Tumgik
kairas-world · 2 years
Text
Note from my life
Dikumpulkan dengan banyak orang dalam suatu komunitas dengan sifat yang berbeda dan pemikiran yang berbeda bisa menjadi sebuah keuntungan dan juga ujian, keuntungan untuk belajar dengan orang-orang baru, dan ujian untuk beradaptasi dengan yang lainnya.
7 notes · View notes
kairas-world · 2 years
Text
Tumblr media
3K notes · View notes
kairas-world · 3 years
Text
“Bencilah kesalahan dan jangan pernah membenci mereka yang berbuat salah, marahlah kepada maksiat dan maafkanlah mereka yang berbuatnya. Kritiklah suatu pernyataan akan tetapi hormatilah yang berkata, karena sesungguhnya kepentingan kita adalah menghilangkan penyakit dan bukan yang sakit”
— Habib Salim Segaf Al Jufri
267 notes · View notes
kairas-world · 3 years
Text
Tumblr media
Dulu sekedar hafal dan tahu artinya, tanpa tahu maksud sebenarnya.
Memang benar adanya ketika kita melakukan hal buruk ato bisa dibilang maksiat, tak lama kemudian Allah akan menunjukkan kemurkaannya. Kemurkaan yang Allah tunjukkan melalui kemarahan dari orang tua kita, bahkan membuat hubungan kita dengan orang tua menjadi renggang.
Semoga kita selalu dijauhkan dari hal yang menjerumus ke arah kemaksiatan, Aamiin.
1 note · View note
kairas-world · 3 years
Text
Boleh saja jika kamu ingin mengaguminya, namun jangan mudah menjatuhkan cintamu!
1 note · View note
kairas-world · 3 years
Text
Nafsu itu perlu dikontrol bukan selalu dituruti.
0 notes
kairas-world · 3 years
Text
Nyatanya menyamakan langkah dengan orang yang berbeda tujuan dengan kita memang perlu pengorbanan.
0 notes
kairas-world · 3 years
Text
minta sama Allah!
Kalau dulu saya pernah mendengar nasihat Ustadz Yazid, bahwa kalau kita ingin sesuatu, kita minta sama Allah. 
Dan meminta itu bukan minta yang terbaik, tapi minta yg Kita inginkan, di situ lah rukun pertama roja tadi, berharap. 
Lalu kita pun berdoa dengan bersungguh2 dan berusaha, untuk memenuhi rukun kedua, Khouf, saking bersungguh-sungguh-sungguhnya sampai takut tidak terwujud. 
Insya Allah, kalaupun yang terjadi sebaliknya kita ga akan kecewa, di situlah rukun yg ketiga muncul, hubb atau cinta dengan ketentuan Allah. 
Kok bs ga terkabul malah “seneng”? Karena kita sudah melakukan apa yg harus kita lakukan. Apakah sama orang yg ga usaha dengan yg usaha? Tentu tidak. Orang yg ga usaha sudah tahu akan kecewa sejak awal. 
Tapi orang yg usaha ketika tidak berhasil akan kecewa saat itu aja. Selebihnya dia akan menerima ketentuan Allah, dan dia yakin ini yang terbaik buat dia.
maa syaa Allah :’)
itu nasehat teman saya beberapa tahun yang lalu, yang saya simpan di notes hp.
2K notes · View notes
kairas-world · 3 years
Text
Cinta
Saya sedang meresapi, bagaimana seorang anak manusia belajar tentang cinta. Cinta adalah sesuatu yang abstrak, tapi harus bisa dirasakan dalam bentuk sekonkret mungkin. Senyata mungkin. Sebagai orang tua, tidak mudah men-deliver perasaan cinta yang begitu abstrak pada anak yang cara berpikirnya masih serba konkret.
Mungkin karena itu, menjadi orang tua tidak pernah mudah. Apapun yang dilakukan orang tua bisa disalahtafsirkan oleh anak. Maksud baik tidak cukup untuk membuat anak merasakan cinta orang tua yang sebenarnya begitu besar.
Yang sulit bukanlah mencintai anak-anak, tapi membuat anak-anak merasa dicintai. Beti, beda tipis. Mencintai anak, biasanya pakai persepsi subjektif. Memasakkan menu sehat, membelikan hadiah, menyekolahkan, dll., lalu merasa sudah mencintai anak. Sedangkan membuat anak merasa dicintai lebih objektif. Lahir dari kebutuhan anak. Ada proses mengamati di situ. Ada proses berpikir tentang apa keinginan anak dari kita. Ada evaluasi. Bentuk konkretnya, misalnya hadir memberi tempat nyaman ketika anak sedih, tetap menemani ketika anak marah (dalam hal ini, itu sesuai dgn kebutuhan emosi anak).
Tugas kita, orang tua, bukan mencintai anak, melainkan memastikan bahwa anak merasa dicintai. Caranya dengan membangun dialog, ngobrol, banyak bertanya, banyak memancing supaya anak bercerita tentang keinginannya dan perasaannya. Pernahkah kita bertanya, apakah anak sudah merasa dicintai oleh kita? Seringkali kebutuhan mereka sederhana, misalnya, ditemani saat tidur, bermain bersama di halaman, dipeluk, didengarkan saat ia berceloteh, atau sekadar diceritakan tentang pengalaman lucu tentangnya saat bayi. Tapi orang tua sering berpikir terlalu jauh.
Anak-anak sebenarnya adalah pembelajar hebat. Termasuk dalam urusan mengenali cinta ibu dan ayahnya. Saya mengamati bagaimana anak pertama saya, Kakak Aufina, belajar soal itu. Setiap anak punya ritual khusus sebelum tidur. Waktu bayi, mungkin cinta menurut Kakak Aufina adalah saat saya menyusuinya. Makanya ritual wajib sebelum tidur adalah menyusu. Tapi, ia mengalami bahwa itu tidak selamanya. Ia mesti berhenti menyusu. Tentu tidak mudah, karena dia telanjur memahami bahwa itu adalah bentuk cinta ibu satu-satunya.
Setelah disapih, ia pun belajar bahwa meski sudah tidak menyusu, ibunya tetap mencintainya dengan cara lain. Misalnya, dalam bentuk tepukan-tepukan atau usapan-usapan di punggungnya menjelang tidur.
Sekarang, ketika ia mesti berbagi orang tua dengan adiknya, ia terlatih untuk naik kelas ke level cinta yg lebih tinggi. Misalnya dengan memberi ruang agar ibunya menyusui adiknya. Sedangkan dia nampak sudah merasa cukup dicintai dengan berpegangan tangan dengan ibunya sebelum tidur.
Lambat laun, ia akan melihat bahwa cinta ibunya bisa tetap ada, meski dalam kondisi berbeda. Di tingkat cinta yang lebih tinggi, dia akan tetap bisa merasakan cinta ibunya meski tidur di kamar yang terpisah dari ibunya.
Lebih jauh lagi, di tingkat yg lebih tinggi, entah kapan waktunya, semoga dia tetap bisa merasakan cinta ibunya meski sudah terpisah dimensi dan waktu. Di titik itu, mungkin cinta menjadi sangat abstrak. Tapi semoga tetap bisa terasa olehnya.
Mungkin, cinta kepada siapapun akan selalu begitu. Berawal dari konkret, menuju pemahaman yang lebih abstrak. Termasuk kepada Allah. Awalnya kita merasa dicintai jika diberi sesuatu yang konkret. Lambat laun, kita pun belajar bahwa cinta-Nya tak hanya itu. Cinta-Nya tak perlu bukti apa-apa. Kita hanya perlu merasakannya, semudah bernapas.
300 notes · View notes
kairas-world · 3 years
Text
Aku sudah tidak ingin membenci lagi. Perihal keadaan, atau perihal apa pun. Semua hanya membuatku kebingungan memahami diriku sendiri. Setiap pertentangan, setiap perselisihan, dan setiap kemarahan itu, sejujurnya hanya berasal dari pikiranku sendiri. Aku tidak bermasalah dengan apa pun dan siapa pun. Ya, hanya dengan pikiranku.
—ibnufir
313 notes · View notes