leonzardaslan
leonzardaslan
LEON
4 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
leonzardaslan · 3 years ago
Text
Aku risau untuk hal-hal yang masih jauh di depan, takut akan banyak hal. Ini seperti aku ingin menghancurkan bangunan kuno dan membangunnya kembali dengan tanganku sendiri. Jika bambu yang panjang itu lebih memilih untuk patah di bandingkan membungkuk, aku bersedia, di telan oleh sebuah rasa frustasi sedemikian rupa hingga aku akan memaksakan diriku untuk terus berjalan, tak apa, hidup memang selalu enggan untuk menjadi mudah. Setidaknya, aku berharap untuk mereka yang ku topang dengan lancangnya mampu berdiri kokoh tanpa sedikitpun membungkuk dan menjadi salah satu dari bangunan bangunan renovasi di sana. Bagaimanapun itu, aku harus melangkah sebelum aku berlari kan? Semangat untukmu
1 note · View note
leonzardaslan · 3 years ago
Text
Hampa
Di bawah langit malam tanpa bintang dan bulan yang menghiasi jiwa-jiwa dari mereka yang tersesat sedang meratap dan menahan tangis. 
Aku juga merasa dingin hingga hatiku seakan membeku bersama malam yang hampa.
Di manakah di dunia ini aku mampu merasa tidak ada sepi, tidak ada ketakutan yang mengikuti.
Sorot mata yang terarah seolah mampu mencekik diri ini hingga hancur dan menggulingkan kepalanya.
Cukup kah?
1 note · View note
leonzardaslan · 5 years ago
Text
Korek api.
November datang dengan cepat dan Oktober pergi dengan tergesa tergesa. Lampu-lampu perkotaan berkelap kelip indah di Newyork, Angelin terjongkok di dalam gang hitam nan kotor.
Angin musim dingin bertiup menyapa halus kulit putih Angelin yang sudah akan membeku. Pakaian tipis dan kumuh milik Angelin ia rekatkan pada tubuh ringkihnya, telapak tangannya Angelin tiup agar merasakan sedikit kehangatan lalu di tempel pada dua pipi tirusnya yang tampak memerah, bibir Angelin tampak sangat pucat, rambutnya yang tipis di gerai dan melambai lambai setiap kali angin datang menyapa.
menatap pada hiruk pikuk kota besar itu, Angelin memeluk perutnya. Rasa lapar datang tanpa dapat Angelin prediksi, kakinya di bawa keluar dari gang yang gelap dan kotor. 
Angelin menatap uap uap panas yang terlihat di balik kaca restauran. Bisakah Anggelin mendapat satu mangkuk sup? bahkan jika itu hanya sisa sisa makanan dari orang di dalam sana.
Tiba-tiba seorang laki laki dengan pakaian berjas hitam keluar dan menarik kerah baju kumuh milik Angelin dari belakang. “..T..Tuan, uhk, uhuk, uhuk. Maaf, tapi kenapa kamu menarik kerah bajuku? ”
Laki-laki dengan jas hitam membawa Angelin menjauh. “Kamu serangga kecil, sebaiknya mejauh dari restauran di sana, kamu membuat orang-orang tidak bernafsu makan.”
mata bocah 12 tahun milik Angelin menatap sedih pada laki-laki di hadapannya. “Maafkan aku, tapi kamu tidak perlu menarik bajuku seperti itu. Rasanya seperti kamu mencekikku. ”, Katanya dengan suara yang mengalun lembut.
Laki laki dengan jas hitam di sana mendorong kepala Angelin kasar lalu pergi. Rasa pening yang kuat menyerang Angelin.
Tubuh ringkih milik Angelin di bawa bersandar pada dinding di dekat gang yang tadi Angelin masuki. “Oh!”
Rintihan di malam hari yang hanya mampu sampai pada angin dan udara dingin di sekitar Angelin. “Yah, aku rasa aku merasa pening sebab aku belum makan selama dua hari.”
Masih bersandar di dekat gang gelap di sana, Angelin merasakan cairan yang berlomba lomba keluar dari kedua lubang hidungnya. “Oh! Kenapa berdarah? ”
Angelin menengadah untuk membuat darah di hidungnya tidak terus keluar. “Darahnya tidak akan berhenti dengan mudah.” 
Tiba tiba ada tangan besar yag mendorong lembut kepala Angelin, membuat kepala Angelin tidak lagi menengadah. Belum sempat Angelin menoleh untuk melihat siapa orang yag mendorong kepalanya dengan lembut, sebuah sapu tangan dengan aroma citrus datang dan menutup hidungnya.
'Kau bocah! Apa yang kamu lakukan di luar saat musim dingin di bulan November ini? ”, kata laki laki di depan Angelin bersamaan dengan rasa dingin yang terasa pada pangkal kepala nya. “Jika kamu mimisan jangan menengadah, itu tidak baik.”
Angelin ingin menjawab namun rasa pening di kepala Angelin semakin menjadi jadi. Secara bertahap laki-laki di depan Angelin merasakan tubuh bocah 12 tahun di depannya lemas lalu kepala Angelin bersandar di perutnya.
“Hei? bocah? bocah? ”, Laki laki di sana menepuk lembut pipi tirus milik Angelin namun gadis kecil di dalam rengkuhannya tidak menjawab.
“Oh tuhan!”, Katanya dan mengangkat Angelin lalu membawanya menuju rumah sakit.
..............
Itu hangat ,nyaman, dan lembut saat mata Angelin perlahan terbuka. Langit langit berwarna putih menyapa Angelin. Mata bulat milik Angelin menatap sekitar, aroma obat obatan yang halus menyapa.
Mata milik Angelin menatap pada seorang laki-laki tinggi yang sedang menyalakan korek api dengan sebatang rokok di celah bibir laki laki berjas putih di balkon.
Angelin bergerak dengan cepat, infusnya terlepas kasar. Kakinya yang pendek berlari menuju balkon. Mebuka pintu balkon yang bahkan laki laki di sana masih belum sadar akan kedatangan gadis ringkih di belakangnya.
Angelin melompat merampas korek api dari laki-laki berjas putih dengan name tag yang menempel di sana dengan rapih, Alsheiraz tertulis di sana.
“Siap ---, oh? Kamu sudah bangun? ”, Angelin mengantungi korek api tadi.
“Kak Al, jadi itu kakak yang bawa aku ke sini? ”, Angelin bertanya. Al mengangguk. “Aku gak punya uang buat bayar, apalagi ini kamar kelas satu.”
Al baru akan menjawab pertanyaan tapi matanya jatuh pada tangan berdarah milik Angelin. “Oh Tuhan! Apa kamu melepas infus milikmu? ”
Angelin menatap tangannya yang berdarah, kali ini baru dirinya sadar dengan rasa sakit dan pegal di tangan kirinya lalu, kepalanya terasa berat. Ada rasa gatal di tenggorokannya, memang sudah beberapa minggu ini Angelin batuk.
Namun semakin lama batuk itu tidak mereda, terus bertambah buruk. Dada nya sering nyeri dan sesak juga.
“Ada apa? apa kamu merasa sakit? ”,Al  bertanya sambil melihat Angelin mengerut.
“Aku baik! tapi jika kakak terus menghirup benda dengan nikotin itu. Maka kakak akan segera terkena kanker paru-paru. ”, Angelin mengeluarkan korek api dari kantungnya. “Ini akan aku sita, agar kakak tidak meorokok.”
Al ingin mengatakan bahwa dirinya memiliki banyak korek api lain di rumah. Namun melihat tatapan yang serius dari  gadis pucat di hadapannya, Al merasa geli dan hanya tersenyum pasrah. “Baiklah, kamu bisa menyita itu dan aku tidak akan merokok. sekarang biarkan aku memeriksa dirimu. ”
Angelin berjalan perlahan menuju ranjangnya lagi. “Ya, kamu harus berhenti. Karena hal paling mahal di dunia ini adalah kesehatan salah satu nya. ”
Al mulai memasang infus lagi untuk Angelin, “Jika kamu tau itu mahal bukankah seharusnya kamu menjaga dirimu lebih baik? Bagaimana bisa bocah 12 tahun mengalami dehidrasi? Bahkan kamu berkeliaran di luar saat musim dingin seperti ini.?
Al bicara saat telah selesai memasang infusnya, lalu Angelin menjawab “Itu memang musim dingin. Tapi, aku tidak memiliki rumah untuk merasakan hangat. Jadi hanya gang itu yang terasa sedikit lebih baik untukku. ”
Al berkedip, “Orang tuamu?”
“Meninggal. Aku tidak begitu peduli lagi, jadi aku hanya bertahan hidup dengan seperti ini. Itu mengapa aku benci melihat kalian semua menganggap hidup ini ringan sekali. ”
“Maaf, aku tidak tau.”, Al duduk di dekat ranjang Angelin.
“Tidak apa, itu bukan sebuah hal yang menyakitkan.”, Al terperangah, bagaimana bisa? Ini hanya bocah 12 tahun, tapi bagaimana bisa berpikir dengan demikian? Bahkan ada begitu banyak orang di luar sana yang tidak menghargai hidup, dan mungkin Al salah satunya.
“Kenapa? Kenapa tidak menyakitkan? Bukankah itu akan terasa sangat sepi saat kamu sendiri di luar sana?”, Al bertanya.
Angelin tersenyum sendu menatap pada kota New York di malam hari, pukul saat ini menunjukkan 12:30 namun Angelin tidak merasakan kantuk. “Apapun rasa sakit itu pada dasarnya luka hanyalah luka, waktu akan terus berjalan tanpa henti, masa akan terus berputar tanpa kita ketahui, kadang aku merasa itu benar benar menyiksa hingga aku tidak mampu menangis tapi terkadang aku merasa begitu bahagia hingga aku lupa akan luka masa lalu.”
Angelin tersenyum lagi, “Dalam hidup manusia selalu seperti ini, penuh dengan emosi. Terkadang mereka terlalu penuh hingga lupa bahwa di dunia ada satu juta manusia lagi yang merasakan keadaan lebih buruk dari mereka. Kenapa aku harus merasa sedih? kenapa aku harus merasakan sepi? Jika itu sakit maka sakit, biarkan berlalu. Jika itu sepi maka memang itu demikian. Kenapa harus terus di perumit dengan memikirkan esok dan masa lalu? Pada akhirnya kita akan tenggelam dalam lubang hitam penuh bayang bayang.”
Kali ini Al sedikit linglung. Angelin lanjut bicara. “Jika itu terjadi biarkan terjadi. Kita tidak perlu terus khawatir pada hal yang masih jauh di depan hingga merasakan frustasi. Obat dari hal hal penuh kesakitan itu adalah dengan kita menerima keadaan kita, tidak begitu berharap pada dunia yang kotor ini. Aku terkadang merasa konyol pada orang-orang yang ingin mengakhiri hiudup mereka sebab keadaan yang menekan. Tidak kah mereka tau ada begitu banyak manusia yang berharap terus hidup?”
Al merasa malu dengan ungkapan polos Angelin yang terasa memukul dirinya tepat sasaran, “Kamu masih terlalu kecil untuk paham luka dan derita orang-orang.”
Angelin menggeleng. “Justru kalian yang terus hidup di bawah atap tidak akan paham seberapa keras aku ingin hidup, ayahku berusaha bunuh diri dengan membawa keluarga kecilnya hanya sebab tau bahwa ibu sudah tiada. Bisakah kakak tau seberapa sesaknya nafasku saat aku menghirup asap dari rumahku yang terbakar secara perlahan dan perasaan sakitku saat menatap kakak dan adikku yang terpanggang di hadapanku?”,   Angelin terkekeh ringan. “jika pandanganku di tolak hanya sebab umur maka seseorang yang bicara harus paham bahwa, we can’t measure a person’s maturity based on numbers.” 
Angelin masih terus bicara dan Al mendengarkan. “Kakak, keadaan lah yang paling sering membuat seseorang menjadi dewasa, bahkan terkadang di tengah musim dingin seperti ini, seseorang tidak akan cukup hangat dengan api unggun karena mereka terbiasa dengan penghangat ruangan, tapi untuk tikus jalanan seperti aku, sebatang korek api yang akan kakak bakar untuk tembakau yang dapat merusak kesehatan mu, cukup hangat bagiku untuk musim dingin di bulan November.’, Angelin tersenyum.
“Hal tersulit setelah menerima keadaan adalah mencintai diri sendiri. Ak--Uhuk,uhuk,uhuk.”,Angelin menutup mulutnya dengan tangannya saat batuk. Lau, melipatnya di depan dada saat selesai.
“Kamu baik?”, Al bertanya.
Angelin melipat tangannya, “Tentu, omong omong. Kak, kamu tau aku tidak punya uang. ”
“Aku punya, jangan khawatir, kamu beristirahat, aku harus keruangan ku untuk memeriksa kondisi mu sebentar. Aku rasa hasil lab mu sudah keluar. ”, Al jujur dia terbawa suasana dengan apa yang Angelin katakan. jadi mungkin akan sedikit ebih baik dirinya menjadi dewasa dengan keadaan nya saat ini, Kan?
Angelin menangguk lalu Al keluar. Ruangan di sana menjadi sepi.
Angelin turun perlahan dari ranjang rumah sakit, membawa infusnya dan duduk di balkon. Matanya meredup. Angin musim dingin mengirim dengungan di telinga Angelin. 
Tangan yang ia lipat di buka, bercak darah dengan jelas tampak di sana. “Aku selalu enggan tertidur karena aku takut jika esok aku hanya akan menatap pada kegelapan tanpa ujung. Tapi setiap kali rasa sakit ini datang aku tau bahwa aku masih memiliki nafas hangat di dalam tubuhku. ”
Angelin bersandar pada kursi di balkon. Dirinya merasakan hembusan dingin itu datang lagi. Korek api di sakunya Angelin keluarkan lalu dirinya nyalakan.
Tumblr media
“Jika bisa, aku ingin hidup dengan kehangatan yang melimpah di sekitarku, Kak Alsheiraz, terimakasih sudah memberikan satu buah korek api di musim dingin pada bulan November ini. Aku puas. ”
katanya dalam hati, dan tangan yang menggengam korek api ia peluk, secara perlahan kantuk menyerang dan Angelin tanpa sadar tertidur di bawah langit dingin pada bulan November dengan sebuah korek api dalam genggaman.
Al masih membaca satu baris kalimat dalam dokumen yang sudah selesai dalam 4 jam pemeriksaan dari tes laboratorium di Rumah Sakit itu. 
“Angelina, 12 tahun, positif Kanker Paru stadium akhir.”, Membawa dokumen di sana, menuju ke kamar Angelin. Apa gadis kecil di sana tau itu? jika dia tau dia akan terus bertahan bukan? Angelin menghargai kehidupan bukan? iya kan? Al akan mengobatinya, jadi gadis di sana harus bertahan.
Saat pintu kamar Angelin di buka, rasa dingin datang dengan ganas menyapa. Mata milik Al mengarah pada pintu balkon yang terbuka. Gadis yang tadi baru saja berbicara pasal  kehidupan sedang tertidur di sana.
Al tersenyum geli. “Angelin? bangun, di sini dingin. ”
tidak ada sahutan.
“Angelin?”
masih sunyi.
“Kamu baru saja Berbicara tentang kehidupan tapi kamu justru tertidur di sini?”, Al berbicara sambil mengangkat tubuh Angelin yang terasa terlalu lemah, terlalu ringan.
'Tak'
suara benda jatuh terdengar membuat Al melirik, rupanya hanya sebuah korek api.
Al berjongkok untuk mengambilnya, tapi saat itu dirinya sadar bahwa kepala di dalam gendongannya terasa begitu lemas, Tangan Angelin terkulai.
“A..Angelin?”, Masih tidak ada sahutan.
Alsheiraz, seorang dokter bedah berusia 25 tahun yang selalu akrab dengan kematian. Tapi untuk kali pertama, Al merasa takut. Kenapa? Ini hanya gadis jalanan yang tanpa sengaja dirinya tolong, kenapa?
Al dengan cepat membawanya ke ranjang, mengecek nadi Angelin, nihil. lalu mengambil stetoskop, nihil. tidak ada denyut nadi, tidak ada degub jantung yang berdetak.
lalu tidak lagi ada nafas hangat di sana. Al mengambil selimut dan menariknya hingga batas dada Angelin.
“Tidur yang nyenyak, Angelin.”, Al bicara serak.
Di bulan november, di dalam sebuah ruangan kelas satu, Alsehizas merasakan sesuatu yang menyesakkan, sesuatu yang terasa sesak, frustasi. Hanya saja, bibirnya yang sedikit menghitam sebab merokok masih berusaha membentuk kurva yang indah di wajah tampannya.
“Angelin, kamu lupa mengembalikan korek milikku, mungkin di bulan Desember, Akulah yang akan kedinginan. ”, Pada saat itu, satu tetes liquid bening keluar dengan mulus, bisikan-bisikan di ruangan sunyi itu bermetafosa menjadi isakan halus.
Korek api di lantai tetap tergeletak tanpa bergerak, bersama marmer dingin di bulan November. 
Bisakah kakak tau seberapa sesaknya nafasku saat aku menghirup asap dari rumahku yang terbakar secara perlahan dan perasaan sakitku saat menatap kakak dan adikku yang terpanggang di hadapanku?”
.
.
mungkin Al paham perasaan itu, Angelin mungkin itu adalah sesak dan frustasi bukan?
Namun hanya kesunyian yang menyapa, seolah olah Al sedang di tertawakan oleh keadaan.
END
by: Violexander
17 notes · View notes
leonzardaslan · 5 years ago
Quote
jangan pernah anggap kekurangan lo adalah kecacatan dan momok memalukan dari diri lo
violexander
12 notes · View notes