margavanstep-blog
margavanstep-blog
margavanstep's home
3 posts
Music Review | Movie Review | TV Show Review | Book Review | Personal Story 
Don't wanna be here? Send us removal request.
margavanstep-blog · 7 years ago
Text
Meine 22 Jahre alt (Di usiaku yang ke 22 tahun)
Selasa kemarin, saya menjadi “mahasiswa bayangan”. Saking kangennya belajar, saya sit in di kelas Listrik Magnet dosen pembimbing saya. Saat itu kebetulan materinya masih membahas analisis vektor dan sistem koordinat, sebuah senjata utama dalam menyelesaikan persoalan listrik-magnet. Dosen saya menjelaskan di kelas, bahwa kadangkalanya kita butuh sistem koordinat lain selain koordinat kartesian (x,y,z). Jika sistem kita berbentuk bola, ya gunakanlah koordinat bola (r,teta,phi), karena vektor basis pada sistem ini, masing-masingnya bergantung pada x, y dan z sehingga akan lebih rumit jika kita menggunakan koordinat kartesian.
Sama seperti hidup, kadang kita melihat dunia ini sepertinya memiliki pola yang sama sehari-hari sehingga kadang kita punya zona nyaman tersendiri dalam menjalani hidup. Tapi di usia 22 tahun ini, setelah menyandang gelar “alumni mahasiswa”, satu persatu masalah muncul dan unik. Of course ini adalah output sebagai seseorang yang memiliki pekerjaan saat ini dan kepentingan pribadi sebagai orang dewasa. Masalah buruknya ini yang terkadang sulit dihadapi. Saking buruknya terkadang ingin sekali mengumpat. Akhir-akhir ini sering sekali mengumpat dalam bahasa korea. Bukan karena bahsa korea itu identik dengan bahasa kasar, tapi karena saya masih punya hati, saya gak tega untuk melukai perasaan seseorang padahal di sisi lain saya perlu berkata-kata sesuatu supaya kegundahan tidak tersimpan di hati. Di sisi lain, mungkin ini juga efek buruk terlalu banyak menonton drama korea wkwk. Penonton, harap jangan ditiru ya!
Ada perasaan pengen jadi mahasiswa lagi (padahal baru wisuda oktober kemarin :p). Sepertinya saya lebih prefer mengerjakan soal-soal fisika daripada persoalan kehidupan. Meskipun berhari-hari mengerjakan, tapi persoalan fisika selalu berujung pada jawaban mutlak. Persoalan kehidupan terlalu banyak probabilitas. Banyak cara untuk menyelesaikannya dan banyak jawabannya juga, tergantung pilihan yang dibuat seseorang. Ah, ini seperti masuk ke medan perang, apakah saya mati saja hari ini atau terus bertahan untuk tetap hidup?
Masalah pekerjaan, kepentingan pribadi, yang saat ini saya jalani selalu berakhir pada satu hal, “Kok gini sih?”, “Saya melakukan sesuai kemampuan saya, tapi kok tidak bahagia?” Setelah meninjau akhirnya saya tahu kesalahan saya. Saya selalu meninjau kehidupan saya masih sama seperti waktu mahasiswa. Di saat saya harus mendidik orang menjadi orang yang bertanggung jawab, saya sendiri masih tidak bertanggung jawab. Dulu saat menjadi mahasiswa, saya masih suka kabur bimbingan karena masih belum paham. Sekarang ada masalah sudah tidak bisa kabur lagi karena kepentingan ini menyangkut banyak orang. 
Tugas akhir saya sendiri berhubungan dengan sistem bola, maka koordinat yang saya gunakan adalah sistem koordinat bola. Sangat menyebalkan dengan sistem ini karena saya harus bertemu dengan fungsi-fungsi berbahaya seperti Legendre dan Bessel. Tapi puji Tuhan, setahun lebih ngutak-ngatik akhirnya lulus juga. Sekang masih sering diskusi dengan dosen untuk menyusun jurnal ilmiah. Masih melanjutkan TA, tapi di sini saya menemukan kasus yang ternyata tidak mudah diselesaikan dalam koordinat bola, padahal sistem kita bola. Setelah diskusi panjang ternyata tercapai kesimpulan bahwa saya harus mentransformasi sistem bola saya ke koordinat kartesian. Ah no, sulit banget, harus kaliin sin/cos teta dan sin/cos phi. Wah, tapisiapa yang sangka kalau ternyata perhitungan jadi lebih benar dengan koordinat kartesian?
Saya belajar bahwa menjadi orang yang fleksibel tidak mudah, tapi harus coba dilakukan. Di kehidupan dinamis ini, kita harus tahu bagaimana menempatkan diri di masyarakat, koordinat nyaman yang biasa dipakai kadang bukan solusi di zaman now. So, inikah saatnya saya benar-benar harus meninggalkan “sistem koordinat bola saya?” Semoga ini jawaban yang tepat!
Tschüss!
0 notes
margavanstep-blog · 8 years ago
Text
13 Reasons Why: Why?
I really recommend this tv series guys. Buat pecinta film Paper Towns, pasti bakal suka banget sama film ini, karena plotnya sama: cewe yang meninggalkan jejak. Bedanya, klo di Paper Towns cewenya masih hidup di tempat lain, klo di 13 Reasons Why, cewe yang meninggalkan pesan ini sudah meninggal. Wow wow, stop right there, jangan berpikir ini tentang series horror. Hannah Baker (Katherine Langford) meninggalkan “pesan” berupa 13 kaset yang ia titipkan ke seseorang yang ia percayai, sebelum dia mengakhiri hidupnya. “Pesan” tersebut tidak lain merupakan 13 alasan mengapa dia memilih mengakhiri hidupnya dan 13 orang yang menjadi tokoh utama dalam kaset ini akhirnya menghadapi dunia yang 180 derajat berbeda dari dunia sebelumnya, from “I’m a high school student” to “I’m a killer”.
After I watch the first five episodes, I was thinking, “God, I really miss high school”. Bukan high school seperti di film ini yang menurutku sangat tidak sehat pergaulannya, tapi kamu jadi diajak mengingat kembali masa-masa SMA. Entah karena baper TA atau mungkin hal lain, aku jadi teringat bahwa sangat mudah menjadi anak sekolahan. Bangun pagi, pergi ke sekolah, belajar di kelas, gosip dengan teman sebangku, makan bekel bareng teman sekelas, dan pulang ke rumah, kerjain pr, tidur dan begitulah siklusnya. Sangat mudah kan? Tidak seperti kita yang harus memikirkan TA, debug program, bicara tentang kemahasiswaan, begadang untuk membahas suatu program di organisasi dll. Curhat?  Well, maybe, wkwk.  Tapi intinya adalah, tv series ini tidak mengangkat cerita yang berat seperti action, crime, detectives atau genre tv series amerika lainnya. TV series ini menyuguhkan drama remaja dengan topik utama BULLYING. That’s why, tv series ini tidak berat untuk ditonton, dan pesannya sangat mendalam buat penonton.
Kedua, jangan pikirkan tentang cewe ini dibully kaya ditarik-tarik rambutnya, didorong sampe jatuh ala ala di drama korea (oke sebut merek: School 2015). Ini lebih simpel dari itu, tapi lebih menyakitkan. You know what? Words. The answer is WORDS. Ingat pepatah: mulutmu harimaumu. Bayangkan orang-orang disekitarmu membicarakan hal buruk tentangmu. Mungkin pertama kali yang kaupikirkan, kau tidak peduli. But then, hal seperti itu berulang terus menerus. Mereka membicarakan A, B, C dan seterusnya tentangmu and you realize that maybe you’re the problem. Ada yang tidak setuju? Well, saranku tonton drama ini hingga kamu tahu apa yang dirasakan Hannah. The point is, be careful what you say dan what you do. Pikirkan dulu sebelum bertindak atau berkata. Karena hidupmu mempengaruhi orang-orang disekitarmu dan kau tidak tahu apa yang mereka pikirkan atau rasakan.
Ketiga, aku sangat suka dengan karakter Clay Jensen (Dylan Minnette), tokoh utama di tv series ini yang tidak lain adalah cowo yang suka sama Hannah tapi gak sempet menyatakan perasaannya sebelum Hannah meninggal. He’s different meskipun dia ada di list “13 reasons”. Dia mengedepankan kejujuran. Ketika orang-orang dalam list “13 reasons” sudah mendengarkan semua kaset, mereka tidak melakukan apa-apa. Hanya Clay yang berusaha membuat kebenaran terungkap. Banyak banget kenyataan yang kita tutupi dalam hidup kita, tapi kadang kita berani untuk membuka “pintu rahasia” kita. Hannah pun demikian. Tapi Clay menunjukkan bahwa kebenaran harus terungkap, no matter how hurt it is. Kita harus berani mengakui kesalahan karena ada orang lain yang berhak tahu kebenaran.
Well ini hanya beberapa list hal-hal yang bisa didapet dari tv series yang berisi 13 episodes @50 menitan ini. Masih banyak hal lain. Mungkin jika kamu menonton kamu bisa menyebutkan hal-hal lebih banyak daripada  yang saya tulis. This is just from my perspective. So, no offense okay guys. Dan pesan terakhir, buat para cewe yang nonton drama ini, jangan mudah jatuh cinta pada pandangan pertama sama 2 tokoh di drama ini: Justin Foley (Brandon Flynn) dan Alex Standall (Miles Heizer). Why? Because they’re a couple in real life T.T.  Btw, selamat menonton!
1 note · View note
margavanstep-blog · 8 years ago
Text
There's nothing wrong with asking question!
Sekitar 3 minggu yang lalu, saya meng-email seorang penulis paper. Ceritanya, saya kebingungan dengan notasi yang Beliau gunakan di paper yang saya jadikan referensi untuk TA. Singkat cerita, akhirnya dosbing pun menyarankan untuk meng-email langsung penulisnya. Menunggu beberapa hari tak kunjung dibalas, akhirnya diniatin cek satu persatu paper-paper yang mensitasi paper ini. Akhirnya ketemu 1 paper yang memberitahu apa arti notasi itu. Setelah saya membaca dan memahami, yang saya lakukan pertama kali adalah tertawa. Bukan karena notasinya lucu, tapi karena saya merasa bodoh bercampur malu. Notasi itu ada di wikipedia, di buku Arfken dan Abramowitz (dimana sebenarnya udah sempet dicari sebelum mengemail, tapi ternyata kelewat dibaca T.T). Saya berpikir mungkin pertanyaan saya tidak terlalu penting untuk dibalas makanya gak dibalas.
Finally, 2 hari yang lalu, penulis ini membalas. His message is so unpredictable!. Beliau mengatakan paper itu dia kerjakan 20 tahun yang lalu (yes indeed, 1 year after I was born), dan pada saat itu notasi itu cukup umum digunakan. Kemudian dia meminta maaf karena membuat saya kebingungan dengan notasinya (Me: why? Aku yang seharusnya minta maaf karena menanyakan pertanyaan yang terlalu mudah mungkin baginya). Di akhir dia mengatakan, 'silakan hubungi saya lagi jika ada pertanyaan. Saya akan coba cari catatan yang berkaitan dengan paper ini di rumah saya.
Dari kisah ini saya belajar sesuatu. Bertahun-tahun kuliah dan belajar di kampus yang katanya harus ada jawabanya. Beberapa kali juga mencari ilmu di tempat lain. Banyak pengalaman telah memberikan saya kesempatan bertemu dengan berbagai macam orang. Kalau saya bertanya, ada yang merespon cukup baik, mengajak diskusi. Ada yang menjawab kulit-kulitnya saja, kemudian menyuruh saya belajar sendiri. Ada juga yang memarahi saya karena katanya saya harus berpikir dulu sebelum bertanya. Sebenarnya terlepas dari mudah atau sulitnya pertanyaan, yang harus kita lakukan pertama-tama adalah rendah hati. Jika tahu, silakan dijawab setahunya. Jika tidak tahu, ya jangan dipaksakan tahu. Saya sudah tahu asam-manis-asinnya kehidupan sebagai org science. Saya tidak menyalahkan mereka yang tidak mau memberi saya jawaban, karena saya tahu benar itu kembali pada sifat orang masing-masing dan tidak bisa saya paksakan, apalagi yang derajatnya lebih tinggi dari saya, who am I to you? Tapi kadang yang sperti ini yang membuat saya kecewa dan malas untuk mencari jawaban lagi. Bahkan kejadian seperti ini yang pernah saya alami membua saya untuk memilih diam dna mencari jawaban sendiri saja. Tapi dari pengalaman ini, saya belajar, jika kamu tidak paham, bertanya saja. Kalau kamu bertanya tapi tidak mendapat jawaban, berarti kamu bertanya pada orang yang salah. Terus tanyakan pada orang lain, banyak orang disekelilingmu kok yang pasti bisa menjawab. In this case, kebetulan saya langsung bertanya pada orang yang tepat dan humble :). Dan yang terakhir tidak ada salahnya juga berbagi ilmu dengan orang lain kan?
PS: Thanks Mr. Yu-lin Xu for replying my email. It’s been my pleasure to get in touch with you.
0 notes