Text

Bogor, 2022
Mungkin dari kita memiliki lagu yang tetap kita simpan di dalam telpon genggam kita, meski jarang kita dengarkan namun entah mengapa kita enggan untuk menghapusnya.
Kita menciptakan mesin waktu dalam ingatan kita, kita bisa melompat jauh ke masa lalu hanya dengan aroma parfum, lirik lagu yang tak sengaja kita dengar, atau saat kita melihat foto yang kembali dimunculkan oleh aplikasi media sosial kita.
Tapi pada akhirnya, ingatan hanya akan menjadi sekedar ingatan. Ia pernah menjadi paling riuh di kepala, hingga perlahan tersamarkan dan menghilang.
…..
Bogor seketika hujan, seperti sore ini saat kami melaju di atas motor, untunglah kami segera menemukan tempat untuk berteduh dari hujan yang kian deras. Tujuan kami masih jauh dan akupun tidak tau kami akan ke mana, dia hanya bilang ingin melihat tempat yang ia lihat di Instagram.
Hujan kian deras, hingga kami berpikir kami akan terjebak di sini hingga malam. Ah tak mengapa. Segelas energen hangat dan pop Mie saja sudah cukup kan? Haha pastinya tidak; akupun penasaran dengan tujuan yang ia ceritakan. Sembari mengobrol soal pekerjaan masing masing, diselingi cerita-cerita saat dulu masih mahasiswa yang membuat waktu seakan tidak terasa.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan, meski sedikit gerimis namun rasa penasaran kami lebih besar. Sampai akhirnya kami tiba di sebuah tempat dengan pemadangan kota di bawahnya.
Tempatnya sederhana, berupa bangku kecil dan meja yang di tempatkan di pinggir jalan. Tidak banyak yang ke sini, mungkin karena terhalang hujan sore tadi, syukurlah setidaknya kami bisa lebih tenang tanpa ganggguan dari keramaian.
Mirip pas dulu di paralayang kan? Aku lagi kangen Malang, makannya pengen ngajak kamu ke sini. Hehe.. celetuknya dari belakang. Kami segera memarkirkan motor, mencari tempat duduk dan segera memesan camilan. Kami harus mengobrol dengan sedikit berteriak karena angin berhembus cukup kuat, bekas hujan tadi sore.
Ada momen ketika kami akhirnya berdiam, memandang jauh ke arah kota, tak ada ucapan kata kata dalam waktu yang cukup lama.
Aku kemudian berjalan ke arah warung, meninggalkan ia yang kini duduk sendirian untuk memesan minuman hangat. Katanya teh tawar hangat saja sudah cukup, sedangkan aku? Tentu saja air putih hangat.
Aku segera kembali, sembari berjalan pelan, aku melihatnya dari kejauhan. Ia tampak sedang memandang jauh ke arah kota dengan kelap kelip lampu malam nya. Entah apa yang ada di kepalanya akhir-akhir ini. Hingga ia ingin sekali ditemani untuk berjalan jalan. Kini aku sudah di sampingnya, ia masih menatap ke arah kota, kabel headset mengarah ke dalam kerudungnya.
Kamu lagi dengar lagu apa?
River flow in you. Yiruma
Kamu abis nangis?
Engga apa apa kok, air matanya kebanyakan. Jadinya tumpah.
Kamu mau putar lagunya sekali lagi? Tapi kali ini dalam pelukan ku.
Kemudian ia menyadarkan kepalanya, sambil menahan tangis sedari tadi ingin ia tumpahkan. Tak banyak yang bisa kulakukan dalam situasi seperti ini, sembari terus memikirkan sebab ia menangis.
“Aku kangen ayah, aku pengen ketemu ayah yang udah engga ada”
ucapnya singkat.
2 notes
·
View notes
Text

Ingatan
Jalanan yang kian sepi, udara kota perlahan menjadi dingin. Kita duduk berdua sembari menunggu pesanan kita datang. Tangan kita saling menggenggam, bibir kita mengucap rindu pelan-pelan.
Aneh ya? Bahkan saat bersamamu aku masih saja merasakan kerinduan. Aku tak ingin kamu pulang. Biar saja kita berkeliling kota hingga fajar menjelang. Katamu saat itu yang masih ku ingat hingga sekarang.
Sesaat kemudian kita melanjutkan perjalanan, entah kita akan ke mana, jajanan yang kita pesan belum sempat kita habiskan, kita terus berjalan dengan topik-topik sederhana yang kita bicarakan. Kata-kata yang kita ucapkan berjatuhan bersama legak tawamu yang terdengar dari belakang, aku tak ingin menghentikan motornya, selamanya cukup seperti ini saja, kau dan aku duduk berdua; tanpa jeda, di atas roda dua.
Dan pada waktu yang bersamaan ada bahagia dan pedih yang kita rasakan. Seolah kita paham, kita sedang mengikis waktu menuju kehilangan.
"kita harus menghabiskan makanan yang kita pesan di suatu tempat, udara malam sudah telalu dingin"
"iyaa, kamu ingin berhenti di mana?"
"di mana saja"
Aku tau, dia tidak terlalu menyukai makanan manis, sedangkan aku begitu menyukainya. Dalam hati aku seolah bertanya, sampai kapan kita bisa bertahan menikmati hal yang kitapun tidak menyukainya, demi seseorang yang kita suka? Entah, demi mencapai bahagia kadang kita juga mengorbankan bahagia.
Kami tidak menemukan tempat yang cocok untuk disinggahi, dan memutuskan untuk melahap semuanya di atas motor saja. Hahaha sudahlah biar kita nikmati saja, dan aku rasa ini cara yang cukup menyenangkan. Dan aku rasa ia cukup bahagia.
Cinta, waktu seolah memusuhi kita! Ia berlalu begitu cepat saat kita bersama.
Ada rahasia-rahasia kecil yang kita bicarakan, tentang kesedihan, tentang mimpi, tentang obsesi dan tujuan, dan juga tentang pelukan yang kau idamkan.
Sayangku, aku telah menerima seluruhmu, dan menyukai apapun yang ada pada mu, kecuali satu; aku tak menyukai air mata saat sedih mu. Maka jika tiba hatimu ingin bercerita, kemarilah! Waktuku akan selalu ada.
meski kau bukan segalanya, tapi bagiku kau nyaris segalanya.
Pada akhirnya, aku hanya ingin merebahkan kepalaku di dadamu, mendengarkan apakah hatimu masih membisikkan namaku. Meski perlahan namaku tersamar oleh nama baru, yang kini telah bersama mu.
Sayangku, aku masih mengingat mu dengan jelas, Suara mu saat memanggil namaku. Tatapan mata dan gerak bibir mu. Harum Scarlett baru mu. Senyum yang memenuhi galeri ponselku.
Aku merindukan mu, sungguh!
0 notes
Text
Sisa Percakapan
Kemarin malam kita sibuk bertukar pesan, beradu jemari di atas huruf-huruf yang tak tersusun rapi, entah apa saja yang telah ku ceritakan, kau yang di seberang sana hanya diam mendengarkan. Aku ingin seterusnya bercerita denganmu; seperti malam-malam yang biasanya kita lewatkan, walaupun aku tau percakapan ini hanya satu arah; berharap agar nantinya bisa engkau balas.
Aku masih membaca pesan-pesan kita dulu, walau tidak sering; hanya sesekali saat aku mengingat mu. Lucu saja saat ku baca, walaupun ada beberapa hal yang kita bicarakan yang membuatku geli saat membacanya, tapi cukup membuatku tertawa keheranan. Seolah kita adalah yang paling bahagia karena mencinta; walaupun nyatanya kita belum mengerti apa-apa.
Mengapa kau menghilang begitu saja? Tolong, kabari aku sesuatu.
Sayang.. maaf! mungkin saat ini aku sedang terlalu memelankolis memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi seandainya kau di sini. Ada begitu banyak tanyaku untukmu, semoga kau tak letih menjawabnya.
Dulu, kita sering membicarakan langit, tentang bintang-bintang, tentang galaxy dan juga tentang awan dan hujan. Kaupun beberapa kali memintaku membuatkan mu puisi, walaupun sekedar untuk kau unggah di insta story'. Tak apa, akupun senang melakukannya. Ohya, Aku masih menyimpan salah satunya.
---------
Pada langit yang menghitam perlahan.
Dan demi rindu yang kian tak tertahan.
Maka kulangitkan do'a - do'aku kepada Tuhan.
Agar kiranya Ia menguap bersama awan.
Hingga kau merasakannya dibawah derai hujan.
------
Kau pernah bercerita, tentang dunia sempurna yang kau impikan. Di sana cuaca akan senada dengan perasaan; cerah dikala senang, mendung dikala sendu dan hujan dikala rindu, hingga aku akan tau perasaanmu tanpa kau beri tahu. Tak bisa ku banyangkan bahwa mungkin aku akan sangat kerepotan menghadapi segala anomali cuacanya; sebab perasaanmu yang sering berubah-ubah. Syukurlah bahwa ini hanya sekedar cerita, ucapku dalam hati dengan leganya.
Kemudian aku mulai mengenang mu, menuliskanmu puisi dan ku doakan berkali-kali.
Aku pernah begitu sering mendoakan mu setiap malam, memintamu dengan sedikit memaksa kepada Tuhan, agar nantinya kau dan aku bisa menemukan jalan agar dipertemukan; tetapi nyatanya memang aku saja yang tak siap melihat kenyataan.
Sebab; selamanya kita takkan pernah siap dengan kehilangan,
Kata orang, kehidupan adalah sesuatu yang dipenuhi dengan hal misterius, sekaligus menyimpan banyak keanehan di dalamnya. Seseorang yang entah dari mana, dengan cara yang tidak kita ketahui; bisa menemukan mu, mengobrol dengan mu, menghabiskan begitu banyak waktu bersama mu, dan pada akhirnya menjadikan mu bagian darinya, seolah ia bertingkah seenaknya dan kau hanya bisa mengikuti semua kegilaannya; sebab kaupun dibuatnya bahagia.
Sebelum akhirnya kehilangan mengambil peran, kemudian mengubah haluan kehidupan. Dari asing kembali menjadi asing.
Pada akhirnya, kita hanyalah sebuah rumah singgah sebelum akhirnya menjadi rumah tinggal, dan pada diri kita yang pernah menjadi bagian dari orang lain, mungkin ia tengah dikenang seseorang, dibuatkannya puisi, lagu-lagu; atau mungkin nama kita telah terhapus dari sampul buku, yang pernah ia sebut sebagai rencana hidup bersama mu.
1 note
·
View note
Text

Di antara hujan
Gelap merambat, hujan perlahan datang mengguyur kaki langit. Perjalanan ini akan sedikit sulit pikirku. Dingin, basah, tarik-ulur semangat dan beberapa hal lain yang memperberat perjalanan. Ah tak mengapa, sejak kapan perjalanan menjadi benar-benar mudah?
Hari akan berganti malam, kabut kian menghitam, kita harus melangkah lebih cepat.
Di bawah rinai hujan, aku berdoa sejenak; agar kiranya Ia menyisipkan cinta di antara derainya. Agar kami diberi-Nya selamat, agar perjalanan di beri-Nya Rahmat.
Bagiku hujan tak pernah benar-benar reda, ia hanya berpindah; membawa basah pada dahan, pun juga pada kenangan. Memoriku menyeruak, merambat keluar pada celah-celah ingatan. Tentang bahagia yang pernah berteduh dibawah derai hujan.
Kasih, dengan segenap sikap pasrah. Aku melarung doaku untukmu di antara gunung dan lembah, agar kiranya ia cepat di ijabah. Semoga pada akhirnya kita dipertemukan dalam ikatan yang sah.
1 note
·
View note
Text

Jarak
Ada kekosongan, di mana kita entah harus berbicara apa (lagi); sepertinya kita sudah bercerita tentang semuanya. Namun seperti bimbang; kau memintaku agar mengantarkan mu pulang.
Gelas-gelas kopi kita telah kosong, dan kedai akan segera tutup. Aku dan kau terdiam cukup lama sembari menunggu struk tagihan datang. Aku melihat ke arah mu; namun kau melihat ke arah yang begitu jauh. Ragu mulai terlihat di bola mata mu.
Haruskah kita pulang?
Ayo berkeliling sebentar! begitu pinta mu, seolah tidak perduli dengan gerimis yang kian deras; kita melaju membelah jalanan Jakarta yang begitu lengang. Beberapa gedung sudah memadamkan lampu. Malam sudah terlalu larut.
Aneh ya, meski tanpa kata, kita betah berlama-lama.
Sayang, jika kau butuh ruang, pulang dan istirahatlah. Besok atau kapanpun itu, aku ingin kau terbangun dengan rasa yang telah pulih.
Jika kau butuh bicara, kemarilah! Aku akan tetap ingat tempat dan menu kesukaan mu.
..
1 note
·
View note
Text

Entah
Hari ini cukup melelahkan, sore itu Jakarta menjelma lautan manusia-manusia yang menyebalkan, aku berusaha agar tidak peduli, walaupun sulit, aku berusaha untuk tidak peduli sama sekali.
Hari ini aku sengaja meninggalkan motorku di kantor, pulang dengan kereta mungkin akan sedikit memberi suasana baru. Stasiun karet jam 6 sore. Semua orang terlihat begitu terburu-buru mengejar kereta, aneh; kenapa mereka begitu tergesa saat pulang? seolah tidak boleh semenit-pun terlambat, tapi saat berangkat begitu banyak alasan untuk menunda. Aaah iyaa, memang sulit agar tidak memikirkan urusan orang lain.
.. Aku naik kereta selanjutnya saja.
Sudah dua tahun ini playlist ku penuh dengan musik-musik genre low-fi dan beberapa musik indie, cocok saja dengan kehidupan di Jakarta, seperti menggambarkan bahwa ada jutaan orang yang hidup dengan mengesampingkan rasa, bahwa tuntutan hidup jauh lebih realistis daripada sekedar urusan hati dan perasaan.
Entahlah, sejak kapan sesuatu yang menyambung hidup bisa merenggut bukti bahwa manusia adalah mahluk hidup?
Rasa terenggut; demi urusan perut.
Kereta tiba, ratusan orang merangsek masuk. Ditengah himpitan penumpang rasa rasanya tidak terlalu buruk untuk berdesakan seperti ini, nyatanya kami semua sama, buruh yang bersimbah lelah, yang saat pulang pun masih memikirkan segala macam tuntutan pekerjaan.
Tidak ada gurauan dalam kereta sore itu, kami semua diam, sibuk berangan, sibuk dengan perangkat digenggaman, sebagian lainnya tertidur kelelahan.
Dalam hati sebenarnya aku belum terlalu ingin pulang, rasanya sama saja; dalam kamar itu tak banyak yang bisa kulakukan, tidak ada siapapun di sana. Bagiku, kata pulang tak lagi terdengar menyenangkan.
Tak berselang lama keretapun berhenti di stasiun Sudirman, ku putuskan untuk turun saja, kebetulan di dekat sana ada kedai kopi yang ingin ku coba. Sembari berjalan perlahan menuju kedai, kutemui suasana yang cukup berbeda, terselip beberapa tawa dan canda diantara mereka, mereka yang bersantai dan beberapa sibuk berfoto dengan latar lampu-lampu warna warni itu. Ternyata Jakarta tak selalu tentang hal buruk.
Diantara begitu banyak persoalan, besar atau kecilnya; kita tak selalu tau bagaimana kita akan bertahan, tapi kita hanya memiliki satu pilihan, agar terus hidup; karena kita adalah manusia yang harus tetap melanjutkan kehidupan dengan memegang teguh pengharapan.
Aku batal ke kedai, lalu memutuskan untuk naik MRT ke arah Blok M. Hati kadang tidak bisa ditebak, bahkan oleh kita pemiliknya.
Bahwa hati; Kita hanya berkuasa untuk memilikinya, namun untuk mengendalikannya butuh ekstra tenaga.
Bersambung...
1 note
·
View note
Text

Teras Senja
Ada yang tak kunjung selesai dalam perasaanya, beberapakali gadis itu terlihat tidak fokus mengikuti perbincangan kami sore itu. Wajar saja, gadis seusianya mungkin punya banyak hal yang ia pendam dalam hati dan pikirannya.
Dalam jiwa yang terkenal dengan idealismenya, kami adalah sekelompok mahasiswa yang sedang sibuk mempertanyakan banyak hal. Katanya.. demi kepentingan negara, hahaha. Naif sekali kami saat itu.
Selepas berdiskusi, aku berencana pergi sejenak meninggalkan sekretariat tempat kami biasa berkumpul. Susu Rasa Coklat akan terasa enak pikirku. Kemudian aku bergegas menuju Indomaret yang berada tepat di belakang kampus.
"Ngga.. kamu mau ke mana?"
"Aamm.. mau ke Indomaret..
"Mau beli apa?" Aku boleh nitip nggak?"
"Mau titip apa?"
"Es krim.. :)
"Ooh okedeh..
Belum sempat menyalakan motor, gadis itu kembali memanggilku..
"Ngga.. aku ikut aja deh..
"Yakin? Ini mau hujan lho...
Kota Malang sedang dingin-dinginnya saat itu, hujan datang setiap hari, beberapa dari temanku jatuh sakit gara-gara cuaca Malang yang seperti ini. Beberapa dari mereka terkena demam dan sisanya sibuk membawa tisu ke mana-mana akibat hidung yang berair.
Malang sedang dingin dan sedang sering hujan.. ah sial, aku suka keduanya.
Juru parkir terlihat melambaikan tangannya tanda agar kami segera merapikan motor sesaat setelah kami tiba. Aku menuju rak tempat susu yang tidak didinginkan, kemudian kulihat beberapa kali gadis itu mengganti es kirim dalam freezer, untuk sekedar es krim ia tampak bingung harus memilih rasa apa. Dan suhu ruangan yang terlalu dingin membuat kami beberapa kali menggosokkan telapak tangan sembari meniupkan udara hangat.. Apa Suhu AC harus selalu dingin? Bahkan untuk saat seperti ini?
"Ngga.. kamu beli apa?"
"Susu cokelat! Kamu jadi beli es krim?"
"Iya.. lagi pengen es krim, :)
"Yaudah aku es krim juga deh"
Gadis itu menjatuhkan pilihannya pada es krim warna warni padlepop, entah itu rasa apa? sedangkan aku takkan jauh-jauh dari es krim cokelat seharga lima ribu rupiah,.
Kabut tipis perlahan turun tatkala matahari tak lagi terlihat di ujung cakrawala, gerimis yang sedari tadi turun merubah jalanan menjadi sedikit kehitaman. Kami enggan pulang, sembari berharap agar gerimis tidak berubah deras menjadi hujan, kami tertahan, dan duduk bersebelahan.
"yaah gerimis.. nanti aja deh baliknya! lagian keburu mencair juga es krimnya kalo makan di sana.
"Iya gapapa.. oh ya ngga, aku mau cerita!"
Aku tak ingin menebak apa yang hendak ia ceritakan, biar saja ia tumpah dengan sendirinya. Dan kini perhatianku tertuju padanya, pada seseorang yang beberapa kali kubaca tulisan-tulisan di blog pribadinya. Mungkinkah ia ingin menceritakan kisah-kisah yang ia tulis itu? Dan nyatanya aku tetap terpancing untuk menebak-nebak.
"aku sedang dekat dengan seseorang. Mungkin akupun mulai menyukainya. Tapi aku takut bahwa ini akan mengubah sikapnya. Menjadi seseorang yang tak lagi sama"
"maka bersiaplah agar tetap mencinta, jika yang kau takutkan itu menjadi nyata"
Gadis itu begitu manis dengan eskrim yang kini perlahan mencair di tangannya, entah karena terlalu lama kami abaikan atau akibat suhu yang kian terasa hangat.
Mungkin aku tak terlalu paham hukum fisika, bahwa sekedar bercerita bisa menaikkan suhu udara, hingga ikut merambat dalam dada.
Kami membicarakan banyak hal setelah itu. Yang ku pahami, masalah yang ia hadapi rasanya sungguh rumit untuk kami bicarakan dalam beberapa menit. Mungkin kami harus merencanakan pertemuan lain kali, mungkin dengan kopi atau beberapa kue kukis coklat yang manis.
Jalanan kini berubah sepi, kami tau kami tak seharusnya berada terlalu lama di sini. Hari sudah gelap, matahari sudah lama lenyap, bising begitu cepat berganti senyap.
..
1 note
·
View note
Text
Antara kamu, kopi dan kegilaan
Kemarin, di kedai kopi yang biasa aku kunjungi aku terduduk sendiri sembari mengantri. Aku lagi-lagi memesan kopi, seakan tak pernah bosan akan rasa pahit yang ia beri, karena bagiku kopi bukalah semata soal filosofi, tetapi tentang tabahnya hati, rela menyeruput rindu sepahit ini; berkali-kali.
Kaulah kopi yang kunikmati, Kaulah nama yang membuat jemari ku tak pernah berhenti, bahkan untuk bersamamu seakan telah menjadi obsesi.
Sayangku, telah kudengar kabarmu. Telah usai tugasku memastikan senyum di wajahmu, namun pahit rasanya bahwa rindu harus ku obati dengan cemburu.
Sayangku, jika tiba rindu pada hatimu, ingatlah kau masih menyimpan nomorku.
0 notes
Text
Naif
Malam menghapus senja, secangkir kopi pahit di meja, bising jalanan ibu kota. Malam tak lagi berperan sebagai penutup cerita. Dinamika dunia yang lebih nyata. Cerita yang bersembunyi dalam selimut gulita..
Dan malam ini,. Entah apa yang sebenarnya aku rasa., Nada dan suara yang kudengar,. hanya riuh di telinga.. namun mengundang sepi dalam jiwa..
#Entah aku telah kehilangan siapa..
Yaa.. Aku kehilangan manusia manusia nyata,Yang lebih memilih hidup dalam dunia maya.. dan mati saat bertatap mata,.
Entah ini salah siapa.. Saat WiFi, pulsa dan kuota berperan seperti nyawa..
aaah.. sudahlah.. Tidak perlu serius di baca.. Ini hanya tulisan seseorang yang kehabisan paket data..
He..he..he..
4 notes
·
View notes
Text
Kedai memori
Warung kopi selalu saja terasa seperti mesin waktu, kau tau maksudku, tempat ini tak hanya memutar lagu, namun juga memutar kembali kenangan-kenangan kita dulu, lagu lagu yang sering kita dengarkan, cerita cerita masa lalu yang kita tertawakan,.
Baiklah,. mari kita nikmati secangkir kerinduan malam ini, tanpa gula dan senyummu di seberang meja,.
Dan kini kopiku hanya tersisa sedikit,. Menyisakan ampas dan rasa pahit..
3 notes
·
View notes
Text
Senyawa dua raga
Pada angin yang berhembus senada. Di bawah bintang yang memanja mata. Pernah kita saling terjaga. Bertukar cerita, apa saja.. Asal tentang cinta..
Selimutpun merana, kalah oleh hangatnya kita.
Oh ya, dan juga kopi, teman sembari bercanda. Ia tak ku tambah gula, buat apa? Telah kudapatkan pemanis suasana, hanya dengan menatap matanya.
Aaah, ingin rasanya kubawa pulang senyumnya. Untuk kuseduh bersama kopi, saat fajar tiba.
2 notes
·
View notes
Text
Tidak nyaman dalam zona nyaman.
Bingung, entah apa yang harus aku tulis. Malam semakin larut dan di luar juga sedang gerimis. Kopi yang ku pesan terasa sedikit manis, mungkin aku sedang terlalu menikmati musik-musik melangkolis yang memenuhi sudut warung kopi, hingga kisah-kisah masa silam yang ku tulis tak lagi terasa miris.
Aku mulai menerima beberapa kenyataan bahwa aku tak lagi di zona nyaman, rencana-rencana yang sedang aku upayakan, embel embel demi hidup nyaman di masa depan,. Aaah akhirnya aku disini. Terjebak pada masa dimana tak cukup waktu untuk merenung dan semua serba diurus sendiri. Aaah akhirnyaa aku disini, masa dimana urusan cinta tak cukup untuk membuatku patah hati, bahwa setiap detik waktu sebisa mungkin d nikmati, sebelum semuanya yang dekat, semua yang kita punya perlahan terkikis dan pergi.
Aku kau dan semua dari kita akan berubah, kita akan kehilangan siapa kita dulu, idealisme dan harga diri adalah kesombongan yang harus kita kubur mati, hingga dapurmu terisi dan tercukupi.
Kita hanya harus lebih berani.
Itu cukup.
2 notes
·
View notes
Text
Bahwa hati kadang tak berfungsi sebagai hati, tapi tempat sesaknya rindu dan bait puisi.
1 note
·
View note
Text
Ada yang sedikit mengganggu, menurutku; bahwa kadang ajakan untuk bertemu hanyalah ajakan semu, kita tak benar-benar ingin bertemu, tak benar-benar rindu. Kita hanya tak ingin merasa sepi sembari kita sibuk sendiri.

1 note
·
View note
Text
Aku hampir lupa, rasanya menembus belantara, menikmati dinginnya angin padang savana, bermalam dalam tenda; menahan dingin dan berkali-kali terjaga, demi bersama menimati fajar menyapa.

1 note
·
View note