Tumgik
kentangmekdi-blog · 6 years
Text
Apa Kabar Demokrasi Indonesia Kini?
Belakangan ini kata ‘capres’, ‘cawapres’, ‘partai’, ‘caleg’, ‘pileg’, ‘pilpres’, dan kata-kata lain yang berkaitan dengan isu elektoral mendominasi isi pemberitaan di berbagai media. Tentu hal ini wajar mengingat Pemilu 2019 semakin mendekat. Media memang bertugas menginformasikan segala hal berkaitan dengan Pemilu 2019 agar publik tak buta arah dalam menentukan pilihannya. Menariknya, ternyata bukan hanya media yang merasa perlu bertugas menyediakan informasi bagi publik. Publik sendiri pun ikut heboh menyebarkan informasi terkait pemilu. Setidaknya yang terlihat di media social, isu elektoral terus mendominasi pembicaraan warganet beberapa bulan terakhir. Sampai di sini terlihat demokrasi yang terjadi di Indonesia tidak lagi sekadar demokrasi prosedural, melainkan juga substansial. Demokrasi tidak lagi sekadar tentang kegiatan mencoblos pada hari H pemilu saja. Lebih dari itu, masyarakat turut aktif mengawal penyelenggaraan pemilu. Tapi simpulan berbeda akan ditemui jika hal ini dianalisis lebih dalam.
Bercermin dari Kasus CEO Buka Lapak, Konflik Agraria, hingga Andi Arief
Jika isi pembicaraan dan pemberitaan beberapa bulan terakhir diamati, dapat ditemukan benang merah bahwa umumnya segala permasalahan di Indonesia dibahas efek elektoralnya saja. Seolah-olah masalah elektoral adalah inti dari segala permasalahan di Indonesia. Tengok saja pada bagaimana cara media memberitakan dan bagaimana cara warganet menanggapi cuitan CEO Buka Lapak, Ahmad Zaky tentang pendanaan riset di Indonesia pada Kamis (14/2). Media dan warganet kebanyakan mewacanakan kritik Ahmad Zaky tersebut sebagai serangan pada Capres Petahana untuk menurunkan elektabilitasnya. Jarang ditemui yang mengulas implikasi tinggi-rendahnya dana riset bagi kelanjutan riset-riset di Indonesia, apalagi yang mengulas implikasinya terhadap masyarakat secara langsung.
Contoh lain juga dapat ditemukan dalam pembicaraan dan pemberitaan atas isu yang lebih berat seperti isu konflik agraria yang disinggung dalam debat Pilpres kedua, Minggu (17/2). Isi debat sebenarnya telah menyinggung masalah konflik agraria yang banyak terjadi di Indonesia namun jarang muncul pemberitaannya di media arus utama. Harusnya pembahasan tersebut bisa mengarahkan publik agar lebih perhatian pada isu agraria. Namun hasil pengamatan saya pada pembicaraan warganet dan pemberitaan media pasca debat menunjukkan hal yang diharapkan tidak terjadi. Publik tidak menjadi lebih perhatian pada isu agraria. Publik lebih tertarik membahas mana kubu Capres yang bersalah dan mana kubu Capres yang benar dalam konflik agraria.
Bukti mudahnya dapat dilacak melalui infografis-infografis tentang konflik agraria yang mendadak mudah dijumpai pasca debat Pilpres lalu. Meskipun infografis-infografis yang tersebar bersumber dari berbagai media berbeda, namun secara umum infografis tersebut memuat isi yang sama. Masing-masing infografis menunjukkan siapa saja dari masing-masing kubu Capres yang terlibat dalam konflik agraria. Infografis yang ada malah tidak menunjukkan berapa banyak konflik yang telah terjadi, di mana konflik terjadi, penyebab konflik, apalagi membahas siapa saja korban dari konflik tersebut. Seolah-olah dari masalah ini yang bisa dibahas hanya mana kubu Capres yang paling benar dan salah dalam konflik agraria.
Contoh terbaru juga bisa ditemukan pada dinamika pembicaraan warganet dan pemberitaan media tentang penangkapan Andi Arief, salah seorang politisi aktif sekaligus Caleg DPR RI. Andi Arief ditangkap pada Minggu (3/3), karena terbukti menggunakan narkotika. Narasi pemberitaan dan percakapan tentang kasus ini kebanyakan menyinggung status Andi Arief sebagai kader partai atau anggota timses salah satu pasangan Capres. Jika tidak begitu, kasus ini digunakan untuk menyerang kegagalan kubu Capres petahana dalam mengawasi peredaran narkotika. Padahal ada yang lebih penting untuk dibahas. Kasus ini menandakan siapapun, tak peduli statusnya bisa jadi penyalah guna narkotika. Kasus ini seharusnya dipahami sebagai sinyal bagi publik agar memperketat pengawasan peredaran narkotika sekaligus memperketat pengawasan pada orang-orang terdekat agar tidak menyentuh narkotika.
Pemilu Tak Lagi Jadi Hajat Elite Politik, tapi…
Dari contoh-contoh di atas dapat dilihat bahwa pembicaraan dan pemberitaan tentang isu apapun di masa pemilu ini akan dicari efek elektoralnya. Kabar baiknya, hal ini menjadi penanda berubahnya hubungan elite-masyarakat dalam demokrasi elektoral di Indonesia. Pemilu yang semula hanya jadi urusan elite politik, sementara masyarakat hanya jadi penonton pasif dan pengguna hak pilih di hari pencoblosan kini berubah. Masyarakat kini menjadi komentator aktif atas segala hal yang berkaitan dengan pemilu, termasuk mengkritisi elite-elite yang bertanding dalam pemilu. Pemilu kini tak lagi jadi hajat para elite saja, tetapi hajat bersama.
Kabar buruknya, hal sentral dalam penyelenggaraan pemilu ini tetaplah elite politik sendiri. Publik kompak mereduksi segala permasalahan menjadi bahan kampanye atau lebih buruk lagi menjadi bahan mengolok kubu lawan politik. Hal ini menandai bahwa pemilu di Indonesia hanya dimaknai sebatas ajang untuk menaikkan satu kubu elite sebagai pemenang, sekaligus menjatuhkan kubu elite yang lain. Maka, rasanya kabar baik bahwa demokrasi Indonesia telah berubah ke arah demokrasi substansial pun tak lagi jadi hal yang patut dibanggakan. Memang pemilu telah jadi hajat bersama. Namun pada akhirnya pemilu hanya jadi hajat bersama untuk menentukan kemenangan salah satu kubu elite politik saja, bukannya memenangkan masyarakat sendiri.
0 notes
kentangmekdi-blog · 7 years
Text
Big Data: Bantuan atau Gangguan?
Nuclear is no longer the most valuable asset a country can have, but big data is.,- Prof. Pratikno on Polgov Talks 1: Digital Disruptive
Saya mulai berkenalan dengan big data sekitar setahun yang lalu ketika membaca tentang bagaimana Gojek menggunakan big data sebagai alat untuk membaca pola keinginan konsumennya. Jika ditanya sampai sekarang apa itu big data, saya tidak bisa menjawabnya secara jelas atau setidaknya tidak bisa menjawabnya tanpa merujuk pada pengertian yang diberikan berbagai tokoh karena saya sendiri masih meraba-raba bagaimana sebenarnya bentuk jelas big data itu. Namun sejak perkenalan awal dengan big data itu, satu hal yang tahu tentang big data, we’re on our way to the future. This is the future that we all need. Bayangkan saja, dengan big data, saya bisa mendapatkan rekomendasi makanan apa yang bisa saya pesan menggunakan gofood berdasarkan pesanan-pesanan yang sudah pernah saya buat sebelumnya. Belakangan saya juga mengetahui bahwa Gojek pun bisa membuat prediksi di mana saja daerah yang sedang hujan atau tidak, di mana saja daerah yang sedang dilanda macet atau tidak. Prediksi itu bukan dibuat berdasarkan hitung-hitungan scientific seperti yang dilakukan BMKG atau dengan mengamati CCTV seperti ynag dilakukan @ TMCPoldametro. Prediksi ‘hanya’ dibuat berdasarkan analisis data yang dihimpun oleh aplikasi Gojek. Is’nt it the coolest thing ever?? Is’nt it the closest thing to the future if we cannot get flying cars just like all the movie ever shown to us in the past?
Dengan segala kecanggihannya, big data segera saja menarik banyak pengguna di berbagai aspek termasuk di bidang politik. Kampanye Obama merupakan era awal dimulainya penggunaan big data secara politis. Strategi kampanye dibuat dengan memanfaatkan analisis big data atas segala hal yang diperbincangkan di berbagai platform sosial media atas dirinya. Setelah dikumpulkan dan dianalisis apa yang publik inginkan, kemudian citra Obama dibuat berdasarkan apa yang diinginkan publik. Cool, rite? Bayangkan bila hal ini diaplikasikan pada pembuatan kebijakan publik. Pemerintah tidak lagi perlu susah-susah melakukan survey ke lapangan untuk menanyai satu-satu warganya. Surveyor juga tidak bisa lagi memanipulasi data. Warga juga tidak lagi perlu repot-repot datang ke musrenbang untuk menyampaikan aspirasinya. Siapapun bisa menyampaikan aspirasinya secara langsung dan secara otomatis akan terdeteksi oleh mesin artificial intelligent (cmiiw).
Good news is, thats what our government starts to do. Bahkan di bawah rezim Presiden Joko Widodo, telah didirikan Satu Data Indonesia untuk mengakomodasi penyediaan big data guna dimanfaatkan oleh siapapun yang membutuhkan data. Bad news is, ternyata big data tidak selamanya baik. Pernahkan anda membayangkan bahwa ternyata ada yang mengawasi segala tingkah laku anda di dunia digital. Semua perkataan anda direkam, dianalisis, dan mungkin dijadikan bahan diskusi. Dalam bahasa Profesor Pratikno (2018), “jangan-jangan ada bentuk surveilansi yang baru”. Lalu masihkah kita punya kesempatan untuk melindungi privasi dalam beraktivitas di media sosial?
Lalu, apakah big data merupakan berkah atau justru ancaman bagi masa depan politik Indonesia? Mari menganalogikan big data sama seperti dengan pistol. Big data dan pistol hanyalah alat. Keduanya menghasilkan sumber kekuasaan yang baru. Pemilik pistol bisa jadi penguasa baru yang bisa jadi memproduksi rasa aman atau bisa jadi kekerasan dengan pistol yang dimilikinya. Pun demikian dengan big data. Big data bisa jadi nantinya memunculkan tuan penguasa yang baru. Siapapun bisa menggunakan big data untuk masa depan yang lebih baik atau bisa jadi justru berbalik menjadi senjata yang destruktif.
Whether it will be bad or good, we must be aware that big data is the future. Whoever hold the big data, hold the future.
0 notes
kentangmekdi-blog · 7 years
Text
What Can We Talk About When We Talked About Black Panther (Might Content some Spoilers)
Hey, its been so long since I write a post because ive been living in a prison for a while (I actually still but you know its not a real prison rite haha). Im currently had to write literature reviews at least from 5 books or journos in a week and I only had 2 finished by the time I write this but I just cant help to not writing about this. So, I just watched Black Panther last night. I already shared some of my thoughts about the movie on my twitter @addparamita
Tumblr media
but that’s not what im gonna talked about because I am no a movie expert or anything. What am I gonna talked about is, what can we learn about politics from Black Panther. It’s just a movie but lets take a lil bit deep thought while we’re on it. There are lot of things we can learn from this movie, from power to feminism which I would love to write to but I only got 2 hours to write this before my parents come so I only talked about few things.
To sums things up, Black Panther focuses on the life of T’Challa, played by Chadwick Boseman. He rightly got the authority to rule as the King of Wakanda after the death of his father, T’Chaka the previous King of Wakanda which was already happened back in Civil War movie. Its nothing new, even until now, in every country with monarch system, the rulers are choosen according to the blood line. Question is, are there no democracy there? I mean, one of the prequisites for democracy is the people has the right and freedom to choose their rulers but what about the things that happened in monarch state just like Wakanda or Britain for example in real life. Well, the answer is yes and no. First, lets take a look on some of democracy concepts based on Joseph Schumpeter and David Beetham’s thoughts.
Schumpeter dapat dikatakan sebagai Bapak Pemilihan Umum diawali oleh kritiknya atas teori klasik mengenai common good. Menurutnya, dalam demokrasi masing-masing individu harus diberikan kebebasan dan kesempatan untuk dapat mempengaruhi keputusan. Proses yang paling memungkinkan banyak orang untuk hadir dan diperhitungkan suaranya adalah melalui pemilu. Teori Schumpeter ini memang cenderung menyempitkan makna demokrasi menjadi demokrasi procedural. Sedangkan Beetham, justru menyatakan bahwa demokrasi adalah sistem politik yang menjamin masing-masing individu dapat aktif berpartisipasi dalam proses politik bahkan setelah memberikan suara dalam pemilihan umum. Maka, menurut Beetham bahwa proses demokrasi lebih dari pemberian suara di bilik TPS. Demokratisasi akan terjadi jika masyarakat tetap berpartisipasi aktif dalam melakukan check and balance setelah menyerahkan suaranya dalam pemilu karena itulah esensi dari demokrasi bagi mereka, bukan sebatas berhenti di bilik suara. (taken from my own writing on Kajian Kekuasaan, Konflik, dan Demokrasi:2017)
So, according to Schumpeter, there’s clearly no democracy on Wakanda because there’s no election. But, according to Beetham, it doesn’t really matter whether there is election or not as long as the people have the control over their ruler. Apparently, even tho T’Challa directly got the throne due to the blood line with his father, according to the Wakandan’s tradition, they’re still allowing anyone from the four tribes to challenged him on a fight. Whoever could beat T’Challa on the fight, they could win the throne. You could easily predict, that is the main plot of the movie. The villain, Killmonger played by Michael B. Jordan was aiming for the throne so he challenged T’Challa on the ritual. Did he win? Yes. Killmonger wins the fight. Long story short, everyones turned their back on T’Challa, even his most loyal Dora Milaje General, Okaye and his friend W’kabi. Apparently Okaye was only loyal to the country, not the ruler. We can say she’s a professional. While W’kabi was derived by his grudge to T’Challa because he could not catch Klaue, killer of W’kabi’s parents. Up until this point, we could say that we could not really control someone’s loyalty. It’s just unpredictable and that’s what politics is all about. There’s an old Javanese old saying, “isuk dele, sore tempe”. You really could not guessing someone’s heart. Just like I could not guessing my crush’s feelings to me (halah baper).
But the thing is, do you think that Killmonger will easily sit in throne as a King of Wakanda. Well, since he has the authority, its easy for him to control everything on Wakanda including burn all the herbs idk the name is. The herbs is the Black Panther’s source of power, and the easiest way to beat someone is to cut off the source of power. That is what Killmonger aiming to do. But apparently things are not easy even for the villain too. It’s a superhero movie after all. T’Challa still hanging there and coming to take the throne back. With the help of his loyalist, he stand against the people of Wakanda, his own people under the reign of KIllmonger. The story started to doing T’Challa good when Okaye and Dora Milaje turned back to T’Challa side.
I told you already, you really could not guess someone’s loyalty. My point is, you might easily dethrone someone, you might easily take the throne, but loyalty is another story. So, its not about how you get the authority, its about how good you are as someone with authority, there comes the loyalty. Does the election have something to do with authority validation? Probably yes in some cases including Indonesia. But its not the only thing. Its never the only thing. Im on Beetham’s side who takes democracy as the substantial thing. Sure, T’Challa did not gain the throne from an election, but at least he open for anyone who against him and want to challenge him. That’s what democracy is all about, you really could not control anyone’s freedom or opinion.
There’s another some political lesson we could take from this movie and I want to talk about. Its about Wakanda’s sovereignity. Its told in the early part of the movie that the world only know Wakanda as third world country but did not want to receive the aid from donors. Poor, that’s how the world see Wakanda. But we already know that’s not what really happen inside. With vibranium, Wakanda probably is the richest and most developed country. That’s what they are trying to hide. They did not want the world overused and misused the vibranium and Wakanda itself. They really do not care about how the world see them, and isn’t the coolest thing ever if its really happened in real world? (anyway I just realized that this is what Lamar meant in All the Stars’s rap lyric and I still cant get over it until now. They’ve been telling us the spoiler after all this time and we –me- too stupid to not realize it). But, can you actually do it in this capitalist world? When everything is connecting (and probably depending) each other and you hide the strongest, most powerful, and most needed resource? Lets say the vibranium thing is real, can’t we not share it even when the world need it?
The answer is you actually still can hide it and choose to not share it. You’re the rightful owner anyway and it’s a free world anyway. Even the world is in chaos, you can still choose to do nothing because its normal to not feeling obligated to strangers according to some writings I read before. We still live in a world full of poors even when the rich people have the money to save the poors. The rich choose to not to share their money because they don’t feel obligated to the strangers and its normal feels. Yes, its hard to admit it and I know we live in such a cruel world. But lets get back to what we’re gonna learned about, sovereignity. I used to think that you can only get the sovereignity from acknowledgment from the world because that’s how it works in Indonesia back in 1945. But Black Panther taught me, whats so important about acknowledgement when you can fulfill all your needs on your own. Maybe what Wakandans do are the right way to protect the country from the world’s disorder due to capitalism. Not helping another country is another story, but the most important thing is to stand on your own feet, to fulfill your people’s needs, that’s sovereignity is. Well, you probably still need acknowledgement but thats the least thing you need in this world. One more thing I like is, the directors or the script writers might trying to spilling the tea when they said that Wakanda don’t want to accept foreign aid while they are categorized as third world country but actually they’re doing good on their own. Little did you know, foreign aid is one of the thing that makes third world countries stayed as third world countries. That’s what happened in Indonesia too. So, apakah pemerintah Indonesia mau mengadakan studi banding ke Wakanda dan belajar pada T’Challa?
Tumblr media
P.S to all grammar nazy who read this : Apologize for my grammars.
Tumblr media
0 notes
kentangmekdi-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
It was a nice afternoon.
0 notes
kentangmekdi-blog · 7 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Yesterday was fun.
0 notes
kentangmekdi-blog · 7 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Tfw you live in Jogja now but youre no longer able to hold ur camera anymore and even worse cant even going out for sightseeing..........
0 notes
kentangmekdi-blog · 7 years
Text
I Live in Jogja now
Been so long since i update one and i feel like to write something here. Its my 7th week here in Jogja. Yes, i finally get the chance to live here though the price i had to pay isnt cheap. Thank God its all worth the price. I get to meet new friends and fam here. I get the feel how is it feel like to live in a place youve been wanting for so long. I feel so loved and blessed. But God, i have something to rant about. Why do anxiety keep follows me everywhere and everytime. People keep telling me "you're doing good" but that doesnt make me happy. I feel bad everytime i hear it. I feel so bad i want to cry and dont want to go out anymore. Its just so hard to feelin good about being myself just because i know im no good. I tried my best to recite 'Alhamdulillah' everytime and everywhere. But i keep seeing the picture that shows im no good kid to my parents,to my families, to my friends. I havent done anything to made them happy even tho i tried so hard. God please help, i might kill myself at this rate if i cant made them happy. God help, im so ashamed of myself.
0 notes
kentangmekdi-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
another mediocre day today but still i have to count my blessing today :)
apart from finishing another 2 juz Quran, i dont really do anything. ah, i do some online shopping (another kain and kebaya -_-) with mom today and i eat cheese cake i found in refrigator while writing this hehe. Alhamdulillah.
0 notes
kentangmekdi-blog · 7 years
Text
(More than)13 Reasons Why
Hey, its Addien, Addien Paramita. Dont adjust whatever device you’re hearing this on. Its me, live and in stereo. No return engagements, no encore, and this time, absolutely no requests. Get a snack, settle in. Because I’m about to tell you the story of my life, more specifically why my life is ended.
lol
no guys,
just kidding
i dont do suicide
lol
at least for now
lol.
It was taken from Hannah Baker’s opening tape from 13 Reasons Why, a netflix series. The series was made in order to raising social awareness about suicide. The moral stories was clear, be kind to everyone because even though you dont see it, everyone is fighting their own battle. Be kind because maybe, deep inside their mind they have a suicidal thoughts and you dont know what will trigger them to do that. I was hooked on this series so much because somehow i just can relate to the show. I even said on my twitter that i apologize to everyone that i’ve hurted on the past and i promise i’ll try to be kind no matter what. But, i realise the show doesnt really give me an impact that made me think like, ‘ok gurl, suicide is bad. dont do it no matter what”.
Im not saying the show is bad or it gave bad impact. Im not even discussing about the series in this long rant post. Probably it was just me whomst live in a slump for these past years. I’ve been so negative lately. Well, i still can join my friends for hanging out or grab coffe at times. I still miss some people from my past but honestly, i dont really enjoy it (sorry guys hehe). Its not that i hate them, like i said ive been so negative about everything and i like it better to stay away from social life. Better to stay home witth my laptop and wifi. Everytime i met people and they started telling their succes stories out of nowhere i always like, “oh ok thank you for your information”
Tumblr media
No kidding guys, i’ve literally said that once to my mom’s firend because she was like ‘oh hear, my kid is blablablabla or in other word my kid is going to places and youre not haha just go burry your self lol”. I know they dont mean to said so, they’re just bragging about their kids because theyre so proud of them or something but im just so bitter about it lol idk why.
I’ve been thinking about suicide a lot ever since high shcool because i wasnt good at academic shit haha but luckily i dont have the gut to do that lol. But watching 13 Reasons Why made me think ‘oh maybe it wont be end that bad. things will end quickly anyway.”. But again, luckily i dont even have the guts to do self harm lol (but i think im quite good at hiding and handling pain lol. I was not crying when i got my knee open for like 3cm long lol). And, luckily someone save me from this all mess.
It was my mom. She saves me from my own mind. I won’t tell how she saves me but i promise i’ll try to keep counting my blessings everyday (i actually did it some times ago everyday but i stopped lol). I will live my life to the fullest.Unlike Hannah Baker, even the world or even God is workiagainst me i will still try to live my life to the fullest. Unlike Hannah Baker, i won’t kill my self and blame another people for the bad things happen to me.
So, im going to start my count from today and prolly will post it here everyday or every week or every month lol.
1. i cooked a crispy chicken with home made barbeque steak sauce today and my dad said it was so good and i should open a restaurant lol.
2. im not trying to said im a religious person but glad i finished another one Juz of Quran today hehe
3 notes · View notes
kentangmekdi-blog · 7 years
Text
Life Update
Hey guys,
I finally found what i want to be after all these years !
.
.
.
.
.
.
.
.
I want to be a
.
.
.
.
.
.
.
.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Pikachu doll.
4 notes · View notes
kentangmekdi-blog · 8 years
Photo
Tumblr media
GERAKAN MAJAPAHIT MUDA 🔽🔽🔽🔽🔽 Halo arek-arek Mojokerto. Yuk ikut berpartisipasi bersama @majapahitmuda dalam memperbaiki kualitas hidup masyarakat Mojokerto, khususnya memperbaiki pendidikan anak-anak kurang beruntung di Mojokerto. Bagi yang belum mengenal Gerakan @majapahitmuda atau GMM bisa cek IG atau channel youtubenya 😄. Bagi yang penasaran juga bisa langsung melihat kegiatan rutin GMM setiap hari Minggu pagi di SDN Mentikan 6 (Balongcangkring) untuk belajar bersama adik-adik. Bagi yang belum bisa menyempatkan waktu untuk bergabung dan memiliki rezeki berlebih, bisa mendonasikannya ke kami melalui Rek. Mandiri : 142-00-1499877-6 an. Jeanni Imas. Info lebih lanjut bisa menghubungi : ✔Telephone:085748171858 ✔E-mail: [email protected] ✔Instagram: @majapahitmuda ✔Facebook: fb.com/majapahitmuda ✔Twitter: @majapahit_muda Ditunggu partisipasinya!!😊
0 notes
kentangmekdi-blog · 8 years
Text
Yang Penting dari Wacana Kenaikan Harga Rokok
Wacana kenaikan harga rokok menjadi 50 ribu rupiah seharian kemarin menjadi hal yang banyak diperbincangkan di timeline saya. Begitupun di rumah saya, semalam saya banyak diskusi tentang wacana tersebut dengan bapak saya. Bapak saya seorang perokok aktif berat dan saya perokok pasif berat, tentu diskusi ini menjadi berat karena melibatkan dua pemikiran yang berlawanan. Bapak saya meyakini industri rokok dan tembakau akan mati bila pemerintah mewujudkan wacana tersebut karena akan berdampak pada daya beli masyarakat yang rendah. Menurut beliau, Indonesia adalah negara penghasil tembakau terbaik hingga mengundang negara-negara lain untuk menjajah Indonesia ratusan tahun yang lalu. Matinya industri rokok akan menjadi kematian bagi perekonomian Indonesia juga. Sambil meminum kopi luwak tanpa gula dan sesekali menyalakan rokoknya, bapak saya berulang kali menekankan bahwa industri rokok di negara ini berpengaruh besar pada perekonomian negara sehingga tidak boleh dimatikan keberadaannya. Wajar jika beliau jadi orang pertama yang menentang wacana ini karena bapak saya setiap harinya minimal menghabiskan satu hingga dua pack rokok.  Tapi pemikiran saya berbeda jauh dengan bapak saya, bukan karena saya tidak merokok aktif tapi karena saat masih di bangku SMA dan tergila-gila dengan teori-teori konspirasi di youtube dan internet (thank God saya sudah disadarkan saat ini), saya sempat menemukan video tentang industri rokok di halaman rekomendasi youtube saya. Judul video tersebut adalah Sex, Lies, and Cigarettes (https://www.youtube.com/watch?v=DiyWK3fzTpA). Video inilah yang menuntun saya untuk mencari tahu lebih dalam tentang permasalahan industri rokok di Indonesia.
Dari situ saya sadar bahwa permasalahan ekonomi hanyalah salah satu efek yang mungkin terjadi bila industri rokok mati. Masih banyak permasalahan lain yang harus dipikirkan dan dipertimbangkan. Bagus bila perekonomian negara dapat tumbuh dari penjualan rokok atau tembakau. Namun bila pasarnya adalah warga negara Indonesia sendiri, inilah yang jauh lebih menyeramkan dibandingkan bila negara jatuh miskin. Bayangkan orang-orang biasa yang sudah tidak terlalu kaya, lalu tertimpa sakit juga karena rokok. Tetapi saya tidak setuju bila rokok dihubungkan dengan masalah moralitas seperti yang digambarkan oleh beberapa orang di luar. Bagi saya tidak ada hubungan antara merokok dengan moralitas yang dimiliki seseorang. Terlebih moralitas orang lain bukanlah urusan saya atau urusan negara, berbeda urusannya dengan kesehatan fisik orang banyak. Riset Kesehatan Dasar 2013 Kementerian Kesehatan RI menyatakan perilaku merokok penduduk usia 15 tahun ke atas cenderung mengalami peningkatan dari 34,2% pada 2007 menjadi 36,2% pada 2013 (diambil dari http://lifestyle.bisnis.com/read/20140601/220/232021/jumlah-perokok-terus-meningkat-indonesia-tertinggi-kedua-di-dunia). Bayangkan berapa jumlah perokok pasif yang terkena efek asap para perokok aktif ini.
Perokok dimana-mana hingga tidak meninggalkan ruang sedikitpun bagi orang yang tidak menikmati asap rokok. Bukankah harusnya perokok menghormati hak orang yang tidak menikmati asap rokok? Tapi saya tahu, terlalu egois untuk melarang-larang perokok untuk menghormati orang-orang lain seperti saya. Bahkan menurut saya saat Negara telah mengeluarkan aturan yang melarang orang untuk merokok maka di situ Negara telah melakukan kesalahan dengan merampas hak orang lain. Bukan hak negara untuk melarang-larang apa yang ingin dilakukan warganya (tentu selama dalam batas tidak mengganggu hak orang lain dan ketertiban umum sesuai undang-undang). Namun Negara tetap harus melakukan sesuatu untuk mengurangi jumlah perokok, untuk itu diperlukan regulasi untuk penjualan rokok yang efektif sehingga tidak perlu ada pelarangan apapun. Mulai dari siapakah pasar yang boleh menjadi target bagi industri rokok itu, bagaimana cara marketing bagi produk mereka, bagaimana prosedur pembelian produk mereka, hingga dimana saja para konsumen boleh merokok.
Siapa yang Boleh Menjadi Target Industri Rokok?
Menurut saya inilah hal yang dapat membantu masalah perekonomian yang mungkin terjadi saat industri rokok dibatasi keberadaannya. Selama ini target pasar rokok terbesar adalah penduduk Indonesia sendiri. Bila industri dapat mengalihkan pasarnya untuk ekspor bukankah akan menjadi win win solution. Di samping itu harus ada regulasi yang mengatur tentang pasar industri rokok. Rokok harusnya tidak dijual sembarangan dan tidak mudah diperoleh semudah membeli teh botol di pinggir jalan.
Bagaimana Prosedur Pembelian Rokok
Menurut Dr TB Rachmat Sentika, SP.A  Prevalensi perokok dewasa mencapai 34,40 % pada tahun 2007, sedangkan perokok usia 13-15 tahun mencapai 24,5 % (www.kpai.go.id), Hal ini dipengaruhi oleh kemudahan akses yang dimiliki setiap orang untuk membeli rokok di Indonesia. Membeli rokok di Indonesia adalah hal biasa dan bebas yang bisa dilakukan anak SD sekalipun. Tidak sedikit anak kecil yang dimintai tolong oleh ayah ibunya untuk membeli rokok di warung, padahal di banyak Negara lain pembelian rokok memerlukan kartu tanda penduduk yang menunjukkan usia si pembeli telah tergolong kategori dewasa.  Mungkin cara ini tidak serta merta efektif untuk menurunkan angka perokok di Indonesia, tapi paling tidak akan membantu mengurangi kebebasan anak usia di bawah dewasa  untuk dapat merokok.
Cara Marketing
Hal ini penting untuk membatasi pembelian rokok yang dilakukan anak di bawah usia 17 tahun bahkan mungkin orang dewasa sendiri. Bayangkan saja pembatasan marketing di TV hanyalah di atas jam 10 malam. Padahal belum tentu jam tidur anak-anak saat ini masih jam 9 malam karena banyak orangtua mereka masih banyak yang terjaga untuk menonton sinetron malam di televisi sehingga mereka ikut-ikutan. Terlebih iklan yang ditampilkan perusahaan rokok selalu menarik dan bahkan pada beberapa momen seperti lebaran selalu dapat menarik simpati penontonnya. Iklan rokok selalu menggambarkan anak muda yang berani, kuat, keren, dan hal-hal positif lainnya. Belum lagi konser-konser yang banyak dihadiri anak muda kebanyakan disponsori oleh perusahaan rokok. Bahkan yang lebih aneh lagi pertandingan sepak bola hingga badminton pun banyak disponsori oleh perusahaan rokok. Data GYTS menyebutkan, 60,7 persen anak-anak melihat iklan promosi rokok di toko, 62,7 persen melihat iklan rokok di TV, video, dan film, serta 7,9 persen mengaku pernah ditawari rokok oleh sales (http://health.kompas.com/read/2016/06/01/100000423/jangan.biarkan.remaja.jadi.sasaran.empuk.industri.rokok)
Dimana perokok boleh merokok
Sebenarnya hal ini telah dibakukan dalam sebuah aturan dan telah disertai sanksi bagi yang melanggar. Namun sayangnya aturan ini tidak disertai dengan implementasi yang baik. Bila diawal saya menyatakan bahwa perilaku merokok tidak ada hubungannya dengan moralitas seseorang, khusus hal ini saya harus menarik ucapan saya bahwa perokok yang masih melanggar aturan dan merokok di tempat umum apalagi di ruangan yang terdapat anak kecil, maka ia adalah perokok yang tidak memiliki masalah dengan nuraninya atau otaknya. Intinya seharusnya hal seperti ini seharusnya tidak perlu disahkan melalui produk hukum formal. Bila si perokok memiliki otak dan nurani yang sehat pasti dia tidak akan merokok di tempat umum.
Keempat hal ini adalah hal minimal yang bisa dilakukan pemerintah untuk menanurunkan jumlah perokok tanpa harus melalukan pelarangan ini itu yang bisa-bisa menyerempet permasalahan HAM. Mengenai kenaikan harga rokok, saya setuju bila hal ini dapat menurunkan jumlah perokok secara drastis tetapi di sisi lain akan berefek langsung pada petani tembakau dan buruh rokok. Lalu efeknya pada perekonomian Negara?  ah menurut saya itu hanya akal-akalan elite dan pengusaha rokok saja karena nyatanya sumbangan industri rokok terhadap perekonomian Negara tidak sebesar itu hingga menyebabkan perekonomian runtuh. Indonesia memang merupakan negara ke-lima penghasil tembakau terbesar di dunia dan membuat industri rokoknya mampu menyumbang 1,66% total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dan devisa negara melalui ekspor ke dunia yang nilainya pada 2013 mencapai US$ 700 juta (http://www.kemenperin.go.id). Jumlah ini masih kalah jauh dibanding sektor penyumbang PDB lain seperti makanan dan minuman. Tapi saya juga tidak saklek menyetujui wacana kenaikan harga rokok karena ada masalah pengangguran dan kriminalitas yang harus dikaji mendalam. Pada akhirnya diskusi ini tidak berujung pada simpulan karena baik saya maupun bapak saya tidak memiliki argumen yang kuat dan lebih penting lagi argumen ilmiah. Diskusi ditutup dengan bapak saya menyeruput kopinya dan menyalakan rokoknya serta saya yang mengalihkan pandangan pada drama Korea di tv.
1 note · View note
kentangmekdi-blog · 8 years
Text
Membaca Agenda Amandemen UUD 1945 ke-lima
Menyambung tulisan saya sebelumnya pada http://kentangmekdi.tumblr.com/post/146266295521/gbhn-atau-sppn-mana-yang-dibutuhkan-indonesia , rupanya amandemen UUD ke-lima bukan hanya sekedar wacana. Hal ini telah mulai ramai diberitakan di media karena rencana amandemen akan segera terwujud setelah DPR menyetujuinya. Rencana amandemen ini tidak bisa dilihat kaku dari sisi pro saja atau dari sisi kontra saja karena amandemen UUD menyangkut kepentingan banyak pihak sehingga harus disikapi secara netral.
Urgensi
Dalam postingan saya yang sebelumnya saya telah menyebutkan beberapa kekurangan SPPN yang diterapkan saat ini. Pertama, “rencana pembangunan yang saat ini hanya dibuat oleh dua orang saja tanpa melibatkan masyarakat sebagai stakeholder terpenting dalam pembuatan kebijakan.” Kedua, “lambatnya pembangunan ini disebabkan oleh RPJM yang dibuat oleh Presiden dan Wakil Presiden tidak  sejalan dengan RPJMD yang dibuat oleh Kepala Daerah”. Dapat dipahami bahwa urusan antara pemerintah pusat dan daerah seringkali bersinggungan namun tidak dapat diselesaikan secara sejalan sehingga menimbulkan masalah-masalah lain.
Dengan alasan tersebut, MPR mengusulkan agar GBHN perlu dihidupkan kembali untuk menyelesaikan masalah ini. Sedangkan untuk menghidupkan GBHN kembali, UUD harus diamandemen kembali demi mengembalikan kewenangan MPR untuk dapat menerbitkan TAP MPR berkaitan dengan pembuatan rencana pembangunan berupa GBHN tersebut. Ditambah lagi menurut  UU no. 12  tahun 2011 tentang PPP, TAP MPR seharusnya memiliki kekuatan hukum pada urutan ke-dua di bawah UUD ’45 dan di atas UU tetapi dalam prakteknya TAP MPR tidak lagi dapat diterbitkan untuk fungsi pengaturan melainkan hanya untuk menetapkan atau mengesahkan aturan yang dibuat oleh Presiden atau Wakilnya sesuai persetujuan DPR.
Sisi Lain
Tumblr media
dirangkum dari berbagai sumber
Dari poin-poin di atas dapat dipahami mengapa MPR RI gencar bekerja sama dengan berbagai universitas atau lembaga-lembaga kajian untuk mengadakan seminar mengenai GBHN dan Penguatan Posisi MPR di era ini. Masalah kelembagaan dan ketatanegaraan menjadi hal yang harus diberikan perhatian lebih oleh pemerintah. Namun bila diperhatikan kembali, hanya satu poin yang benar-benar mencerminkan tujuan Negara yaitu poin ‘Belum tercapainya Negara kesatuan dan kesejahteraan’. Poin tersebut pun jarang dibahas dalam diskusi-diskusi yang diadakan MPR. Diskusi yang diusung selalu mengusung tema yang berkaitan dengan GBHN dan posisi MPR. Tujuan utama yang tersirat adalah amandemen harus dilakukan kembali untuk menjelaskan posisi MPR di dalam konstitusi. Anggota MPR RI saat ini sepertinya tidak ingin fungsi mereka yang sebatas ada saat dibutuhkan kewenangannya.
Perbaikan urusan ketatanegaraan dan melembagaan memang penting demi menjamin adanya check and balances antar lembaga tanpa harus melangkahi konstitusi. Namun seharusnya urgensi dari dilakukannya amandemen bukanlah masalah ketatanegaraan, kelembagaan, atau urusan perebutan kewenangan. Yang lebih penting dan harusnya menjadi bahasan utama dari diskusi tentang perlunya amandemen ini adalah bagaimana caranya negara dapat mencapai tujuannya untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial?
0 notes
kentangmekdi-blog · 8 years
Video
youtube
How to behave during an Islamic Massacre  Tip 1: Abandon all your principals. Defending ideals such as individual liberty and freedom of expression can be offensive to others, and dangerous to yourself. Instantly discarding not only your own beliefs, but those that uphold western cultures specifically, and human dignity in general, can save time by eliminating unnecessary intermediate steps like pretending that all religions are equally sound, or pasting a coexist bumper sticker on your wimpy little car. 
Tip 2: Don’t blame Muslims. Holding homicidal Muslims responsible for their savage brutality will only annoy them, and could cause you to accused of Islamophobia, the irrational fear of being decapitated. If they had no choice but to go on a kill spree, the only real fault lies with the man who provoked them. 
We all must learn that confronting evil can lead to violence. With just a little bit of intellectual dishonesty and some unprincipled sniveling, we can put an end to Islamic slaughters peacefully, by eliminating their cause.. our freedoms. 
215 notes · View notes
kentangmekdi-blog · 8 years
Text
Being a Kindhearted and Religious Person
Taking a break for months cause me both good and bad. Good thing is i learn a lot of things about life that never happened to me in my student’s life before. Bad thing is , welcome to (worst) procrastination life. One of the important thing i learnt and i want to share to whoever lost their way on my tumblr is how to be a nice (religious) person. One thing you should know before reading this random post is, im not yet in high religious level but i swear im trying to be at least a good person. Lately i feel ashamed of my fellow moslems on twitter. I know that using religion to attack other people in political proces already happen back in thousand years ago. But since Presidential election in 2014, i feel this phenomena keep easier to find in my daily twitter life (thank God i have never experienced this in irl). People starting to ask "agamamu apa?" to each other to defeat everyone. Dandhy Laksono has beautifully sarcastic describe about this phenomenon in Indonesia,
Tumblr media
Like seriously guys??? why would you butthurting over other people’s belief?? We can still compete each other without bringing the bad side of our rival, can't we? This is so bad but it's not like i can signing out from my twitter. The only thing that makes me stay on twitter is how fast i can get an information. Well we cant deny the fact that religion spread by using politics and politics wont be running without religion. Tbh i still keep asking myself “is this the right path to be religious person? Is this path will take me to heaven?”. But whatever it takes, i feel that doing a nice things to everybody i met will bring me to nice life. I don’t know about you  and your religion but i seriously think that being a nice and kindhearted person is something that a religious people should do. I believe there is no contradictory between both of them. If being nice and kindhearted person do harm to our religion or God then i do not know what to choose anymore. But again i believe this words by Ahmad Wahib, “sampai hatikah Tuhan memasukkan mereka ke neraka?“
0 notes
kentangmekdi-blog · 8 years
Text
GBHN atau SPPN? Mana yang Dibutuhkan Indonesia?
25 tahun berlalu setelah runtuhnya rezim orde baru ternyata tidak serta merta menghilangkan kajian-kajian tentang produk yang dihasilkan rezim orde baru. Bahkan belakangan ini muncul diskusi-diskusi tentang diperlukannya Garis Besar Haluan Negara (selanjutnya disebut GBHN) kembali di era reformasi ini. Ketakutan atas penyelewengan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden dan Wakil Presiden sebagai satu-satunya lembaga Negara yang berwenang untuk membuat rencana pembangunan memicu munculnya diskusi -diskusi ini. GBHN adalah produk orde baru yang memang terbukti ampuh dalam mensukseskan pembangunan di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri pembangunan ekonomi di era orde baru (seolah) terlihat lebih teratur disbanding saat ini. Namun setelah runtuhnya rezim orde baru dan amandemen ketiga UUD 1945, GBHN tidak lagi berlaku di Indonesia karena dinilai terlalu sentralistik dan tidak sesuai dengan semangat demokratisasi yang diusung reformasi. Melalui UU no. 25 tahun 2004, GBHN digantikan oleh Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (selanjutnya disebut SPPN).  
Bila dilihat dari esensi serta substansinya, sebenarnya SPPN tidak jauh berbeda disbanding GBHN. Menurut Mahfud MD, pada Zaman pemerintahan Presiden Soekarno garis-garis besar daripada haluan negara diberi nama Pembangunan Semesta Berencana. Ini berarti bahwa pada mulanya nama haluan negara itu bukanlah GBHN. GBHN hanyalah pilihan penamaan di pemerintah Orde Baru sedangkan pada era reformasi dinamakan SPPN (footnote menyusul) [1]. Bila menilik hasil diskusi-diskusi yang diadakan akhir-akhir ini, benang merah keruwetan masalah GBHN ini adalah siapakah yang sebenarnya berhak membuat rencana pembangunan nasional di Negara ini. Berbeda dengan GBHN yang dibuat oleh sekelompok anggota DPR, utusan golongan, dan utusan daerah yang tergabung dalam MPR, SPPN hanya dibuat oleh Presiden dan Wakil Presiden pemenang pemilihan umum. Hal ini mengindikasikan bahwa rencana pembangunan yang saat ini hanya dibuat oleh dua orang saja tanpa melibatkan masyarakat sebagai stakeholder terpenting dalam pembuatan kebijakan. Dari masalah inilah muncul pertanyaan, perlukah GBHN dihidupkan kembali di era reformasi ini?
Untuk menjawab pertanyaan perlu atau tidaknya GBHN di masa ini, yang pertama kali harus dilakukan adalah mencari relevansi penerapan GBHN dengan system pemerintahan yang diterapkan saat ini. Pada era orde baru saat GBHN masih digunakan, Presiden dan Wakil Presiden tidak dipilih melalui pemilihan umum langsung. Untuk itu GBHN yang dibuat oleh MPR diperlukan karena dianggap sebagai langkah paling demokratis dan masuk akal yang diambil oleh pemerintahan. MPR saat itu terdiri dari anggota DPR, utusan daerah, serta utusan golongan yang dapat mewakili masing-masing kelompok yang ada di Indonesia. Karena itulah GBHN sebagai salah satu produk yang dibuat oleh MPR dapat dikatakan sebagai produk paling demokratis yang ada di era orde baru karena dibuat oleh representator masing-masing kelompok di Indonesia. Namun berbeda dengan era orde baru, saat ini Presiden dan Wakil Presiden sebagai Kepala Pemerintahan bersamaan dengan visi,misi, dan programnya telah dipilih oleh rakyat secara langsung.
Memang terlihat tidak bijaksana bila pembangunan Negara hanya dibuat berdasarkan visi, misi, dan program Presiden. Tapi inilah visi, misi, dan program yang telah dipilih oleh mayoritas rakyat Indonesia dari sekian pilihan visi, misi, dan program yang bisa dipilih dalam pemilihan umum. Sedikit banyak, masyarakat telah diberikan kesempatan untuk memilih paket Kepala Pemerintahan dengan kebijakannya. Namun hal ini sekaligus menjadi kelemahan dari SPPN yang terlalu bertumpu pada Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Walaupun masyarakat diberi kesempatan untuk memilih, mereka tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi menyumbang ide dan sarannya bagi pembangunan di negaranya sendiri. Bagaimanapun visi, misi, dan program yang dibuat masing-masing pada saat kampanye pasti banyak mengandung unsur kepentingan politis masing-masing calon Kepala Pemerintah serta partai politik pendukungnya. Yang ditakutkan adalah saat tidak adanya konsistensi dalam setiap penggantian RPJM tersebut. Karena itulah, Lembaga-lembaga yang memiliki fungsi pengawasan harus lebih tegas dalam melaksanakan fungsinya.
Pada era orde baru, lembaga Negara yang berhak mengeluarkan GBHN adalah MPR yang dianggap telah mewakili masing-masing unsur masyarakat. Namun bukan berarti dalam pelaksanaannya GBHN telah mampu menciptakan demokratisasi di Indonesia. Karena substansi GBHN bersifat memberi perintah agar Pemerintah Daerah tunduk pada rencana yang dibuat Pemerintah Pusat, justru hal ini mengakibatkan berkurangnya esensi demokratisasi yang ingin diciptakan MPR sebagai lembaga pembuat GBHN. Idealnya seluruh stakeholder harus hadir baik dalam proses pembuatan, praktik, hingga evaluasinya. Seperti namanya yang berubah dari waktu ke waktu, bentuk hukum GBHN juga turut berubah. Pada era orde baru, GBHN diterbitkan melalui TAP MPR. Namun setelah reformasi, TAP MPR hanya diterbitkan saat pelantikan atau penurunan Presiden. Bila GBHN dihidupkan kembali saat ini, UUD 1945 harus diamandemen kembali untuk mengatur tentang penerbitan GBHN melalui TAP MPR. Kewenangan MPR harus diberikan kembali seperti pada hierarki kewenangan yang tertera pada UUD 1945 sebelum amandemen. Bila kewenangan MPR dikembalikan ke tempatnya semula seperti sebelum amandemen UUD 1945, maka Indonesia tidak bisa lagi disebut menerapkan system presidensial karena Presiden tidak berada pada tangga hierarki kekuasaan tertinggi.  Pilihan lain yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali GBHN adalah melalui revisi atau sekaligus penghapusan UU no.12 tahun 2004 tentang SPPN. Konsekuensi yang harus diambil bila UU no. 12 tahun 2004 dihapuskan, pemberian otonomi daerah melalui UU no. 32 tahun 2004 tidak akan ada artinya karena tidak dibarengi dengan peraturan pelaksana sebagai pendukung. Terlepas dari segala kelebihan SPPN disbanding GBHN, dalam kenyataannya setelah SPPN diimplementasikan pembangunan seolah berjalan lebih lambat disbanding saat orde baru. Menurut beberapa ahli, lambatnya pembangunan ini disebabkan oleh RPJM yang dibuat oleh Presiden dan Wakil Presiden tidak  sejalan dengan RPJMD yang dibuat oleh Kepala Daerah. RPJMD yang dibuat oleh Kepala Daerah memang tidak mengacu pada SPPN mengakibatkan ketidaksesuaian jalannya pembangunan. Hal ini juga dikarenakan SPPN hanya berisi panduan dan tidak bersifsat mengontrol penuh, akibatnya dalam implementasinya pembangunan di era reformasi seolah-olah kehilangan arahnya. Berbeda dengan GBHN yang berisi aturan yang mengontrol pembangunan nasional dan daerah sehingga dapat menciptakan kesatuan rencana pembangunan antara pusat dengan daerah. Kerugian utama yang paling besar dirasakan oleh masyarakat yang seharusnya menjadi stakeholder kunci. Masyarakat sebagai pihak yang paling terdampak oleh segala kebijakan public seolah tidak dilibatkan dalam pembuatan rencana pembangunan.
Selain itu, ada satu permasalahan hokum penting yang akan terus terjadi selama GBHN tidak dihidupkan kembali. Dihapuskannya GBHN sebenarnya bertentangan dengan hierarki perundangan dalam UU no. 12  tahun 2011 tentang PPP. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa TAP MPR sebagai landasan hokum GBHN berada pada urutan ke-dua di bawah UUD ’45 dan di atas UU. Namun pada kenyataannya, MPR hanya bisa menerbitkan TAP MPR untuk melantik atau mencopot jabatan Presiden yang mana hanya terjadi sekali dalam lima tahun. Akibatnya ada ketidaksesuaian antara praktik dengan peraturan yang seharusnya. Di samping itu, MPR sebagai lembaga Negara seolah-olah tidak memiliki kewenangan lain di luar penerbitan TAP MPR 5 tahun. Lalu apakah GBHN serta merta harus dihidupkan kembali karena bertentangan dengan konstitusi? Perlu diingat kembali bahwa mengembalikan GBHN berarti menghilangkan kewenangan Pemerintah Daerah untuk mengatur dirinya sendiri. Untuk menghindari hal ini, jika nantinya GBHN dihidupkan kembali, substansi yang sangat penting untuk diatur dalam GBHN adalah kaidah-kaidah jalannya pembangunan pemerintah pusat yang selanjutnya harus dijadikan panduan bagi pemerintah daerah. Sebenarnya tanpa harus mengembalikan GBHN menjadi landasan untuk rencana pembangunan nasional, SPPN yang ada saat ini masih bisa diperbaiki khususnya dalam proses pembuatan RPJM serta implementasinya. Seluruh unsur masyarakat harus dilibatkan sebagai stakeholder dalam proses pembuatan RPJM agar RPJM dapat benar-benar merepresentasikan kebutuhan rakyat Indonesia. Kalaupun GBHN harus dikembalikan di era setelah reformasi ini, GBHN harus benar-benar memuat tujuan nasional yang telah tertera dalam pembukaan UUD ’45 yaitu “"melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial..“
Kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah harus diakui. Pemberian kewenangan untuk mengatur diri sendiri yang sudah diberikan kepada setiap daerah di Indonesia juga tidak boleh dihilangkan atau dikurangi. Jalannya pembangunan baik di pusat maupun di daerah harus dikawal, bukan dikontrol karena akan menghilangkan ruang gerak pemerintah untuk melakukan inovasi pembangunan. RPJM yang dibuat oleh Kepala Daerah harus dibuat berlandaskan SPPN dan disesuaikan dengan RPJM yang dibuat oleh Presiden dan Wakil Presiden supaya dalam implementasinya tidak terjadi ketidaksesuaian. Sedangkan RPJM yang dibuat oleh Presiden dan Wakil Presiden harus benar-benar dibuat berdasar survey kebutuhan dan kehendak masyarakat luas serta mempertimbangkan kebijakan yang dibuat oleh Presiden sebelumnya agar terjadi kontinuitas pembangunan.
Maka yang perlu dihighlight dari wacana penghidupan GBHN kembali adalah bukan penggunaan istilah GBHN atau SPPN iru sendiri melainkan proses pembuatannya. Rakyat harus dilibatkan sebagai stakeholder kunci, bukan hanya Presiden dan Wakil Presiden dan bukan hanya MPR. Pembuatan rencana pembangunan juga harus memperhatikan keistimewaan dan kebutuhan seluruh daerah di Indonesia tapi juga tidak mengabaikan konstitusi di Indonesia.
0 notes
kentangmekdi-blog · 8 years
Photo
Tumblr media
Guys, mumpung lagi Ramadan yuk banyak-banyak berbuat baik biar puasanya makin berkah 🙏 Ramadhan berkah, belanja berkah. Program belanja berkah ini merupakan acara yang dilaksanakan oleh komunitas GMM bersama adik-adik binaan. Tujuan kegiatan ini adalah membantu adik-adik binaan dalam membelanjakan kebutuhan sehari-hari. Belanja berkah ini akan diikuti oleh 70 adik-adik. Kita membutuhkan pendamping untuk kegiatan ini, sehingga kita membuka rekrutmen volunter sebagai pendamping adik-adik yang ikut belanja berkah. Informasi lebih lanjut bisa menghubungi Kharis : 081224843334 Nias : 081333465272 Untuk donasi bisa dikirim via rekening Bank Mandiri : 1420013877989 A.n. Nurul Isnaini Apa yang anda berikan akan menjadi berkah bagi anda dan manfaat bagi adik-adik.
0 notes