Tumgik
kataipat · 4 years
Text
Elegi daun jarak
Hari ini hari rindu
Jarak tak terbeli
Aku harus ke balai
Membeli daun jarak
Beberapa helai
Nanti sesampai di rumah
Yang ornamen lampunya adalah nyala rinduku,
Aku akan merebus daun jarak itu
Nanti saat direbus
Aku akan menungguinya di depan tungku
Aku menunggu gelegaknya yang menjelma suaramu
Aku akan menatap uapnya yang membentuk wajahmu
Siapa tau kau akan mengajakku berbual perihal temu
Nanti setelah air daun jarakku matang
Akan kubalur sekujur tubuhku dengan air rebusannya
Dan juga keningku
Yang melulu mengingat kamu
4 notes · View notes
kataipat · 4 years
Text
*Menulis ingin
Kekasih
Hari-hari lelah ini kepada siapa aku akan mengadu
Kepada dinding kamarku atau kepada suara-suara penat orang-orang lalu
Kekasih
Rindu yang pilu ini kepada siapa hendak ku kirimkan
Kepada angin lalu ataukah kepada dingin yang kian merambat ke bawah bantalku
Kekasih ....
1 note · View note
kataipat · 4 years
Text
Seperti ...
Pulang, peluk sperti apa yang paling romantis selain lingkar lengan sendiri saat hati benar-benar iba?
Pergi, langkah kaki seperti apa yang paling puitis saat kepergian adalah untuk kembali pulang yang sesungguhnya?
Singgah, angin lalu seperti apa yang paling manis untuk menitipkan salam saat sungguh benar-benar akan ditata?
Menepi, dermaga seperti apa yang mampu menelan kenangan yang nyaris tak putus-putusnya?
Aku berada pada seperti-seperti yang tersesat di rimba-rimba; kelam, sebatang kara, sunyi tak bersuara...
0 notes
kataipat · 4 years
Text
*sajak seorang buta*
Malam tenggelam di matanya, pagi redup, siang tak pernah hidup.
Cahaya adalah barang tak terbeli
Warna harganya mahal sekali
Lamun tak pernah sepi; dunia digambar oleh pikiran sendiri
Di dadanya yang tua, mata hati tak pernah buta
Suatu malam seorang buta keluar mencari suara yang liar di bising kepalanya
Langkah kakinya amat pasti
Ia melangkah meraba ingin, menyisir dingin, memeluk angin
Suara-suara menjauh
Ia kehilangan kendali, berhenti dan menciptakan suara lagi di kepalanya
Malam ini ia tidur tak kesepian
Sepi telah subur di kepalanya
Sepi yang ia tidak tau kepada siapa akan ia bagi
Malam membengkak
Ia merebah dalam dirinya sendiri
Memejam dan menemui warna warni
Kencannya harus berhasil malam ini.
0 notes
kataipat · 4 years
Text
“Kesalahan terburuk dari beberapa orang adalah masih tetap mencintai seseorang yang sudah merasa bahagia karena telah melepasnya.”
— (via mbeeer)
946 notes · View notes
kataipat · 4 years
Text
*Kehilangan, tidak kehilangan* Bicara perihal kehilangan, di kepalaku bergelayut sebuah tanda tanya besar. Manakah yang lebih pedih kehilangan sesuatu yang sudah lama kau genggam atau kehilangan sesuatu yang sama sekali tak pernah kau sentuh? Menurutku apapun bentuk kehilangan, perayaan patah hati masing-masingnya pasti berbeda. Bisa saja patah hati kehilangan sesuatu yang pernah kau genggam tak semeriah (baca: sepedih) patah hati saat kau kehilangan sesuatu yang sama sekali tak pernah kau sentuh. Namun sesuatu yang pasti menurutku yaitu hari-hari setelah kehilangan adalah hari-hari sendu, kenangan akan dihapus ragu-ragu; antara kau masih ingin mengingatnya atau tidak. Hari-hari setelah kehilangan adalah hari-hari sepi, hati akan ditata kembali; mencari diri sendiri. Hari-hari setelah kehilangan adalah hari-hari sunyi, air mata mengalir terus menerus di tebing pipi; sampai waktu yang tak dapat kau pahami. Hari-hari setelah kehilangan adalah hari-hari rindu, bayang-bayang akan betah di hadapanmu tanpa ragu; menilik pergantian hari yang penuh haru.
0 notes
kataipat · 4 years
Text
“Terkadang, yang paling baik dan yang paling tulus adalah apa-apa yang tak diucapkan.”
— (via mbeeer)
1K notes · View notes
kataipat · 4 years
Text
Seseorang tidak selalu membutuhkan saran. Terkadang mereka hanya butuh raga untuk ditemani, telinga untuk didengarkan, dan hati yang tulus untuk mengerti mereka.
Sini.
Arief Aumar Purwanto
230 notes · View notes
kataipat · 4 years
Text
Sudah ku coba beberapa kali berlindung dari reruntuhan tangis di peluk orang lain.
Namun benar saja, hal paling damai dan nyaman adalah kembali pada peluk sendiri.
0 notes
kataipat · 4 years
Text
Liburan lagi lebaran di kepalaku
Mereka sibuk sungkeman
Aku taat rebahan
Mereka makan lontong
Aku makan omong kosong
Mereka pakai baju baru
Aku sibuk mengumpat, asu
0 notes
kataipat · 4 years
Text
Sama sekali sama
1/2
Malam sudah membangkai di atap rumahku, dingin sudah menggigil dalam dekapku. Sekarang aku taruh buku karangan Budi Darma yang hampir rumpang ku baca di atas karpet, sembarangan. Aku putuskan berbaring saat jam di layar handphoneku menunjukkan angka nol dua lewat lima puluh menit. Aku menarik selimut, memeluk guling dan berusaha memejamkan mata. Agar aku mendapatkan kantuk yang ku cari dalam picingku, ku goyang-goyangkan kaki kananku, ku harap aku santai dan rileks menghadapi tidur nantinya. Menit demi menit, hingga jam menunjukkan pukul tiga lewat tiga puluh menit dan aku masih belum terlelap. Ku lempar pandanganku pada setiap sudut-sudut kamar. Fikiranku bertandang. Aku teringat tiga tahun yang lalu, aku selalu sehat empat hari dalam seminggu dan tiga hari selebihnya aku demam, menggigil, kedinginan. Padahal kota padang adalah tempat yang terkenal dengan suhu panasnya. Sesekali demam dan gigilku tak tertahankan, aku beli obat dan beberapa kali pergi ke rumah sakit dan ujung-ujungnya mendapat obat pereda demam. Aku lelah, aku putuskan menahan rasa sakit yang sama sekali rutin ku rasakan. Pada akhirnya semester penghabisan datang. Di hari-hari biasa aku kuliah dengan sangat biasa, baik dalam keadaan sehat ataupun dalam keadaan tidak sehat. Namun semuanya tampak biasa saja. Orang-orang tidak mengetahui aku sedang kurang sehat selama aku kurang sehat. Jadilah aku hanya memendam sendiri apa yang aku rasakan. Hingga akhirnya ujian terakhir datang, mata kuliah seluruhnya di semeter itu ku habiskan dan sudah ku selesaikan. Aku keluar ruangan, namun sekarang ada yang berbeda. Aku pusing, lelah dan tak kuat berjalan, akhirnya aku dibopong teman-teman. Aku pulang. Hari itu juga aku berangkat ke kampung halaman dengan keadaan tidak stabil. Di rumah, aku demam, menggigil berkepanjangan. Aku dibawa ke rumah sakit dan akhirnya dirawat intensif. Aku menahan sakit selama satu tahun. Setelah sembuh, aku kembali ke padang dalam keadaan sehat dan lebih segar. Aku lewati hari demi hari seperti biasa. Pada saat yang aku sudah lupa, batuk menyerang ku bertubi-tubi, tidak berdahak, tapi perih di tenggorokan. Aku tahan, ku pikir "ah ini hanya batuk biasa". Segalnya ku lalui dengan batuk yang tak lagi pernah berhenti. Batuk meradang saat malam kian datang. Aku acap kali tak bisa tidur, tapi tetap ku sepelekan. Badanku mulai lagi panas dingin dan menggigil. Ku rasa penyakitku kembali. Namun aku tahan. Hingga di sebuah malam, aku berfikir aku terkena penyakit paru-paru. Namun fikiran itu langsung ku buang. Yang aku miliki hanya keyakinan bahwa aku akan baik-baik saja. Setelah itu batuk ku bawa kemana-mana, tidak berdahak dan normal saja. Dua tahun berlalu, batukku tak kunjung reda ditambah dengan badan panas dingin tiga hari dalam seminggu dan empat hari selebihnya baik-baik saja. Suatu hari yang aku tak ingat tanggalnya, aku tak kuat lagi, aku tergerak ke klinik. Aku mendaftar dan aku diperiksa. Hingga akhirnya aku benar2 jatuh sakit, dilarikan ke rumah sakit, di beri oksigen, diinfus, dironsen dan tidak sadarkan diri. Aku lelah, tak ada daya, aku mersa hari itu adalah hari terakhirku melihat dunia.
2/2
Aku pulang, berbaring di atas kasur dan mengumpat betapa panasnya cuaca hari ini. Dalam lelah, aku sedang jatuh cinta dan menyembunyikan perasaan yang masih baru tumbuh. Ku biarkan saja ia tumbuh. Sesekali ku bayangkan dia tersenyum. Aku makin jatuh cinta. Jatuh cintaku hanya bermodalkan bayangan senyumnya yang selama ini hanya satu kali dilemparkannya padaku. Hanya itu yang akan ku jadikan kenangan apabila rasaku sudah mati untuknya. Hari demi hari kubiarkan rasa ini tumbuh, tak ku hiraukan juga tidak ku pedulikan. Lama kelamaan perasaan ini kian membesar, menutup segala ketidakpedulianku. Bayang-bayang senyumnya semakin lama semakin menggerayangi kepalaku, berputar seperti bianglala di angan-anganku. Aku biarkan saja, aku nikmati saja. Aku tak akan mengatakan padanya tentang perasaanku, tak akan sedikitpun menyapanya, tak akan meminta batuannya agar cintaku berdiri dari jatuhnya. Aku diam, aku pendam, aku simpan. Pada suatu malam, hatiku jatuh sakit. Aku mendapati dia tengah memikirkan orang lain, perempuan lain yang bukan aku. Aku sakit. Cintaku sakit. Sesekali aku amati, dia masih sendiri. Aku biarkan dia berlalu tanpa harus tau semakin hari cintaku semakin besar untuknya juga semakin hari hatiku semakin meradang karena aku tau cintaku tak akan pernah mendapat balasan, darinya.
0 notes
kataipat · 4 years
Text
Diam
Sesekali aku genit membuka feed instagrammu. Melihat lihat senyummu, memandang potret wajahmu, mengamati hasil jepretanmu. Aku tau itu sangat membosankan, namun apa lagi yang harus aku lakukan untuk melabuhkan rasa yang aku pun heran mengapa bisa tumbuh.
Tuan, aku tau kau tak terjangkau oleh lenganku, aku tau kau tak tergapai oleh anganku. Dan aku juga tau kau tak akan pernah jatuh cinta padaku. Namun setelah aku tau segala ketidak mungkinan itu, aku malah semakin hari semakin iri pada angin yang menyentuh kulitmu, pada gedung-gedung yang kau potret, pada daun-daun yang seakan tumbuh di lensa kameramu, pada pemandangan yang menyuruk di galeri handphonemu. Aku iri, mengapa bukan gambaran diriku yang kau taruh dan kau simpan disana.
Begini, aku jatuh hati padamu, namun begitulah aku, hanya mampu memandangi punggungmu. Aku sama sekali tak akan pernah ada dalam daftar keinginanmu. Aku hanya mampu jatuh hati, namun tidak pada mengungkapkannya. Maka jadilah aku begini. Aku jatuh hanya sekedar jatuh, tak akan ku mintai pertolonganmu untuk berdiri. Aku jatuh hanya sekedar jatuh, tak akan aku bersuara memanggil namamu. Aku jatuh hanya sekedar jatuh, tak akan aku paksa kau menoleh ke arahku. Teruslah kau jadi musafir atas segala sesuatu yang kau cari. Biarlah aku mencintaimu dengan caraku sendiri, mencintaimu; diam sekali
1 note · View note