Tumgik
muhammadsyarifuddin · 4 years
Text
BUKAN SEDARAH TAPI SEARAH
(( Muhammad Syarifudin ))
“Tempat kerja sebagai rumah kedua dan Rekan kerja sebagai anggota keluarga. Betapa pentingnya penerapan nilai kekeluargaan dalam hubungan satu sama lain ditempat kerja. Hubungan demikian tercipta membuat orang akan betah tinggal dan bekerja”
Dimulai pada pertengahan tahun 2013, bertepatan dengan kelulusan sekolahku. Aku yang notabene masih fresh graduate memutuskan untuk mencari pekerjaan. Berangkat dari kota asal pergi ke tanah rantau. Aku mencoba peruntungan bermodalkan ijasah SMK mendaftar di PT Parama Global Inspira. Setelah selesai melakukan interview dengan manajer kantor, aku diterima untuk bekerja. Sebagai remaja yang sedang mulai menempuh kehidupan baru, aku dinobatkan sebagai seorang freelancer dikantorku. Awalnya banyak yang berfikir apasih enaknya jadi seorang freelancer ? bukankah bekerja secara mandiri dan tidak terikat kontrak dalam jangka panjang ?.
Aku ditempatkan di Divisi Logistik. Berbekal niat baik untuk mencari pengalaman kerja dan sekaligus mendapatkan cuan, aku mulai mengenal dan berkenalan dengan rekan kerja baru yang lebih banyak berpengalaman dariku. Lika liku dikantorpun sangat banyak dan jujur saja pengalaman dan mentalku terasah disana. Mulai dari pekerjaan banyak diluar jobdesc dan rekan kerja yang selalu mencari celah kesalahan. Tidak dipungkiri, aku yang masih lulusan SMK dan rekan kerjaku yang sudah berusia lebih dariku membuat adanya banyak perbedaan disaat kerja. Tahun pertamaku terasa berat dan hampir membuatku menyerah dengan mengikuti rule yang ada di perusahaan. Namun inilah kehidupan orang dewasa yang harus dijalani dengan sepenuh hati. Berjalannya waktu, perusahaan mulai merekrut pekerja freelance seusiaku. Mereka juga sama sepertiku, pergi merantau mencari cuan. Semakin bersemangatlah aku dalam bekerja. Menemukan rekan kerja yang sefrekuensi dengan suasana kerja yang lebih terbuka. Aku yang dulunya pendiam kini mulai bisa membuka pikiran dan mengembangkan diri.
Setiap pekerjaan dikantorku berorientasi pada masa yang akan datang. Dengan kejelasan visi membuat loyalitas perusahaan meningkat. Fasilitas kerja juga diberikan dengan baik. Adanya kenaikan jabatan untuk karyawan yang berprestasi, berkembang, dan beretika lebih baik. Mengangkat karyawan freelance menjadi karyawan tetap, tentunya dengan pertimbangan dan seleksi yang ketat. Kejelasan jenjang karir seperti itu yang menyenangkan membuat bekerja lebih bersemangat. Mengingat tidak semua perusahaan menerapkan kebijakan seperti ini.
Saking banyaknya hal yang aku pelajari selama menjadi freelancer tanpa terasa sudah 2 tahun. Tiba saatnya aku mengalami salah satu detik-detik menegangkan dan titik terang dalam hidupku. Apakah aku akan menjadi karyawan tetap perusahaan ataukah sebaliknya.
Performance Review, berkaitan dengan performaku selama masa freelance itu sendiri. Bagaimana pekerjaanku, perkembangan skiil dan attitude dalam bekerja. Terkesan menegangkan dan harap-harap cemas menanti nasibku nanti setelah freelance berakhir. Namun ternyata, review-nya cukup bagus dan membuka mataku tentang diriku sendiri. Dimana letak kekurangan dan kelebihan diriku. Tanpa disangka, statusku dari seorang freelancer berubah menjadi karyawan tetap. Namun bukan berarti sudah lega dan langsung menjadi karyawan tetap. Sebab, masih ada penilaian dan diuji lagi, baik dari skill, pekerjaan dan etika dalam bekerja selama beberapa bulan. Kalau di masa freelance, tantangannya adalah bekerja banyak hal yang belum pernah aku lakukan, Namun di masa penilaian menjadi karyawan tetap yang sungguhan tantangannya lebih berat lagi. Sebab, aku mendapatkan tanggung jawab yang lebih banyak lagi dan harus semakin mengasah skill yang sudah kudapatkan selama menjadi freelancer. Dari situlah aku terpacu untuk terus mengasah skill dan belajar lebih banyak lagi, tentunya dengan rekan kerja yang memberiku support yang terbaik. Membantuku dalam mempermudah pekerjaanku. Namun ada hal yang membuatku sedih karena disaat itu juga aku harus berpisah dengan rekan kerja lainnya yang tidak lolos proses seleksi karyawan tetap. Berakhir sebagai freelancer saja.
Beberapa bulan berlalu, disinilah aku sekarang. Menjadi karyawan tetap dikantorku dengan tanggung jawab yang lebih besar lagi. Rekan kerja yang silih berganti memberi banyak hal positif. Bagiku sangat senang rasanya bisa bergabung dan bekerja sama dengan orang-orang hebat dikantorku. Banyak proses pendisiplinan diri dan budaya kerja yang diterapkan dikantor. Yang perlahan merubah kebiasaan sehari-hariku. Mulai dari hal-hal terkecil, Selalu rutin melakukan sholat berjamaah dikantor. Saat istirahat saling bertukar lauk yang dibawa masing-masing dari kami. Sehabis makan mencuci piring untuk menjaga kebersihan area kerja.
Nilai keagamaan juga diterapkan dengan sangat baik dikantorku. Rutin mengagendakan kajian bersama setiap hari jumat. Memberikan pencerahan rohani pada semua karyawan. Hal yang paling menyenangkan lainnya adalah ketika kantorku mengadakan Family Gathering ke luar kota setiap tahunnya. Tour ke berbagai kota dan membawa keluarga bagi yang sudah berkeluarga. Rasanya seperti piknik keluarga besar. Setiap perjalanan selalu tercipta suasana seru, ceria, ekspresif, harmonis, kompak, ramai, riang, gembira, senang, bahagia, bebas dan kasih sayang. Selain hiburan, tentu saja hal ini membuat tidak adanya sekat pembeda antara atasan dan bawahan. Justru membuat semua karyawan menjadi lebih solid. Begitu pula lingkungan kerja atraktif, saling support satu sama lain disaat salah satu dari kami sedang mengalami kesulitan. Baik masalah pekerjaan maupun diluar pekerjaan. Saling memberikan masukan-masukan yang baik dan bermanfaat. Perbedaan karakter dari masing-masing karyawan tidak mengubah komitmen kerja yang ada justru menjadi perekat kebersamaan. Dengan semangat kebersamaan kita bisa melakukan apa saja, bahkan hal berat pun akan menjadi ringan
Aku menyadari bahwa sebagian besar waktuku adalah bersama teman-teman di kantor. Karena suasana tercipta nyaman, membuat berangkat ke kantor setiap pagi dengan penuh semangat. Pekerjaan yang berat tidak lagi terpikirkan. Selain bekerja, aku juga belajar banyak dan sangat termotivasi untuk tumbuh dari atmosfer rekan kerja yang menyenangkan dan kekeluargaan.
Dan disinilah aku menemukan rekan kerja rasa keluarga....
0 notes
muhammadsyarifuddin · 4 years
Text
JEJAK PERDANA 3371 Mdpl
( Muhammad Syarifudin )
***
Sabtu, 10 November 2018
Aku mencoba keluar dari zona nyamanku dikota yang penuh dengan hiruk pikuk kehidupan dan pekerjaan di kantor yang membosankan. Kebetulan hari senin bertepatan dengan hari libur nasional, aku dan keempat sahabatku memutuskan untuk mendaki gunung selama 2 hari di Jawa Tengah tepatnya di Kota Magelang. Aku bersiap-siap untuk petualangan yang belum pernah kubayangkan sebelumnya. Mengingat ini adalah pengalaman pertamaku menjelajahi alam. Tentunya dengan restu dari ayah dan ibuku.
Semua kebutuhan selama perjalanan dan setibanya disanapun kupersiapkan dengan matang. Tenda, sleeping bag, jas hujan, sepatu hiking, jaket, pakaian ganti berbahan kering, bahan dan peralatan masak sudah siap kumasukkan dalam carrier berukuran lumayan besar. Jarak perjalanan inipun cukup jauh. Dengan jarak tempuh selama 3 jam menggunakan transportasi umum kereta api.
Jadwal keberangkatan kami pukul 07.00 WIB. Namun, Aku, Sastra, Genta, Mada, dan Eno sudah on the way menuju stasiun lebih awal dari jam yang sudah tertera pada tiket, karena kami tidak ingin terlambat. Tepat pukul 06.45 WIB kami bergegas masuk kedalam kereta dan mencari tempat duduk sesuai tiket masing-masing. Aku duduk bersebelahan dengan Genta. Ah rasanya sudah lama sekali aku tidak naik kereta. Terakhir kali waktu piknik jaman SD.
Selama perjalanan, aku menatap kosong jendela kereta dengan pemandangan sawah berderet-deret. Pohon dan awan seakan berlarian begitu cepat.
Setelah asyik melamun, perjalanan selama 3 jam pun sudah berlalu. Kami sampai di Stasiun Tugu Jogja. Cuaca hari ini tampak cerah, seperti yang aku dan kawan-kawan harapkan. Kami kembali menaiki transportasi umum, yaitu bus untuk sampai ke kota magelang dengan jarak tempuh kurang lebih selama 2 jam dari jogja.
Setibanya di magelang, pukul 12.00 WIB kami memutuskan untuk beristirahat dan sholat dzuhur di sebuah masjid dekat terminal. Setelah beristirahat cukup dan makan kupat tahu khas Magelang kami melanjutkan perjalanan menuju basecamp dengan waktu tempuh kurang lebih 1 jam dari kota menggunakan angkutan umum yang sudah kami sewa.
Setelah perjalanan yang cukup melelahkan, kami tiba di Basecamp Mangli tepatnya di desa Kaliangkrik Kabupaten Magelang. Gunung sumbing sudah nampak begitu jelas dengan gagahnya. Gunung sumbing merupakan gunung tertinggi ketiga dipulau jawa setelah gunung semeru dan gunung selamet. Dan menurut kawanku Genta yang sudah berpengalaman mendaki dibeberapa gunung, gunung sumbing yang berketinggian 3371 mdpl ini biasanya dijadikan sarana latihan mendaki bagi pendaki pemula sebelum mendaki gunung yang lebih tinggi. Jalur ini sebenarnya tak begitu populer padahal jalurnya relatif pendek sehingga lebih singkat saat didaki.
Dijalur pendakian ini kami akan melewati 4 pos selama 3.5 jam dan dari pos terakhir menuju puncak dibutuhkan waktu 2 jam. Kami berkumpul untuk briefing dan berdoa sebelum melakukan pendakian. Diantara semua kawanku, ini merupakan pendakian perdanaku. Cuaca begitu ramah menyambut kami walaupun aku sudah merasakan sedikit lelah karena perjalanan. Namun aku sangat antusias ingin segera melihat betapa indahnya gunung sumbing ini.
Dari basecamp menuju pos 1 diawali dengan lajur yang masih berupa jalan cor-coran karena masih berada didalam desa. Setelah berjalan keluar dari desa, kami melewati perkebunan dan ladang milik warga setempat. Sesekali kami menyapa dan disapa oleh warga desa yang sedang bercocok tanam. Inilah bedanya kehidupan didesa dan dikota, orang desa tetap hangat dan ramah walapun bertemu dengan orang asing yang belum pernah sama sekali bertemu.
Jalan menuju ke pos 2, berupa anak tangga yang menanjak tanpa ada tanah landai. Vegetasinya pun lumayan rapat. Tenaga kami sedikit terkuras disini. Sesekali aku dan kawan-kawan duduk dianak tangga sambil mendengus udara sejuk yang hampir tak pernah kami temukan dikota. Semakin menaiki anak tangga semakin terasa kesejukan oleh pepohonan yang rindang disekitar. Setelah sampai dipos 2, terdapat tempat untuk berteduh. kami merebahkan tubuh untuk beristirahat sejenak dan mengumpulkan tenaga kembali. Aku mengeluarkan amunisi berupa air mineral dan makanan ringan dari dalam tas carrierku. Selesai makan, tak lupa sampah bungkus makanan dan minuman kumasukkan kembali kedalam tas. Dilarang keras untuk membuang sampah sembarangan disini sekecil apapun.
Melanjutkkan perjalanan ke pos 3 dari pos 2, diperlukan tenaga cukup kuat. Jarak yang relatif dekat dan namun tanaman ilalang menjalar disekitar lajur pendakian setapak. Setelah berjalan beberapa meter, tiba-tiba salah seorang kawanku yaitu Mada menemukan sumber mata air. Sungguh kami dibuat takjub dengan air yang mengalir deras dari sela-sela tanah dan begitu jernih. Kami pun memutuskan untuk mengisi botol kosong dengan air yang akan sangat dibutuhkan pada saat diperjalanan. Pos 3 sudah mulai terlihat didepan mata, namun cuaca nampak berkabut. Karena jarak menuju pos 4 sudah lumayan dekat, aku dan kawan-kawanku melanjutkan perjalanan kurang lebih hanya 1 jam saja. Cuaca kembali cerah dan kabut mulai menghilang, sinar matahari yang menembus melalui daun-daun pepohonan membuat tubuhku hangat. Kawan-kawanku sibuk bernyanyi sembari meneriakkan yel-yel agar kami tetap bersemangat. Dalam perjalanan, sesekali kami berjumpa dengan pendaki lain yang turun. Saling menyapa dan menyemangati, itu adalah hal sederhana yang paling manis.
Sore hari mulai datang, lelah, letih dan lapar mulai kami rasakan. Namun tidak membuat kami menyerah. Kami tetap menikmati perjalanan dengan semangat. Setibanya kami di pos 4, aku langsung meletakkan carrierku dan merebahkan badanku. Disinilah kami akan bermalam. Kawan-kawanku sibuk mendirikan tenda. Lahan untuk mendirikan tenda cukup luas dan landai. Namun kami hanya mendirikan 2 tenda saja. Angin berhempus kencang, sehingga kami harus memakai tenda yang frame nya benar-benar kuat. Setelah tenda berdiri kokoh kami beristirahat didalam tenda. Aku memasak mie untuk makan malam bersama kawan-kawanku. Sederhana, namun rasa persahabatan semakin terasa kala kita berada di alam. Sastra yang lincah memainkan ukulele dan Genta yang bersuara merdu mulai meramaikan suasana malam ini. Aku, Mada dan Eno hanya sebagai tim peramai saja. Waktu semakin larut. Tanpa disadari satu per satu dari kami terlelap.
Ini adalah kali pertamaku bermalam dan membaur dengan alam. Yang terdengar hanyalah suara jangkrik dan hembusan angin yang sesekali menyibakkan tenda. Bintang-bintang dilangit yang bertebaran dengan sangat jelas. Menenangkan. Jauh dari keramaian kota, dari orang-orang yang berkutat dengan waktu.
***
Minggu, 11 November 2018
Cuiit.. Cuiitt...
Kudengar suara lembut burung khas gunung dari luar tenda. Sinar mentari pagi menyelinap masuk kedalam tenda. Ternyata sudah pagi. Aku keluar untuk menikmati pemandangan. Sungguh, aku menganga melihatnya. Pagi hari paling indah dalam hidupku. Jadi ini yang membuat kawan-kawanku selalu ingin kembali dan kembali lagi ke gunung?
Daun-daun pepohonan yang dibasahi oleh embun, kupu-kupu dan burung-burung kecil yang beterbangan membuat suasana kian damai. Kuambil kamera dari dalam carrierku. Kupotret kawan-kawanku yang sudah sedari tadi narsis. Setelah puas berfoto, kami sarapan dan mengisi tenaga untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung sumbing. Satu per satu dari kami membereskan barang dan melepaskan tenda. Selesai beberes tidak lupa kami berdoa sebelum melakukan perjalanan.
Kami berjalan lurus menyusuri punggung gunung. Track kali ini lebih landai dan bersahabat. Disela-sela perjalanan angin berhembus kencang. Membuat kami harus berpegangan kuat pada pohon-pohon sekitar agar tidak terjatuh.
Sampailah kami dipuncak tertinggi Gunung Sumbing. Kembali aku dibuat takjub dengan keindahan alam ciptaan Tuhan ini. Betapa tidak, kami nampak sangat kecil diatas gunung yang sebesar ini. Didepan mata terlihat pemandangan Gunung Merbabu bermesraan dengan Gunung Merapi. Disebelah utara nampak gagahnya Gunung Sindoro. Dibagian bawah terlihat sebuah kawah. Dari segala penjuru aku sangat terpukau oleh tingginya Gunung Sumbing. Pemandangan dari puncak ini sangat membuat hatiku lega bersyukur telah sampai diatap Jawa Tengah ini. Segala beban dipundak terasa hilang ketika melihat semua keindahan. Aku teringat oleh sebuah kutipan.
“Itulah istimewanya gunung dan hutan. Uang dan kekayaan tiba-tiba tidak lagi seberarti dikota. Canda dan tawa tidak lagi sepura-pura dikota. Persahabatan tiba-tiba tidak lagi sepalsu dikota. Puncak gunung itu seperti cita-cita. Saat kita memulai perjalanan kita harus berdoa sebelum melangkah. Diperjalanan kita terjatuh dan bangkit berulang kali. Kita menemukan siapa diri kita yang sesungguhnya dalam perjalanan menuju puncak”
-Juang Astra Jingga-
Namun, puncak bukanah sebuah tujuan dari setiap pendakian. Karena keindahan puncak hanyalah sebuah bonus dalam perjalanan. Dari setiap perjalanan bisa diambil hikmah untuk selalu bersyukur dipertemukan dengan alam yang begitu indah. Gunung merupakan kekayaan alam yang harus tetap dijaga kelestariannya. Semua ini adalah gambaran dalam sebuah kehidupan. Mendaki gunung adalah perjalanan untuk meninggalkan kesombongan diri dan mengerti siapa yang menjadi kawan dan lawan. Ketika kaki menginjak dititik tertinggi bukan berarti menjadi pembuktian diri, namun sebagai penakhlukkan diri. Setelah ini aku berjanji pada diriku sendiri untuk menemui alam semesta yang luas lagi. Dan bertemu dengan hakikat kehidupan.
Mentari pagi sudah berganti. Cuaca mulai panas bersama dengan hembusan angin. Setelah 1 jam menikmati pemandangan. Kami memutuskan untuk turun. Karena jadwal keberangkatan kereta kami pukul 14.00 WIB untuk kembali ke Kota Cirebon.
Setibanya di Basecamp Mangli, kami membersihkan badan dan beristirahat sejenak sebelum melakukan perjalanan pulang. Kami berpamitan dengan beberapa warga Desa sekaligus berterimaksih karena menjamu kami dengan sangat baik. Aku menatap Gunung Sumbing dan berkata dalam hati. Suatu saat aku akan kembali lagi.......
Dituliskan,
Di Semarang, 23 Oktober 2020
0 notes
muhammadsyarifuddin · 4 years
Text
TITIK TEMU
( Muhammad Syarifudin )
12 Januari 2012
Tepat pukul 06.00 WIB aku sudah selesai mandi. Memakai baju warna hitam putih bermotif kotak-kotak dipadu dengan celana jeans hitam. Rambutku telah selesai disisir dan menggunakan sedikit minyak rambut. Hari ini, aku akan pergi ke jogja, menemui seseorang. Dia ini, teman yang sudah kukenal sejak tahun lalu. Tepatnya melalui media sosial saat aku bermain game diwarnet kang Asep, aku mengirim pesan untuknya.
Motor kesayanganku sudah siap kuajak berkelana ke kota teristimewa. Lumayan jauh dari tempat tinggalku, sekitar 2-3 jam perjalanan. Dan berharap, bisa bertemu. Bercerita didunia nyata. Perjalanananku disambut dengan polusi udara dan hiruk pikuk kota. Tapi entahlah, justru ini membahagiakan.
Ramai, namun teduh dan menenangkan. Itulah yang aku rasakan saat sampai di jogja.
Kulihat ada cafe aesthetic disana. Kuputuskan untuk beristirahat di cafe ini. Kubuka Handphone dan mengirimnya pesan .
“ Hai Re.. aku sudah di jogja nih,.”
“ Loh serius,.? Kok kamu nggak kasih kabar kalau mau ke jogja,?”
“ Apa harus bilang,? Hehehe. Memangnya kamu sedang sibuk ya hari ini,?”
“ Hhhmm.. lumayan sih. Tapi kamu mau kan menungguku sebentar saja,.?”
“ iyaa nggak apa-apa Re. Selesaikan dulu urusanmu aku tunggu di cafe tempo ya,.?”
Aku tersenyum membaca pesannya. Kuseduh kopi best seller di cafe ini. Sembari menikmati lagu-lagu sendu.
Aku menunggu sambil membidikkan kameraku ke satu view yang menarik. Ada semacam tanaman yang berderet-deret dengan hiasan dinding yang sangat Aesthetic di cafe itu.
***
Pukul 13.00 WIB
Kuamati seorang perempuan yang sedang berjalan masuk ke cafe ini. Memakai baju warna putih dengan celana cokelat serupa warna kerudung yang dia pakai. Wajah lugu nya yang sedang kebingungan mencariku membuat jantungku semakin berdebar. Haha. Bisa dibilang ini adalah waktu pertama aku bertemu dengannya. Dia, Rengganis.
“ Hai, Lingga yaa,.?” Kata dia sambil mengulurkan tangan.
“ Kukira kau tidak paham dengan wajahku. Hehehe,.” Sahutku.
“ Tadinya sih begitu hehe. Lingga, kenalin. Ini sahabatku. Mirah namanya,.” Kata dia, memperkenalkan sahabat karib nya.
“ Lingga,.” Jawabku sambil berjabat tangan.
“ Mas lingga, saya Mirah. Salam kenal. Kalau begitu saya pamit pulang dulu ya mas. Titip Rengganisnya hehehe” Kata Mirah sahabat karibnya.
Dia hanya tersenyum sambil meletakkan tas punggungnya di bangku sebelahku.
Aku tersenyum memandanginya. Mungkin dia juga sedikit malu karena ini perdana kita bertemu. Tapi, perasaanku mencari tempat ternyamannya sendiri, pada seseorang yang kini sedang duduk didepanku.
“ Aku sudah menepati janjiku untuk bertemu kan,.? Kataku.
“ Hehehe iya Lingga. Aku nggak nyangka kamu bakal sampai sini. Kamu sibuk apa selama libur sekolah ini,.?” Tanya dia.
“ Aku nggak ada kegiatan lain selain membantu ayahku berjualan. Kalau kamu, libur pun tetap sibuk ya,.?” Jawabku.
“ Sibuk main. Hehehe,.” Sahutnya.
“ Hhmm.. sama laki-laki ya,.?” Tanyaku kepo.
“ Enggak, aku sedang sibuk mengerjakan tugas sekolah. Jadi, liburan sekolah tetep dikasih tugas evaluasi,.” Jawabnya.
“ Owhh.. syukurlah. Hehehe,.” Sahutku.
“ Loh, kenapa memangnya,.?” Tanya dia.
“ Eh. Nggak apa-apa kok. Hehehe,.?” Jawabku. Hampir saja aku keceplosan perihal perasaanku.
Beberapa menit kemudian, dia mengajakku mengelilingi kota Jogja. Dengan semangat aku mengiyakan ajakannya. Betapa indahnya menikmati kota istimewa dengan seseorang yang juga istimewa. Sesekali kutarik tangannya. Berpegangan. Panas, asap kendaraan sudah tidak kuhiraukan lagi. Sudut demi sudut kota jogja dia jelaskan dengan fasihnya. Dan berharap hari ini waktu berjalan dengan sangat lambat, agar aku tetap bisa bersama mu, Rengganis.
***
Pukul 17.00 WIB
“ Kamu pasti bakal suka tempat ini,.” Seru Rengganis sambil berlari.
“ Hei, tungguuuu.,” Jawabku sambil mengejarnya.
Mataku terbelalak sambil memegang tangannya. Aku tersenyum. Senja seolah tahu suasana hatiku saat ini. Dia datang dengan keindahannya untuk melengkapi kebahagianku bersama seseorang yang mencuri hatiku. Semburat jingganya mampu menahan genggaman tangan dan duduk tersenyum. Tuhan, terimakasih telah ada jingga sore ini walaupun menjadi pertanda aku harus berpisah dengan makhlukmu yang menjadi penyebab rinduku. Sudahlah, kunikmati saja bahagiaku sore ini. Kelak, akan kutemui lagi momen indah seperti ini dengannya. Bercanda. Menikmati senja bedua. Membicarakan tentang mimpi kita masing-masing.
***
Sejak saat itu, aku mulai menyukainya. Aku dan dia menjadi sangat dekat. Sering kali memberi kabar. Bercanda dengan tatap maya. Yang kusuka dari dia adalah senyumannya yang membuat jantungku berdekup kencang setiap kali mengingatnya. Pertemuan pertama adalah hari yang tak kan pernah kulupakan seumur hidupku. Bisa duduk disampingnya dan mengobrol dengannya.
Aku keluar dari kamar. Menuju dapur untuk membuat kopi susu kesukaanku.
Tiluliittt.... Tiluliiittt... Kudengar Handphone yang sedang ku charger berbunyi. Kubuka. Ternyata bukan Rengganis yang mengabariku. Beberapa minggu ini dia tidak memberiku kabar. Sepi. Seperti ada yang hilang.
Apa Rengganis sudah lupa denganku. Apa dia tidak tahu aku menunggu kabar-kabar darinya. Ah Sudahlah, aku belum menjadi bagian dari prioritasnya. Cukup nama dia, doa dalam diam yang selalu aku semogakan.
Rinduku semakin tak mengenal waktu. Entahlah, sudah berapa lama lagi perasaan ini aku pendam sendiri. Mencintainya dalam diam. Menunggunya.
Kubuka galeri Handphone-ku. Kulihat baik-baik setiap foto kebersamaanku dengan dia. Tawanya. Pemalunya. Rasanya jadi semakin rindu padanya. Aku tersenyum terkenang pesanku ke dia yang akan menemuinya kembali. Mengulang momen indah yang sama.
Jam menunjukkan pukul 22.00 WIB. Hujan datang mengguyur memecahkan lamunan ku.
Kulihat layar handphone menyala. Aku segera bangun dan secepat kilat membukanya. Ternyata pemberitahuan media sosialku. Sial!
Kukira Rengganis. Kubuka ada Direct Message yang masuk. Mirah. Sahabat karib Rengganis.
“ Hai, mas Lingga.,” Kata Mirah..
“ Hallo Mirah. Wahh.. aku kira siapa. Hampir saja aku lupa.,” balasku dengan canda.
“ Ndak apa-apa mas. Hehe. Mas lingga ndak main-main ke jogja lagi to ? Rengganis kemarin sakit mas. Menginap di RS selama satu minggu.,” kata mirah.
“ Loh. Aku nggak tahu mir. Sakit apa dia ? kok tidak mengabariku selama beberapa hari ini. Kukira dia sedang sibuk denganmu.,” balasku dengan perasaan cemas.
“ Hhmm. Anu mas. Mungkin lebih baik kamu menemui dia lagi mas. Supaya jelas dan sekaligus menghibur dia.,” jawab mirah.
Aku pun terdiam setelah beberapa menit mengobrol dengan Mirah, sahabat karib Rengganis lewat media sosial. Aku semakin gelisah. Aku coba menghubungi nya lagi. Namun sia-sia.
Pagi harinya aku terbangun dengan mata sembab karena kurang tidur. Memikirkan Rengganis semalaman. Kulihat layar handphone-ku. Ada nama Rengganis disana. Tanpa berlama-lama aku langsung membuka pesannya.
“Selamat pagi Lingga., “ Katanya.
“Pagi juga. Hei, kamu kemana saja Re. Tidak memberiku kabar. Tidak membalas pesan-pesanku. Kamu baik-baik saja kan? Aku khawatir. Kata mirah kamu baru saja sakit.,” Ketikku panjang karena mencemaskannya.
“Nggak apa-apa Lingga. Aku hanya butuh istirahat saja. Tak usah khawatir ya. Aku juga rindu kamu.,” balasnya.
“Jangan lagi menghilang Re!.,” Tegasku.
“Hehehe. Lingga. Bolehkah aku bertanya.?”
“Apa Re?,” balasku dengan penasaran.
“Kalau aku tiba-tiba menghilang dan pergi. Apa yang akan kamu lakukan ?”
“Aku akan mencarimu. Kemana pun itu. Aku akan terus mencari hingga menemukanmu.,”
“Kalau aku meninggal ?”
“Jangan berbicara seperti itu Re. Pamali. Nggak akan mungkin terjadi, kan kamu masih muda. Kita akan sama-sama terus.,” kataku menyakinkan.
“Jawab dulu. Misalnya saja kok.” Balas nya.
Aku terdiam sejenak. Dan berfikir.
“Aku akan membawakan bunga paling indah untukmu.” Balasku dengan perasaan sedih.
Aku kembali menyendiri dikamar. Duduk termenung dikursi meja belajarku. Aku menunduk dan berfikir. Rengganis sudah berubah. Mungkin memang benar, dia tidak mempunyai rasa apapun untukku.
Jam dinding kamarku sudah menunjukkan larut malam. Kubaringkan tubuhku yang sudah lelah ini. Tak lupa kubaca doa sebelum tidur.
Saat aku sedang menyantap makanan tiba-tiba gigi gerahamku rontok, berjatuhan. Mendadak jadi kakek-kakek ompong tanpa gigi.
Astagaaa... Aku langsung terbangun dari tidurku. Berdiri didepan kaca untuk melihat gigiku. Ternyata semua hanya mimpi. Dengan jantung masih berdekup kencang, tiba-tiba terlintas firasat buruk. Aku takut akan ada kematian menimpa orang-orang yang aku sayang. Seperti kata orang tua jaman dulu, jika bermimpi tentang gigi copot adalah pertanda buruk. Ah ini kan hanya mimpi. Mimpikan bunga tidur saja. Aku rebahkan lagi tubuhku di kasur. Menatap langit-langit kamar dan berdoa semoga tidak ada hal buruk apapun.
***
Uang sisa jajan sekolahku sudah terkumpul lumayan banyak. Seperti janjiku, aku akan menemui Rengganis yang sudah beberapa minggu ini tidak mengabariku lagi. Aku akan pergi ke jogja tanpa sepengetahuan Rengganis.
Adzan subuh berkumandang. Aku bergegas mengambil air wudhu dan pergi ke mushola dekat rumahku. Aku berdoa semoga hari ini menjadi hari yang indah lagi seperti waktu pertama aku bertemu dengan dia. Aku sudah menyiapkan pakaian terbaikku. Mengenakan kemeja warna hitam dan kaos warna putih didalamnya. Kupadukan dengan celana jeans warna hitam seperti kala itu. Pagiku kali ini disambut dengan kabut dan hujan tipis-tipis. Dari semalaman aku sudah menyiapkan kata-kata tentang perasaan yang akan aku ungkapkan pada Rengganis.
Jam tanganku menunjukkan pukul 09.00 WIB. Kulihat diseberang jalan ada toko bunga. Kuputuskan untuk membeli bunga disana. Kubelikan bunga paling indah berwarna merah maroon, untuk kuberikan nanti sewaktu aku menyatakan perasaan ini. Diatas motor aku bergumam sendiri. Ah rasanya sudah tidak sabar. Aku teringat akan sesuatu hal. Jika kelak Rengganis yang akan menjadi kekasihku dan pendamping hidupku, akanku ajak dia mendaki gunung. Melihat bunga Edelwais. Simbol keabadian. Seperti perasaan ini yang akan abadi untuk dia.
Lagi-lagi cafe tempo ini menjadi tempat singgahku saat aku sampai di jogja. Kubuka handphone-ku tak ada pesan satu pun yang masuk. Aku mencoba menghubungi Mirah meminta bantuan dia untuk bertemu dengan Rengganis.
“Hai, Mirah. Sedang sibuk atau tidak ya ?” Ketikku.
“Ada apa mas Lingga. Sedang free kok.,” balas Mirah.
“Temui aku di cafe tempo ya. Aku sudah di jogja. Mau bertemu dengan Rengganis tapi belum tahu rumahnya. Hehehe.,” jawabku.
“Owalah.. iya mas ndak apa-apa. Tunggu sebentar yo mas.,” kata mirah.
Sambil menunggu mirah aku memesan kopi khas jogja. Kopi joss namanya.
Beberapa menit kemudian tiba-tiba ada suara yang mengagetkan ku.
“Doorr... Hallo mas Lingga. Hehehe. Maaf menunggunya lama. Macet soalnya mas.” Kata Mirah.
“Nggak apa-apa Mir. Terimakasih sudah mau direpotkan.” Jawabku.
“Yo ndak to mas. Biasa saja kok. Oiya.. mas Lingga ini belum pernah ke rumah Rengganis to?”
“Belum Mir. Dulu waktu bertemu hanya di cafe ini dan keliling kota saja. Rengganis sudah lama nggak kasih aku kabar. Apa dia sibuk banget ya ? “
“Hhhmm.. aku antar mas Lingga kerumahnya saja bagaimana mas ? “
“Wah. Boleh banget kalau begitu Mir.” Jawabku dengan semangat.
***
Sesampainya di rumah Rengganis. Aku terdiam. Bunga yang kupegang lepas dari genggaman. Terjatuh. Mata ku berkaca-kaca melihat perempuan yang sedang terbaring lemas dikasur. Dengan wajah yang pucat. Badan kurus. Rambut yang hampir habis. Tak terasa air mataku menetes. Aku mendekatinya. Kupegang tangannya. Dalam hatiku berkata, bukan seperti ini yang aku mau. Re.. Ayo sadar. Aku disini didepanmu, menepati janjiku untuk bertemu denganmu kembali. Ada rasa yang belum selesai Re. Kamu harus tahu perasaanku. Aku menunduk sambil terus memegang tangannya. Sesekaliku usap keningnya. Membayangkan tawanya. Jahilnya.
Tiba-tiba tangannya bergerak. Matanya terbuka.
“Lingga. Kamu disini.,” Kata dia dengan nada yang lemas.
“Iya Re aku disini. Aku menepati janjiku untuk kembali bertemu kamu. Kamu kenapa nggak bilang kalau kamu sakit. Tiba-tiba kamu menghilang begitu saja. “ jawabku sambil menatap matanya.
“Nggak apa-apa. Aku sehat. Cuma butuh istirahat saja kok. Maaf merepotkanmu.” Jawab dia lirih sambil tersenyum.
“Aku bawakan bunga buat kamu. Kamu sembuh ya. Kita jalan-jalan lagi. Melihat senja seperti waktu itu. Aku sayang kamu Re. Aku kesini buat kamu.” Ucap ku.
Air matanya menetes. Betapa sakitnya hati ini melihat perempuan yang kuharapkan baik-baik saja ternyata sedang melawan penyakitnya. Tak berdaya. Aku menyalahkan diriku sendiri. Betapa bodohnya aku, sampai tidak tahu akan hal ini. Seadainya saja pertemuanku dengan Rengganis sudah sejak lama. Akan kuhabiskan hari-hariku untuk membuatnya tersenyum. Akan kutemui dia setiap minggu.
Aku menatap kosong kamar Rengganis. Pikiranku melayang entah kemana. Bagaimana jika suatu hal buruk akan terjadi. Apa mencintaimu harus sesingkat ini. Aku tak sanggup.
Tiba-tiba aku mendengar suara tangisan. Aku yang tertidur di sofa rumah Rengganis langsung berlari ke arah kamar. Ibunya menangis sambil memeluk Rengganis. Badanku bergetar tak bisa mengucap kata apapun. Tangan dan kakiku lemas. Dadaku sesak. Air mataku sudah tak bisa ku bendung lagi, mengalir deras dipipiku. Tuhan, mengapa secepat ini. Aku pegang tangannya dengan erat. Mataku terpejam. Dalam hati aku berteriak sekencang-kencangnya. Rengganis, mengapa kau meninggalkanku. Meninggalkan perasaan yang tak pernah kau tahu. Maafkan aku Re...
***
20 Oktober 2012
Hari-hari kini kuhabiskan untuk merenung. Menyalahkan diriku sendiri. Hanya foto di handphone yang bisa mengobati rasa rindu ini. Kubuka kembali chat-nya. Percakapan singkat kita. Tanpa terasa menetes kembali air mata ku.
Rengganis. perempuan yang selalu mengisi hatiku. Seseorang yang masih berkutat di dalam hatiku yang selalu ingin kujumpai lagi. Sekarang, aku hanya duduk tersenyum, menikmati luka dengan sang senja. Sendiri. Tanpa kau disini. Tak akan kutemukan lagi perempuan sepertimu. Pundakku masih saja tidak sanggup menahan sedih. Memang semua akan berat tanpamu.
Aku menatap langit. Semoga kau juga sedang melihatku. Akan selalu kulangitkan doa-doaku untukmu.
Thanks for everything My best ever friend, someone special, Rengganis...
Selamat menyimpan rindu,
Aku ingin terus mendekapmu dengan lantunan doa,
Semoga bertemu kembali di keabadian...
Dituliskan,
Di semarang 16 Oktober 2020
4 notes · View notes
muhammadsyarifuddin · 4 years
Text
ASMARALOKA
(Muhammad Syarifudin)
Gemuruh angin kencang berhasil memekakkan telinga. Rintik hujan pun turut meramaikan suasana sore ini. Dingin. Pilu. Dan mencekam. Senja sore ini semakin tak terlihat. Akupun tidak berniat untuk beranjak dari kasur kesayanganku, dari kamar paling depan rumah ini. Aku masih menatap nanar layar Handphone ku, yang sudah 3 tahun ini menemaniku. Kosong. Tidak ada notif chat WA. Sudah dua minggu ini, dia tidak memberiku kabar. Aku sudah mencoba menghubunginya namun gagal. Dan pada akhirnya aku lelah. Membiarkan semua mengalir apa adanya. Membiarkan dia menghilang untuk beberapa saat. Karena aku yakin, pada waktunya dia akan kembali lagi. Kenapa aku seyakin ini? Ah entahlah. Mungkin hanya untuk menenangkan hatiku saja.
“Ahh... “ dengusku kesal. Aku bangun menuju dapur untuk membuat secangkir kopi dan menikmatinya bersama roti buatan ibu ku yang lezat.
“Bu, rotinya masihkah ?” teriakku pada ibu yang sedang sibuk didapur.
“Masih.. ambil saja didapur” sahut ibuku.
Arunika, itulah namaku, Btari Arunika. Nama pemberian ayahku, yang memiliki arti Btari adalah dewi bidadari cantik, dan Arunika adalah bergairah, terang, hidup yang didalamnya terdapat doa agar aku bisa menjadi gadis berparas cantik yang selalu bergairah dan memberikan kebaikan hidup untuk orang lain. Tapi yaaa, beginilah aku. Seorang gadis berkulit sawo matang, tidak begitu cantik, periang. Tapi kata banyak orang aku manis. Hihihi
Aku sedikit bisa bermain gitar. Aku juga hobby bernyanyi. Aku suka jalan-jalan melihat keindahan Tuhan. Aku juga suka membaca novel. Menulis, untuk hal satu ini masih sedikit malas.
“Bu, kopinya ditaruh dimana ya? Kok, ditoples nggak ada ?” teriakku lagi.
“duhh, kamu ini menggangu ibu saja. Dicari yang benar ditempat dibiasa ibu taro!” sahut ibuku.
“Oh iya ini sudah ketemu bu, hehehe. Thank you Ibuku yang paling baik hati, I Love You.” Kataku sambil merayunya.
Secangkir kopi panas dan beberapa potong roti sudah tersaji dimeja. Aku membawa kudapan itu kekamarku. Aku mulai menulis lagi sejak hari itu, sejak merasa kesepian karena dia tidak pernah memberiku kabar, aku melampiaskan perasaan ku melalui tulisan. Didepan layar monitor, aku susun kata demi kata, hingga menjadi sebuah kalimat. Jujur mengalir apa adanya tanpa dibuat-buat. Aku menulis ditemani lagu dari Dewa – “Kangen”
Ku terima suratmu
Tlah kubaca dan aku mengerti
Betapa merindunya diriku akan hadirnya dirimu
Didalam hari-hariku bersama lagi
......
Semua kata rindumu semakin membuatku tak berdaya
Menahan rasa ingin jumpa
Percayalah padaku aku pun rindu kamu
Ku akan pulang melepas semua
Kerinduan yang terpendam
Ah.. Aku jadi semakin rindu padanya. Rindu tawanya. Rindu jahilnya. Rindu obrolan basinya. Rindu semua tentangnya. Dalam tulisan itu aku ingin mengungkapkan betapa rindunya aku kali ini, tapi..............
“Ar... Arunikaaa.., Sholat maghrib dulu nak,” teriak ibuku memecahkan lamunanku.
“Iyaaa bu,” Sahut ku lirih sambil beranjak dari depan layar monitor diatas kasur kesayanganku.
Aku bergegas mengambil air wudhu dan melakukan sholat maghrib. Dalam setiap sujudku, aku bersyukur kepada Allah, atas segala nikmat kesehatan dan keimanan yang telah diberikan-Nya padaku. Aku selalu berdoa untuk kebaikanku dan orang-orang yang aku sayang dan menyayangiku. Seusai sholat, aku membaca Al-Qur’an sampai terdengar adzan Isya. Aku meletakkan lagi Al-Qur’an favorite ku ini diatas meja belajarku. Setelah itu aku melanjutkan sholat isya. Dan selalu mengulangi doa yang sama seusai sholat.
Aku kembali menatap layar monitor. Kembali mengetik satu per satu kata menjadi kalimat. Sambil sesekali melirik ke layar Handphone ku. Kosong. Ah masih saja tidak ada notife apapun selain story onlineshop.
Senja itu, aku dan dia keluar untuk makan bareng. Tepatnya diwarung nasi goreng favorite kita. Sambil menikmati indahnya sore itu, aku dan dia saling bercanda. Bercerita. Berdiskusi.
”Arr, aku merokok ya, boleh? Habis makan enaknya merokok, yaaa?,” ujarnya sambil memelas.
“Enggak, aku kan sudah pernah bilang kan, aku nggak suka sama orang merokok, dadaku sakit kena’ asapnya,” kataku.
“Iyaa, iyaa.. senyum toh, tambah jelek kalau cemberut,” katanya menggodaku.
Kita tertawa lagi.
Aku mulai cerita tentang kuliahku. Kekesalanku pada teman yang menyebalkan. Keinginanku buat jalan-jalan kepegunungan. Dan banyak lagi. Dia pun juga sebaliknya cerita tentang keluarganya. Tentang pekerjaanya dikantor. Dan jam terbangnya yang semakin banyak.
Sesaat setelah asyik bercerita,
“Arr, aku mau panjangin (gondrong) rambut ku ya,?” Aku hanya diam. Tidak ada jawaban.
“Arr......,” katanya lagi.
“Eh, iya kak,” sahut ku gugup.
“Eh bilang iya, dibolehin gondrongin rambut nih,? Yesss...,” ujarnya senang.
“Emang siapa yang bilang ngebolehin,?” sahut ku cemberut.
“Lah tadi, bilang iya gitu kan,,?” katanya lagi.
“Enggak, bukan buat nge-iya-in kak,” sahutku.
“Aku nggak suka lihat cowok gondrong, ngga rapi, ngga teratur.,” sambungku lagi
“Kan keren Arr. Lagian juga sesekali ini,” kata dia memaksa.
“Terlihat keren nggak harus gondrong juga kan, lagian kamu kan juga bekerja apa iya seorang karyawan harus terlihat keren saat bekerja dengan salah satunya ber rambut gondrong?,” ujarku sedikit emosi.
“Pasti kamu takut kan, akan ada banyak cewek yang suka kalau aku keren?,” sahut nya dengan ke ge-er an.
“Nggak!..” jawabku dengan emosi dan malu.
Aku tahu, dia seseorang yang terlalu tergila-gila dengan seseorang yang di idolakan nya. Rambut gondrong model tahun 70-an dengan tampilan vintage ala jaman dulu. Memang keren juga sih. Tapi untuk seorang karyawan suatu perusahaan ternama, kurang etis saja kalau harus bekerja dengan rambut yang gondrong. Kurang rapi dan tidak teratur. Tapi, semakin lama dia semakin mengerti apa mau dan maksud ku. Yaaa.,, walau masih sedikit gondrong tapi wajar aja sih.,
Diskusi yang berakhir dengan marah seperti itu tidak hanya sekali ini saja.
Sudah dua setengah tahun, laki-laki itu menghiasi hatiku. Dan tidak ada keinginan ku untuk melirik laki-laki manapun. Dia yang selalu punya keinginan untuk menjadi lebih baik lagi. Keinginan untuk mewujudkan mimpi-mimpinya yang besar. Semangatnya. Mimpinya untuk membahagiakan keluarganya. Mimpinya untuk membahagiakan aku, kekasihnya. Meskipun terkadang dia sangat menyebalkan dan tidak satu atau dua kali membuatku emosi. Namun, saling mempertahankan satu sama lain. Saling menguatkan ketika salah satu dari kita terluka dan terjatuh. Berusaha saling memahami meskipun terkadang ini sulit untuk dilakukan. Banyak sekali perbedaan dari kita. Mulai dari hobby. Dia suka naik gunung. Aku lebih suka kepantai. Dia suka makan pedes. Aku tidak suka pedes. Dia hobby main gitar tapi, sayang dia jarang memainkannya bersamaku. Dari segi umur pun kita berbeda. Lebih tua aku satu tahun. Tapi entah kenapa, dia selalu berfikir lebih bijak, daripada aku. Malah aku yang sering childdish. Aku yang sering membuatnya kesal.
Aku percaya, Tuhan sedang memberikan jawaban atas semua pertanyaan, doa dan harapan. Diwaktu yang terbaik menurut-Nya. Tuhan mendatangkan cinta. Aku mencintainya dengan tidak sengaja. Perasaan itu ada dan berkembang dengan sendirinya. Aku rasa dia juga sama denganku. Saling jatuh cinta bukan pilihan kita. Mungkin hati tahu dimana dia harus berlabuh. Dan saat ini, hatiku memilihmu sebagai muara terakhirku. Jangan lagi marah. Cepat kembali. Aku hanya tidak mengerti bagaimana mengungkapkan semuanya. Aku rindu memandang senja dibibir pantai bersamamu lagi. Karena sejak saat itu senja tak lagi sama.
Aku sadar dari lamunanku, ketika tiba-tiba Handphone oppo ku memutar lagu dari Monita Tahalea – “Memulai kembai”
Matahari sudah dipenghujung petang
Ku lepas hari dan sebuah kisah
Tentang angan pilu yang dahulu melingkupiku
Sejak saat itu senja tak lagi sama
Sebuah janji terbentang dilangit biru
Janji yang datang bersama pelangi
Angan-angan pilu pun perlahan-lahan menghilang
Dan langit sendu pun berganti menjadi rindu
Sejak saat itu langit tak lagi sama
Aku mencari. Aku berjalan. Aku menunggu
Aku melangkah pergi
Kau pun tak lagi kembali
Aku melirik layar Handphone ku. Ada nama Ghiyats disana. Senyumku mengembang. Aku kegirangan. Aku merindukanmu, kata ku dalam hati.
“Hallo kak... ?,” kataku lirih.
“I miss you Arunika, kangen aku ya, maaf lama tidak mengabarimu, maaf unuk yang tempo hari, Happy Birthday My Honey, habis ini aku datang kerumah ya,?” sambungnya diujung tetepon.
Aku bahagia mendengar suaranya lagi. Mendengar tawanya kembali.
Aku belum tahu akhir dari kisah cintaku ini. Semoga Tuhan memberikan jalan terbaik untuk kita ya kak. Doaku dalam hati. Tulus.
***
Dua tahun kemudian
Tangan ku masih lincah mengetik di tuts keyboards dan mataku masih memandang layar monitor dengan teliti. Aku sesekali melirik jam yang dari dulu, pertama kali bekerja di sini sampai sekarang, masih saja menempel didinding atas pintu. Waktu menunjukkan pukul 16.00 sore, sebentar lagi jam kantor akan selesai. Tiba-tiba Handphone ku berdering nyaring. Aku lihat ada nama Ghiyats dilayar itu.
“Hallo, Assalamualaikum, gimana ?,” tanya ku.
“wa’alaikumsalam Arr sayang, hari sabtu kamu ada acara nggak?,” sahut dia dengan nada lembut.
“Hmm,.. kayaknya nggak deh aku free. Kenapa? Mau mengajakku jalan-jalan kemana ?,” tanya ku sambil kecicikan.
“Ada sesuatu hal yang ingin aku omongin sama kamu Arr..” jawab nya dengan nada datar.
“Tumben, sepertinya penting sekali. Nggak kayak biasanya deh..” ujarku sedikit heran.
Siang itu aku memesan jus mangga kesukanku di cafe favorite tempat kita bertemu. Jam tanganku menunjukkan pukul 14.00. Akhirnya yang ku tunggu-tunggu datang juga. Kekasihku dengan motor butut kesayangannya. Dengan jaket jeans yang selalu ia kenakan dan jarang ia cuci karena malas. Ah... tapi dia lah orang yang selalu mencuri perhatianku.
“Sudah lama menunggunya ya ?,” tanya dia dengan buru-buru.
“Enggak kok, santai aja.. Oh iya kamu mau pesan apa ?,” tanya ku penuh perhatian.
“Aku sama kayak kamu aja Arr..?” sahutnya dengan wajah yang tidak seperti biasanya.
“By the way , kamu mau ngomongin apa sih ?,” tanya ku penasaran.
“Heii, hallo Ghiyats sayaanggg..” tanya ku sambil memegang pundaknya.
“eehhmm.. maaf maaff. Aku juga bingung harus ngmong dari mana Arr.. Ak.. Akuu...” jawabnya dengan gugup.
“Apa sihh.. ngomong aja. Kan aku jadi penasaran kalau begini..” ujarku sedikit kesal.
“Begini,.. tapi kamu janji jangan marah. Janji jangan ninggalin aku. Janji jangan berubah. Okee...???” sahutnya dengan nada yang memelas.
“Okeeyyy...” jawabku singkat.
“Aku dapat tugas dari kantor untuk Rolling karyawan selama dua tahun dijogja. Mulai besok senin aku sudah harus terbang ke jogja. Sebenarnya aku berat banget buat nerima keputusan dari kantor ini. Aku nggak mau jauh dari kamu. Aku ngga mau kita Ldr-an. Aku takut kamu berubah dan memilih laki-laki lain selama aku berada dijogja.” Kata dengan nada yang menggebu-gebu.
“Eehhmmm.. jadi begitu.. ya sudah jalani saja. Kalau memang kamu harus berpindah tugas di jogja nggak apa-apa. Aku nungguin kamu sampai selesai tugasmu dan kembali lagi kesini..” jawabku dengan tenang namun jujur aku sedih banget.
“Janji kamu nggak ada berubah selama kita jauh. Janji kamu nggak ada dekat dengan laki-laki selain aku. Janji untuk tetap setia denganku..?” kata dia dengan nada memaksa.
“hahaha... janji dong. Aku mah orangnya bisa setia. Tapi apa benar kamu juga bakalan setia disana tanpa aku. Jauh dari aku. Dan tanpa pernah kita bertemu,?” tanya ku mencoba tenang.
“Janji!! Aku akan jaga kepercayaanmu Arr.. Untuk hubungan kita..”
Tiga hari berlalu, semenjak Ghiyats berada dikota yang baru. Hari demi hari ku lalui dan berharap dua tahun berjalan dengan cepat dan Ghiyats kembali lagi disini bersamaku. Menemani hari-hariku seperti hari-hari lalu. Bertemu mengisi ruang dan waktu. Terimakasih memberiku banyak hal untuk selalu berfikir positif dalam penantian ini. Semoga kau selalu sehat dan bahagia disana. Entah apa dan siapa saja yang menemani hari-harimu disana. Aku berharap kau pulang dengan hati yang masih sama dan utuh untuk ku.
***
“Tok..tok..tok..tok...” pintu rumah berbunyi Ahh.. paling tamu atau tetangga sebelah mengantar makanan untuk ibuku.
Aku masih asyik bermain Handphone dan mendengarkan lagu-lagu rindu, sesuai dengan isi hatiku saat ini.
“Arr.. nak..,, ada tamu didepan katanya mau bertemu denganmu.,” sahut ibuku dari balik pintu kamarku.
“Siapa buu..? aku sedang malas menemui siapapun. Kalau tidak penting bilang saja aku tidak ada dirumah bu.,” jawabku tidak ada gairah.
“Ghiyats Arr.. cari kamu.,” kata ibu.
“Hahh.. pasti mimpikan.. ini mimpi..” kata ku sambil mencubit-cubit pipi ku sendiri.
“Aaaww.. sakiittt..” kata ku sambil kesakitan.
“Bilangin sebentar bu, aku siap-siap dulu..,” kemudian aku bergegas menuju ruang tamu.
Daaann....
“Hei Arr.. lama sekali keluar kamarnya,” tanya laki-laki itu dengan penampilan yang sudah berubah. Terlihat semakin dewasa. Semakin tampan. Tapi sedikit ditumbuhi jambang di janggutnya.
“Iii.. Iiyaaa. Kamu kapan pulang kok aku nggak tau,?” tanya ku gugup setelah dua tahun tidak bertemu.
“Tadi malam Arr., kamu baik-baik saja ,?” sedang tidak enak badan,?” tanya dia dengan heran.
“Aku baik-baik saja. Aku kaget kamu disini. Aku kira aku sedang mimpi. Aku senang kamu kembali. Aku kangen.,” jawabku dengan terharu campur malu karena aku belum mandi seharian.
“iyaaa.. aku jugaa.. sudahlah kan kita sudah bertemu.,” kata dia menenangkan.
Hari minggu hari yang ku tunggu-tunggu. Karena hari ini aku akan bertemu dengan Ghiyats di Cafe Favorite kita. Aku mengenakan pakaian paling terbaik yang ku punya. Dengan senangnya. Dengan semangatnya.
Lagi-lagi aku menunggu laki-laki itu dengan sedikit kesal karena kali ini dia sangat-sangat terlambat dari jam yang dia janjikan semalam di Whatsapp. Aku sempat berfikir apa dia berbohong akan datang. Apa dia lupa dengan janjinya. Ah.. sudahlah.. fikiran jelekku mulai menghampiri tanpa permisi. Jam tangan ku menunjukkan pukul 12.00 siang itu artinya aku sudah dua jam berada di cafe ini dan menghabiskan beberapa camilan yang aku pesan sedari tadi.
Tak lama terdengar suara motor butut kesayangannya..
“Sayang maafin aku lama, macet banget jalannya.,” kata dia dengan gugup.
“Enggak apa-apa,.” Jawabku singkat.
“Pasti marah kan,? Maaafffff...,” sambil dipegangnya tanganku.
“Iyaa, kan sudah ku bilang enggak apa-apa., asal jangan sering-sering saja,.” Jawabku sambil tegas.
“Iyaa sayangku Btari Arunika yang cantik., hehehe.. Aku mau ngmong nih,?” kata dia dengan nada serius dan tangannya masih memegang tanganku.
“Apa,? Mau ada tugas kerja lagi? Mau pergi lagi? Meninggalkanku lagi?,” jawabku dengan kesal campur penasaran.
“Loh.loh.loh,.. semenjak aku pergi kenapa jadi se-sinis gini ya. Hehehe.. Enggak sayang, aku mau bilang. Aku serius. Aku ingin menikah denganmu. Kamu mau kan ,?” kata dia sambil mengeluarkan cincin kecil dari jaketnya.
Aku terdiam. Mulutku menganga kaget.
“Kamu serius,?” tanyaku dengan nada lirih.
“Serius sayang aku nggak bohong. Kamu mau kan? “ tanya dia.
“Yaaaa.. aku mau. Mau banget,” jawabku dengan mata berkaca-kaca.
***
Terimakasih Muhammad Ghiyats Arief, sudah menjaga perasaan mu dengan baik dari dulu sampai sekarang. Maafkan aku yang sempat ragu denganmu. Terimakasih selalu mengisi kekosongan hati ku. Mewarnai hari-hari ku dengan pena pelangi mu. Terimakasih selalu menyebutku namaku dalam doa-doamu. Terimakasih telah menjadi sosok yang baik untuk ku. Terimakasih Tuhan telah menjawab semua doa-doa ku sehingga engkau mengabulkannya.
Dituliskan di Semarang
Sabtu, 10 Oktober 2020
2 notes · View notes