segala bentuk perjuangan di tahun 2017 dan sebelumnya, berikut beberapa resolusi menyenangkan ditahun 2018 yang saya usahakan terwujud satu-persatu:
Seminar dan Wisuda Sarjana. Impian saya sedari 2011, menjadi alumni Universitas Telkom. Setelah 7 tahun lebih menunggu, saatnya tahun ini saya mewujudkannya. Hmm, kebaya hitam dengan bawahan batik lucu juga ya ?
Memperbanyak cap di buku pasport. Awalnya luar negeri cuma bisa saya lihat lewat instagram dan youtube. Namun semua berubah sejak tiket promo menyerang dan buku pasport sudah ditangan. Tahun ini, sebagai bentuk apresiasi terhadap diri saya sendiri, saya merencakan untuk “berjalan-jalan” dibeberapa negara. Tidak usah jauh-jauh, yang dekat Indonesia dulu saja. Salah satunya akan terwujud diakhir Januari nanti. Yay!
Sholat tepat waktu. Yang tersulit sebenarnya bukan meluangkan waktu untuk sholat, tapi mengumpulkan niat untuk sholat. Ditahun ini, salah satu resolusi penting yang harus terwujud adalah sholat diawal waktu. Semoga dengan awalan ini, untuk tahun-tahun selanjutnya juga bisa merubah aspek-aspek lainnya.
Bertemu teman bukan untuk sekedar hidup. Nah, ya begitu hehe.
Diterima bekerja di perusahaan posisi favorit. Mungkin beberapa orang bertanya-tanya “Kenapa sih niat banget kuliah lagi? Umur udah segini juga…” Jawabannya, ya ini. Posisi favorit? Yup! Dimanapun perusahaannya nanti, asalkan bekerja pada divisi yang disukai, tentu akan sangat menyenangkan. Sebagai resolusi terakhir tahun ini, saya ingin mendedikasikan sisa umur saya untuk mengabdi pada perusahaan yang “tepat”. Agar bisa hidup enak, tidak cuma resepsi digedung, honeymoon di Maldives dan beli mini cooper.
Nah kira-kira begitulah gambaran tahun ini. Apapun resolusinya, asalkan diawali denga niat yang baik dan usaha yang keras, tidak akan tidak mungkin untuk terwujud. Semangat 2018!
01 Januari 2018
-INDI-
0 notes
indioctav · 8 years ago
Photo
Tumblr media
Hari Mama.
Walaupun terlambat satu hari, tapi izinkan saya untuk mengucapkan Selamat Hari Ibu, seluruh Ibu-Ibu tangguh dibelahan dunia manapun. Dan tentu saja, untuk wanita yang tampil cantik di foto ini dengan rambut kuncir dua, Mama.
Karena, saya memanggil beliau Mama, marilah kita analogikan Hari Ibu ini sebagai Hari Mama, hehe.
Dulu, ketika masih zaman-zaman belum tau apa makna seorang Mama sebenarnya, hari Mama bagi saya bukanlah sesuatu yang berkesan. Bukanlah sesuatu yang harus dirayakan, karena ya, itu hanya Mama. Mama yang setiap pagi saya temui, yang wangi masakannya tercium hingga kamar, yang menggunakan daster dan sendal jepit keluar masuk rumah (karena beliau mengidap penyakit reumatik), yang setiap minggu pagi sibuk mengurusi tanaman-tanaman dipekarangan rumah hingga jelang dzuhur, yang selalu menelepon saya ketika telat pulang kuliah. Ya, hanya Mama. Rutinitas itu berulang setiap harinya hingga saya lupa, beliau Mama dan beliau beranjak tua.
Selama hidup, Mama memegang peranan penting dalam keluarga. Mama yang notabene adalah seorang anggota militer, didalam keluargapun menjadi pribadi yang sangat tegas. Beliau memegang kunci terlaksananya suatu program atau tidak. Misalkan: Jalan-jalan keluarga, membeli perabotan baru, memposisikan barang-barang dirumah, mengatur lalu-lintas keuangan, dan lain sebagainya. Jika Mama berkata “Ya”, maka terjadilah. Tapi jika Mama berkata “Tidak”, maka pupuslah harapan.
Dan tidak sampai disana saja, Mama juga memegang peranan penting dalam terbentuknya karakter kami, anak-anaknya. Beliau mengarahkan kami dalam berbagai hal. Dalam pola belajar, pergaulan, bermain hingga memilih pasangan. Mama sangat vokal jika berurusan dengan masalah-masalah ini. Ya wajar saja, kami hanya berdua, sepasang pula.
Karena sedari kecil sudah diarahkan, semua serba teratur, sulit memang jika harus terlepas dari Mama. Dititik ini, saya sadar betul bagaimana saya amat sangat bergantung pada Mama. Masih ingat, ketika Praktek Kerja Lapangan di salah satu Industri di Bandung. Itu adalah kali pertama bagi saya jauh dari Mama dalam waktu yang lama. Hampir setiap hari saya menelepon menanyakan ini itunya, seperti: cara memilih sayuran, beras, bumbu-bumbu, harga bahan pokok, harga laundry sampai harga diri (haha, bohong). Tiga bulan di Bandung kala itu benar-benar hectic. Sampai akhirnya, saya menelpon Mama (sambil menangis) dan bilang “rindu Mama, mau pulang aja”. 
Ya begitulah, Mama. Hingga saat beliau beranjak tua, saat terakhir beliau ada, semua masih diatur. Mama tidak pernah menunjukkan sisi lemahnya, tetap jadi sosok yang tegas. Bahkan untuk dirinya sendiri. Tidak pernah ada satupun kata-kata mengeluh yang terdengar. Sakit yang beliau rasakan, beliau jadikan senyum. Agar kami anak-anaknya tidak ikut merasakan apa yang beliau rasakan saat itu. Ketika saat terlelah beliau datang, saat beliau benar-benar sudah berpasrah dengan keadaan, bukan sumpah-serapah yang kami dengar. Tapi hanya kata-kata pendek “Mudah-mudahan Mama bisa cepat pulang ya. Udah bosan di Rumah Sakit terus”.
Sebagai seorang calon Mama, sekarang saya paham apa makna Hari Mama itu sendiri. Bukan suatu perayaan, tapi suatu penghargaan. Selama ini, saya jarang sekali memberi beliau penghargaan. Lelahnya, keringatnya, airmatanya, kasih sayangnya, dan doanya mungkin tidak akan pernah bisa terbalas bahkan dengan saya bersujud ribuan malam sekalipun. Sekarang Mama sudah bahagia, ditempat yang paling baik. Dan sekarang juga, saatnya bagi saya memberi beliau penghargaan. Bukan dengan ucapan selamat, bukan dengan postingan seperti ini, tapi dengan penghargaan yang paling tinggi, yang dapat menembus jarak dan dimensi, yaitu: Doa. Selamat Hari Mama, Ma. Al-Fatihah.
Indri Octavellia, 2017.
0 notes
indioctav · 8 years ago
Text
Lets Talk, part 1
Too much things happened in 2 years backward. Ups and downs, take turns. And dont you mind? I’m grateful being who i am today. Well, God never get wrongs about you. So, here is a little Questions and Answers about me:
Q: Where are you today ?
A: Today (12, 23th) i’m sitting on my dormitory. Yep, finally i choose to continue my study. Last time (08, 2015), i think i wont get this chance, lol. I choose Telkom University, Bandung. Now, i’ve past 3rd Semester and waiting for final test to get my Bachelor degree.
Q: What did you do during 2 years backward ?
A: Nothing, lol. I mean, nothing special. I just take a job as Banker in CIMB Niaga for about a year and then, here i am today.
Q: Still loves photography ?
A: Of course, yes. So that’s why today i reactivate this blogs. I think i have more leisure time, lets make something!
Q: Delete all of your posts on instagram? Why ?
A: To make a new great feeds, i think. Lol, no. Instagram had so much memories. Yes, sometimes i want to forget. More of them is about my Mom. It isnt like i want to forget my Mom and all of her memories. But, more of those posts are happened in last day, before she said good bye. And i wont remember this part again, so thats why i did.
Q: Okay, last. What about someone specials?
A: —your internet connection is unstable —
So, thats all for today. See you!
-INDI-
0 notes
indioctav · 8 years ago
Text
Welcome back!
Yuhuuuuu, its glad to be back! Almost 2+ years since my first post. Welcome back to this beautiful yet simple blogs. I will update, soon.
See you!
Emma Watson (without her prince)  🌸
Tumblr media
0 notes