Quote
Bagiku, kamu menggemaskan. Buatmu, aku mengenaskan.
4 notes
·
View notes
Quote
Jika peluhmu saja sudah menguras bahagiamu, bagaimana kau jadi pijar baginya.
pink pineapple
0 notes
Quote
Ngerti ora kenopo aku milih meneng? Asli aku pegel mbi awakku dewe, dudu mbi kowe.
pink pinapple
0 notes
Text
“Janji”
Semuanya berawal dari janji
Tentang apa- apa saja yang kamu ucapkan
Kepada diri sendiri atau orang lain
Ucapan yang berubah makna menjadi suatu janji, tak terlihat
0 notes
Text
Terkadang, menjaga perasaan orang lain itu lebih penting daripada menunjukkan kelebihan kita, entah itu kebahagiaan, keberuntungan, maupun keberhasilan yang sedang kita dapatkan.
Meski kita memang susah payah memperoleh itu smua. Untuk apa dibanggakan, jika berakhir dengan iri dengki dihati orang lain.
Bukankah yang lebih spesial itu rasa syukur kita padaNya..
14 notes
·
View notes
Quote
Begitu jumawa, padahal serapuh gelas yang ditempa air panas dan air dingin beriringan.
0 notes
Quote
Jangan menyertakan perasaan ketika menulis. Tulisan itu akan terasa seperti dirimu, yang padahal bukan.
Nyanyaa
0 notes
Text
Heal Yourself #1: Merawat Luka
Lebih dari satu kali, bahkan berkali-kali, kita merasa kecil karena luka-luka yang pernah kita miliki. Kalau bisa, kita bahkan berharap luka itu tidak pernah terjadi. Tapi, mau tidak mau, kita harus mengakui bahwa luka-luka itu nyata dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari diri dan perjalanan kita. Kita tentu sudah tahu soal itu, lantas mengapa perasaan insecure atau merasa kecil sebagai dampak atas luka itu masih saja muncul? Sebabnya banyak dan akan semakin banyak jika kita bertanya dan berdialog dengan hati kita sendiri. Disana mungkin ada rasa malu, khawatir tidak diterima, takut diolok-olok, merasa berbeda dengan orang lain, takut bangkit dan melangkah maju, merasa gagal hingga membenci diri sendiri, atau bahkan perasaan-perasaan lain yang tak terdefinisi. Bagaimana rasanya memeluk semua perasaan itu? Rasanya tidak nyaman, bukan?
Di saat yang sama, diam-diam kita tengah melakukan sebuah kesalahan besar: kita menganggap bahwa kitalah satu-satunya orang di dunia ini yang paling menyedihkan dan paling tidak beruntung. Objektivitas kita menurun, sebab kita hanya berfokus pada diri, diri, dan diri. Tanpa kita sadari, persepsi yang kita miliki tentang luka-luka itu terkadang bisa berakhir menjadi sebuah perangkap yang membuat kita lupa bahwa semua yang datang dari Allah itu baik. Termasuk luka-luka itu, ia tak pernah akan hadir jika Allah tak bermaksud baik ketika menghadirkannya. Hanya saja, mungkin kita belum mampu mengeja hikmahnya atau masih keliru dalam menyesapi kebaikan-Nya.
Lalu bagaimana? Apa yang bisa kita lakukan untuk menyembuhkan dan merawat luka-luka itu agar tak terus menggerogoti kutub-kutub positif di setiap sudut hati dan diri kita?
Kita seringkali mengeluarkan investasi yang tidak sedikit untuk menyelesaikan masalah dan merawat luka yang kita punya. Kita temui konselor, membuat janji dengan psikolog, atau bahkan melahap habis seluruh buku tentang pengembangan diri dan penyembuhan luka. Padahal, sebenarnya atas seizin-Nya kita bisa menolong diri kita sendiri, sebab diri kita telah didesain-Nya sedemikian rupa untuk memiliki ketahanan diri. Itulah resiliensi.
“Resilience is the process of adapting well in the face of adversity, trauma, tragedy, threats or significant sources of stress — such as family and relationship problems, serious health problems or workplace and financial stressors. It means “bouncing back” from difficult experiences.” – American Psychological Association
Ah ya, tidak akan dibiarkan-Nya kita terus terluka. Tentu saja! Maka, diberi-Nya kita kemampuan untuk maju, menghadapi, dan kembali bangkit dari luka dan keterpurukan. Kekuatan itu ada dan dilekatkan-Nya di dalam diri kita, kita hanya perlu memunculkannya dan merasa percaya diri terhadapnya.
Lalu, apa lagi? Kita juga perlu menjadi diri yang berani yang terbuka untuk mau menyelesaikan luka yang ada. Sebab, tanpa keduanya, wajar jika semua “investasi” yang kita keluarkan hanya berakhir menguap atau tidak membantu sama sekali. Tentang hal ini, saya jadi ingat tentang pesan seorang dosen saat masih kuliah dulu, beliau bilang, “Jangan memaksa orang lain agar mau dibantu. Tidak akan ada gunanya.” Ah ya, sekarang saya baru memahaminya.
Berhentilah dulu membaca sampai disini. Sekarang, rebahkan tubuhmu, pejamkan matamu dan bernapaslah dengan tenang dan perlahan. Lalu katakanlah,
Keep reading
390 notes
·
View notes
Text
Dies As A Question

Aku sadar beberapa hal memang ditakdirkan untuk mati sebagai pertanyaan. Jawaban yang menanti ditemukan kian menua, hingga akhirnya menyusul pergi.
—patah hati,
Frasa yang dulu hidup di dalam kepala, terjebak di antara keenggananmu untuk memastikan—siapa aku di semestamu. Harapan tidak selamanya ada sebagai penyelamat dari kesendirian. Ia hanya datang sesekali sebagai penunjuk jalan, sampai akhirnya aku tersesat di belantara kesepian.
—langkahmu kian menjauh,
Dan suara-suara kepergianmu masih menggaung di antara kesunyian dadaku.
Jakarta,
11 April 2018
171 notes
·
View notes
Text
Memang begitu, seringnya orang-orang dari masa lalu datang hanya untuk bermain-main saja. Datang dan pergi, lalu datang lagi, lalu pergi lagi. Datang dengan tiba-tiba, meminta perlakuan yang sama. Mereka mungkin melupa, bahwa mereka adalah orang-orang yang sering menggoreskan luka.
262 notes
·
View notes
Text
Apa yang harus dijaga. Kalau dia menemukan yang lain lagi setelahmu. Berarti dia tidak berhenti mencari. Kalau dia ingin pergi, biarkan pergi. Bukankah kau selalu berdoa dan berusaha untuk yang terbaik? Kau tau jawabannya kan kalau dia pergi.
“Memenuhi ekspektasi orang lain tentang diri kita itu sulit. Maka, jika ada seseorang yang mau menerimamu karena ‘kau adalah kau’, bukan karena imajinasi yang tinggi tentang dirimu di kepalanya, jagalah ia. Jangan sampai ia pergi.”
274 notes
·
View notes
Text
“Memenuhi ekspektasi orang lain tentang diri kita itu sulit. Maka, jika ada seseorang yang mau menerimamu karena ‘kau adalah kau’, bukan karena imajinasi yang tinggi tentang dirimu di kepalanya, jagalah ia. Jangan sampai ia pergi.”
274 notes
·
View notes