Prosa | Tulisan Rasa | Puisi | Belajar menulis karena ingatannya tipis
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Perjalanan
Hari ini, Kemarin, dan besok, adalah sebuah perjalanan. Sampai dimana perjalanan jauh itu ditempuh, pun tempat kita kembali tetaplah sama; Ego. Hanya saja jalan masing-masing kita berbeda. Proses menjadi kuat tidak sedekat antara siang menjadi malam. Kita butuh jutaan sabar dan ribuan kali ikhtiar. Kita butuh berteman dengan ikhlas, menyisihkan ruang kosong untuk peristirahatan hati yang mungkin masih terkunci karna ketakutan dengan hal-hal yang belum pasti. Terlalu lama memerangi ego adalah persoalan jadul yang tak kunjung mudah dikalahkan. Kepala kita masih membatu, merengek dalam doa agar ujian hidup diluluskan, kisi-kisi jawaban dari-Nya masih sering kita lewatkan. Kita hanya keras kepala, selama jawaban doa bukan yg diminta, itu mungkin alasan mengapa waktu sering terbuang sia-sia.
#writing
0 notes
Text
Bertemu
Di dunia ini, berulang kali kita bertemu manusia baru dengan beragam cerita masa lalu. Dari sekian mereka, hampir semuanya terlihat biasa saja, hampir tiada kata "wah" yang dapat melabeli karakter mereka. Namun siapa sangka jika suatu hari kita akan melihat salah satu di antara mereka tampil di layar TV dengan segudang cerita dari kisah perjalanan kesuksesannya. Who knows ?
Dan kita bahkan mungkin tidak menyadari dari sekian banyak mereka yang kita temui sekali atau dua kali, bisa jadi adalah tambatan terakhir dalam sebuah pencarian perihal hati. Dan kita mulai mempelajari bagaimana kesiapan kita untuk memulai suatu hal yang kita belum mengerti caranya untuk membersamai.
Girls, kita mungkin diciptakan sebagai makhluk paling baper di dunia ini. Dia yang mendekati, barangkali hanya sekedar singgah setelah itu pergi. Lalu, kita yang tinggal hanyalah menyesali apa-apa yang tidak abadi.
Sudahlah, itu tidak perlu lagi. Jaga hati rapat-rapat adalah solusi terbaik mulai saat ini. Masa lalu karena pernah membuang waktu dengan yang belum pasti tak usah jadikan beban masa lalu yang membuatmu khawatir untuk memulai sesuatu yang lebih baik di masa depan.
Khawatir tak mampu membersamai orang lain, bisa jadi merasa tidak sepadan dalam hal apapun. Hingga takut dia yang baik tidak akan sanggup menerima segala kejutan-kejutan dalam hal kekurangan dan keterbatasan kita sebagai wanita. Ketahuilah, itu normal. Wajar!
Menyambut tangan seseorang yang menawarkan untuk menyempurnakan ibadahnya adalah sesuatu pilihan yang luar biasa. Namun sebagai wanita, kadang kita menuntut sesuatu yang lebih dari sekedar cukup. Pertanyaannya, jika impian kita adalah memilih dia yang lebih baik dari segi fisiknya, sudah siapkah batin kita menahan rasa cemburu ketika melepasnya keluar rumah ? Atau saat dia berada di tempatnya bekerja dan bertemu banyak rekan kerja wanita ?
Ataukah saat ini kamu sama khawatirnya denganku ? Tidak Apa! Kita hanya perlu berbaikan dengan diri sendiri, berdamai dengan rasa takut pada sesuatu yang belum pasti. Dan percaya pada sesuatu yang baik akan datang tepat pada waktunya.
Atau, menuruti keinginan kita memilih dia yang lebih baik dari segi akhlak dan ibadahnya ? Namun sudah sejauh mana kita mempersiapkan ilmu dan akhlak untuk seiiring sejalan bersamanya ?
Sibuklah habisi waktumu untuk terus memperbaiki diri. Karena jika dia akhirnya datang, maka kau sudah siap untuk membersamainya.
0 notes
Text
Sekilas Kisah
Seorang Ayah memarkir sepeda di antara sederet mobil mewah di seberang jalan suatu sekolah, menatap gerbang menunggu anak gadisnya keluar dari sana.
Dengan jilbab terulur, kemeja putih dan kaki-kaki mulai semampai terbalutkan rok biru semata kaki. Gadis kecil itu berlari menghampiri Ayahnya yang tersenyum senang hati.
Di perjalanan pulang, kayuh Ayah pelan hati-hati. "Nak, dunia ini luas sekali, penuh ornamen indah warna warni. Kebanyakan isinya canda tawa penuh kesombongan diri. Bertemanlah dengan buku, maka buku ada dalam dirimu. Hingga saatnya, tidak ada yg mampu menertawakamu."
0 notes
Text
Kadang
"Beberapa diantara kita kadang suka lupa bahwa kita terbiasa bersikeras inginkan segalanya serba lebih baik."
Malah kadang doa-doa yang kita panjatkan terkesan muluk-muluk, buru-buru dan menggebu inginkan segera terkabul. Kadang kita tidak sadar bahwa sang Khalik melecuti kita dengan berbagai macam cara. Tentu agar kita sadar, tapi disentil sedikit kita malah gentar. Alih-alih sabar, kadang kita malah tambah gusar.
Wajar jika seumur hidup kita memang dituntut untuk belajar.
0 notes
Text
Sesuai Takaran
Disini aku mendapat pelajaran sekaligus jawaban meyakinkan, bahwa adilnya Allah sesuai takaran. Semakin sering berselancar di Media Sosial, semakin besar kemungkinan kita mencari-cari alasan mengapa kita tak sebahagia orang lain. Perihal nikmat kadang kita lebih dekat dengan kufur ketimbang syukur. Kadang kita berniat hanya sekedar mengukur, entah itu karir, harta, fisik, atau prestasi orang lain.
Tapi pertanyaannya, Apa alat ukur yang kita gunakan sebagai acuan ?
Kita melakukan kesalahan setiap hari. Tentu Normal. Hanya saja, kadang kita lupa untuk belajar memperbaiki.
Sudah berwacana me-muhasabah diri, namun ada saja kerikil kecil dipersimpangan jalan yg membuat kita kesandung untuk kesekian kali. Berproses agaknya butuh waktu panjang yang tak jarang menguras emosi.
1 note
·
View note