Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Makrab North Bridge: Antara Sate, Tawa, dan Cerita Hantu.

Selembar kenangan kisah dari tujuh mahasiswa dengan keanekaragamannya. Selamat membaca!
♥︎, Here's the cast story from team 5.

Odette Seraphim — Mungkin bisa dibilang dia si paling cantik diantara kita, tapi ternyata dia juga paling jamet! Siapa sangka dia juga seorang wibu?! Sekali gak bahas “Pengen ke isekai…” kayanya gabisa nih!

Kiandra Bagaskara — Bisa dibilang sih dia 11 12 sama Odette, tapi dia versi laki-nya. Wibu akut dengan pacar khayalan, Sawako-chan! Curiga waifu kesayangannya itu selalu ada di pikirannya selama 24/7.

Nathasya Sylvianne Carstairs — Si ‘mamah’ kelompok, penuh kehangatan dan mungkin dia paling dewasa diantara kita? Kataku sih begitu. Dan aku yakin semua yang ada di sini setuju!

Natha Athalla — Singkat dan padat: Introvert palsu, random aslinya. Eh tapi serius! Dia sendiri yang ngaku katanya introvert, tapi ternyata… bisa jadi si paling random di kelompok. Kalian jangan sampai tertipu ya!

Seinan Amariel — Komentator ulung berambut merah. “Tapi fotonya rambut pirang?” ini foto lama dia, kalau kupasang foto ketika dia berambut merah, aku takut kalian kaget! Masih untung engga dimarahin professor.

Michiko Kitsumi — Katanya sih paling manis (itu kata mereka!). Tipe yang terkadang suka penasaran dengan cerita horror, tapi giliran diceritain, dia ketakutan sendiri. Selain penakut, ternyata dia juga cengeng!

Jesher Leander — Selain sosok ‘mamah’, di grup juga ada sosok ‘ayah’. Ini dia, ayah tidak resmi kelompok. Tapi kalau aku bilang sih, dia ketua batak! Kalau dia perkenalan awalannya, “Jesher Hasibuan, imnida.”
♥︎, Once upon a time, it all began...
Semester ini, para professor di North Bridge punya ide unik: Makrab wajib! Tapi bukan sembarang makrab—setiap mahasiswa harus membentuk kelompok kecil secara mandiri, maksimal 7 orang… mungkin(?) Karena kelompokku berisi 7 orang. Kami diharuskan mencari tempat serta menentukan sendiri kegiatannya.
Awalnya semua bingung. Tapi entah kenapa, kami—tujuh orang dengan latar, karakter, dan tingkat ke-absurd-an berbeda—malah klik begitu saja. Mungkin karena... Odette dan Kian langsung cocok gara-gara debat seru soal karakter anime favorit. Michi yang awalnya sedikit pendiam dengan orang baru, ternyata engga tahan lihat grup ini terlalu chaos tanpa penyeimbang, akhirnya dia ikut terbawa suasana.
Natha duduk di sudut, tapi senyum-senyum liat grup ini seperti sitkom hidup. Seinan bilang dia cuma mau ikut grup yang: warna rambutnya bisa lebih mencolok dari kepribadian anggotanya(?) Entahlah, akupun engga ngerti apa maksudnya. Nathasya... dia langsung ambil peran ‘mamah’ tanpa ditunjuk. “Kalau kalian semua modelnya begini, harus ada yang jagain”, katanya sambil geleng-geleng. Dan Jesher, entah kenapa jadi ‘ketua tidak resmi’ di grup. Mungkin karena suaranya yang paling ngebass dan selalu bilang, “Oke, kita atur makrab-nya yang keren!”
Setelah perdebatan singkat (dan random), akhirnya kami sepakat: Makrab di villa pegunungan, dengan api unggun, makanan bakar, dan cerita malam. Dan yap… malam makrab dimulai!
Berada di sebuah vila kecil di dataran tinggi, udara dingin, kabut tipis menyelimuti sekitar. Ada halaman belakang luas untuk bakar-bakar, dihiasi lampu-lampu kuning kecil yang menggantung. Malam dimulai dengan semua anggota berkumpul di sekitar perapian buatan. Bau daging dan jagung yang dibakar menguar di udara. Tawa kecil terdengar di antara suara tusukan sate dan jagung yang hampir gosong.
Michi sibuk membolak-balik marshmallow, terkadang mencubit pipi Odette yang nyanyi lagu anime—entah apa judulnya—sambil menggoyangkan sate. Kian asyik monolog tentang kenapa Sawako-chan adalah waifu terbaik, sampai-sampai Nathasya menyodorkan minuman hangat agar dia diam sebentar. Mereka konyol sekali!
Seinan tiba-tiba nyeletuk, “Ini api unggun atau api neraka? Panasnya kayak dosa kalian!” sambil ngaca di hp dan ngecek warna rambutnya (Ada yang bisa beritau aku, ada apa dengannya?). Natha duduk sedikit di pojok, tampak diam… sampai tiba-tiba dia lempar lelucon absurd yang bikin semua terpingkal. Jesher terlihat paling tenang, tangannya cekatan bak seorang bapak-bapak yang memastikan jagung tidak gosong dan semua kenyang.
Setelah kenyang, semua mulai duduk melingkar. Angin malam makin dingin. Cahaya api membuat bayangan wajah terlihat misterius.
Nathasya membuka sesi cerita horor, “Ada satu kisah dari desa tempat nenekku tinggal...” Cerita dia begitu tenang tapi bikin merinding. Semua mulai mendekat, kecuali Odette yang tiba-tiba menjerit karena mendengar suara ranting patah. Kian, dia mencoba menenangkan, tapi malah lanjut cerita tentang urban legend Jepang, lengkap dengan suara efek yang bikin Michi hampir loncat dari tempat duduk dengan dirinya reflek memeluk wolfie plushie kesayangkannya. Masih untung dia engga sampai nangis karena ketakutan!
Natha, dengan suara pelan tapi datar, mulai cerita tentang ‘sosok di jendela kamar kost’-nya. Semua hening. Lalu di akhir... dia tersenyum menahan tawa dan bilang, “Tapi itu aku, ngaca tengah malam.” Seketika semua yang ada di sana rasanya ingin menimpuk sandal ke arahnya! Seinan malah berdiri dan ngedramatisasi cerita horornya sendiri, lengkap dengan akting, sampai api unggun hampir padam karena ketiban semangat dia.
Waktu sudah hampir tengah malam. Mereka duduk saling bersandar, menyanyikan lagu pelan yang familiar, sambil menikmati bintang di langit.
Jesher mulai membagikan pesan singkat, “Gue seneng banget bisa makrab sama kalian. Gak nyangka dari orang-orang random bisa jadi seperti keluarga.” Michi menatap semuanya dan mengangguk, merasa sangat bersyukur. “Walau kalian absurd, aku senang bisa kenal sama kalian.” Dan sebelum tidur, Odette dan Kian masih berdebat soal siapa yang lebih kuat: Goku atau Gojo, sampai Nathasya terpaksa mencabut colokan speaker biar semua bisa tidur tenang.
End.
0 notes