Tumgik
novelku · 4 months
Text
Introduction
Semilir angin mendayu di angkasa, walaupun tak kasat mata, namun terasa menerpa apa saja yang dilaluinya. Dari menerpa ruang kosong sampai pohon kopong. Lantas angin itu menerbangkan debu, polusi, dan dedaunan. Tapi angin tersebut tidak bergerak dengan sendirinya, melainkan telah disisipkan takdir tuhan dan menerbangkan sehelai daun yang kelak akan jatuh di atas sebuah buku seorang pemuda yang tengah membaca di bawah sebuah pohon yang rindang. Pemuda tersebut terkejut, bukan karena daun itu. Tapi karena daun itu jatuh tepat di bagian kosong buku tersebut yang bentuknya persis seperti bentuk daun. 
Yang lebih mengejutkan lagi, setelah daun itu sempurna melekat, buku itu mengambang beberapa meter dari permukaan tanah dan mengeluarkan cahaya hijau yang membuat silau mata yang melihatnya. 
Saking terkejutnya pemuda tersebut melangkah mundur sampai-sampai tersungkur di tanah 
“Selama ini aku penasaran dengan buku aneh itu, ternyata buku itu–” belum selesai ucapannya buku itu telah membuka sebuah portal dan menghisap apapun yang ada disekitarnya termasuk pemuda tersebut. Sontak pemuda itu berpegangan pada batang pohon, namun usahanya itu sia-sia dia ikut terhisap kedalam portal itu dan……
“Arrgghhh………!!!” dia langsung menekan shortcut pada keyboard (ctrl+A) dan menekan delete. 
“Cerita ini terlalu kebetulan! mana ada daun bisa tepat banget jatuh di atas buku orang itu. Takdir Tuhan tidak se-‘Receh’ itu” Terbit berseru kesal di kamarnya.
Otaknya sedang buntu, lantaran chapter terakhir dari novel yang sedang dia tulis berkali-kali terasa kurang keren untuk mengakhiri ceritanya. “aaa.. Sudahlah, lebih baik aku ‘Healing’ sebentar mencari inspirasi” Terbit pun beranjak dari meja kerjanya, bersiap-siap dengan style yang santai, membuka pintu kamar untuk menuju keluar dan tak lupa pintunya kemudian ditutup. 
“Gelap oy, aku juga mau keluar woy……!!” si sudut pandang ketiga ngamook 
“Hehehe… Sorry yee…! kita ganti POV yee… soalnya gaya tulisan lu kaku amat. Nanti pembaca pada ngantuk, hahaha” 
ahh…… lega banget rasanya bisa hiling… anak-anak jaman sekarang gitukan ya, stress dikit hiling, pusing dikit hiling, mumet dikit hiling hahaha… Untungnya tak sulit bagiku mencari tempat hiling. 
Di sekitar tempatku tinggal memang banyak spot healing yang gak kalah kerennya. Ada wisata danau indah yang sunyi, menanjak bukit nan indah, atau berenang di aliran air terjun mini dan masih banyak lagi, paket komplitlah pokoknya. 
Tak perlu menempuh jarak puluhan kilometer untuk mencapainya, paling jauh mungkin hanya sekitar 5 km dari rumahku. Yang paling menyenangkannya adalah semua wisata disini gratis… tis… tis… gak ada tuh yang namanya “pungli” yang menyebalkan. 
Oh ya, kita kenalan dulu ya, Namaku Terbit aku bukanlah seorang penulis. eits.. bentar dulu jangan marah-marah gitu dong, yang diceritain tadi tuh, karya tulisan pertamaku dan belum terbit pula. Jadi aku masih belum pantas disebut sebagai penulis. Lagian aku masih sekolah kok, jadi nulis itu cuma iseng-iseng doang, bukan pekerjaanku. Btw aku sekarang kelas 11 SMA, bersekolah seperti biasa dan bagiku tidak ada yang menarik dari sekolah kecuali diriku sendiri. 
Yaa, hanya aku yang menarik, aku anak yatim. Ayahku sudah tiada sejak aku masih di dalam kandungan ibu. Setelah umurku sekitar hampir 5 tahun ibuku meninggalkanku entah kemana dan tanpa alasan yang jelas. Sebelum meninggalkanku, ibu menitipkanku kepada nenek yang telah tinggal bersama kami sejak ayahku meninggal dunia. 
“Ibu berangkat kerja dulu ya nak, jadilah anak yang baik dan hebat” itulah kalimat terakhir yang kudengar dari ibuku 12 tahun lalu.  
Semenjak diriku ditinggal ibu, Aku yang waktu itu hanyalah bocah polos yang belum paham kalimatnya, membuatku selalu bertanya kepada nenek, “Ibu kapan pulang nek?”, “kemana Ibu nek?”, “kok ibu kerjanya lama nek?” dan terus bertanya-tanya. Tapi nenek lebih memilih memberikan jawaban yang menenangkan dibandingkan mengatakan yang sebenarnya.  Kelak pada akhirnya aku paham setelah beranjak dewasa. 
Selain meninggalkanku, ibuku juga meninggalkan buku-buku karyanya. Buku-bukunya tertata rapi di rak buku dengan cetakan yang sederhana. 
“Nek, itu buku siapa?” aku bertanya ketika aku masih kelas 10 SMA
“Oh, itu buku karya ibumu nak. Semua buku yang ada di rak buku itu adalah karya ibumu” sontak aku terkejut, tidak menyangka bahwa ibuku menulis semua buku yang jumlahnya kurang lebih 100+ exemplar dengan judul yang berbeda. 
“Ibumu mulai  menulis sejak dia mahasiswa sampai melahirkanmu, nak. Tapi, buku-buku tebalnya itu tak ada satupun yang diterbitkan. Lihatlah, buku itu dijilid sederhana dengan design cover seperti tugas makalah dari sekolahmu” nenek menjelaskan, aku termangu mendengarkannya. Belum sempat aku bertanya balik nenek melanjutkan penjelasannya, 
“Nenek juga heran, buat apa menulis buku sebanyak itu tapi cuma dijadikan pajangan di rak buku. Ibumu pun tak pernah menjelaskan alasannya, setiap kali ditanya pasti jawabannya ‘ini cuma hobiku bu’. Nenek membiarkan saja, toh baguslah ibumu punya bakat menulis. Tapi, huft….” nenek menghela nafas sembari melepaskan kacamatanya dan menyeka matanya yang berkaca-kaca. Helaan nafas nenek seolah-olah menjelaskan semuanya. Dari situ aku mulai paham mengapa ibuku pergi dan membuatku mulai menulis buku sejak saat itu.“Hah… lega rasanya, sepertinya healing-nya sudah cukup, waktunya pulang” - Bersambung :)
0 notes