Tumgik
membersamai-langkah · 3 months
Text
Aku selalu percaya bahwa Allah akan selalu menyampaikan detail yang kurasakan, kuusahakan untukmu. Biar semesta bekerja dan seharusnya aku tenang karena itu.
Yogyakarta, 28 Januari 2024
-nwd
0 notes
membersamai-langkah · 4 months
Text
Privellege Bahasa Arab
Tumblr media
Gambar diambil dari pinterest.com
Ngapain sih belajar bahasa Arab, kan kita bukan tinggal di pesantren.
Belajar bahasa Arab? Hmm, enggak dulu deh, lagian jurusan yang aku ambil bukan bahasa apalagi sastra Arab!
>< 
Eiitss…
Halo, friends! Mari merefleksikan diri sebentar. Apa sih yang membuat kalian ingin mempelajari suatu bahasa? Apakah karena tuntutan tempat tinggal atau tempat studi? Atau karena bahasa tersebut adalah hal yang menunjang literatur atau cita-cita kalian, atau karena berawal dari suka dengan budaya dari bahasa asal tersebut?
Boleh jadi salah satu atau semua alasan dari yang disebutkan di atas adalah benar. Namun, hal yang paling dirasa adalah karena tuntutan pendidikan, misalnya dalam mempelajari bahasa Inggris. Betul? :D
Kalau kalian yang pernah meniatkan diri atau mantap dalam memilih untuk belajar bahasa Arab karena hal apa?
Ingin mendalami ilmu agama?
Ingin kuliah di wilayah Timur Tengah?
Ingin agar lebih mudah mempelajari tafsir al-Qur’an?
Ingin lebih khusyuk dalam solat?
Atau…
Ingin berjelajah dunia Arab selain Makkah dan Madinah?
Kelima hal tersebut adalah impian bagi kita karena kita adalah seorang muslim, bukan? Hal yang jarang sekali terpikirkan di kalangan kita. Belajar bahasa Arab karena saya seorang muslim, seperti yang pernah dikatakan oleh Umar bin Khattab:
تَعَلَّمُوا العَرَبِيَّةَ فَإِنَّهَا مِنْ دِيْنِكُمْ
“Pelajarilah bahasa Arab karena ia merupakan bagian dari agamamu.”
Jika kita melihat dari kacamata agama, tentu bahasa Arab adalah suatu hal yang sangat istimewa yang mengantarkan kita untuk lebih dekat dengan Islam, untuk lebih kenal lagi dengan Allah.
Jika dilihat dari kacamata keilmuan, bahasa Arab juga memiliki banyak sekali kelebihan. Apa saja yang sudah kalian tahu?
Dilansir dari pba.unida.gontor.ac.id, bahasa Arab merupakan bahasa yang sangat kaya akan kosakata yang tidak ditemukan dalam bahasa-bahasa lain di dunia. Kosakata tersebut diperkirakan memiliki 25juta kosakata. Bahasa Inggris memiliki sekitar <2juta kosakata, sedangkan bahasa kita, bahasa Indonesia memiliki sekitar 91ribu kosakata (dilansir dari pascapbi.uad.ac.id).
Itu berarti bahasa Arab memiliki perkembangan bahasa yang sangat pesat. Ia memiliki banyak makna mulai dari susunan huruf yang singkat, seperti أُمٌّ sudah dapat bermakna ibu, sedangkan dalam bahasa Inggris harus tersusun dalam enam huruf untuk dapat bermakna ibu (mother). Dalam kata kerja juga misalnya, bahasa Arab memiliki simbol atau tanda tersendiri. Ambillah akar kata atau huruf “ح”. Huruf tersebut identik dengan makna tajam dan panas, seperti حُمَّى (demam) dan حَارٌ (panas).
Sebenarnya masih banyak sekali kelebihan yang dimiliki oleh bahasa Arab. Selain eksistensinya yang memang telah menjadi bahasa yang digunakan dalam forum PBB, saat ini bahasa Arab memiliki kesempatan emas di kalangan dunia. Pasalnya karena maraknya dukungan terhadap kemerdekaan Palestina tak jarang membuat orang-orang menjadi berpikir dan tergerak hatinya untuk belajar bahasa Arab terlebih belajar terkait sejarah Arab dan Palestina agar dapat terus menyuarakan kebenaran.
Oleh karena itu, kita juga dapat mengatakan bahwa kelebihan bahasa Arab berikutnya adalah bahasa pembuka ilmu pengetahuan.
Privellege sekali!
Ada salah satu kitab karya ulama nusantara yang rasanya cocok sekali bagi pembelajar awam. Buku ini berjudul Al-Akhlāq Lil Banāt yang jika diterjemahkan kita pahami dengan “Akhlaq bagi Perempuan-perempuan” karya Umar bin Achmad Baraja.
Tumblr media
Gambar diambil dari foto pribadi
Kitab ini disajikan dengan bahasa Arab Fusha dengan susunan gramatika yang tergolong mudah dan sederhana. Jadi, bahasa Arab Fusha ini adalah bahasa formal yang biasanya digunakan orang Arab dalam satuan pendidikan dan hal-hal yang bersifat formal.
Di Arab sana, penggunaan bahasa juga sama dengan kita yang di Indonesia, ada bahasa Indonesia yang sudah tidak lagi murni karena telah tercampur dengan bahasa trend atau bahkan dicampur dengan bahasa yang dimiliki oleh daerah masing-masing. Kalau konteksnya begini, bahasa seperti ini disebut dengan bahasa Amiyah atau dalam pengertian lain merupakan bahasa dialek lokal yang ada di wilayah Arab.
Sesuai dengan namanya, buku ini membahas tentang nilai-nilai akhlaq yang seharusnya ada dalam diri seorang perempuan. Beliau menuliskan pembahasan tersebut dengan gaya yang unik. Saat kita membacanya, rasanya seperti sedang membaca buku cerita.
Bagi kalian yang suka membaca hikmah di balik cerita, mungkin kitab ini bisa jadi wishlist sekaligus mengasah kemampuan dalam berbahasa Arab. Tetapi tidak semua dalam kitab ini dibalut dengan cerita, ya. Kitab ini juga tidak tebal-tebal seperti yang kalian bayangkan. :”D.
Ia worth it dan bermakna.
Ada salah satu bab yang membuat diri ini penuh senyum. Pada bab tersebut diceritakan seorang anak kecil bernama Fatimah. Fatimah yang cerdas yang juga mencintai dirinya dan kedua orangtuanya. Fatimah yang senang sekali bertanya pada hal-hal yang tidak ia mengerti.
Mungkin kita akan membatin “Iya… kan, anak kecil punya rasa penasaran yang tinggi, pantas kan?” memang. Tapi, mari mengulang kata-kata di awal tulisan ini. Ya, refleksi diri. Apakah dewasa ini kita sudah banyak bertanya akan hal-hal yang tidak kita ketahui? Apakah lantas membuat kita tergerak ingin tahu lalu mempelajari dan mengamalkannya? Semoga sudah dan bisa istiqomah. ^^
Suatu hari, Fatimah dan ibunya keluar untuk berjalan-jalan di kebun. Lantas, kedua bola mata Fatimah melihat sebuah pohon mawar yang cantik.
(Siapa yang suka mawar? Hehe… saya!)
Meski mawar itu cantik, namun, sayang… ia bengkok.
Kemudian berkatalah Fatimah kecil,
مَا أَجْمَلَ هَذِهِ اشَّجَرَةَ! وَلكِنْ لِمَاذَا يَا أُمِّي هِيَ مُعْوَجَّةٌ؟
“Betapa cantiknya pohon ini! Tapi, Umi, kenapa ia bengkok?”
Ibunya menjawab, “Itu karena pekebun tidak memperhatikan kebengkokannya sedari kecil.”
“Bukannya lebih baik menegakkannya sekarang?”
Ibu Fatimah tertawa.
“Itu tidak berpengaruh baginya, wahai anakku. Karena batangnya sudah besar dan mengeras.”
Maka dari itu, siapa yang tidak beradab sedari kecil tidak mungkin beradab di kala ia besar.
Maasyaa Allah…
Selama membaca bab ini rasanya mengerti betapa bahasa Arab adalah bahasa yang halus. Bahasa yang sopan. Bahasa pengetahuan yang menyadarkan kita.
Perumpamaan Fatimah dengan bunga mawar sangat berkesan dan penuh pelajaran. Mengingat bahwa sebesar apapun kita, kita tetap dan akan senantiasa menjadi seorang anak di mata kedua orangtua.
Maka, memperbaiki adab adalah proses perbaikan sepanjang hayat.
Meski diceritakan bahwa jika sedari kecil saja seorang perempuan tidak memiliki adab yang baik maka ketika ia besar atau dewasa juga tidak memiliki adab yang baik, tidak melulu demikian.
Bagi kita yang sudah menyadari kekeliruan dalam diri, maka mari berusaha untuk tumbuh tegak mengikuti arah matahari bersinar lalu kuncup dan berbunga hingga jika sudah waktunya bunga itu melayu dan gugur, maka gugurnya pun adalah sesuatu yang bermanfaat bagi tanah di sekitarnya.
Selain itu, sebagai calon orangtua, alangkah baiknya, kelak menanamkan nilai-nilai akhlaq yang baik terhadap anak sedari kecil seperti Fatimah melalui hangatnya kasih sayang dan cinta yang tulus, maka semoga ketika ia besar, ia akan tumbuh cantik mempesona.
Cantik yang abadi karena kesalihannya.
Salah satu sudut Kota Pelajar yang kini sedang turun hujan,
Kamis, 18 Januari 2024 | pukul 22.20
0 notes
Text
After Three Years Ago
Tumblr media
Tetap berprasangka baik, berbuat baik. Karena sungguh, sebenarnya, Ia selalu menetapkan yang terbaik. -nwd
Akhirnya, setelah sekian lama, akun ini dapat dibuka kembali. :d. ^^.
4 notes · View notes
membersamai-langkah · 4 years
Text
Aku ingin sendiri menikmati sepi. Seperti apa ia ku kecap rasa, pahit, manis, atau asin?
Sepucuk surat untuk Arsyi.
"Arsyi, aku pikir dengan seperti ini aku bisa lebih fokus sama target yang tinggal menghitung hari. Ada beberapa orang yang mencariku Ar, hal itu sempat mengagetkanku. Dan beberapa ada yang bertanya tentangku melalui orang lain. Rasanya, senang. Tapi aku masih merisaukan dia. Aku melakukan ini tanpa pamit. Aku terlalu risau dengan pikiranku sendiri. Kita, memang bukan kita. Dan perihal perasaan memang selalu begitu. Selalu saja jatuh tanpa persetujuan dariku.
Ar, apa hanya perasaanku yang tak bisa lega? Atau aku yang terlalu takut untuk terbuka dan terlalu sulit mengakuinya. Ar, sudah lama ia melekat dalam rutinitasku memandang sesuatu. Aku tak bisa mengelak tentang ekspektasi yang sering muncul. Juga tak jarang, aku selalu mengusahakan agar semua itu bisa menjadi sebuah realita. Atau hanya sekedar berdiri menatapnya dari kejauhan. Melihatnya dengan nyata. Meski yang sering kutemukan adalah menatap punggungnya. Karena memang aku tak mampu menatap langsung kedua bola mata itu.
Ar, begitu polos kah aku? Sesederhanakah rasa itu bersemi di relung hati. Ar, aku selalu menyukai caranya melihat sesuatu. Aku menyukai keberadaannya yang memang apa seadanya. Berusaha nampak ceria dan bertutur dengan nada yang lembut. Seperti menemukan sosok seorang kakak. Seperti diajak kembali pada momen saat tanganku digenggam berjalan menyusuri taman kota bersama bapak. Berbagai pembicaraan yang tak menggurui, berbagai bahasan yang terselip pelajaran kehidupan.
Ar, aku tahu aku masih fakir ilmu agama. Tapi aku tahu agama melarang kita untuk menjalani sesuatu yang langsung atau tidak langsung layaknya orang-orang yang menyebutnya berpacaran. Ar, tapi agama tidak melarang kita untuk saling mencintai bukan? Yang bahkan cinta seperti apa yang bisa didefinisikan untuk masa-masa seperti kita? Kau benar Ar, bahkan cinta pun juga ada ilmunya. Agar kita tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak semestinya.
Ar, 147 karakter yang ia kirimkan bulan lalu apakah memang benar seperti itu adanya? Apakah itu bukan suatu candaan? Ar, kiranya, ia apa kabar? Kiranya, bagaimana selepas Juni ini usai? Harusnya aku tak perlu sejauh itu ya. Kan, sudah ada yang mengatur. Dan benar katanya, mungkin kata "semoga" adalah hal yang tepat untuk saat ini. Meski, mau tak sepeduli apapun tetap saja kepikiran.
Ar, aku memang mencintainya. Tapi, aku lebih mencintai Tuhanku. Ar, terimakasih masih membersamai. Terimakasih masih mengingatkan. Untuk saat ini ada hal yang lebih penting, ada mimpi yang harus diwujudkan.
Ar, kegalauanku saat menentukan jurusan waktu itu memang sempat membuatku putus asa dan tidak terima. Karena, lagi-lagi hal itu tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Padahal, belum tentu kan apa yang aku inginkan itu baik untukku dan apa yang tidak aku inginkan tidak baik untukku. Ar, aku tetap berusaha atas mimpiku. Dan aku juga tetap mengusahakan apa mimpi kedua orang tuaku. Karena, apalah daya tanpa restu kedua orang tua? Ar, kau benar. Impian itu bukan tentang mimpiku seorang. Ini tentang mimpiku, mimpi ibu-bapak, mimpi dari orang-orang yang kucintai, dan orang-orang yang mencintaiku."
Pbg, 7 Juni 2020
Jeda UTBK 🍃
1 note · View note
membersamai-langkah · 4 years
Text
"Tun, boleh ga sih kalau apa yang dia omongin waktu itu aku anggap benar adanya?"
"Hmm, boleh-boleh. Tapi harus tau kadar ya."
"Tahu kadar pun, hatiku tetap mengelaknya. Mengelak bahwa kisah ini memang sama betul dengan kisah sebelumnya."
"Ta.. percaya ke aku kali ini. Enggak ada yang sama betul. Kalau pun sama, hikmahnya itu beda."
Suara itu menggema. Tatapannya begitu meyakinkan, dengan nada yang sedikit keras. Tersadar dan memberi jeda sejenak. Mengambil napas panjang, lantas memulai kembali pembicaraan.
"Kau boleh saja tidak terima, patah, dan mulai menata lagi dari awal. Tapi kau harus ingat Ta, menarik diri mungkin akan menenangkanmu. Tapi bukan berarti kau bisa lari, juga bukan berarti kau bisa selesai."
Deru angin malam memeluk kami, lembut menyelimuti batin yang mulai terenyuh. Ikut berbisik pada langit bertabur bintang gemintang. Kau benar Tun, bahkan hingga sejauh ini, memang belum ada yang terbilang benar-benar selesai.
📌
🗒 Tun Memorable '1
📝
-nwd, 1 Juni 2020
3 notes · View notes