prampamparamparampampampam-blog
prampamparamparampampampam-blog
Life Resident
31 posts
Aslinya aku, silakan kecewa :-) Curhat elektronik. Lahan nulis ide daripada kehilangan momen. Limpahan isi pikiran daripada puyeng.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Feeling Good
Tumblr media
“Kita tak pernah tahu dari arah mana datangnya ilmu” kalimat yang sangat benar. Kita tak tahu siapa atau apa yang akan mampu memberikan kita suatu pelajaran. Orang-orang sering menyebutkan “semut bahkan mempunyai sopan santun” karena fakta bahwa mereka selalu menyapa ketika bertemu sesama. Dari semut pun kita bisa mendapat pelajaran.
Sama halnya dengan semangat. Kita tak pernah mengetahui siapa yang akan memberikan semangat. Tak ada yang tahu pikiran seseorang selain dia dan Tuhannya. Tapi takdir, hanya Tuhan yang mengetahui, tentu.
Kondisiku yang sedang di posisi tak bersemangat berbulan-bulan belakangan ini sebagai salah satu contohnya. Siapa yang akan menyangka takdir menuliskan aku terhitung satu tahun tertinggal dengan rekanku dalam hal akademik yang masih nyangkut di skripsi. Heee...
Malam ini Tuhan menakdirkanku untuk mendapat pesan semangat dari adik “satu hari”ku. Sepupu yang hanya lahir sehari setelahku itu menyemangatiku yang sedang mengalami masa sulit ini. Melalui rangkaian takdir Tuhan yang menjadwalkan aku untuk jumpa suara via Whatsapp Call dari Tante hinga akhirnya aku tersambung dengannya. Satu hal yang kusukai dari sepupuku ini, meskipun aku hanya satu hari lahir lebih awal, dia selalu memanggilku “Kakak”.
“Manaboleh menyerah...kalo gagal ya coba lagi” itulah kalimat ampuh dengan logat Medannya yang menggetarkan hatiku saat mendengarnya setelah aku mengeluhkan tentang persoalan skripsi dan wisuda. Aku tak bisa mendeskripsikan perasaanku sekarang, jelasnya...aku sangat bahagia dan bersyukur.
Dibalik percakapan 49 menit aku menemukan banyak pelajaran. Memang sangat benar, kita tak akan pernah tahu dari mana ilmu datang. Sama halnya dengan “jangan menilai seseorang dari tampilannya” tak disangka kau memberiku kekuatan dan pelajaran hidup malam ini.
Mengesampingkan fakta pribadi kocak dan humorisnya, dia menyelipkan kata-kata yang berarti dan pas dengan apa yang aku rasakan. Itu menjadi tambahan kekuatan, pasti.
Terimakash, aku sangat bersyukur mempuyai sepupu sepertimu. Terimakasih sudah bersedia memenuhi kebutuhan “gombal”ku sebagai wanita. Tak bisa dipungkiri wanita sangat membutuhkan dan menyukai gombalan/sanjungan dalam hidupnya, apalagi aku yang sudah 22 tahun tak menjalani hubungan dengan lelaki manapun dan sangat jarang digombal. Paling-paling menerima gombalan dari Papa atau sepupu laki-laki lainnya yang masih SMP/SMA. Hahaha...bocah.
Terimakasih sudah tumbuh menjadi lelaki yang baik disamping fakta kau tak pernah mendapat kasih sayang seorang lelaki berperan sebagai ayah yang benar-benar utuh. Terimakasih sudah memanggilku “kakak”. Terimakasih :)
Kutunggu janjimu mengajakku mendaki Merapi, Kerinci dan lainnya setelah kelulusanku nantinya :) Kau harus menepatinya :)
Senin, 22 Januari 2018
0 notes
Text
Emergency Resolutions for “Me 2018″
Tumblr media
Tahun baru memang terkesan memperbaharui segalanya, padahal yang berganti hanyalah hitungan kalender masehi.Dibalik itu makna pergantian tahun, momen bisa dijadikan sebagai sebuah ukuran mengenai sebuah atau beberapa pencapaian yang pernah ditargetkan di tahun sebelumnya. Ya, sebuah penargetan selama setahun, bukan suatu perayaan tertentu. Seharusnya, kalau sudah pernah menargertkan sesuatu di tahun 2017 misalnya, maka di akhir tahunlah kita mengoreksi penargetan tersebut. Tercapai atau tidak, butuh perbaikan atau sudah cukup memuaskan, ditambah atau justru malah dikurang targetan tersebut. Maka jadilah perayaan penargetan tersebut di akhir tahun. Kalau tidak tercapai berarti tidak akan terjadi sebuah perayaan. Tapi sebaliknya, banyak orang yang bersenang hati merayakan kedatangan tahun berikutnya tanpa tahu apa makna mengapa melakukannya. Sekedar selebrasi ditambah rasa senang mengapresiasi diri sudah berhasil menghabiskan waktu selama setahun. Sedangkan selebrasi pasti ada karena ada sesuatu yang telah dicapai. Akan sangat aneh melakukan perayaan tanpa tahu apa yang sebenarnya yang dirayakan, bukan? Itu pendapatku saja.
Akhir tahun, saatnya mengoreksi targetan baik yang tercapai maupun atau tidak/belum. Mengevaluasi apa kekurangan target yang sudah tercapai bila ia tak sempurna, telat dari range waktu penargetan atau justru mengapa terget itu tidak tercapai sama sekali. Setelahnya, apresiasilah apa yang perlu dengan tidak melewati batas apa yang sudah diajarkan agama sebagai tuntunan hidup pastinya. Cukup bersyukur dengan melakukan kegiatan yang mencerminkan rasa bersyukur. Ini juga hanya pendapat.
Rancangan penargetan pencapaian setahun kedepan diawal tahun, boleh dibuat dalam bentuk resolusi yang waktu batas habisnya di akhir tahun. Sangat boleh, sifat mengevaluasi diri adalah sifat yang baik, jadi kenapa tidak?
Resolusi. Bagaimana ya aku menulisnya? Terlalu banyak yang harus kuperbaiki, ah...sangat banyak. Entah apa lebihnya diriku ini atas semua kekurangan yang tertutupi. Salah satu contohnya baru saja terjadi. Aku menelepon Mama menceritakan semua keluh kesahku mengenai tempat tinggalku. Tebak apa yang Mama katakan? Sangat mengena ke hatiku, itu membuatku langsung berpikir dan tersadar untuk memperbaiki diri.
Keluhan mengenai kamar kosku memang sudah aku utarakan sebulan terakhir ini. Aku menguraikan segalanya tanpa berpikir apa yang sudah aku buat untuk membuat rekanku nyaman denganku. Aku hanya menyebutkan semua hal yang membuatku tidak nyaman dan itulah masalah yang sebenarnya. Kalau punya masalah bukankah seharusnya kita mendengar secara dua sisi? Yang merasa diberatkan dan tertuduh memberatkan. Feedback Mama, menjawab semua.
Penyebab semua masalah di kehidupanku yang sebenarnya adalah diriku sendiri dan diriku jugalah yang membuat masalah itu semakin membesar karena aku tak menguraikan secara positif dua sisi perspektif tertuduh dan si penuduh. Aduh..., aku ini memang selalu pembawa masalah.
Sifat introvert dan kepribadianku yang penuh kekurangan inilah akar semua masalah. Dari percakapan singkat di telepon itu terjawablah semua. Pertama, Mama mengatakan “Terserah kamu” kenapa? Karena aku plin-plan. Aku sudah menceritakan segalanya, tapi Mama paling tahu justru akulah yang harus berpikir lagi menetapkan pilihan. Setelahnya “Kalau nanti Mama bilang “jangan” nanti kamu “iya”, kalau Mama bilang “iya” nanti kamu yang malah “enggak”. Pernyataan itu semakin membuat aku sadar bahwa akulah orang yang keras kepala.
Tahun 2018 ini aku punya banyak PR untuk memperbaiki karakterku agar aku disukai oleh orang lain secara wajar dan berhenti membuat mereka tidak nyaman. Setidaknya menghilangkan kecanggungan saja sudah cukup kalau belum mampu membuat orang senang akan kehadiranku.
“Makanya jadi orang itu jangan semua dipikirin dan jadi baper” kalimat ini juga sangat mengena. Kenapa? Aku sangat menyadari aku ini sangat introvert. Aku menyimpan semua hal yang aku  pikirkan tanpa mau membaginya dengan orang lain apa yang aku khawatirkan. Aku selalu memendamnya dan akhirnya meledak. Aku cukup trauma dengan semua peristiwa sebelumnya dimana ketika aku berprinsip untuk tidak menyampaikan semua yang mengganggu pikiranku. Aku lebih memilih menyimpan dan menyelesaikannya sendiri tanpa menyampaikan kekhawatiranku, justru aku berakhir menangis karena aku melimpahkan semua bercampur dengan semua emosi yang aku pendam sekaligus dalam satu waktu. Ah...menyedihkan. Aku selalu merasa tidak semua hal mesti disampaikan, itu memang benar bahwa kamu harus pandai menyeleksi segala hal. Tapi aku lupa sesuatu, timing. Aku selalu berakhir meledakkan bom waktu emosiku setelah memilih mana yang harus disampaikan. Aku terlalu lama memendam segalanya sehingga terkadang lupa menyampaikannya dan akhirnya meledaklah semua.
Aku selalu berpura-pura menoleransi semua tapi aku lupa untuk tidak overthinking. Padahal toleransi itu seharusnya meringankan pikiranku. Tapi aku selalu terus memikirkannya sehingga aku tak sadar makna toleransi sebenarnya.
Aku selalu memikirkan segalanya. Sayangnya, yang kupikirkan itu selalu yang kurang penting, selalu membuat masalah terlalu besar. Efek overthinking. Agh...adakah sekolah kepribadian dan karakter? Kalau memungkinkan dan memang ada aku rasa aku harus mengikutinya. Sekalipun pendidikan karakter memang dimulai dari keluarga tapi tidak semua dicerminkan ke keluarga karena karakter tidak hanya dibentuk dalam keluarga. Jadi aku menyimpulkan bahwa aku membutuhkan “sekolah kepribadian dan karakter” tersebut.
Aku banyak diam. Lagi-lagi aku tak pandai memilih situasi kapan aku harus diam dan banyak bicara. Aku sering tertukar kapan situasi memungkinkan berbicara serius dan kapan bersantai untuk sekedar basa-basi membangkitkan suasana akrab. Parahnya, aku membawa topik yang membutuhkan banyak sudut pandang ketika hanya berbicara santai berdua dengan teman dan sering membuat singkat masalah dengan tidak mengambil pusing untuk topik yang membutuhkan banyak pertimbangan saat dalam forum. Jadilah pandangan orang lain padaku “dia orang yang serius, tidak bisa berbicara santai” dan “dia selalu menganggap enteng masalah, tidak usah terlalu dipikirkan perkataannya dalam forum”. Aku ini bagaimana, sih?
Aku ini banyak mengeluh dan hanya ingin dimengerti karena merasa selalu ingin yang sempurna. Pintar menjabarkan yang membuatku tak nyaman dan lupa mengoreksi diri sendiri bahwa akulah membuat orang disekitarku lebih tidak nyaman. Maafkanlah aku, siapapun yang pernah kubuat tak nyaman. Dan hal yang paling menyedihkan, ini sangat sering terjadi. Sepertinya aku harus mengikuti perkataan Mama untuk mempertimbangkan dari kedua sisi, segi memberatkan dan yang meringankan. Semua harus dipertimbangkan dari dua sisi bahkan lebih. Menimbang positif dan negatif dengan cara yang positif.
Hal lain yang perlu perbaikan adalah masalah ramah tamah. Aku sangat tak pandai tentang ini, aku harus segera memperbaikinya. Aku membutuhkan waktu yang lama untuk merencanakan aksi ramah-tamah padahal keadaannya tak seberat itu, dan akhirnya aku kehilangan momen. Aku harus menghancurkan sisi malu dan pendiamku seperti kata Mama “makanya jangan terlalu pendiam, pandailah berbasa-basi”. Memang benar, basa-basilah awal dari segalanya. Setelah basa-basi pasti ada perkenalan dan selanjutnya penjabaran, apapun itu. Ibarat buku pasti selalu ada pendahuluan, buku apapun itu. Hey, aku! Berendah hatilah sedikit untuk basa-basi, mulailah percakapan, hancurkan sisi malu dan pendiam disaat tidak perlu menjadi pemalu dan pendiam. Semangat!
Ah...terlalu banyak masalah dalam hidupku cukup dengan satu topik, kepribadian dan karakter. Bagaimana topik lainnya? Waduuuhhhh...kacau. Masih sangat banyak koreksi dan evaluasi.
Untuk itulah aku membuat “emergency resolutions” untuk 2018 ini. Ini darurat, aku harus memperbaiki diriku. Sikap, karakter, cara bicara, berpikir, berpendapat dan segalanya. Benar, belum terlambat! Usia 22 tahun masih cukup muda untuk memperbaiki diri demi 50 tahun kedepan usia tua, kalau panjang umur. Rangkumannya, ini dia...
1.      STOP OVERTHINKING
Ini paling urgent, karena setelah aku melakukannya aku akan bersedih, menyalahkan diri sendiri dan...menangis. Kadang memang menemukan solusi namun lebih sering buntu setelah lelah menangis.
 2.      SENYUM!!!
Tidak semua harus dihadapi dengan wajah kaku pertanda serius dan konsentrasi. Take it easy, enjoy your life. Nanti cepat tua loh! Hahaha...
 3.      Stay positive
Berpikir positif akan mengaburkan kekurangan bahkan menghilangkannya. Berharap bukan kepada manusia, kalau kau melakukannya maka siap sering menerima kekecewaan. Ber-positif-lah dalam hal apapun maka kamu akan mendapatkan yang positif juga. Semangat!!!
 4.      Starter
Jangan hanya jadi pengikut manggut-manggut nurut, jadilah orang yang memulai. Ini mengenai percakapan yang membuka jalan persaudaraan. Cobalah memulai, maka kamu akan meng-upgrade dirimu sendiri karena kamu telah berani memulainya.
 5.      Optimis
Tidak mengapa gagal. Orang sukses juga pernah gagal,tidak...orang sukses pasti sudah sering gagal dan dari kegagalan itu merka belajar untuk mengukir kembali kesuksesannya. Aku tidak pernah tahu kapan aku akan gagal, tapi yakinlah aku pasti akan sampai kepada kesuksesan setelah beroptimis dengan usahaku. Aku pasti bisa.
 6.      Beramah-tamahlah
Beramah-tamah bukan berarti merendahkan dirimu didepan orang lain. Beramah-tamah berarti memulai segalanya dengan perasaan yang ringan sehingga pada akhirnya tidak ada satu pun rasa keberatan. Yuk mulai!
 7.      Selektif, yang penting-penting saja
Ini mengikuti sifat overthinking. Pilihlah dengan mudah mana yang penting setelahnya tinggalkan yang tidak penting. Biasanya hal yang tidak penting sejajar dengan hal yang tidak bermanfaat, jadi jangan habiskan waktumu untuk yang tidak bermanfaat, oke?
 8.      Pengertian
Kamu tidak hidup sendiri. Tidak akan pernah bisa hidup sendiri. Atas dasar itulah kebutuhan rasa pengertian hadir. Kamu membutuhkan orang yang bisa mengerti segala hal tentangmu begitupun sebaliknya. Jangan egois, ayo hindari lingkungan cangggung karena tidak saling pengertian. Supaya semua nyaman...dan semua senang.
 9.      Rendah hati, rendah hati, rendah hati jangan sombong
Rendah hati itu menyenangkan hati orang. Sombong itu membuat orang lain menghindar. Aku yang sekarang memang belum sepenuhnya rendah hati di semua keadaan, tapi segera aku akan melakukannya dan menghilangkan semua kesombongan sekalipun itu tersirat saja.
 10.  Jalani dengan mudah, jangan dibuat susah
Bila aku susah maka sekitarku akan menyusahkan “aku” juga dan sebaliknya jika aku membuat semuanya dan menjalaninya dengan cara yang mudah maka akan banyak juga kemudahan yang datang kepadaku.
 11.  Berpikir dua sisi dengan nilai kedewasaan
Jangan hanya ingin didengar dan dibenarkan, selalu mencoba menempatkan diri di kedua posisi. Setelahnya pasti akan mudah menimbang mana yang benar atau salah, mana yang perlu ditambah atau justru direduksi.
 12.  Bersyukur dan berhenti mengeluh
Kerja dan bersyukir, tidak ada yang didapat selain kesusahan yang semakin susah setelah mengeluh.
 13.  Tidak menyepelekan suatu hal
Kita tidak tahu darimana manfaat datang, saat apa, dimana dan kapan, kita tidak pernah tahu. Sekalipun dari hembusan angin cobalah mengambil makna. Biasakan sensitif dan tidak menganggap tidak bermakna hal yang belum dipamahi maknanya. Ayo lebih sensitif, penting menganggap penting, tidak ada tempat untuk sepele.
 14.  Bersemangat
Adakah kekuatan yang membangkitkan selain semangat? Modal dasar dari aksi setelah niat adalah semangat, dalam hal positif apapun. Ketika semangat akan mendorong suatu aksi mencapai prestasi lebih cepat lalu kenapa mesti berlesu-lesu melambatkan semua pekerjaan? Ayo selalu semangat!!!!
 15.  Berbahagialah
Yakinlah hidup ini untuk berbahagia. Bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Ujungnya? Kebahagiaan. Jalanilah semua dengan ikhlas, ringan, serius dan selalu fokus. Semua yang dikerjakan akan menghasilkan, carilah yang positif berbuah kebahagiaan. Buatlah suasana bahagia untuk menciptakan suasana yang lebih bahagia untuk kebahagiaan selajutnya. Semangat berbahagia, tak perlu susah. Berbahagialah.
  31 Desember 2018 semoga umurku mencapaimu dan mari kita evaluasi semua rangkaian huruf ini. Sampai jumpa di 31 Desember 2018!!!
0 notes
Text
Goal 1 :
Be a surgeon!
0 notes
Text
"Dia" berhasil merubahmu terhadapku
Dulu…ketika aku hanya menggeser meja saja, kau langsung berkata “berhenti disitu, itu berat” tanpa ragu kau langsung mengangkat meja itu Lantas kini… Meskipun aku sudah terbatuk, kau tak menawarkan masker untukku kau hanya berkata kepada mereka “bolehkah aku minta SATU?” Bahkan hingga aku beranjak pun kau tak lagi menoleh kearahku…
Kau memang berubah kini “Dia, memang berhasil merubahmu” Kusampaikan kawan…semoga sosokmu kini tak melupakan betapa bersahajanya dulu dirimu terhadapku
Semoga saja kau tak pernah melupakan, bahwa pencitraan itu kini sudah berakhir
Dia (pencitraan) sudah berhasil merubah seorang bersahaja itu
0 notes
Quote
Dan terakhir…tak satu orang pun berhak mengontrolmu!
me
(evakuasi postingan tumblr lama)
0 notes
Text
Yo' Message
And yesssss…thank you for make my smile more beautiful than this sky tonight.
You know? I’m so scared to open your message…and yep it makes me sooooooo haappppyyyy!!!! I feel like I’m the happiest girl in this world (lebay…just for 5 seconds)
Thanks for your direct comment I’m sorry for imagined it.
Bhahahahks
I like your expert for making joke face…its handsome, “adem ayem meneduhkan hati” wkwkekeke…
Good night Wish we not meet in eye Hihiks
ABWJF
(evakuasi postingan tumblr lama)
0 notes
Text
Tengok tengok
Jadi inget aku… Waktu itu zamannya masih “brutal”
Lagi nonton bareng di gedung **…cewe cewe duduk di depan karna gak muat kamu duduk di lengan bangku…kita gak sebelahan (jaga hijab kayaknya….wkwkwkwk…enggak ah kamu di barisan cowok)
Karna seru…senior cowok jadi banyak yang datang…yang brutal brutal pun jadi ikut nonton pula
Makin lama eh mereka kok ngedorong dorong???agak risih..kan gak mahrom…eh makin diem eh makin didorongnya, trus majuan dikit biar gak dosa karna kena mulu (_—_) Jadi hampir jatuh aku…akhirnya aku berdiri…angkat bangku makin maju aku kedepan…eh mereka malah ikutan juga maju…senior aseem!
Kuangkat lagi, maju lagi biar gak kena…pas berdiri mau angkat bangku lagi eh dia malah duduk di bangkuku
Langsung pegang kaki bangkunya…jungkir balik deh orangnya….“carik bangkumu sendiri!”….-_- langsung diliatin semua orang, langsung ditandai senior brutal.
Kamu cuma nengok sekali…tapi aku gak ngerti tatapanmu
Eh aksi si senior brutal lanjut lagi, dibantuin sama temennya pula Aku mau dijungkirbalikkan juga …eits…gerakan anda terlalu lambat, mission failed…karna aku langsung berdiri…kuplototi orang itu…langsung ketua gengnya mabur ke depan…anak buahnya mundur mundur sambil geger nengok aku…“carik bangku kalian!"aku teriak, kan…
Tapi itu lucu…emang asik ternyata liatin aku dulu yang masih mau ribut, teriak teriak…wkwkwwk kamu sampe lipat tangan di sandaran bangku sambil nempelin dagumu diatasnya…wkwkwk
Kena deh Tertangkap mata kamu liatin aku…hayo ngapain??? Wkwkwkw Kuplototi balik serasa bilang "apa!” Dalam hati tapi…
Kamu langsung duduk tegak “kenapa?gak liat apa-apa kok…gak salah kok"langsung bilang itu ke aku Abis itu berpaling.
Wkwkwkwk Culun banget
Maaf ya zaman dulu tuh gak suka dianggep lemah, gak suka tertindas…dan gak suka senior senior sok brutal…jadi masih mau ribut…teriak teriak marah marah…hahaha
(evakuasi dari tumbr lama)
0 notes
Text
Tentang KKN  : The real learning and work!!!
Terimakasih KKN. Wadah dimana aku bebas lepas mengekspresikan diriku. Belajar segala hal tentang hidup. Mengamati betapa berlimpahnya jenis karakter dan perangai anak muda. Memahami seperti apa hidup beragam di satu tempat, satu waktu, dan satu visi-misi. Saat dimana akhirnya aku banyak membuat progress kepribadianku yang masih abstrak. Belajar menjadi lebih baik dan selalu terlihat baik di setiap kondisi meski harus mengorbankan diri sendiri. Tempat menguji apa itu “senior”, bagaimana menjadi yang lebih “senior” dan bagaimana seharusnya “senior” itu. Kondisi yang membuatku harus memutar otak cepat, lebih fleksibel, tepat sasaran, dan berbuat yang terbaik. Intinya, KKN adalah tempatku belajar dan menguji diriku juga segala sesuatu di sekitarku.
“Dunia ini tidak mengelilingiku, akulah yang berkeliling di dunia ini”. Kalimat yang sangat tepat. Untuk aku yang...jujur...aku sering membuat orang untuk memahamiku karena keegoisanku. Aku sering membuat orang meyetujuiku karena aku yang cukup vokal.
Diriku yang kutahu sebelum KKN adalah pribadi yang sulit bergaul (bahkan mungkin hingga saat ini sisi diriku yang saat iti masih ada), orang yang lama masuk ke pergaulan dalam penyesuaian, orang yang frontal bila tak seide, yang ketus, yang sulit untuk ikut sama dengan orang tapi sering memaksa orang untuk sama denganku. Sungguh masih banyak sisi diriku yang negatif.
Diriku yang sangat paham kalau diriku ini adalah orang yang sangat percaya diri dan vokal bila apa yang kukatakan dan kulakukan adalah hal yang benar, dan menjadi sosok yang sebaliknya saat ku tak punya apa-apa untuk dipamerkan, yang punya gengsi setinggi langit. Aku...aku yang benci dengan keterlambatan, ketidakdisiplinan, tidak tepat waktu, tidak gesit dan terlalu banyak alasan. Meskipun...pasti aku juga pernah melakukannya, mungkin masih sering.
Aku juga orang yang sedikit bicara dengan orang asing, sering membuat mereka tak nyaman dan akhirnya membuat mereka memilih untuk meninggalkanku karena aku orang yang cukup lama mengobservasi seseorang untuk bisa akrab dengannya. Jadi, saat masih tahap observasi, seringnya orang yang akan kujadikan teman akan menyerah duluan dengan ketidaknyamanan itu. Hhhh...itu juga yang membuatku gelisah saat-saat menjelang KKN, hingga Mama menyadarinya dan berkata “jangan terlalu dipikirkan, jalani saja.”
Tibalah saatnya KKN. Awal yang sangat canggung. Hingga akhirnya aku bertekad. Tunjukkan saja siapa dirimu. Jangan pikirkan apa yang dikatakan orang lain, jalani saja hidupmu seperti biasa kamu menjalaninya tak perlu ada yang disembunyikan.
Posisiku yang senior secara angkatan membuatku berpikir, “Akan sangat menyedihkan bila kamu berstatus senior tapi berkelakuan junior. Aku dipanggil “Kak” tetapi berperangai seperti sepantasnya orang memanggil “Dek”. Ayo bijak!”
Otomatis predikat “senior” dan sebutan “Kak” itu sungguh sangat membebani. Sangat menambah banyak pikiran. Bagaimana tidak? Karena aku merasa mereka juga meletakkan beban itu padaku dan sedikit banyak menanyakan bagaimana pertimbanganku. Dan, kalau kulihat...karena adanya aku, mereka jadi tidak menunjukkan sisi kepribadian mereka yang mungkin lebih senior dariku. Jadi sedikit terbatas karena mempertimbangkan diriku. Terimakasih adik-adik. Ini hanya ideku, opiniku.
Sepanjang KKN aku selalu berpikir bagaimana meninggalkan kesan yang baik. Membuat ini menjadi singkat dan padat, but memorable, unforgettable. Sejujurnya posisiku yang masih tergantung skripsi dan tuntutan studi dengan masa yang panjang membuatku membenci KKN ini pada awalnya. Karena ... ah...40 hari waktu yang sungguh lama, awalnya kuberpikir demikian. Tapi aku selalu mengingat kalimat Mama dan berpikiran “mari membuatnya fleksibel dan optimal.”
Sangat banyak masalah. Mulai dari awal bahkan paska-KKN. Sebagai manusia, hidup memang tidak mudah, bukan? Dan harus dijalani! Mulai dari masalah yang enteng semisal aku yang harus membeli dan memasang bola-bola lampu rumah tinggal kami karena para adik tidak ada yang berpikir hingga hal itu. Sampai ke masalah aku yang masih sering disinggung “sok dewasa dan islami” bahkan hingga sebelum hari EXPO KKN di chatroom kami. Ah...pahit! Tapi mari jadikan sebagai bahan koreksi tahap perbaikan diri.
Di masa ini jugalah aku khilangan salah seorang yang sangat mencintaiku. Opung Doli teresayang, bahkan ketika masa-masa menjelang ajalnya Ia mnangis memikirkanku, ingin menghadiri wisudaku tapi aku tak bisa bersamanya. Maafkan aku Opung Doli, aku masih bermalas-malasan dan tidak bisa mewujudkan impian terkahirmu. Maafkan aku, Opung.
KKN yang menjadi tempatku menemukan diriku yang baru. Mulai dari yang cukup inisiatif, meski kukira aku sudah sering menjadi yang ter-inisiatif bahkan dikeseharianku, tapi banyak yang tidak menyadarinya karena biasanya “inisiatif” ku berupa hal kecil bermanfaat dan hanya orang-orang detil yang bisa melihatnya sehingga aku berani menyebut ke para adik bahwa aku adalah “silent worker” maka jangan terkejut jika kalian nantinya akan meminta maaf karena aku tidak meminta bantuan kalian meskipun itu adalah pekerjaan yang seharusnya dikerjakan bersama. Jujur, masalah “silent worker” ini sudah sering dikeluhkan orang disekitarku, banyak yang percaya denganku dan tak sedikit yang mengeluh mengapa aku tidak meminta bantuan mereka.
Aku juga menemukan diriku yang lebih vokal. Biasanya aku vokal bila aku punya sesuatu untuk ditunjukkan, hal yang cukup besar dan jika sebaliknya, aku sangat diam. Tapi KKN ini membuatku tidak bisa hanya diam, meskipun tak punya ide besar aku harus menyumbang ide yang mungkin senilai serpihan debu. Harus! Karena akan sering ditemui, saat kamu diam maka saat itulah kamu akan kalah. Hingga para adik mengakui kalau aku cukup bijaksana dan bisa menyampaikan hal yang mereka tidak berani menyapaikannya.
Keseharian yang percaya diri juga membuatku ditempatkan diposisi yang menguntungkan. Posisiku cukup jadi bahan pertimbangan dan tentu aku mendukung diriku yang ikut mempertimbangkan diriku. Aku lebih berani mengajukan diri jadinya.
Ketika rumah tinggal kami yang menjadi tempat yang paling nyaman kami pun menjadi nakal karena memamerkannya dengan rekan yang lain. KKN yang kubayangkan adalah tinggal di tempat yang...ahh...tak terbayangkan. Tapi apa yang kami dapatkan? Sebaliknya! Rumah kosong yang cantik beserta fasilitas lengkap. Yang kurang bagiku hanya wi-fi. Hahaha ...
Lokasi yang terpencil dan jauh dari fasilitas seperti di kota membuat kami merasakan perbedaan rasa bahagia seperti yang kami rasakan di kota. Jalan-jalan pertamaku adalah pergi ke lokasi KKN kami yang diputuskan oleh universitas sebelumnya. Sedikit gambarannya, dari jalan utama kurang lebih 15-20 km menuju ke lokasi tersebut, aku tak ingat tapi itu sangaaaaaaaaat jauh. Sisi kiri dan kanan hanya ada hutan, tebing kapur, dan sungai yang banyak mesin penambang emasnya. Saat kami ke sana pun jalan aspal terputus, warga setempat membuka jalan yang melintasi hutan untuk jalur transportasi, dan itu hanya cukup untuk ukuran roda dua. Di beberapa tempat aku juga menemukan para ibu yang mencari kayubakar. Jauh dari pasar dan semua masih tradisional. Mungkin itu alasan dosen pembimbing kami mengganti lokasi KKN kami menjadi ke tempat yang lebih layak, setiaknya transportasi, terimakasih bapak MA. Selama jalan-jalan itu aku merasakan sensasi yang berbeda. Melewati jalan tanah sempit dan licin serta kontur seperti jalur roller coaster, itu sangat baru bagiku. Aku semakin meningkatkan kemampuanku berkendara memacu roda dua.
Berhubungan dengan program kerja, semua sangat mendadak. Aku hanya membuatnya lebih mudah. Ada saat dimana aku harus memberikan pengetahuan yang kupunya tanpa persiapan alias mendadak dan alhamdulillah...selesai dengan baik. Menyuntik balita pertama kali, memeriksa ibu-ibu hamil dengan alat seadanya dan waaah, aku mendapat banyak ilmu yang sangat berharga.
Ada saat harus bergaul dengan pemuda setempat. Meskipun salah kostum dan persediaan seadanya, wisata kerajaan yang ternyata adalah hiking ke makam raja di puncak gunung menjadi memori flashback yang membuatku merasa deja vu dengan saat aku SMA dulu. Sangat persis. Mendaki gunung, melewati lembah, menyebrang sungai, dan berleha di puncak gunung. Ah sama persis, bedanya....saat SMA kami tidak mengunjungi kuburan (ha ha ha),sungai dan air terjun yang kami temukan lebih besar. Lebih menyenangkan karena dibekali banyak makanan dan bermain banyak permainan.
Apalagi ya? Sangat banyak hingga rasanya tak sanggup diketik semua. Pengalaman yang paling berharga bagiku adalah saat aku berani memberikan sedikit ceramah saat wirid ibu-ibu majelis taklim. Kenapa? Karena aku bahkan tak berani melakukan ini meskipun ada pengajian di rumahku. Sepertinya kondisi KKN ini sangat menaikkan kepercayaan diriku. Ada juga saat aku harus berdiri di depan kelas bertemu adik-adik SD yang masih polos dan jahil juga SMA yang sedang galau dengan pilihan jurusan di Universitas. Seperti speaker atau trainer gitu. Dan menaikkan level PD-ku untuk kesekian kali.
Hal yang cukup membuat gelisah adalah bagaimana bisa masuk ke pergaulan dan pembicaraan yang sama demi menjaga harmonisasi kehidupan bersama selama KKN ini. Terutama bersama para adik yang laki-laki dan yang berkarakter “khusus”, mau bagaimana? Kita tidak boleh menolak perbedaan. Semua itu demi hidup yang nyaman dan menghindari ketidaknyamanan yang menimbulkan isu perpecahan. Apa yang kulakukan? Salah satunya ikut dengan permainan mereka, awalnya aku hanya mengamati cara permainannya. Aku sungguh buta permainan mereka sebelumnya, dan aku tidak ingin menggangu keasyikan mereka dengan pertanyaanku. Setelah mengerti, aku ikut bergabung. Dan kami tertawa bersama, memang sangat menyenangkan momen saat itu (tapi menjadi terdiam bila mengingat karakter asli salah satu dari mereka).
Salah satu dari yang tidak menyenangkan adalah ketika kami harus merendah diri meminta sumbangan untuk sebuah acara. Seperti yang kubilang sebelumnya, aku cukup bergengsi tinggi (kelemahan terbesarku). Itu sangat menyakiti diriku, tapi disitulah aku akhirnya mengerti mengapa semua orang harus bekerja keras, supaya tidak meminta-minta, supaya lebih baik tangan di atas daripada di bawah. Semoga dimasa depan aku lebih banyak menjadi orang yang “tangan diatas” karena kerja kerasku, amiin.
Aku pernah menjadi sosok yang dirindukan. Ah.. aku tidak percaya saat mereka bilang mereka merindukanku. Saat aku pulang ke Padang mengurus urusan daftar ulang di kampus untuk sehari saja mereka sudah mengatakan bahwa rumah sepi tanpa diriku. Saat aku harus kembali ke kampung mengantar kepergian Opung Doli untuk selamanya mereka mengobati kesedihanku dengan mengatakan merindukanku, bahkan sebelum aku sampai bandara untuk take off pun mereka sudah menyuruhku untuk cepat pulang. Sangat menyentuh hati. Hitungan sehari di kampung mereka sudah menanyakan kapan kembali. Saat aku sampai dirumah mereka berteriak dan memelukku, berlari kearahku, seolah aku adalah orang yang cukup berarti (tapi...mereka tak lupa menanya oleh-oleh). Aku sangat ingin menjadi sosok yang dirindukan lagi, sangat.
Disatukan di lokasi, waktu dan visi-misi yang sama tidak menjadikan kami selalu bersatu. Banyak momen yang memaksa kami harus berbeda pendapat. Pembicaraan yang kami ciptakan tidak semua berjalan lancar. Ledakkan emosi tertahan hingga cucuran air mata akhirnya keluar. Saat malam terakhir, akhirnya aku menunjukkan sisi garangku, bukan jambak-jambakan atau adu jotos. Biasanya aku bicara lancar dan nada bicaraku terkontrol, malam itu tidak lagi. Suaraku bergetar, sedih bukan karena ingin menangis, menahan suara bukan karena sudah larut, tapi luapan semua yang tertahan terasa semua itu ingin dikeluarkan, tapi Ia tak sabar. Aku menahan air mataku, karena hampir setengah dari kami menangis malam itu (sebagian ada yang karena tertular sakit mata...wkwkwkwk). Sebagian lainnya yang merasa tidak tahan menahan derita selama KKN yang akhirnya terlepas, akhirnya terlimpahkan. Getaran suaraku sendiri hampir membuatku menangis, aku sendiri bertanya saat itu “kenapa tiba-tiba aku ciut?” jujur, saat melihat para adik yang menangis aku sungguh sungguh kesal. Kenapa kami selalu disalahkan? Apakah kami melakukan hal yang se-fatal itu sehingga pantas untuk dilontarkan kata yang menyakitkan hati? Sebelumnya ada masalah yang terjadi saat aku pulang kampung. Jadi aku tidak bisa banyak membela para adik karena aku hanya mendengar cerita dari sisi mereka, belum lengkap dari sisi yang menyakiti hati para adik (tapi aku tak ingin mndengarnya, itu sangat jahat). Dan itu membuatku menjadi terlihat lebih tak berdaya lagi. Akhirnya aku mengeluarkan lagi kata-kata yang halus namun cukup menusuk pada satu orang dan mengoreksi diri kami sendiri juga. Aku tidak berkata kasar saat itu, saat itu aku sangat sadar. Jadi aku memilih diksi yang tepat, kuusahakan sehalus mungkin tapi aku ingin menyatakan yang bermakna membekas. Terlontarkan. Lega.
Mustahil untuk tidak ada perdebatan dari ke-bhinekaan kami. Kami memiliki latar belakang berbeda sejak lahir, yang menyatukan kami hanya satu “KKN”. Belajar sebisa mungkin menyatukan ide hingga membagi aksi dan sampai ke evaluasi kelompok juga pribadi.
Begitu banyak memori tercipta dari masa 40 hari sekali dalam hidup kami, KKN. Memang benar 40 hari adalah masa terciptanya satu kebiasaan dari kegiatan yang secara kontinyu dilakukan dalam masa itu. Kegiatan “belajar memahami dan fleksibel” yang dilakukan selama 40 hari menciptakan kebiasaan “saling memahami karaker dan melek perbedaan” tercipta.
Terimakasih diriku yang sudah berani menysuaikan diri, banyak belajar dan mncoba menghargai. Terimakasih untuk tidak apatis, terimakasih telah menjadi pribadi yang lebih baik. You’re Amazing!!!
Terimakasih, KKN !!! Kuliah dan Kerja yang sebenarnya! (The real learning and work!!!)
  Rabu, 4 Oktober 2017
0 notes
Text
Teman Seangkatan
Tak terasa...
Air mataku terasa keluar perlahan ketika aku sedang melaksanakan solat sunah subuh pagi ini. Aku cemburu, iya. Aku marah, iya. Tentunya pada diriku sendiri. Terlebih...ah ini sungguh sangat menyakitkan. Aku merasa sangat kalah dan ... aku tak bisa berbohong kalau aku juga sangat marah dan kesal pada teman sekamarku. Ia juga teman seangkatanku.
Ketukan pintu rumah kos kami darinya saat Ia pulang dari rumah sakit setelah tidak pulang semalam membuatku terbangun. Aku langsung menuju kamar mandi mengambil wudhu karena azan subuh sudah terdengar jelas. Berjalan ke kamar mandi aku mengira Ia hanya datang sendirI, ternyata tidak. Aku mengira-ngira siapa seseorang yang ku lihat menggunakan jaket hitam strip putih dengan tas jinjing di tangannya saat aku menoleh sebelum memasuki pintu dapur.
Masih mengantuk dan aku terpejam sebentar. Lalu setelah selesai berwudhu, aku terkejut, aaah...Ia bersama 2 teman seangkatan yang sama halnya dengan dia, sudah memasuki dunia klinik. Jujur, aku langsung kesal dengan teman sekamarku itu. Apakah dia benar teman sekamarku yang sudah setahun ini tinggal seatap? Tidakkah Ia sangat mengenalku? Karna aku sudah menganggpnya teman yang sangat dekat, meskipun belum kuanggap sahabat (alasannya...jujur, Ia belum pernah membuat hatiku tersentuh, dan Ia juga belum pernah bisa untuk dikatakan “selalu ada saat kita sedih dan susah atau saat aku sedang butuh pertolongannya”). Harusnya Ia bisa memahami kalau aku yang sedang menderita ini tidak ingin dipaparkan dengan hal-al yang membuatku merasa rendah karena dalam posisi ini aku kalah. Kenapa? Karena aku belum sampai pada tahap yang sama dengan mereka. Aku terjebak satu poin dibawah mereka.
Sejujurnya aku heran, kenapa tidak terpikirkan olehnya, apa Ia sebegitu terdesaknya hingga harus membawa mereka kesini? Sebegitu egoisnya kah dunia klinik itu? Aku tak mau membayangkan.
Aku memberanikan diri mengambil mukenaku yang biasa kuletakkan di atas rak bukuku di ruang depan. Guess what? Salah satu dari mereka sedang menyetrika pakaian putih yang sudah sangat ingin kukenakan juga. Tapi masih belum boleh. Ia juga melontarkan kata sapaan dan aku juga menyapa balik, basa-basi.Setelah sedikit senyum masam, aku kembali ke kamar. Aku solat disana. Sejujurnya aku benci mereka datang, aku juga tak ingin bicara dengan mereka.
Tak terasa...air mataku keluar setelah takbir pertama. Mataku basah. Aku sungguh merasa benci dengan diriku sendiri. Sebenarnya, kalau dari segi berpikiran positif aku bertanya-tanya “Am I wrong? Am I really that sensitive?” atau dari segi berprasangka buruknya “ Is she have no sense of sensitivity? Or am I more overload of sensitiveness???” Ah... aku sangat membenci dia saat itu. Mungkin sholatku pun tak khusyuk.
Saat solat subuh pun, air mataku keluar lagi meski sudah kuusap setelah solat sunah sebelumnya. Hati tidak bisa dibohongi. Aku sangat bersedih. Aku pun terpaksa mempercepat doaku. Aku tak ingin bertatap mata lagi dengan mereka, yang pertama tadi sungguh membuatku merasa rendah diri. Aku berbaring menyamping dengan mukena masih melekat dibadanku, karena sebelumnya aku berniat membaca Al-Qur’an. Aku menimpa guling di wajahku, supaya terlihat tidur. Tapi tak jadi, aku hanya membaca postingan-postingan di instagram jadinya. Hingga akhirnya mereka pergi meski tak berpamit denganku. Aku juga merasa masa bodo dengan apa yang mereka lakukan dan pikirkan tentangku, isi kepalanya mungkin sudah penuh dengan tuntutan klinik tak sampai memikirkan hal lainnya, mungkin.
Jadi aku berangkapan saja Ia, si A dan B sangat sibuk. Sangat sangat sibuk. Sampai lupa memikirkan yang harus dipikirkan, perasaan. Atau Ia sudah memikirkannya, tapi lupa mempertimbangkan dan jatuh pada kesalahan ini. Sudah. Aku tak mau memikirkannya lagi.
Yang namanya harga diri...dua kata yang semua orang pasti punya, tak peduli orang miskin yang tak punya apa-apa sekalipun. Dua kata yang bahkan banyak orang yang mengatakan lebih baik mati daripada kehilangan harga diri. Lebih terhormat mati dengan harga diri sebelum orang berani merampas dua hal itu. Sebab harga diri itu sangat berharga, dan dalam posisi ini hanya itu yang kupunya dan itu pula yang tersakiti, bagaimanakah rasanya? Serasa aku hampir memilih bunuh diri, sayangnya itu terlarang.
Mungkin aku memang berlebihan, terlalu terbawa perasaan, terlalu ingin dipahami, terlalu berprasangka buruk, terlalu membuat rumit masalah sederhana ini, terlalu... ah. Cukup !!! Aku terlalu menghina diriku yang berharga ini, sangat berharga bahkan. Aku hanya mencoba melimpahkan perasaanku saat ini. Di akun yang memang tempat tepat menabur semua rahasia hati. Sudahlah.
Kita memang tidak bisa memaksakan suatu hal yang ada pada diri kita supaya sama dengan yang orang punya dan begitupun sebaliknya, dalam segala hal. Hendaknya, meskipun tak bisa sama, setidaknya pertimbangkan semua perbedaan. Coba pahami. Jangan mempriortitaskan satu kondisi untuk mendominasi kondisi lain. Maksimal-lah dalam memikirkan segala hal dari segala sisi. Intinya jangan sampai menyakiti hati orang, karena bekasnya tidak hilang diingatan, selamanya membekas di memori.
 Dan untuk diriku yang sangat berharga dari apapun. Bergeraklah!!! Dirimu pasti punya takdir untuk itu juga. Dirimu akan segera menyelesaikan masa tersulit dalam 21 tahun ini. Kamu pasti akan melewatinya!!! Bersemanatlah !!! Kamu punya Allah yang tiada keraguan untukNya. Kamu pasti menggapai cita-citamu. Bergembiralah! Kerjakan semampumu! Allah mencintaimu, sebab Ia memberi cobaan ini. Dan karna kamu pasti sanggup maka kamu diuji. Mama papa juga sangat mencintaimu, balaslah dengan keberhasilanmu. Kakak-kakak dan adik-adikmu juga sangat mencintaimu. Kamu tidak sendiri. Kamu luar biasa. Kamu pasti lulus!!! SEMANGAT!!!
 Rabu, 4 Oktober 2017
Ketika akhirnya kamu menyadari, semakin mengenal manusia semakin banyak hal yang akan membuat kecewa.
0 notes
Photo
Tumblr media
Sudah lama tidak menulis karena keyboard sedang rusak
*tear 
0 notes
Text
Padang-Rapid Earthquake VS Unhuman human without humanity-made  super comlpex  Disaster (Palestine, Syiria, etc.)
Masih terasa flashback gempa menjelang maghrib kemarin sore (Senin, 9 Januari 2017). Padang diguncang 5,5 SR. Panik cari sesuatu yang bisa jadi penutup (IYKWIM), padahal di depan mata. Lari sprint gedebag-gedebug, turun tangga hampir ngejungklek. Sekilas mata celingak-celinguk ya satu gang panik keluar rumah, berhamburan. Ekkeh aja sampe takikardi, kaki lemes serasa gak sanggup bediri. Wah ini takut mati atau apa...Alhamdulillah berakhir dalam hitungan detik, gak sampe 30 detik, rasanya. Soalnya, gak sempet ngitung dan gak sempet nyari jam juga.
Jadi actual-topic gitu, apalagi temen kuliah. Soalnya siangnya kita abis ujian management bencana. Seandainya masuk kriteria bencana gempa itu, duh rasanya masih belum bisa langsung apply. Tapi, jangan sampe Ya Allah. Naudzubillah...
Kalau menurut sumber kuliah jadi gini...kalo rapid earthquake kemungkinan tsunami itu minor/1meter (ini terlintas pas lagi lari keluar rumah). Jadi pas lari mencoba meyakinkan diri kalo ini rapid earthquake dan InsyaAllah gak tsunami dan yang penting menjauh dari bangunan berpotensi runtuh. Berhubung ekkeh tinggal di salah satu kelurahan di Padang yang masih masuk zona merah kalo untuk tsunami. Jadi mikirin tsunami mulu kalo udah gempa.
Emang gak bisa disamain. Gak sebanding banget...dari berbagai aspek juga. Antara gempa 5,5 SR sama man-made disaster. Or unhuman-human-made disaster? The subjects are human but without humanity. So what should we call it? Human without humanity-made disaster? Kalo digabung, unhuman human without humanity-made super complex disaster?
Soalnya, itu dampaknya mengancam-mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat iya, korban jiwa banyak sekali, cacat fisik sangat banyak, dampak mental-psikologis sudah jelas, kerusakan lingkungan-infrastruktur nyata, semua sudah memenuhi aspek bencana sesuai defenisi bencana menurut UU no. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Kenapa bencana complex? Ya karna udah ada ancaman keamanan juga.
Mungkin kesamaan gempa sama  Human without humanity-made disaster mungkin lebih rasa “terancam secara keamanan dan keselamatan”...menurut ekkeh siiih
Wah gak kebayang...bukan bukan...gak sanggup membayangkan mereka saudara seiman di Palestina dan Suriah khususnya. Kalau bukan bom roket-rudal dari langit, ranjau granat dari daratan, dan tak hinggu peluru dari segara penjuru siap menembus sisi tubuh manapun. Gak sebanding...ketakutan mereka yang bersembunyi khususnya para anak dan wanita. Betapa susahnya hidup dibawah ancaman keselamatan dan keamanan.Ancaman itu melekat di kehidupan sehari-hari, menyatu dengan raga, sepanjang hari, setiap waktu. Sedangkan ekkeh dan kita semua yang mengalami gempa kemaren hanya beberapa detik, gak sampe satu menit. Abis itu? Ya bubar, ngerjain apa yang perlu dikerjain minus ancaman dan ketakutan sebelumnya. Memang, mungkin masih terasa flashback, atau perasaan was-was beberapa jam setelah gempa atau kalo kayak ekkeh masih suka kaget kalo ada bunyi berdentum, ya tergantung mekanisme “coping” masing-masing. Adakah kita bersyukur?
Ekkeh juga gak bisa bantu apa-apa, tapi bisa kasih channel buat yang mau memberikan sebagian hartanya (percayalah, disebagian harta kita ada sebagian rezeki mereka, hak mereka yang termasuk golongan yang lebih mebutuhkan). Ini salah satunya...
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1075357115844196&set=a.714685288578049.1073741830.100001097546858&type=3&theater
0 notes
Text
Ketahuan tidak yaaa???
Pertemuan empat mata. Heh...dan aku bingung harus bertingkah seperti apa. Langsung buang muka. Ketahuan tidak ya....
Aku selalu membayangkan...
Duduk manis di kafe, jalan sore santai, pakai jubah panjang plus jaket musim dingin, dengan sepatu boot dan syal bulu melingkar selaras dengan sengkutan camera di leherku sambil meminum coklat panas...alias...jalan-jalan sore saat winter. Artinya ya...pengen main ke negara yang ada winternya. Kata orang, sering ngebayangin bakalan kesampean Insya Allah, semoga tercapai. Tapi kalo masih sempat baper, terlalu memikirkanmu...ragu bakalan kesampean S2/S3 abroad. Gatau...kebayang aja kalo cepat nikah gak bisa kuliah abroad. 
Jadi...siang saat beli lauk makan siang, bareng temen....
Entah feeling atau refleks, aku langsung menoleh kearahmu. Tapi langsung kuhindari. Mungkin ketahuan...aku salting. Aku hilang kontrol hanya dengan menatap matamu...sampai malu ngantri karna menghindari posisi jarak dekat denganmu. 
Ketahuan tidak ya??? 
Tingkahku begitu jelas, menolak menyapamu, meski kita sudah sering disatukan oleh suatu bidang kemahasiswaan, 3 tahun?? Semoga tidak salah.
Aku langsung memikirkanmu...
mencoba menghapus dari pikiran...
tapi ku tak sanggup...
yang terpikir...
“makan dimana kah?”
“makan dengan siapa kah?”
ya begitulah aku...
ketahuan tidak ya?
aku rasa itu sangat jelas
adakah kau merasakan yang sama??? Aku berharap kita memiliki rasa yang sama. Atau haruskah kutulis “###### is my destiny” ? seperti ku menulis “ Doctor is my destiny di meja kelaku saat SMA dulu?” Entahlah...
cuma bisa berharap...semoga Allah mempersatukan kita, smoga berjodoh. Aminnnn
Ketahuan tidak ya?
aku selalu menghindari berpandangan denganmu, mencari celah untuk melihatmu saat di kelas (sebelum kita pindah kelas), membuang muka, menahan membicarakanmu tapi akhirnya tercurah juga rasa ingin membicarakanmu, mengindar saat akan berpapasan, terlihat tersenyum, terlihat tidak memperhatikanmu, terlihat acuh akan kehadiranmu. Aku hanya menahan diri. Semoga suatu saat, aku tak perlu melakukan hal itu semua. Tak perlu menahan diri.
Ketahuan tidak ya?
aku yang semakin menyukaimu makin hari kian menjadi
aku yang selalu mengingat kata-katamu kalau itu bersangkutan denganku
aku yang cemburu bila kau dihubungkan dengan wanita selain aku
aku yang mecuri cari sosokmu yang bisa dilihat, dari jauh sekalipun
aku yang peka dan semakin penasaran kalau mendengar suaramu dari balik hijab mesjid kampus
ketahuan tidak ya?
aku yang meminta kau berjodoh denganku bila berjodoh, segera melupakanmu kalau kita tidak ditakdirkan bersama
aku yang ragu-ragu melakukan suatu kegitan kalau ada dirimu terlibat juga
aku yang terlalu takut hilang kendali bila sering bertemu maka sering memikirkanmu
aku yang selalu khawatir rutin sekali setahun kalau kita akan sekelompok tutorial
aku yang cemas kalau JC kita akan dipertemukan
aku yang mendamba segera bersamamu tapi ragu karna kita belum ada ikatan resmi
ah polos dan ambigunya aku ini...
ketahuan tidak ya?
aku yang menjadi penanya dan pemantau setia beberapa akun medsosmu, begitu setianya aku, wuahhh
aku yang,,,,
ah entahlah
terlalu banyak yang aku lakukan, khawatirkan, dambakan, harapkan, cemaskan, inginkan...kalau itu menyangkut sosok yang sejak tahun pertama kuliah sudah berani mencuri haluan pikiran
ketahuan tidak ya?
bahkan ini 2 minggu menuju semester akhir...
aku belum berganti orang, masih menatap ke arah yang sama, masih berharap yang sama, kamu.
aku bahkan gemetar, pangling, salting, gugup, gagap, bingung kalau berhadapan denganmu, tidak ... itu bahkan terjadi kala hanya dengan melihatmu
padahal kau belum tentu begitu...ketahuan tidak ya....?
aku sudah lupa...
entah apa yang membuatku begitu terpesona akan sosokmu
begitu penasaran tentang apapun yang berhubungan denganmu
lupa
entah apa
itu 
dulu
mungkin iya atau tidak
come what may...
harapan berjodoh boleh, tapi aku belum berikhtiar
berpanjat doa boleh, tapi masalah pengabulan entahlah
semangat memperbaiki diri
semangat menunggu waktu yang tepat
semangat berharap bagaimana kelak kita di masa mendatang, khususnya urusan kecocokan...maksudku akan bersamakan kita?kalau tidak lalu kita dengan siapa?
semangat!!!!
ketahuan tidak ya?
dari aku yang menyesal mengabaikanmu
Rabu, 4 Januar 2017
tentang Selasa siang di rumah makan seberang kampus, 3 Januari 2017
0 notes
Photo
Tumblr media
semoga semakin sholehah
dan 
phobia sosialnya hilang
makin
percaya diri
Minggu, 1 Januari 2017
0 notes
Text
Cengeng, ya memang begitu aku adanya.
Sungguh malu rasanya kalau aku menangis di warung sate ini. Mataku mulai berkaca-kaca ketika mendapat pesan singkat dari papa, sekilat langsung terbayang wajahnya. Tiba-tiba terenyuh hati ini, ngilu, dan mulai pilu. Aku mulai sentimental. Merasa hidup  21 tahun ini telah kusia-siakan dengan aku yang belum “bermanfaat besar” bagi orang lain, terlebih papa-mama. Rasa aku masih menjadi orang yang menyusahkan di usia tua mereka. Belum berbprestasi, singkatnya.
***
“Kenapa menangis, woey?” temanku mendapatiku akhirnya meneteskan mata.
“Gak tau...lagi pengen nangis aja...”
“Janganlah, aku gak pandai menghibur orang... “dan tangisku makin menderu
“Eh, tapi gak papalah kadang perlu juga menangis, teriaklah...lepas emosimu”
Dan....
“heuheuheu...hiks hiks hiks”  makin menjadi.
***
tuuut....tuuut...tuuut... Halo? Assalamu’alaikum? akhirnya mama menjawab telepon
hiks...
akhirnya kutumpahkan semuanya kepada mama...
“Mama bangga gak punya anak kayak Uti?” isakku
“Kamu kenapa? Kenapa bicara begitu? Mau jadi apapun kalian, kalian tetap anak mama, karna mama yang melahirkan kalian. Dan kalian adalah kebanggaan Mama.”
tercurahlah semua...
pipi basah, hidung mampet, matapun membengkak , akhirnya tercurahlah semua...
***
dan kuakui...aku cengeng...sangat cengeng, tak bisa kupungkiri...
aku memang perempuan cengeng....
untung ada mama, mungkin aku rindu nasihat mama. Mungkin itu jalan Allah menyalurkan rinduku pada mama. Aku memang cengeng, tak kusangka...bahkan hanya mengingat wajah kedua adikku, membayangkan masa depan mereka....aku langsung meleleh...
***
menangis tidak selalu perlu alasan spesifik untuk membuatnya terjadi...
tetapi menangis bisa menjadi suatu alasan untuk menyampaikan rindu, menghantarkanmu ke berbagai ingatan dosamu, meratapinya, menghantarkanmu ke seluruh ingatan akan tekad impianmu,
menangis tidak selalu menjadikanmu sendu melulu,
ia bisa menghantarkanmu pada senyum lepas setelah emosimu pergi bersama bentukan tetes air mata
menangis itu lumrah, menangis itu kebutuhan, karna hatimu bukanlah tebing yang tegar dihantam badai, hujan, angin, dan terik matahari, karna hatimu bukan karang di hamparan pantai yang tak tergeruskan ombak kasar di lautan, karna hatimu adalah hati...Ia butuh kebutuhan emosi : menangis, bersedih, merasa pilu, merasa syahdu, merasa bahagia, merasa lega, merasa nyaman dan merasakan “cengeng, ya memang begitu aku adanya”
Padang, 24 Desember 2016
0 notes
Text
Tertinggal
Semakin banyak yang hampir menyelesaikan studinya, dan aku?bagaimana dengan aku? Hanya bisa menebar senyum palsu, hanya bisa meminta doa “semoga aku bisa menyusul. 
Tak bisa dipungkiri aku ini memang sudah sangat tertinggal. berawal dari bersantai, tak tahu apa-apa, bodoh, kelainan sosial. Rasakan. Aku hanya bisa merasakan itu semua bahwa aku tertinggal.
Terlahir di keluarga miskin, IQ pas-pasan, hidup penuh konflik, dan kemalasan. entah apa yang sudah ditakdirkan untukku dan apa yang sudah kuperbuat. Aku hanya debu, angin lalu, tak dipandang, tak pernah dirasa.
aku hanya sampah, dicampakkan, dibuang, diabaikan.
Entah...bagaimana nasibku kedepan, aku hanya bisa mengikuti alur kehidupan ini, hanya bisa usaha dibarengi emosi naik turun, dibarengi semangat hilang-timbul, disertai phobiasosial dan rendah diri yang mengikuti kemanapun. Menyedihkan.
tampang yang jelek, ekonomi tak mendukung, kepintaran yang terbatas dan banyak omong. Miris, sungguh miris
Sesak, tiap kali memikirkan kehidupan ini, kelelahan tanpa batas dengan hasil sangat terbatas. Kemiskinan yang menyertai dari lahir, kemampuan yang..entahlah. Biar Tuhan yang menjawab melalui takdirnya. 
Tak bisa kuberkata lelah, karna semua sudah berketetapan. Baik dari takdir terubahkan, maupun tidak. Ngilu hati ini.
Terimakasih Tuhan Engkau selalu mengujiku, semoga Engkau luluskan dan Engkau naikkan derajatku. 
Dari si Aku yang masih besar omong dan tanpa bukti bicaranya
Dari si Aku yang masih berleha-leha akan masa depannya
Dari si Aku yang banyak impian, tapi masih bermimpi dan terus memimpikan tanpa bergerak.
Dari si Aku yang masih kecewa dengan dirinya.
-AKU-
0 notes
Photo
Tumblr media
Aku jagonya penyemangat, actionnya ya tahu sendirilah yaaa
0 notes
Text
“apa kelebihanmu?”
sebelum kuberkata, ada yang otomatis terlintas di benak
“Aku tak ‘berkelebihan’ tak 'berkeistimewaan’ entah mengapa keadaanku sekarang membuatku bersyukur, itu semua keberuntungan.”
1 note · View note