Tumgik
nrossalina-blog · 5 years
Text
“Nggak enakan”, baik atau buruk ya?
“Sorry nop” kata yang berulang kali terucap dari orang yg paling nggak-enak-an yg pernah aku temui di dunia ini.
Pagi itu, aku dan dia hendak memenuhi tuntutan tubuh untuk berolahraga. Tak pernah aku berolahraga se-niat saat itu (biasa, tipikal anak muda malas olahraga tapi ingin sehat sampe tua). Arena olahraga terdekat dari tempat tinggal kami di Bandung adalah gasibu,  lapangan dengan jalur lari berwarna biru depan gedung sate itu, ternyata cukup sepi ketika pagi hari selain sabtu dan minggu.
Singkat cerita, kami sudah cukup lelah untuk berlari hanya 4 putaran saja (hahaha, payah!!) akhirnya duduklah kami di pinggir lapangan sambil selonjoran kaki dan memandangi orang-orang yang masih semangat berlari, tak jarang pula sedikit mengomentari beberapa dari mereka (biasa, wanita, hm,). Tak lama kemudian aku mengajaknya untuk bermain bulu tangkis, dengan memanfaatkan jasa sewa sepasang raket oleh bapak-bapak lanjut usia yang setiap pagi dan sorenya ia habiskan untuk berjaga di lapangan gasibu untuk membuka jasa sewa ini (lain kali bolehlah aku cerita tentang bapak ini ya). Sewa sepasang raket ini hanya di bandrol dengan harga Rp.10.000 SE-PUASNYA, SE-CAPEKNYA, mantap sih, menyenangkan sekali untuk mahasiswa kayak kami begini ehe.
Ternyata main bulu tangkis lebih menyenangkan daripada berlari yhaa haha, meskipun aku tetep banyak lari juga gegara banyak ngambil kok (shuttlecock) yang jatuh. Entah karena angin cukup kencang atau emang aku yang nggak jago mainnya wkwk. Dan setiap kali aku berlari mengambil kok atau aku gagak nampol kok ini balik ke dia. Temenku selalu bilang “sorry nop” gituu terus berulang-ulang selama aku gagal dan aku pun jadi mengikuti dia tiap kali dia gagal nampol aku bilang “sorry” tiap kali koknya nggak nyampe ke dia aku bilang “sorry”. Sampai pada akhirnya permainan kami selesai ketika tangan kanan kami sudah terasa lebih berotot dibanding tangan kiri hehe. “Kamu tuh jangan terlalu nggak enakan di, selow aja, apalagi sama aku. Menurutku, kalau kita masih nggak enakan, kita nggak bisa berteman baik” Aku nggak tau sih ini omonganku salah apa enggak, tapi menurutku emang begitu. Ya nggak sih?
Lalu aku berpikir ulang, “Apa bener ya, nggak enakan itu nggak baik? atau malah baik? ah jangan-jangan aku salah ngomong”. Lalu aku teringat akan sebuah nasihat dari seorang penceramah pada acara nikahan teman. Inti dari ceramah itu adalah menjelaskan bagaimana akhlak yang harus diterapkan seorang wanita dan pria dalam berumahtangga. yang paling awal dibahas soal mahar sih. Jadi gini, sebaik-baiknya wanita adalah yang menentukan mahar serendah-randahnya, sedangkan sebaik-baiknya pria adalah yang membayar mahar semaksimal mungkin yang ia mampu. Nah di sini, aku mengambil sebuah pelajaran bahwa sifat nggak-enak-an itu baik ya? buktinya agama mensyariatkan seperti itu.
Tapi setelah aku coba baca beberapa tulisan tentang “sifat nggak-enak-an” dalam islam. Dan selalu memuat kisah paman Nabi SAW, yang bernama Abu Thalib. Beliau tidak masuk Islam hingga akhir hayatnya, padahal beliau sudah menyadari kebenaran Islam loh. Akan tetapi karena merasa “enggak enak” itulah beliau akhirnya meninggal dalam keadaan kafir. Abu Thalib tidak sanggup mengucapkan kalimat tauhid la ilaha illallah pada saat Rasulullah SAW mengajaknya untuk mengucapkan kalimat itu, karena di sisinya ada Abu Jahal dan temannya yang terus mengucapkan kalimat yang membuat Abu thalib merasa tidak enak untuk meninggalkan agama nenek moyang mereka. (Terdapat dalam hadits riwayat Bukhari, no. 1360 dan Muslim, no. 24). Lalu aku mengambil keismpulan bahwa ternyata sifat nggak-anak-an itu nggakpapa guys, asal bukan tentang perkara yang menyangkut agama dan aqidah. Karena Islam mengajarkan agar memiliki keteguhan dan prinsip yang harus dipegang kuat dalam beriman dan berislam.
Nah, itu tadi kan contoh tindakan nggak enakan (yg menyangkut agama dan akidah) di jaman nabi ya, kalau contoh yang jaman now, kira-kira apa ya? ada yang bisa bantu kasih contoh?
1 note · View note