rezafernandaf
rezafernandaf
Reza Fernanda
24 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
rezafernandaf · 4 years ago
Text
Toga yang Kesepian
Seperti yang kalian tahu, aku lulus. Alhamdulillah haha. Aku menyadari dan pernah aku singgung di beberapa tulisan sebelumnya, bahwa aku selalu menghilang di setiap perpisahan. Selayaknya kentut yang berpisah dari badan kita. Baunya masih ada, wujudnya sudah menghilang. Aku selalu rasakan perasaan ini dari SD hingga SMA. Akhirnya aku mengalami sesuatu yang berbeda. Aku tidak merasa kesepian lagi. Semua ini tidak bisa aku rasakan tanpa Icha. Dia bukan selingkuhan, dia bukan seseorang yang spesial, dia adalah teman satu jurusan, satu bimbingan, satu dosen wali, dan dulu pernah satu sekolah di SMP.
 Dulu, teman-teman, SMP merupakan masa-masa dimana aku merasakan kesepian paling hampa. Aku selalu berusaha mencari perhatian orang-orang, aku selalu ingin perhatian mereka dengan cara apapun. Bahkan, dengan berpacaran pun aku tidak bisa mengisi kesepian itu. Bahkan dengan teman satu circle pun juga tidak bisa mengisi kesepian itu. Paling puncaknya adalah pada saat perpisahaan. Waktu itu, kami melakukan perpisahaan di Ciputra Waterpark, bersama 8 kelas lainnya. Total ada 9 kelas. Dari kelas 9A sampai 9I. Sejam pertama, aku masih bermain dengan teman satu ‘geng’-ku. Setelah itu, kami menaiki salah satu seluncuran. Kami bertujuh ingin menaiki itu dengan membawa pelampung ganda. Aku baru sadar, aku membawa pelampung ganda tetapi yang menaikinya hanya aku seorang. Aku melihat ketiga temanku, satunya membawa temanku yang lain. Dua temanku membawa pacar-pacarnya. Aku menjatuhkan pelampungku dan hanya terdiam. Aku baru sadar bahwa aku terlalu bodoh untuk menyadarinya. Mereka bersenang-senang tanpaku. Setelah itu, aku pergi ke kolam arus sendirian. Di sana aku bertemu dengan satu ‘geng’ lain dari kelasku.
 “Tumben sendirian, Za?” Tanya salah satu perempuan. Aku tidak membalas.
 “Eh, aku bareng po.o bentar. Ngobrol-ngobrol” ucapku. Tanpa persetujuan mereka, kami berjalan beberapa menit.
 “Kamu lho, Za sebenarnya pintar. Kamu kumpul sama mereka, kamu jadi bodoh. Potensimu banyak yang kamu sia-siakan karena sering kumpul sama mereka” aku tertegun mendengar pernyataan salah satu temanku. Kami terdiam sejenak. Tanpa ada topik yang dibicarakan lagi.
“Za, pergi sana! Nanti banyak orang curiga lho!” usir mereka.
 “Lho, kenapa?” tanyaku polos.
 “Udah, pergi sana sama yang lain”. Aku berhenti mengikuti mereka. Aku terdiam. Tidak bergerak maju maupun mundur. Aku diusir. Bahkan aku tidak diinginkan oleh mereka.
Aku berjalan pelan-pelan.
Menelan bulat-bulat rasa kesepian itu.
Menelan mentah-mentah pengusiran itu.
Tidak enak. Pahit.
Yek!
Tidak enak. Tidak adil.
Tidak ada teman.
Tidak ada satupun…
…yang menolongku
 Aku berjalan melawan kolam arus ini. Seperti melawan kenyataan bahwa aku tidak kesepian. Pada kenyataannya memang iya. Lalu aku menangis diam-diam. Setelah menyelesaikan tangisku di salah satu sudut kolam renang. Aku kembali ke orang tuaku. Papa Mama pun turut ikut ke Ciputra Waterpark untuk bersenang-senang juga. Aku pura-pura bahagia. Aku pun duduk di salah satu kursi santai bersama Papaku. Aku melihat di dekat patung ikan paus, teman-temanku yang meninggalkanku di seluncuran tadi sedang bersenang-senang. Lalu aku mengajak Mama Papa untuk sudahan dan aku ingin cepat pulang. Ingin rasa kesepian ini tidak menjalar kemana-kemana. Ingin ditemani seseorang. Ingin rasa kesepian ini tidak menelanku perlahan-lahan menuju jurang yang gelap dan sunyi.
 Sampai di kuliah, aku berpikir hingga detik ini aku akan menjalani wisuda dengan sendirian kembali. Teman-temanku hanya belum beruntung. Dari kami bereempat di kuliah, hanya Rizaldy dan aku yang lulus. Sedangkan Adam dan Kiflan harus melalui Proposal terlebih dahulu. Rizaldy sampai di tengah jalan juga memutuskan untuk berhenti karena satu dan lain hal. Fatih juga sama halnya. Hanin pun masih membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri. Hanya aku.
 Aku terkejut ketika notifikasi di telefonku muncul dari Icha. Aku kira akan selamanya aku berteman dengan kesepian.
 “Za, Foto bareng yuk!” Mataku bahagia melihat hal itu. Aku langsung mengiyakan. Aku tidak peduli apa tujuannya mengajakku. Aku senang! Benar-benar senang! Terima kasih banyak, Cha. Aku senang akhirnya ada yang mengajakku walau kami tidak sedekat itu. Setidaknya aku tidak diusir.
 Aku tidak akan capek, Cha untuk mengucapkan terima kasih. Icha ini, teman-teman, buaikk poollll. Dari bimbingan, Icha selalu membantuku, selalu mendengarkan aku ketika ada keluh kesah, terus mendengarkanku ketika kami sama-sama konsultasi tatap muka bersama dosen pembimbing.
 Terima kasih atas semuanya dan selama ini, Cha!!!
5 notes · View notes
rezafernandaf · 4 years ago
Text
Keputusan dari Akhir Sebuah Perjalanan
Aku tidak pernah mengakhiri hubunganku dengan teman-teman SD hingga SMA dengan baik. Selalu aku akhiri dengan menjauh dari mereka, keluar dari grup kelas, menghapus nomor atau kontak mereka satu per satu. Kali ini aku akan mengakhiri hubunganku dengan teman-teman kuliah dengan baik!
Beberapa bulan terakhir aku terus memikirkan bagaimana aku kali ini mengakhiri hubungan ini dengan baik, ya? apakah aku akan menjauh lagi dan membuat teman-teman menganggapku aku menghilang? Atau mengucapkan salam perpisahan bahwa setelah ini aku dan mereka tidak akan bertemu kembali? Setelah beberapa kali merenung dan memikirkannya, aku mendapatkan jawabannya dan inilah ucapan yang aku kasih ke kalian.
Seperti yang kalian bisa lihat di paragraf pertama, aku mengatakan bahwa akhir dari hubunganku dengan teman-teman SD hingga SMA tidak pernah baik. Kali ini berbeda. Aku ingin mengucapakan terima kasih sebanyak-banyaknya untuk kalian yang pernah mengenalku, untuk kalian yang dengan senang hati menerimaku sebagai bagian dari teman ataupun EDSA. Terima kasih juga atas waktunya. Hampir 4 tahun bersama kalian dan itu merupakan waktu yang berharga. Terima kasih untuk teman-teman, seperti Adam, Kiflan, Zaldy, Fatih, Hanin, Syifa, Azti, Alma, dan semuanya yang tidak bisa aku sebutkan satu per satu. Terima kasih sudah mau berjuang denganku dalam 4 tahun terakhir ini. Aku tidak akan menghilang seperti waktu-waktu sebelumnya, aku tidak akan keluar dari grup Line EDSA. Aku akan tetap menyimpan kontak kalian dan tidak akan menghapusnya. Aku tidak bisa memastikan ya apakah aku masih ada di Surabaya atau sudah pindah setelah kelulusan ini. Semoga setelah ini, kita masih bisa ketemu lagi tapi ya sepertinya Fatih, Adam, dan Zaldy masih bisa ketemu sih hahaha, mereka juga sudah tahu dimana rumahku dan tetap menyimpan kontakku. Kecuali Kiflan ya, hei anda, butuh GPS anda walau gak sampai 2 km saja antara rumah anda dan saya!
Terima kasih juga buat Adam yang selama ini selalu membantuku ketika dalam masalah, selalu menjadi teman yang bisa aku ajak curhat, main bareng serta susah bareng. Terima kasih juga mau menemaniku untuk berjuang mendapatkan angka 550 di elpt.
Terima kasih buat Fatih yang sudah mau menerima ajakanku untuk bergabung ke circle-ku. Terima kasih atas sharing-sharing ilmu ekonomi dan politik yang jarang aku jumpai di EDSA. Terima kasih sudah mau sering berkunjung dan membawakan ubi.
Ayo, Zal! Semangat! Tetep dikerjain skripsinya! It’s okay untuk istirahat sejenak.
Kfilan, thank you for the accommodation, bro.
Hanin, tetap hidup ya! tetap berkarya! Tidak apa-apa untuk menjadi lemah, tidak apa-apa untuk tidak secepat teman-teman yang lain. It’s okay.
Terima kasih ya Syifa, Azti sudah mau berjuang bersama sebagai anak Linguistik! Terima kasih sudah sering mengajakku kerja kelompok dengan kalian. Terima kasih juga atas kerja samanya.
Alma, Terima kasih ya udah mau saling mencontek pas ulangan hahahahahaha. Gokil! Salam buat mama papa ya.
Dan untuk teman-teman semuanya, EDSA, semoga sukses! Sampai jumpa di PUNCAK!
 Sincerely,
 Reza Fernanda.
1 note · View note
rezafernandaf · 4 years ago
Text
Pengakuan dan Orang-Orang Tak Tertandingi
Sebenarnya cerita ini sudah lama terjadi. Hampir 3 bulan yang lalu apabila aku tidak salah. Saat itu aku sedang bertengkar dengan salah satu teman. Lalu, aku curhat ke pacarku tentang masalahku dengan temanku. Waktu itu juga kurang tepat untuk bercerita karena pacarku sedang tetimpa masalah dengan ibunya. Kita sama-sama mendapatkan banyak serangan. Setelah kita bergantian saling mengeluh dan mendengarkan satu sama lain, Pacarku tersadar dan mengatakan bahwa selama ini aku menghadapi banyak orang-orang tak tertandingi. Aku paham maksudnya. Aku merasa selama aku hidup, aku sangat jarang mendapatkan kesempatan untuk menjadi seseorang yang memiliki “kekuatan”. Kebanyakan aku selalu mendapatkan posisi dimana aku sangat “power-less”. Semua orang yang berhadapan denganku memiliki kekuatan yang lebih besar dan aku tidak bisa melawannya. Maka dari itu, mereka disebut sebagai orang-orang yang tak tertandingi.
               Di jenjang SD, aku saat itu tidak begitu tahu bagaimana hidup ini berjalan. Aku mengikuti apapun sesuai kemauan hatiku dan emosiku dan itu berujung sangat fatal. Saat itu aku terlalu ikut campur pada hubungan temanku dengan pacarku, dan tidak hanya itu, aku juga melebih-lebihkan dan selalu berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan aku dengan harapan aku mendapatkan banyak perhatian dari teman-teman. Aku banyak bertengkar dengan teman-teman, dengan sahabatku sendiri. Peristiwa pertama adalah sebuah ketidak sengajaan ketika aku bertanya kepada temanku bahwa mengapa dengan dia yang sebegitu pintarny tidak merasa mampu untuk masuk SMP Favorit? Aku tidak tahu bahwa pertanyaanku cukup menyinggung. Hingga Mama menceritakan sesuatu padaku di lampu merah. Mama memarahiku bahwa aku harus berhati-hati menjaga omonganku. Sepertinya Ibu temanku merasa tersinggung dengan pertanyaan seperti itu. Aku juga meminta maaf kepada Mutia saat itu apabila aku menyinggung perasaanmu, dan itupun jika kamu membaca Tumblr-ku ini. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana cara hidup bekerja saat itu sehingga aku seperti anak kecil tidak jelas arahnya kemana. Peristiwa kedua, sepertinya tidak semua anak atau mungkin aku saja yang mengalami hal ini. Saat itu, temanku membully-ku. Menghina-hina aku, membuatku mengejar-ngejarnya dengan kecepatanku yang tergolong lambat dan menjadi murid yang selalu tertinggal di belakang ketika disuruh lari saat pelajaran olahraga. Setelah aku tiba di rumah, aku mengambil telefonku Nokia X3 dan mengirimkan kata kasar kepada temanku melalui sms. Aku tidak menyangka bahwa yang membaca adalah ibunya. Saat itu aku hanya terbawa emosi dan memang itu tidak bisa dimaafkan. Paginya aku menjadi gosip di kelas dan aku tidak berani memasuki kelas hingga bel masuk berbunyi. Saat SD aku melawan orang-orang yang memang tidak bisa tertandingi.
               Di SMP, dominasi emosiku secara signifikan mempengaruhi hidupku dan gaya berpikirku. Saat itu hidupku berubah. Aku di SMP merupakan tipikal murid yang menyebalkan. Di semester awal karena terbawa kebiasaan dari SD. Aku seperti Hitler atau mungkin lebih menyebalkan dari beliau. Aku saat itu diberi amanah untuk menjadi wakil ketua kelas dan ketua kelasku saat itu adalah Prima. Jujur, saat aku duduk di samping Prima, aku merasa percaya diriku meningkat drastis saat itu. Aku merasa menjadi sosok yang jagoan. Ketika satu kelas ramai dan aku tidak bisa mengontrol mereka, aku pun mulai mencatat siapapun yang ramai dan memberikannya kepada guru killer di sekolah dan berakhir mereka mendapatkan sanksi. Semua masalah ini berujung pada aku dimusuhi oleh satu kelas karena ke-arogananku sendiri. Aku berbuat seenaknya sendiri. Saat memasuki OSIS-pun aku juga mulai terlihat arogan. Pak Sodik melihat potensi kepimpinanku dan hendak mencalonkan aku sebagai Ketua OSIS termuda saat itu melawan kakak kelasku. Di SMP aku selalu berpura-pura menjadi seseorang yang bukan diriku. Aku berpura-pura memiliki saudara kembar. Aku berpura-pura memiliki kakak angkat. Aku berpura-pura memiliki penyakit sesak nafas atau asma. Aku berpura-pura menjadi sok jagoan. Aku berpura-pura memiliki hewan khodam bernama Garuda seperti Naruto. Untuk apa melakukan semua itu? Untuk mendapatkan perhatian. Itu saja. Aku tidak tahu sampai aku menulis di kalimat ini siapa orang tak tertandingi yang aku lawan saat SMP, yang jelas, aku merasa lega menulis ini. Apakah aku merasa malu? Apakah ini aib? Tidak, aku hanya berusaha menyembuhkan diriku sendiri dan mencoba untuk menerima kekurangan diriku sendiri. Aku mencoba mencintai diriku melalui kesalahan-kesalahanku di masa lalu dengan cara memaafkan dan mengikhlaskan itu pergi. Saat aku dimusuhi satu kelas, aku memutuskan untuk mengundurkan diri dari OSIS. Sejak saat itu pandanganku berubah sampai detik ini. Aku tidak mengikuti OSIS di SMA, aku tidak mengikuti HIMA, BEM FAKULTAS, BEM UNIV karena aku takut aku menjadi sosok yang dulu pernah aku takuti dan aku tidak mau kembali lagi menjadi sosok Reza yang bajingan.
               Saat SMA aku jatuh di SMA Swasta. Aku memerlukan waktu satu tahun untuk bisa menerima bahwa memang tempatku di SMA Swasta ini dan aku di detik ini bisa bersyukur bisa bersekolah di sana. Aku masuk swasta karena kesalahanku sendiri dan aku menerima itu. Di SMA, semua teman-teman di SMP tidak lagi datang untuk bermain. Tidak ada siapapun yang datang. Aku mulai membenci mereka saat itu tetapi saat ini aku sudah memaafkan mereka. Aku sudah menerima kenyataan bahwa orang bisa datang bisa pergi. Di SMA aku fokus pada kualitas akademikku. Aku tergolong murid paling pintar dalam satu kelas. Ranking satu berturut-turut dalam 3 tahun dan aku merasa cukup bangga akan hal itu. Saat itu aku mencoba untuk menebus semua kesalahanku dengan cara melampaui batasku. Ketika ada tugas menghafal, aku paksakan diriku agar bisa dan agar paham. Aku menganggap SMA-ku tidak setara dengan SMA Negeri, jadi aku membayangkan ada satu pintu raksasa. Siapapun yang berhasil membuka pintu tersebut maka orang tersebut layak setara dengan SMA Negeri yang aku anggap mereka sebagai GENERASI EMAS. Aku membayangkan pintu tersebut agar membuat diriku pantas dan membuktikan bahwa tidak semua siswa di SMA Swasta itu BODOH lho! Mama selalu merendahkanku. Menyebutku bodoh, menyamakan diriku dengan tikus yang gak berguna. Siswi di SMA Swasta itu sama saja dengan tikus itu katanya. Aku kesal. Aku tidak terima. Aku sakit hati. Aku sedih. Mulai saat itu aku selalu mencoba melampaui diriku sendiri. Lawanku di SMA adalah guru. Ada beberapa guru yang memang tidak tertandingi seperti Guru Sejarah. Bu Qoyim rasanya sama saja seperti mama dan itu membuatku bersemangat untuk melampaui beliau. Yang tidak ingin aku lawan di SMA saat itu adalah wali kelas karena menurutku, beliau lebih berjasa dan memiliki effort lebih karena telah membimbing kami sebagai wali beliau serta mengajari kami dalam pelajaran. Guru Ekonomi, Bu Marry rasanya seperti Mama tetapi versi halus. Entah mengapa aku tidak ingin melawan beliau. Ternyata berakhir dengan hasil yang sama. Aku tidak bisa melawan beliau. Juga ada beberapa guru yang aku hormati dan kagumi seperti Pak Yusuf, Guru Bahasa Inggris. Tentu saja hahaha. Ahliku dari SD hingga SMA adalah pada pelajaran Bahasa Inggris dan beliau menurutku merupakan guru yang keren. Lalu ada Pak Ipung, Guru Bahasa Daerah. Aku selalu menganggap bahwa murid memang sudah seharusnya dan harus menghormati dan menghargai Guru mereka tetapi Pak Ipung berbeda. Rasanya Pak Ipung sebelum kami menghormati beliau, beliau menghormati kami terlebih dahulu. Sejak saat itu, aku merasa Pak Ipung sebagai salah satu guru yang aku segani dan aku hormati. Aku juga pernah merasakan sakit hati karena lalai tidak mengerjakan tugas atau mungkin lupa memberitahukan ada tugas bahasa daerah dan Pak Ipung waktu itu marah besar.
               Dari SD hingga sekarang, aku selalu melawan orang-orang yang memang tidak bisa aku tandingi. Aku ingat kata Kak Bay bahwa tidak apa-apa karena tidak bisa melawan. Apabila tidak bisa melawan, cukup bertahan dan itu tidak apa-apa. 22 tahun kalian mengerti? Aku melawan Mama sebagai orang yang tak tertandingi selama 22 tahun lebih. Aku lebih banyak bertengkar dengan Mama. Dulu saat aku kecil, aku selalu dimarahi Mama, saat SD aku selalu dipukuli olehnya, aku tidak pernah dianggap sebagai anak yang membawa keberuntungan. Bahkan, nama toko yang Mama bangun, Mama menamakan dengan nama Adek dan aku merasa itu tidak adil. Orang-orang bilang “Wah, pasti nama Tokonya itu si Mas itu ya?” “Loh ya jelas, nama Toko kan selalu diwakili sama anak pertama dan itu dianggap sebagai sebuah keberuntungan”. Jadi, aku menjadi pembawa sial? Di toko Mama aku juga ada usaha Showcase. Aku menjual beberapa minuman yang aku taruh di kulkas. Aku sama Mama selalu bertengkar mengenai uang. Pertama, aku rasa Mama tidak adil dalam membagi uang. Kedua, aku merasa Mama selalu lupa untuk mencatat barang apa saja yang kejual dan catatannya selalu tidak sesuai dengan catatan milikku yang mana aku selalu mengawasi kulkasku lebih banyak dari Mama. Ketika Mama membangun usaha, aku hanya bisa menjadi penonton dan melihatnya. Lalu aku mencotohnya, aku ikut berpartisipasi dalam pasar dan akhirnya aku menjadi penjual minuman di dalam kulkas yang aku beli dengan tabunganku sendiri.
               Dari sekian banyak perjalanan, aku hanya bisa menyimpulkan bahwa aku bukan manusia kuat, aku bukan manusia yang memiliki kekuatan, aku hanyalah manusia lemah dan mudah tertindas oleh siapapun dan aku tidak mau dan tidak berani membalas siapapun yang menindasku karena aku pengecut. Aku bukan laki-laki yang sok jagoan. Dari banyak orang-orang tak tertandingi, aku sadar bahwa aku selalu ada di posisi seperti ini dan yang bisa aku lakukan adalah memperkuat tameng dan bertahan. Bertahan.
3 notes · View notes
rezafernandaf · 5 years ago
Text
Khotbah Jumat
Aku pergi sholat jumat dan tidak menyangka bahwa khotbah hari ini berisikan wejangan-wejangan penuh logika dan realistis. Sebelumnya Khotbah selalu dipenuhi dengan cerita nabi, dan kecenderungan untuk memberitahu dengan penuh menggurui yang selalu emosional. Khotbah kali ini terasa menarik!
Jum’at 5 Maret, aku pergi sholat Jum’at di masjid Jenderal Soedirman. Sebenarnya di daerah rumahku banyak banget masjid. Di belakang rumah ada, di depan Jl. Pandugo juga ada masjid besar, di rumah susun juga ada, di belakang pom bensin juga ada. Alasan mengapa aku memilih masjid Jenderal Soedirman di tengah pandemi seperti ini karena beberapa hal. Pertama, karena tempatnya bagus. Kedua, karena tempatnya luas. Ketiga, karena masjid ini menaati betul protokol. Jadi, setiap jamaah benar-benar dikasih jarak dan tidak ada yang berdempet-dempet. Di masjid lain itu seperti protokol gak ditaati, berdempet-dempetan, tidak ada yang menegur jika ada yang batuk. Menyeramkan gitu kan, ya? Ke masjid niat buat dapat pahala, malah dapat sakit.
Singkat cerita aku sudah duduk di depan pilar masjid. Tempat nyamanku untuk melakukan sholat jumat. Setelah aku sholat sunnah masjid, aku duduk sambil bermain hp hingga khotbah dimulai. Aku awalnya tidak fokus. Ternyata Khotibnya berhasil mendapatkan perhatianku dengan berkata “Vaksin itu wajib”. Aku melongo dan kaget ketika aku mendengar kata-kata itu keluar dari mulut sang Khotib.
Aku menaruh hapeku dan mendengarkan sisa ceramah dari beliau. Sejujurnya, aku tidak terlalu ingat nama beliau karena aku sendiri tidak pandai dalam menghafalkan sebuah nama. Yang pasti, isi khotbah jumat lalu adalah teologis dalam islam ada tiga. Pertama, hal-hal yang sudah ditentukan Allah atau Hukum Alam yaitu Sunnatullah. Kedua, hal-hal yang bisa kita kendalikan. Ketiga, hal-hal diluar nalar atau Inayahtullah. Api itu panas dan dapat membunuh manusia. Air itu dingin. Itu merupakan dua contoh sederhana bahwa itu sudah hukum alamnya. Hal-hal yang sudah di luar nalar. Ada manusia yang terkena api, justru tidak mati dan tidak terbakar, yaitu Nabi Ibrahim. Inayatullah ini sudah kehendak Allah. Kita mau berbuat bagaimanapun, Allah kalau sudah bilang TIDAK, jawabannya TIDAK dan Dia adalah MUTLAK. Dia bisa membuat api itu menjadi dingin, maka dari itu Nabi Ibrahim tidak terbakar. Ada pula seseorang yang tidak ada suami, tetapi bisa hamil, yaitu Siti Maryam.
Seperti halnya Covid ini. Covid ini bikin sakit. Sudah hukum alam Covid itu bikin sakit. Hal yang bisa kita kendalikan apa? Pakai masker, jaga jarak, seperti hal yang telah diterapkan di masjid Jenderal Soedirman ini, hindari keramaian. Ada orang, suka melanggar protokol, dia malah sehat-sehat aja. Tidak terpapar sama sekali. Ada orang, sudah menaati protokol, alih-alih sehat, dia terpapar juga. Itu sudah kehendak Allah. Sudah maunya Allah kayak gitu. Tetapi kita tidak boleh menjadikan khotbah ini sebagai dalih bahwa tidak apa-apa melanggar peraturan toh, gak kena. Orang yang sudah taat aja bisa kena, apalagi yang suka melanggar.
Pikirku setelah mendengarkan khotbah ini. “Aku suka gini agama dikaji dengan logika”.
Lalu Khotibnya mengatakan “Kalau MIKIR itu mbok ya pakai LOGIKA”. Di saat itu aku pengen dab tetapi kok kurang gimana gitu hahahaha.
Lalu tidak lama, Khotib memutuskan untuk menghentikan Khotbah agar tidak terlalu berlama-lama dan kami pun sholat jumat. Sepulang aku sholat tidak ada yang terlalu spesial cuman memang ya Alhamdulillah sih aku sholat jumat hari ini. Ada yang bisa aku syukuri dan aku puas.
0 notes
rezafernandaf · 5 years ago
Text
Mojokerto dan Bioskop
Seorang Introvert memberanikan diri untuk melakukan Solo Traveling kecil-kecilan ke kota Mojokerto untuk sekedar menonton film. Yakin bisa? Sudah sering aku menonton sendirian di bioskop Surabaya. Kali ini aku, sebagai seorang introvert, akan membagikan pengalamanku pergi keluar kota SENDIRI demi menikmati kembali sensasi menonton film di Bioskop.
Karena musim kedua anime Kimetsu No Yaiba akan tiba pada musim berikutnya, aku jujur tidak ingin ketinggalan untuk menikmati filmnya yang berjudul sama Kimetsu No Yaiba : Mugen Train. Untungnya filmnya di CGV Mojokerto masih ada. Maka dari itu dari hari Selasa aku sudah mempersiapkan tekad terlebih dahulu dan bertanya kepada teman yang pernah naik kereta api sendiri ke Mojokerto, seperti Fatih dan Marin. Apakah perlu ada surat-surat yang harus diperlukan sebelum naik. Sebelum pergi aku pun sudah khawatir dan sedikit overthinking, hal buruk apa saja yang akan menimpaku di sana. Lalu dengan bodoh amat, aku akhirnya memutuskan untuk memesan kereta yang aku samakan dengan jadwalku menonton film. Aku pun memesan kereta dengan harga Rp. 20,000 untuk satu tiket pulang-pergi melalui aplikasi KAI Express yang bisa kalian unduh di Playstore dan mungkin IOS Store (?). Aku pun memesan tiket filmnya. Aku sudah mencoba memesan melalui alfamart tetapi juga masih ada terkendala jaringan sepertinya. Lalu aku meminta tolong kepada Adam karena dia memiliki kartu Mandiri dan aku mengatakan bahwa aku akan mengganti uangnya melalui OVO. Ternyata Adam sudah mencoba dan masih tidak bisa. Ya sudah, aku akhirnya memutuskan untuk memesan tiket di CGV langsung.
Malamnya aku langsung pergi tidur jam 22.00 WIB. Bangun-bangun jam 07.00, persiapan sana sini, membantu ibuk dan tugas adik sebentar lalu mandi dan berangkat ke stasiun. Ini TIDAK UNTUK DITIRU ya. aku tidak izin kepada ibuk untuk pergi ke Mojokerto tetapi aku izin main ke rumah teman. Maka dari itu, aku memesan tiket pulang jam 17.00 yang akan membawaku hingga pukul 18.15 dari Mojokerto nanti. Aku pun berangkat. Di Gubeng, suasananya sepi. Mungkin masih pagi pikirku. Aku sebelum masuk ke gerbang, aku pun menyempatkan ke Alfamart untuk membeli Onigiri, Sandwich Keju, serta sebotol Aqua kecil sebagai sarapan dan pengganjal perut agar tidak lapar. Lalu aku membawa makanan itu ke masuk gerbang. Aku pikir tidak boleh membawa makanan dari luar tetapi ada bapak yang membawa jajan di tas plastiknya, jadi aku berpikir “Oh! Boleh?” dan aku dengan santainya men-scan barcode tiketnya dan masuk tanpa ada halangan.
Aku di stasiun menunggu beberapa menit hingga akhirnya kereta yang aku tumpangi datang. Aku pun sempat kebingungan sebenarnya sehingga aku mencoba tanya kepada petugas dimana kereta Dhoho yang menuju Mojokerto. Kata beliau, ada di Jalur 1 tetapi di situ juga ada kereta lain yang sedang berhenti di jalur 2. Maka dari itu, aku harus menyeberang dan ditemani beberapa orang dan petugas untuk menunjukkan arah yang harus kami tuju. Masih kebingungan, ketika aku memasuki kereta Dhoho, kebetulan dari pintu aku menghadap ada bapak Masinis. Aku pun bertanya sekali lagi untuk memastikan apakah benar, ini kereta yang aku tumpangi. Kata beliau, benar. Maka dari itu, aku langsung menuju pada gerbong 1 di kursi 3D. Beruntungnya hari itu, karena kan posisi tempat duduknya berhadapan untuk 4 orang. Tetapi ketika aku menaiki kereta itu, tidak ada seorang pun yang duduk di tempat dudukku. Benar-benar yang aku impikan hahaha.
Kereta pun berangkat tak lama aku duduk di kursiku. Selama perjalanan aku pun membuka mataku lebar-lebar agar stasiun Mojokerto tidak terlewat. Selama perjalanan, aku menyadari bahwa ketakutan serta kekhawatiran yang aku alami tidak seburuk yang aku kira. Mungkin kendalanya ada di tadi itu. Aku kebingungan bertanya dan aku pun baru mengerti bagaimana cara membaca tiket keretanya. Jika tiket kalian ada tulisan EKO-1/6D. EKO menunjukkan kelas gerbong kalian. Nomor 1 menunjukkan kalian duduk di gerbong nomor berapa. 6D merupakan nomor kursi anda. Sebelah kiri ada kursi DE lalu di sebelah kanan kursi ABC. Aku melewati banyak stasiun. Wonokromo, Sepanjang, Tarik, Kedinding dan akhirnya tiba di Mojokerto.
Sesampainya di Mojokerto aku pun memesan GOJEK, aku dapat driver-nya tetapi bapaknya memintaku untuk berjalan ke arah barat karena stasiun merupakan zona merah bagi GOJEK ketika hendak menjemput penumpang. Aku pun berjalan sebentar. Tidak jauh-jauh banget, deket kok dari stasiun. Akhirnya ketemuan sama bapak GOJEK-nya. Bapaknya bilang kalau GOJEK menjemput penumpang di situ bakal terjadi tawuran dan GOJEK/GRAB akan dikenakan denda 75rb untuk setiap penumpangnya apabila ketahuan menjemput penumpang di stasiun. Aku pun paham akan kondisi tersebut dan memaafkan bapak GOJEK-nya. Semoga sehat selalu ya, pak.
Akhirnya sampai lah aku di Sunrise Mall Mojokerto. Aku bergegas ke lantai paling atas. Selalu. Bioskop akan selalu ada di lantai paling atas. Tetapi tidak tahu lagi. Apakah di kota kalian, Bioskop ada di lantai paling atas di Mall?
Masih tutup, njir! Aku sampai di Mojokerto jam 10.41 lalu menunggu di Sunrise hingga pukul 12.00 untuk bioskopnya buka. Sambil menunggu, aku pun memutuskan untuk membeli makanan sebentar di restoran yang ada di lantai dasar. Hari ini aku puas dan bersyukur sekali atas kenikmatan yang aku dapatkan pada solitude­-ku hari ini.
Solitude merupakan upaya seorang Introvert untuk men­-charge­ energy kami yang telah habis. Solitude memang dibutuhkan untuk menyendiri tetapi bukan berarti kami menyendiri lalu merenungkan sesuatu atau apapun itu tetapi kami melakukan kegiatan kami sendiri, kami nikmati sendiri, kami konsumsi sendiri, tanpa ada gangguan orang lain. Solitude mudahnya biasa dipanggil sebagai ME TIME.
Selesai makan, aku pun kembali ke lantai 2. Menunggu beberapa menit sambil menelpon pacar. Doi menyarankan agar aku memesan melalui GOTIX di aplikasi GOJEK. Bodohnya aku baru ingat hahahahahaha.
“OH IYA YA? DI GOTIX BISA PESAN CGV KAN YA? IIIHH PINTER DEH KAMU!” Ucapku dengan riang gembira dan gemas. Lalu aku bergegas memesan tiket. Tidak lama, bioskop pun buka. Aku melihat daftar menu jajan dan minuman di sana. Mahal! Sebotol Aqua harganya Rp. 16,000. Aku pun setelah mencetak tiket, menunggu sejenak hingga teaterku buka. Setelah menunggu dan menghabiskan sesuatu di toilet. Aku pun melihat jam di hapeku dan bergegas menuju teater.
Ketika aku memasuki bioskop. Aku benar-benar merindukan suasana bioskop ini. Aroma bioskopnya dan suara iklan-iklan buatan CGV sendiri yang masih menyala. Astaga! Rinduku terbayar tuntas! Yang membedakan adalah tempat duduknya yang diberi jarak dua kursi diantara satu kursi dengan satu kursi yang lainnya demi protokol.
Kimetsu No Yaiba Mugen Train benar-benar tidak membuatku rugi aku jadikan sebagai film yang aku coba pengalaman bioskopnya untuk pertama kalinya dalam setahun lamanya!
Sensasinya bukan main! Dan sudah jelas berbeda daripada sekedar menonton melalui layar laptop.
Review Kimetsu No Yaiba Mugen Train sudah ada di iInstagram-ku ya, rek!
Setelah menonton dan menunggu credit scene lewat, aku pun terkejut Fatih menghubungiku dan mengatakan bahwa dia sudah ada di depan Mall dan mengajakku bermain. Aku pun keluar dari bioskop dan mall. Di seberang mall ada warung kecil yang menjual pentol bakar serta ceker ayam pedas. Aku pun ikut membeli dan Fatih mengira aku akan menginap dan aku dengan halusnya menolak karena memang ibuk tidak mengizinkanku untuk menginap.
Bertemu dengan Fatih juga asyik sih. Kita bicara banyak hal. Mantan pacar, Pacar Baru, Dosen Pembimbing, Skripsi, dan beberapa teman yang sudah lulus terlebih dahulu. Setelah berpikir panjang, Fatih mengajakku ke Prasmanan dekat bioskop. Aku pun ikut dan untungnya dia membawa helm dua. Kami pun pergi ke restoran tersebut dan hanya membutuhkan waktu 10 menit perjalanan dari bioskop dengan sepeda motor.
Sesampainya kami di sana, kami makan dan lanjut mengobrol. Kali ini kami berbicara pasal uang, saham, dan semacamnya. Aku membicarakan Solitude di sini karena Fatih menyinggung soal ini. Fatih mengaku bahwa dia kaget mengetahui aku introvert. Mungkin 60% introvert, sisanya ekstrovert. Tetapi yang jelas, aku mengakui sendiri bahwa aku introvert karena aku benar-benar bisa merasakan kapan energiku habis.
Setelah makan dan mengobrol, Fatih mengantarkanku pula ke stasiun. Dan mungkin aku akan kembali ke Mojokerto untuk sekedar bermain lagi atau menonton bioskop lagi.
Hanya perlu 2 menit menunggu di stasiun, keretaku sudah tiba. Singkat cerita, ketika melihat tulisan Surabaya Gubeng, menandakan akhir perjalanan pertama Solo Traveling-ku.  
1 note · View note
rezafernandaf · 5 years ago
Text
Kakak dan Adik yang Terluka
Malam ini aku berbicara dengan pacarku tentang topik yang lumayan dalam untuk di bahas. Panggil aja Ibuk Boss hahaha. Aku tak ingin mengumbar namanya terlebih dahulu, bukan karena apa-apa tetapi salah satu alasannya aku tidak ingin sepupu, serta saudara-saudara yang lain mengetahui hal ini yang lalu menjadikan hal ini menjadi gosip yang tidak enak serta ejekan pada setiap pertemuan keluarga yang akan aku temui. Salah satu alasan lainnya adalah karena aku belum siap. Aku belum ada apa-apa untuk dibanggakan.
Aku mengira Inner Child milikku sudah sembuh sepenuhnya sejak kehadirannya. Ternyata tidak sepenuhnya. Malam itu sebenarnya kami sudah kehabisan topik pembicaraan hahaha. Lalu kami mencari-cari. Entah kenapa, aku sabar banget menghadapi dia dan selalu senang ketika chatnya hadir di notifikasi layar smartphone-ku sehingga dia selalu heran bagaimana caranya agar aku bisa sampai sesabar ini dan pertanyaan yang memulai topik di Tumblr ini ketika dia bertanya tentang apa saja hal yang bisa membuatku marah? Menurutnya sangat mustahil membuat seorang Reza marah haha. Lalu aku menyebutkan bahwa aku marah kepada beberapa hal jika bersangkutan pada keluarga dan teman. Lalu dia bertanya kalau yang sampai marah banget biasanya karena apa? Aku menjawab aku akan sangat marah banget kalau kucingku diancam mau dijual. Terlebih lagi ketika Mama berpura-pura kasihan kepada kucing-kucing di rumah kalo lagi sakit tetapi kalau kenapa-kenapa akhirnya menyalahkan aku, yang jelas-jelas sudah merawat mereka.
Aku jelas-jelas marah banget kalau mama begitu karena menurutku mereka berharga sekali bagiku. Kalau mereka tidak sebegitu berharganya seharusnya Papa saat itu tidak memberikannya padaku sebagai hadiah ulang tahun kan ya. Aku menganggap itu berharga karena itu hadiah dari Papa. Papa kalau semisal tidak ikhlas memberikanku kucing, ya seharusnya Papa tidak perlu membelikannya. Lalu aku mengingat kejadian yang sangat aku benci.
Aku sangat mengingatnya, saat itu mama dan papa mengajakku ke suatu restoran dan di situ terdapat menu makanan favoritku, yaitu kentang goreng-keju. Papa memesankan dua piring kentang-keju, untuk aku dan adikku. Saat itu adikku yang ketiga belum lahir. Kentang-keju milik adikku sudah habis lalu dia memaksaku untuk memberikan milikku kepadanya. Alih-alih mendukungku, Papa dan Mama cenderung menyuruhku untuk mengalah dan menyuruhku untuk memesan lagi. Aku pesan lagi, lalu adikku tetap meminta jatahku. Aku tetap tidak mau karena aku sudah mengalah tadi. Mereka sama sekali tidak mendengarkanku dan memintaku untuk mengalah. Akhirnya aku memesan untuk ketiga kalinya dan dibawa pulang. Saat di rumah aku berantem dengan adikku sehingga adikku menangis. Aku pun marah dan menangis ketika Mama dan Papa masih tetap menyuruhku mengalah, alih-alih membiarkanku memakan jatahku. Maksudku, aku sudah tiga kali mengalah dan itu jatahku, bukan miliknya!
Aku menangis ketika menceritakan hal itu kepada pacarku. Aku berpikir ketika adik keduaku lahir bahwa aku akan menjadi pelindungnya tetapi semua itu patah begitu saja ketika ternyata adik-adikku mengambil semuanya dariku dan benar, aku benci mereka.
Lalu, dia memberikan sudut pandangnya sebagai seorang anak yang lahir sebagai anak kelima dari 5 bersaudara. Dia mengatakan bahwa dia sering dimanja, memang terlihat enak sih tetapi tanpa diketahui oleh orang tuanya, dia selama ini mengemban hal yang berat untuk mencapai apa yang orang tua dia inginkan. Dia harus lebih sabar lagi dan mencari kerja sesuai ijazah agar tidak seperti kakak keduanya. Dia harus memiliki body goals dan wajah yang cantik agar tidak seperti kakak ketiganya. Dia juga harus memiliki pacar agar tidak seperti kakak keempatnya. Ternyata dia memberikanku sudut pandang yang lain bahwa memang menjadi adik terlihat enak tetapi tanpa aku tahu dia mengemban begitu beban yang begitu berat, mengemban beban yang tidak dia ingin emban. Mengemban sebuah beban dari kegagalan orang terdahulunya. Kakak-kakaknya mungkin akan sangat iri sepertiku, melihat seorang adik yang selalu dimanja dan diperlakukan sebaik-baiknya.
Saat itu memang aku akui, aku sangat bodoh. Aku tidak bisa memberikan komentar apa-apa sehingga dia sepertinya masih terisak dengan tangisnya. Kami saat itu masih bisa berandai-andai apabila kami saling bertemu nanti. Dari ceritanya, aku menyadari dan menduga sih semenjak aku berhasil diterima di Unair. Adik-adikku pasti mengemban beban yang berat, mengemban semua kegagalanku.
Dari situ, kami sama-sama saling menguatkan satu sama lain. Kami sama-sama mengerti perspektif masing-masing dari peran kami dan berjanji agar tidak menjadi seperti orang tua kami. Kami berjanji agar tidak menurunkan itu kembali ke generasi berikutnya dan cukup kami atau mungkin kita yang merasakan kepahitan itu. Reza yang kecil ternyata belum sembuh sepenuhnya.
0 notes
rezafernandaf · 5 years ago
Text
Attack on Titan (Fall of Shinganshina): Apakah Kita Benar-Benar Bebas?
Jika kalian mengira ini ulasan anime Attack on Titan Season 1, mohon maaf karena akan aku patahkan ekpektasi kalian. Hehe. Ini merupakan sebuah refleksi diri yang akhir-akhir ini sedang aku pikirkan mengenai sebuah arti kebebasan yang selama ini aku cari, yang nantinya akan aku sangkut pautkan dengan anime Attack on Titan, spesifiknya pada musim pertamanya ketika Shinganshina pertama kali berhasil dirobohkan oleh Kolosal Titan, yang ternyata merupakan Berthold, rekan mereka sendiri. Ups! Spoiler! Aku juga ingin membahas hal ini karena kebetulan pada hari Rabu, tanggal 8 Desember 2020 ada acara debat di acara Philofest.id mengenai Kebebasan Manusia dari segi Eksistensialisme dan Esensialisme oleh Mas Nino dan Mbak Dea.
Attack on Titan bercerita tentang masyarakat yang tinggal di dalam tembok untuk berlindung dari serangan raksasa-raksasa yang mereka sebut sebagai Titan. Tokoh utama pada anime, yang sekarang berada pada musim terakhirnya, adalah Eren, Mikasa, dan Armin yang mencoba untuk menemukan fakta-fakta dibalik sejarah Titan dan bagaimana bentuk Dunia yang mereka tinggali di luar tembok sana. Dengan kata lain tujuan mereka bertiga adalah mereka ingin BEBAS. Apakah di luar tembok sana masih ada kehidupan lain seperti mereka?
Kurang lebih seperti itu sinopsis dari anime Attack on Titan.
Akhir-akhir ini aku merasa terkekang karena banyaknya tugas kuliah, skripsi, dan usaha kecil-kecilan yan sedang aku rintis saat ini. Aku merasa ruang gerakku untuk menonton film, anime, dan lain-lain semakin hari, semakin terbatas. Bahkan aku sempat mengeluh karena tidak ada waktu untuk menonton film. Lalu aku sedikit throwback ke masa lalu di saat aku masih berumur 10 tahun. Saat itu aku kagum dan sangat mendambakan untuk menjadi dewasa.
Enak mungkin ya saat sudah besar nanti. Sudah ada uang sendiri. Jadi BEBAS deh beli ini beli itu. Kemana-mana juga BEBAS. Begitu pikirku. Terdengar dangkal, bukan untuk seukuran anak kecil berumur 10 tahun? Memang, dulu itu yang aku inginkan. Keinginan itu masih ada hingga aku masuk jenjang SMP. Ketika memasuki jenjang SMA, keinginan itu ber-evolusi bahwa aku sangat mendambakan keinginan untuk bebas memakai atribut apapun ketika masuk kuliah nanti. Sejak saat itu aku bertanya-tanya, apakah aku benar-benar bebas? Apakah sesungguhnya kita, manusia, merupakan makhluk yang memiliki kebebasan? Aku mengerti kebebasan setiap orang beda-beda tapi izinkan aku menyatakan definisi bebas menurutku sendiri.
Bebas menurutku adalah kondisi dimana aku terlepas dari hal-hal yang bersifat mengekang, membatasi, dan mengurangi. Mengekang untuk mengekpresikan sesuatu, membatasi ruang untuk mengeluarkan pendapat, membatasi waktu untuk istirahat, serta mengurangi hal-hal yang aku senangi dan gemari saat ini.
Seperti yang dialami Eren, dan tokoh-tokoh anime lain bahwa kebebasan mereka telah direnggut oleh dinding-dinding raksasa ini yang ditujukan untuk melindungi orang-orang di dalamnya dari serangan Titan. Armin menambahkan semangat Eren untuk berjuang merenggut kembali kebebasannya dengan menceritakan bahwa di luar tembok ada hal-hal yang sangat indah seperti pegunungan, lautan yang luas, danau dengan garam yang tidak ada habisnya, serta padang pasir yang sangat luas. Mikasa yang hadir untuk mendukung ambisi kedua temannya dan sama-sama menginginkan sebuah kebebasan. Apabila dilihat dari musim pertamanya, aku benar-benar melihat para pejuang-pejuang di sana bertarung demi melindungi manusia lain dari kejaran Titan. Tidak sedikit yang terbunuh, bahkan depresi karena sumber daya perang, makanan, minuman mulai menipis karena digunakan untuk evakuasi warga dan bahan ternak juga sudah dihabisi oleh para Titan. Jadi, tidak heran mereka begitu menginginkan sebuah kebebasan.
Di musim pertamanya juga, aku mengerti definisi kebebasan menurut Eren adalah ketika dia bisa hidup tanpa adanya Titan, dan dapat melihat anak kecil bahagia tanpa adanya Titan yang mengintip dari balik tembok. Tetapi jika diikuti hingga musim keempat, ideologi kebebasan hanya diperlihatkan pada musim-musim awal saja dan mulai berganti kepada ideologi kekuasaan dan kekuatan. Aku mengutip dari Eno Bening, yang menyatakan bahwa musim ketiganya lebih condong pada ideologi John Dalberg atau Lord Acton “Power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely” artinya “Kekuatan cenderung merusak. Kekuatan yang mutlak cenderung merusak secara mutlak”. Maksudnya semakin tinggi jabatan yang dipegang oleh seseorang, semakin rusak dia. Bisa dilihat dimana Erwin Smith yang memiliki kekuatan yang mutlak, bukan malah menyelamatkan rekan-rekannya, Erwin mengorbankan rekan-rekannya untuk menggapai ambisi dan impiannya untuk membongkar rahasia tembok. Ini kalau di anime, apabila kita melihat dari kilas balik masa lalu, raja-raja yang pernah mendominasi dunia pun bisa dianggap rusak karena mereka memiliki power yang besar dan berbuat semena-mena. Apalagi Diktator atau Tirani, sudah pasti rusak secara mutlak.
Hingga hari ini, pertanyaan yang sudah aku ajukan sebelumnya perlahan mulai menemukan jawaban dan konklusi  dengan membaca buku Filosofi Teras yang ditulis oleh Henry Manampiring dan juga debat hari Philofest.id yang dilakukan oleh Mbak Dea, yang lebih condong pada ideologi Agustinus, dan Mas Nino, yang lebih condong pada ideologi Dyonisus(?), aku jujur lebih setuju dengan argumennya Mas Nino karena untuk menentukan sebuah esensi kebebasan diperlukan eksistensi terlebih dahulu. Sebenarnya pertanyaan di debat kemarin, tanpa disadari mirip seperti pertanyaan “Duluan mana? Telur atau Ayam?”. Kita perlu untuk lahir terlebih dahulu, lalu setelah kita melalui banyak pengalaman hidup dan belajar bagaimana cara kita memaknainya, baru lah kita menentukan esensi kebebasan kita seperti apa. Seperti yang sedang aku lakukan dari dulu hingga sekarang, bertemu dengan pahit manisnya hidup, lalu tahun lalu belajar bagaimana cara memaknai hidup, sekarang baru mencoba menemukan esensi dari kebebasan milikku.
Aku mengutip dari buku Filosofi Teras dan akhirnya menemukan konklusi bahwa meskipun aku masih disibukkan atau terkekang dengan banyaknya tugas kuliah, skripsi, dan usaha kecil-kecilan, aku menemukan secuil kebebasan, yaitu Berpikir. Mas Henry Manampiring mengutip dari Epictetus, pencetus Stoicism, yang mengatakan “Jagalah senantiasa persepsimu, karena ia bukan hal yang sepele, tetapi merupakan kehormatan, kepercayaan, ketekunan, kedamaian, kebebasan, dari kesakitan dan ketakutan-dengan kata lain, kemerdekaanmu”. Ini berarti di tengah banyaknya tugas, aku masih memiliki secuil kebebasan untuk memilih mengerjakannya atau tidak, mengerjakan dengan sepenuh hati atau dengan setengah hati. Di skripsi pun aku masih memiliki secuil kebebasan dalam memilih topik, judul, subjek, teori, dan metode analisa, serta berapa sitasi yang aku ambil. Di usaha kecil-kecilanku, aku masih memiliki secuil kebebasan untuk berapa uang yang ingin aku tabung, berapa uang yang ingin aku keluarkan untuk modal atau jajan.
0 notes
rezafernandaf · 5 years ago
Text
Dua Anak Kecil yang Terluka di Gazebo
26 November 2020
Adam dan aku sedang mengurus permohonan dana di kampus untuk organisasi fakultas yang kami ikuti, yaitu BSO Musik FIB UNAIR. Ini sebenarnya urusan kami sudah selesai semenjak jam 9 pagi tadi, tetapi pada jam setengah 12 siang kami dipanggil kembali untuk revisi surat-suratnya dan posisi kami saat itu ada di Galaxy Mall. Akhirnya kami kembali lagi ke kampus untuk mengurus surat-suratnya. Ketika hendak menyerahkan surat-surat yang telah direvisi, ternyata mas-mas ULT (Unit Layanan Terpadu?) yang tadi pagi kami jumpai sedang istirahat dan kami diminta untuk menunggu beliau, begitu kata bapak-bapak yang sering kami jumpai di bagian ULT tetapi tidak pernah kami tahu nama beliau.
Adam dan aku memutuskan untuk menunggu mas-mas ULT di Gazebo seberang Fakultas. Awalnya kami tidak membicarakan apa-apa, tetapi Adam memulai pembicaraan dengan pertanyaan…
“Za, kamu menyangka kah bisa sampai sejauh ini? Aku lho tidak menyangka bisa sampai di titik ini. Maksudku, pikiran kita dulu begitu sempit. Saat kita SD, kita memikirkan SMP. Ketika kita SMP, kita memikirkan SMA. Ketika SMA, kita memikirkan Universitas”
“Aku juga tidak menyangka sih. Tetapi dulu memang waktu SD aku benar-benar ingin berada di jurusan ini. Dulu pas SD, sekolahku pernah didatangi oleh mahasiswa Unair PKL. Saat itu aku kagum dengan mereka dan mengatakan bahwa suatu saat aku akan memakai almamater itu dan berada di jurusan bahasa inggris. Awalnya aku kira, kampus itu hanya Unair doang lho, dam…”
“…Ternyata waktu SMA, Kampus itu banyak ya, Za?”
“Iya” Jawabku singkat sambil mengangguk.
Setelah berbicara mengenai betapa jauhnya dan kerasnya perjuangan kami untuk bisa bertahan hingga di titik ini, Adam mengganti topik pembicaraan dengan membuka apa yang terjadi di keluarganya. Tentu saja, pada cerita kali ini aku tidak mau membeberkan cerita keluarganya karena menurutku itu hal yang privasi. Jadi, aku menghargai privasinya. Aku juga sempat membicarakan kondisi keluargaku dan bagaimana aku menjadi pribadi yang individualis dalam mengerjakan tugas kelompok. Pembicaraan kami mengerucut pada satu konklusi, yaitu Orang Tua kami TOXIC dan kami memutuskan untuk tidak akan menjadi seperti mereka.
Setelah menunggu dan berbicara kesana-kemari, tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 13.00. Kami pun kembali ke fakultas. Di sana kami mendapati meja ULT yang kosong. Tidak ada mas-mas ULT-nya. Kami diminta untuk meninggalkan surat-suratnya tadi di ULT dan nomor telponku di belakang suratnya dan kami memutuskan untuk kembali ke Galaxy Mall. Hehe.
Ketika aku menulis cerita ini, aku baru sadar kenapa begitu tumben Adam ingin bercerita hal yang mendalam perihal Toxic Parenting dari Orang Tuanya. Dari perspektifku, ketika kami saling bertukar cerita perihal kondisi keluarga kami, kami seperti berada di cermin besar. Di sana kami melihat bayangan diri kami ketika masa kecil yang penuh tangis, sedih, hancur, dan mungkin terpukul.
Kami adalah dua anak berumur sepuluh tahun yang terluka di Gazebo, meraung-raung meminta kasih sayang yang tulus dari orang tua kita dan barangkali berharap ada seseorang yang membela kami saat itu
Kami adalah dua mahasiswa semester akhir, yang masih belum sepenuhnya merelakan masa lalu.
0 notes
rezafernandaf · 5 years ago
Text
Reuni dan 3 Tahun Menghilang : Ketika Anak Hukum, Sastra Inggris, Ekonomi, Berbicara Tentang Bisnis (Bagian Terakhir)
Setelah kami menyelesaikan makan siang kami, kami pulang kembali ke rumah Abah. Di sana, Sodol masih melanjutkan aktivitasnya mendownload game serta main Genshin Impact. Kami masih melanjutkan pembicaraan di Foodcourt Wisper tentang perubahanku, perubahan kami. Sodol yang selalu menjadi kemudi atas perjalanan nostalgia kami dengan menanyakanku apakah aku masih ingat momen-momen pas waktu SMA. Di situ aku juga merasa betapa berbedanya aku sekarang. Mereka sepertinya masih melihatku seperti hantu yang bangkit kembali dari kuburnya. Ingatanku memang bisa dibilang buruk, aku tidak pandai dalam menghafal. Lalu pembicaraan kami mulai berubah, Sodol bercerita bahwa mereka selama ini merasa melakukan rutinitas yang sama berulang kali, seolah begitu-begitu terus, tidak ada perkembangan atau progress.  Jadi, Sodol memutuskan mereka harus membangun satu usaha untuk membangkitkan kembali perekonomian mereka. Abah yang kehilangan PC serta motornya untuk kuliah, Sodol yang juga harus berhenti kuliah karena corona. Aku setuju mereka bisa berpikir seperti itu.
               Aku tidak bisa memutuskan saat itu, apakah aku ikut membuat usaha dengan mereka atau tidak. Sodol sudah memulai duluan dengan membuat bisnis kecil-kecilan seperti membeli action figure lalu menjualnya kembali. Dia mengaku memiliki sense dalam memilih action figure mana yang nantinya worth untuk dibeli para fans anime. Selanjutnya Abah yang rencana-nya kini masih berupa sebuah wacana dan belum bisa diwujudkan dalam waktu dekat. Abah ingin fokus ke otomotif, spesifiknya ke motor gede seperti Ninja, Vixion, Bison, dsb. Pertanyaan pertama yang muncul dari aku adalah apakah usaha mereka memiliki pasar? Atau apakah ada orang yang mau membeli di usaha kalian? Mereka beroptimis bahwa usaha mereka memiliki pasarnya sendiri. Lalu pertanyaan selanjutnya Sodol dan Abah ingin membuat usaha dengan konsep yang seperti apa? Mereka menjawab bahwa mereka, Tony, serta Bernard ingin membuat usaha dengan brand mereka sendiri tetapi usaha mereka berempat dinaungi oleh satu perusahaan besar lagi yang dimiliki oleh mereka berempat. Jadi semacam Disney yang menaungi Marvel Cinematic Universe, Star Wars, dll.
               Lalu Sodol meminta kesepakatan tentang konsep uang di usaha mereka. Aku menyarankan agar kita meniadakan namanya Manager atau Bendahara. Aku ingin memiliki konsep Uangku adalah Uangku, Uangmu adalah Uangmu. Apa yang kamu dapat, ya itu yang kamu dapat. Ditakutkan adalah ketika adanya bendara, nanti takut ada yang iri, kenapa si A mendapatkan uang yang lebih besar daripada si B. aku juga mengerti Tony seingetku 3 tahun yang lalu merupakan orang yang perhitungan apabila itu bersangkutan dengan uang. Jadi, ditiadakannya bendahara adalah agar tidak ada yang iri atau perhitungan. Lalu aku menyarankan bahwa ketika membangun usaha, kami berlima harus bisa saling membantu usaha teman kita tetapi dengan catatan menggunakan modal salah satu teman yang ingin membangun usaha tersebut. Jadi, kami hanya membantu mengkonsepkan usahanya saja, masalah uang, urusan masing-masing. Lalu Sodol bertanya bagaimana kalau ada temen yang minta tolong antarkan barang. Awalnya aku menyarankan agar tetap meniadakan ongkos kirim tetapi dengan penuh pertimbangan dari kami bertiga, kami memutuskan untuk tetap mengadakan ongkos kirim senilai Rp. 10.000 apabila masih di daerah Surabaya Timur. Sebagai catatan untuk Tony, Bernard, Bayu, dan Kostom, ini masih kesepakatan sementara, jadi bisa berubah sewaktu-waktu. Monggo, kalau mau mendiskusikan waktu malam tahun baru nanti. Tidak terasa kami berbicara mengenai bisnis sampai jam 7 malam. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah dengan memesan gojek dari rumah Abah. Sebelum aku pulang, aku pun meminta izin ke mereka untuk membuat cerita tentang hari ini dan mereka setuju tetapi dengan syarat nama mereka disensor atau menggunakan nama alias lain.
0 notes
rezafernandaf · 5 years ago
Text
Mimpi Indah
“Saya nikahkan anda dengan ******* dengan mas kawin….”
Hah? Siapa?
“Saya terima nikahnya ******”
Siapa?
“SAH!”. Hanya satu teriakan.
“Aku cinta kamu, mas”. Ucap satu wanita di hadapanku yang kini tidur di sampingku. Wajahnya asing. Aku tidak pernah mengenal siapa dia. Dari wajahnya dia lebih muda dariku. Ketika tadinya di penghulu, tiba-tiba saja aku terbawa ke rumah seperti mengalami time skip yang begitu cepat dan kini aku berada di rumah lamaku, ketika semua kebahagiaan yang aku punya selama 10 Tahun hancur begitu juga.
Ketika aku mengucapkan sumpah pernikahan, aku benar-benar tidak sadar dan tiba-tiba saja mulutku bergerak sendiri. Ketika dia masih tidur di sampingku, mulutku lagi-lagi bergerak sendiri dan membentuk sebuah senyuman. Air mataku mengalir dan entah kenapa dadaku begitu sesak. Perasaan bahagia yang telah lama aku rindukan, mulai kembali aku rasakan.
Selamat atas pernikahannya ya, Za
Nikah? Aku begini kalau nanti udah nikah?
Aku memeluk wanita ini yang tidak pernah aku tahu siapa namanya dengan sangat erat, seolah aku tidak ingin kehilangannya. Aku bahagia. Akhirnya aku bisa merasakan kebahagiaan.
“Aku mencintaimu juga”
Ketika aku memeluknya, aku mendengar alarmku berbunyi. Alarm dengan nada dering lagu pembuka Kamen Rider Faiz ini berbunyi sangat nyaring. Aku membuka mataku dan bangun. Aku sadar bahwa semua tadi hanya mimpi.
Loh. Pikirku.
Sebenarnya aku sudah mengalami mimpi itu dari seminggu yang lalu ketika tulisan ini ditulis. Hal yang membuatku tertarik pada dunia psikologi adalah Analisis Mimpi milik Sigmund Freud. Jadi, waktu SMA aku suka banget dan menekuni bagaimana Mimpi itu bekerja lalu aku teruskan dengan membaca Al-Quran yang spesifiknya menuju pada cerita Nabi Yusuf, seorang Nabi yang diberi mukjizat dapat memprediksi sesuatu hanya dengan berdasarkan mendengarkan orang lain bercerita tentang mimpi mereka. Aku kagum dengan beliau. Aku mempelajari pola-pola bagaimana Nabi Yusuf menganalisa mimpi orang-orang yang Dia temui waktu di Penjara, dengan Raja Fir’aun, maupun dengan orang tuanya.
Aku menemukan polanya. Hal yang membuatku tertarik dengan dunia mimpi adalah, aku percaya bahwa Mimpi merupakan salah satunya jalan dan kekuatan yang kita miliki untuk berjalan melewati alam lain. Bagiku juga Mimpi merupakan sebuah jembatan menuju alam yang tidak pernah kita jelajahi sebelumnya.
Setelah Mimpi Indah tadi, aku mulai menganalisanya dan mencoba mengingat-ingat wajah Wanita tersebut yang aku peluk. Jika itu merupakan pertanda bahwa aku butuh kasih sayang, bisa dibilang sebagian besar benar. Jika itu adalah cara Allah Swt memberikan aku tanda bahwa dia jodohku, maka ya Alhamdulillah aku terima dengan senang hati. Allah memang tahu soal siapa yang butuh untuk diberikan tanda semacam itu. Mohon maaf sekali apabila ini harus aku kaitkan dengan menyebut nama Tuhan tetapi begitulah caraku untuk mengimani Tuhan-ku.
Kalau boleh jujur, itu adalah mimpi paling Indah yang pernah aku alami seumur aku hidup. Mimpi itu terasa begitu nyata, aku tidak merasakan halus tangannya tetapi setidaknya aku tau wajahnya dan harus mencari tau siapa Wanita itu.
0 notes
rezafernandaf · 5 years ago
Text
Reuni dan 3 Tahun Menghilang : Metamorfosa (Bagian Kedua)
Setelah itu, kami berdiskusi soal nanti kita makan apa pas sore hari? Sodol menyarankan Tahu Tek atau Penyetan di dekat rumah Abah. Akhirnya kami memutuskan buat beli tahu tek. Setibanya di Foodcourt kecil-kecilan daerah Wisper, diskusi kami lebih deep daripada di rumah Abah.
“Breng, kok kamu sedikit berubah sih daripada di SMA dulu?” Ucapnya. Yap, Breng merupakan panggilanku waktu SMA. FOR THOSE WHO KNEW ME ON COLLEGE, DON’T YOU DARE CALL ME THAT NAME. I’LL FUCKING HATE YOU!. Sejujurnya aku membenci panggilan itu, karena panggilan itu berasal dari kumisku atau candaan yang aku anggap sebagai Bodyshaming. Aku tidak pernah memberitahukan ini ke siapapun, terutama kepada Abah dan Sodol.
“Berubah gimana, bah?”
“Ya berubah, kamu lebih kalem, gak segabah dulu”. Aku hanya tertawa kecil mendengar hal itu seolah memang seperti itu.
“Aku juga heran sebenarnya pas kita main ke Grand City kemarin. Kalian kok gak berubah sih sejak 3 tahun kita gak ketemu? Maksudku becandaan kalian masih sama, kayak Bernard yang doyan becandain LingLing diam-diam dengan wajah engasnya, lalu becanda Mak Erot, guru Ekonomi kita yang killer.”
“Kita mah gini-gini aja, Breng. Beneran gini-gini aja” timpal Sodol.
“Jadi, kalian gak sengaja kan dan tidak berusaha sama sekali untuk membuatku nostalgia atau gimana?”
“Enggak, Breng” Ucap Abah yang berusaha menyakinkanku karena memang sedari dulu Abah memang begitu, tidak ingin menyakiti siapapun bahkan kalau jujur alasan dia disukai oleh beberapa orang sebagai tempat curhat adalah menurutku dia selalu menempatkan dirinya sebagai individu yang inferior daripada lawan bicaranya sehingga sisi positifnya lawan bicaranya merasa dirinya berharga dan merasa superior. Kamu selalu begitu, Bah.
“Tau engga, Breng, Abah gini-gini di kampus itu mesti jadi team leader loh?” Ucap Sodol.
“Team leader?”
“Pas presentasi, dia yang selalu lebih banyak bicara”. Ketika aku mendengar hal ini, aku jujur senang karena akhirnya meskipun 3 tahun gak ketemu, Abah ternyata berkembang dan tidak se-no life dulu.
“Wih! Anjir! Keren kamu, Bah! Aku seneng jadinya…” Ucapku dengan nada senang.
“…btw, Bah kan kamu tadi tanya kenapa aku berubah kan sekarang? Aku berubah karena aku ubah juga mindsetku. Dulu kan aku suka banget mukulin Sodol dan aku minta maaf, Dol pernah mukul kamu meskipun itu buat becanda atau serius. Bukan cuman Sodol, banyak anak. Cowok-cewek di kelas kayaknya pernah kena pukul tanganku deh. Sejak saat itu aku menyesal dan berubah mindset bahwa tidak semua hal harus dilakukan secara main tangan. Di kuliah selama 3 tahun aku berusaha dan terus belajar untuk menjadi orang yang lebih lembut lagi.” Ucapku panjang lebar. Mereka membalasnya dengan beberapa anggukan.
“Breng, ini kan kita gak bisa belajar sampai di jalan raya dan kamu dibatasi sampai jam 5 sore. Gimana kalau kapan-kapan aja, nunggu hari dimana kita bisa main sampai malem?” tanya Sodol.
“Boleh, kalau kalian mau ngajak aku main malem-malem, kalian harus bisa memenuhi syarat, NO DRINK ALCOHOL, NO VAPE, NO SMOKING”. Kenapa tiba-tiba aku membahas ini karena pada pertemuan sebelumnya setelah dari Grand City, Sodol bercerita bahwa dia pernah mencoba untuk nge-Vape dan minum Alkohol. Begitu juga Abah. Damn! Aku kaget, njir! Aku kaget kalau perubahan mereka dalam becanda gak begitu ada yang berubah tetapi minum alcohol? Ngevape?. Beruntungnya Sodol dan Abah memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa mereka saat itu hanya coba-coba, terutama Abah yang mencoba alcohol karena disuruh ayahnya untuk menghangatkan badan. Aku bukan orang yang taat agama, jadi aku tidak ingin berkomentar lebih lanjut mengenai alasan Abah.
Di momen ini aku menyadari bahwa, mereka juga berubah meskipun sedikit. 3 tahun aku menghilang sejak kami masih aktif nge-Youtube. Di momen itu aku juga sadar, aku berubah. Benar kata Abah. Aku menyadari hal itu, karena selama 3 tahun aku menghilang, aku menjelajahi banyak sekali ilmu, atau dimensi yang aku jauhi dan mencoba lebih jujur dan lebih terbuka kepada orang, seperti bagaimana aku menyukai K-Pop sejak SMP tetapi aku sembunyikan karena aku takut dibully. Maka dari itu, aku yang sekarang lebih dominan kepada anime ketimbang K-Pop.
0 notes
rezafernandaf · 5 years ago
Text
Reuni dan 3 Tahun Menghilang: Sebuah Kejujuran dari yang Lemah (Bagian Satu)
Kemarin hari Rabu, aku ke rumah temen SMA-ku buat minta ajarin mengendarain motor. Sebenarnya aku sudah bisa sih cuman aku enggak berani aja motoran di jalan raya besar seperti di Jl. Ir. Soekarno atau jalan MERR. Nama temenku Sodol karena dia tidak mengizinkanku untuk mengucapkan secara blak-blakan namanya di cerita ini. Singkat kata aku sudah berada di depan portalnya jam 12 siang karena kami janjian jam segitu. Aku menunggunya hanya beberapa menit setelah aku turun dari Gojek. Di portal gang rumahnya, dia tidak langsung membawakan motornya, melainkan mengajakku ke rumahnya terlebih dahulu untuk siap-siap. Ketika aku masuk ke rumahnya, aku melihat ada perubahan yang signifikan. Pas aku SMA dulu ke rumahnya, aku melihat bagian ruang tamu beserta ruang makannya masih berantakan karena banyaknya perabotan renovasi. Lalu kemarin aku melihat perabotannya sudah hilang dan terlihat lebih rapi sedikit. Juga terdapat beberapa perubahan pada kamarnya yang berada di lt 2, yaitu TV lebih besar, banyak terpajang action figure favoritnya seperti Asuna dari anime Swort Art Online, beberapa robot Gundam, Nezuko dan Tanjiro Kamado dari anime Kimetsu No Yaiba, beserta karakter karakter Fate Grand Order favoritnya yang jelas-jelas aku tidak kenal nama mereka.
Setelah dia sudah siap-siap, kami pun turun dan menyalakan motor Beat-nya. Karena aku yang memintanya untuk mengajariku mengendarai motor, maka memang harus aku lah yang mengendarai. Yang selalu menjadi kebiasaan kami sejak SMA adalah main ke rumah Abah yang kebetulan satu RW dengan rumahnya Sodol. Nama Abah juga bukan nama sebenarnya karena alasannya sama seperti si Sodol. Ketika sampai di rumah Abah, sodol berkata bahwa caraku berkendara sudah lancar, tidak sekaku dulu tetapi aku masih goyang ketika hendak belok dan di samping mobil. Siapa yang gak takut ya berkendara di samping mobil. Mobil aja kalo banjir bodo amat siapa yang kena ciprat air, apalagi ini. Sebenarnya ini ketiga kalinya aku bertemu dan bermain bareng mereka setelah tiga tahun menghilang seperti pengecut karena takut mereka marah ke aku selepas aku keluar dari grup Youtube yang kita buat bersama.
Di kamar Abah pada awalnya kami hanya berbicara seputar game FGO (Fate Grand Order), Valorant, Genshin Impact serta akun Ubisoft Sodol yang sempat disuspend. Lalu Sodol kemudian membuka obrolan bahwa dia menyesal membeli figure Nezuko dan Tanjiro dengan harga 500rb. Maka dari itu, kebetulan aku juga lebih tertarik ke karakter Tanjiro ketimbang Nezuko sendiri karena semangat dan sifat karakternya sendiri yang lembut dan worth it untuk diterapkan. Kami sempat berdebat mengenai harga karakter Tanjiro sendiri, awalnya Sodol memberikan harga 100rb, aku menolak. Karena aku tidak ingin menambah penyesalan yang lebih mendalam lagi, maka aku kasih harga 250rb atau harga ketika dia membeli. Aku juga bilang ke dia bahwa jangan kasih ke aku harga temen, jangan baik sama aku kalo dia ingin aku mendukungnya. Sebaliknya jika dia membuka usaha jualan action figure, maka harusnya dia memberikanku harga yang lebih mahal sebagai bentuk dukungan. setelah berdebat dan deal mengenai harga figure Tanjiro, aku langsung membeli figure-nya yang lalu akan aku ambil ketika aku hendak pulang.
Di kamar Abah aku juga dikasih kesempatan buat mainin laptopnya dia. Yang aku herankan, kenapa dia baik banget sih pinjemin aku laptopnya buat main? Beda banget Kiflan sama Adam yang main sendiri-sendiri sedangkan aku mengutak-atik hapeku dan hanya dapat kesempatan pinjam laptop ketika pemilik laptop sedang ada kesibukan.
Makasih banget yo, Bah.
0 notes
rezafernandaf · 5 years ago
Text
Completely exhausted with myself after a long battle with the ugliest self. I wish I could take a break from my own self.
-DFS
3 notes · View notes
rezafernandaf · 5 years ago
Text
Digimon dan Kucing: Perihal Perpisahan dan Menuju Sebuah Kedewasaan
Kamis lalu aku menonton film Digimon Last Adventure Kizuna. Aku akui filmnya cukup mengharukan karena pada tanggal 2 Oktober aku kehilangan kucingku. Dan hingga saat tulisan ini ditulis, tanggal 9 Oktober aku masih berduka, momentum yang pas dan relate banget. Yang membuat film ini relate adalah aku mengetahui bahwa aku dan Taichi sedang mengalami perpisahan yang menyakitkan. Kehilangan partner dan hewan peliharaan yang menemani kami dari kecil. Mama menamakan kucingku, Gopi. Entah kenapa perpisahan kali ini lebih menyakitkan daripada perpisahan yang telah aku lalui bersama manusia.
Digimon Last Adventure Kizuna bukan hanya sekadar membahas tentang perpisahan melainkan sebuah proses Taichi menuju kedewasaan. Dikatakan bahwa Digimon akan hilang ketika partner manusianya telah dewasa dan memang setuju bahwa anak kecil memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi sesuatu yang hebat tapi tidak semua orang tua mampu memfasilitasi potensi tersebut. Sampai detik ini aku masih belum mengerti definisi “dewasa” memiliki standar yang seperti apa. Apakah aku dengan umur 22 tahun pada tahun 2020 ini yang masih doyan melihat anime, kartun, pop culture, dan marvel dapat disebut sebagai dewasa? Atau dewasa hanya berbicara mengenai angka (umur)? Di tengah aku melihat Digimon Last Adventure Kizuna, aku juga merefleksi diriku sendiri. Apakah dengan aku meninggalkan semua kenangan indah bersama anime, tokusatsu, kartun, dan pop culture akan membuatku lebih dan dilihat sebagai orang yang dewasa? Dari kecil, mungkin hingga sekarang aku membenci menjadi dewasa. Aku melihat orang dewasa ketika menjadi lebih tua, hidup mereka terasa monoton, hitam putih, tidak segar, dan membosankan. Banyak orang dewasa yang mudah marah. Apakah dewasa seburuk itu?
Digimon Last Adventure Kizuna benar-benar menguras energi mentalku dan terasa begitu pas dengan momentum yang aku alami. Jika perihal tentang refleksi diri, bagiku Digimon Last Adventure Kizuna bukan hanya perihal perpisahan tetapi juga proses manusia sendiri menuju evolusi selanjutnya, yaitu sebuah kedewasaan. Digimon Last Adventure Kizuna bukan hanya perihal tentang perpisahan antara aku dan Gopi, tetapi juga tentang bagaimana aku bisa ikhlas untuk melepaskannya. Tetapi sudah saatnya kah aku melepas dan berpisah dengan anime dan pop culture?
Maafkan aku tidak bisa menjadi owner yang baik buat kamu.
Maafkan aku tidak bisa membawamu ke dokter di saat yang pas.
Maafkan aku yang tidak cukup punya uang untuk membawamu ke dokter.
Maafkan aku yang cuman bisa melihatmu terbaring lemas dan menangis melihatmu tersiksa.
Seorang pernah berkata bahwa sakitnya kucing 3x lipat daripada sakitnya manusia.
Apakah kamu tidak mengerti aku juga sakit berada di kondisi seperti ini?
Melihatmu terbaring lemas dan tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis? Apakah itu juga tidak sakit?
Manusia di rumah tidak ada yang pernah peduli padamu, kecuali aku.
Disaat manusia lain memandangmu sebagai harta inventasi, aku melihatmu sebagai partner.
Aku masih ada Cici, Shafa, Deby, Gembul, dan dua anak kucing baru
Tetapi entah kenapa aku merasa kamu lebih dekat denganku daripada mereka.
Aku sering mengganti pasirmu, memberimu makan dan minum.
Kenapa semua effortku selalu kurang? Entah di mata manusia bahkan hewan sepertimu?
 Sekali lagi maafkan aku.
Selamat tinggal dan beristirahat dengan tenang, Gopi.
0 notes
rezafernandaf · 5 years ago
Text
KKN Bagian Dua : Tentang Bima, Police Line, dan Ikhlas
Tanggal 7 Juli 2020, adalah hari kedua kami melaksanakan KKN yang diisi oleh beberapa serangkaian kegiatan, seperti pembuatan sistem One Way In dan Out, yang diawali dengan pemasangan stiker petunjuk arah untuk lantai dan dinding serta penutupan dua pintu masuk pada lokasi kegiatan kami.
Situasi tempatnya seperti ini, lokasi kami ada di Sentra Kuliner yang dibangun atau dibentuk huruf L. di dua sisi sentra kuliner terdapat dua pintu yang dijadikan sebagai pintu masuk dan keluar. Sentra kuliner ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama untuk para pedagang yang telah lama berdagang di sentra, yang kedua adalah untuk para pedagang yang baru berdagang di sentra. Aku akan menggambar denahnya nanti.
Kami mengawalinya dengan pemasangan stiker petunjuk arah yang telah aku design sendiri. Salah satu yang paling aku senangi di KKN ini, aku dapat mendesign sesuai apa yang aku pengen dan apa yang aku bisa. Di jurusanku itu cerewet banget anaknya, harus ESTETIK designnya. Mereka yang terlalu muda atau aku yang terlalu tua? Wkwkwk. Aku juga sebenarnya bosan menjadi panitia di divisi PDD (Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi). Lalu ketika aku dihadapkan oleh situasi dimana teman-teman KKN-ku ini belum ada yang bisa edit meng-edit, maka mau tidak mau, aku lagi yang harus mendesign.
Alhamdulillah sih, temen-temen gak ada yang protes masalah design stiker atau mungkin masih sungkan kali yak. Stikernya pun sudah dicetak oleh Angger dan Rapli. Ketika mereka datang membawa stiker, kami tidak asal menempelkannya dong! Kami harus menggunting dan merapikannya terlebih dahulu sebelum menempelkan stiker. Setelah proses menggunting selesai, aku langsung meminta tolong Angger menempelkan stiker ke sentra bagian satu, lalu aku yang bagian lain yang dibantu oleh Aini. Semua stiker telah terpasang, baik yang di lantai maupun di dinding.
“Rek, lanjut tutup gerbang yok!” ajak Bima ketika aku hendak meletakkan badanku sejenak di kursi sofa di ruang kantor. Aku pun bangun dan beranjak kembali. Tanpa diskusi, kami langsung menutupi pintu sentra yang paling besar. Kami harus memutari beberapa pilar untuk menutupinya agar tidak ada yang dapat masuk ke sentra melalui pintu ini.
“Kayak gini apa gak terlalu rame ta, Rek?” Tanya Ridho. Temen-temen terdiam sejenak.
“Gimana, Za?” kini dia bertanya kepadaku.
“Menurutku kepanjangan sih. Tapi gapapa sementara begini aja dulu” ucapku dengan spontan. Di titik ini, aku mulai belajar untuk berpikir dan membuat keputusan secara cepat. Kami melanjutkan menutupi pintu selanjutnya yang sebenarnya menjadi pintu masuk dan keluarku kalau lagi pengen cari makan di sentra, hehehe.
Dari awal, mereka mendengar rencana ini dan tau rumahku ada di seberang sentra, mereka memang berniat untuk menyiksaku hahahaha. Gak deng, becanda. Aku tidak pernah menganggap hal itu sebagai sebuah yang harus aku ambil secara hati. Manusia selalu ada cara untuk mencari kecurangan dalam segala hal hahahaha.
Yang mengerjakan kegiatan tersebut ada Greg, Bima, Rapli, Billy sebagai dokumentasi, Angger, Ridho, Aini, dan Aku. Sementara Zaki, kami minta tolong untuk menjaga tas dan barang kami di kantor. Kegiatan kami selesai pada jam 3 sore. Setelah itu, kami mengistirahatkan tubuh kami masing-masing.
“Rek, kita hari ini cuman masang-masang aja, kah? Gak perlu sosialisasi juga?” Tanya Ridho spontan.
“Sosialisasi gimana?” Tanyaku. Semua teman-teman menoleh ke Ridho.
“Ya, sosialisasi. Kalau kita cuman masang-masang gini, ya gampang sebenernya. Apa gak perlu kita sosialisasi untuk mengarahkan warga perihal penutupan ini?”
“Hari ini?” Tanya Bima.
“Iya, nanti jam 6 sampai jam 8 malam aja. Yang sosialisasi dua sampai tiga orang aja, gak perlu banyak-banyak”. Jelasnya.
“Halah, dibuat besok aja dong, Rek” Ucap Angger. Responku biasa saat itu.
“KKN jangan dibuat hari ini selesai, mending sisakan untuk hari berikutnya. Pelan-pelan”. Lanjutnya. Pada detik itu, tanpa sadar aku mengiyakan pendapat Angger sehingga aku memperlambat tempoku. Yang biasanya terburu-buru dan berpikir cepat, kini aku perlambat.
“Oh gitu? Yasudah gapapa sih kalau gitu maunya temen-temen. Aku mah ngikut aja” Ucap Ridho. Nadanya terdengar pasrah dan sepertinya Ridho tidak berharap banyak bahwa keputusannya akan diterima oleh teman-teman.
“Gimana, Rek? Ada yang keberatan nanti jam 6 sampai jam 8 malam?” Ucapku untuk menarik suara teman-teman yang lain.
“Aku enggak” Ucap Bima.
“Aku ada urusan nanti malem” Ucap Aini.
“Yaudah gapapa, Ni” Ujarku.
“Aku gak tau, apakah tante mencariku untuk membantu jualannya” Ucap Angger. Greg, Billy, Rapli terdiam.
Dari sini, aku membuat keputusan yang buruk.
“Dilanjut besok aja, Dho buat sosialisasi sekalian pemberian Thermo Gun.
“Yasudah kalau begitu” Ujar Ridho. Teman-teman menyetujui keputusanku.
Oh ya, aku hampir lupa, selain penutupan pintu masuk sentra, kami juga dimintai tolong oleh Pak Budi, pengelola Sentra untuk memasang lima kipas. Bukan maksud aku tidak menghargai usaha Ridho, Bima, dan Zaki karena aku tidak memasukkannya ke dalam cerita ini. Aku gak paham, rek masalah kipas-kipas dan kabel gitu.
Awalnya, kami hanya memasang empat kipas. Tersisa satu kipas. Kami bingung harus meletakkannya dimana. Saat itu kebetulan ada salah satu pedagang yang aku kenal  dan sering beli di tokoku memberikan saran untuk memasang kipas tepat di atas kedainya. Kami pun menyetujuinya, bukan menyetujui pendapatnya, melainkan, menyetujui bahwa kami sebagai mahasiswa harus mendengar keluhan dan permintaan warga.
Dari sini pula letak kesalahan dan kekecewaan kami bersama.
Usaha kami untuk berkontribusi, tiba-tiba menjadi senjata bermata dua. Kami semua, terutama Ridho dan Bima adalah dua orang yang menerima rasa sakit yang luar biasa.
Usaha kami, mengkhianati kami. Untuk pertama kalinya.
Setelah diputuskan, kami pun tidak melakukan sosiasliasi pada hari itu.
*****
Kegiatan kami berlanjut pada keesokan harinya, tanggal 8 Juli 2020. Setibanya aku di sentra, aku mendapati salah satu pedagang kemarin, panggil saja Ibu Sri, yang meminta memasangkan kipas di atas kedainya, menyatakan keluhan padaku.
“Mas, kok ditutup gini sih?!”
“Kenapa memangnya, Bu? Ini kan sudah menjadi permintaan Pak Budi”
“Iya, tapi kan jangan heboh seperti ini! Saya rugi loh kemarin! Pelanggan biasanya ramai, kemarin malam malah ketakutan dan balik pulang gara-gara ada police line ini! Mereka kira kita ada  apa-apa mas, kan masih COVID ini!”
Sakit rasanya mendengar keluhan ini. Kami memiliki niat mulia untuk kontribusi, tetapi tidak mendapat imbalan yang setimpal.
“Baik, Bu. Akan kami perbaiki”
Lalu melihat aku dimarahi oleh Ibu Sri, Ridho yang sudah ada di sentra lebih dulu daripada aku menghampiriku dan bertanya ada masalah apa. Lalu aku menceritakan kembali. Begitu ke teman-teman yang lain ketika semuanya telah tiba di sentra.
Ketika baru saja duduk di ruang kantor, Pak Budi menelponku. Aku pun membahas kembali apa yang menjadi keluhan Ibu Sri tadi.
Dengan berat hati, kami harus mencopotnya kembali. Aku melihat raut wajah Bima dan Ridho dipenuhi rasa kecewa yang luar biasa. Kami susah-susah membeli police line seharga 65ribu rupiah dan memasangkannya dengan susah payah, alih-alih mendapat pujian, kami mendapat keluhan.
Kami kecewa karena Bu Sri atau kami yang berharap terlalu tinggi.
Di titik ini, kami jatuh untuk pertama kalinya.
Semuanya merasakan kesal. Begitupun aku. Begitupun Ridho, dan begitupun Bima.
Sebenarnya aku bisa saja melawan Ibu Sri dan mendebatkan hal ini, tetapi karena merasa tidak enak dan Ibu Sri kenal dengan ibuku dikhawatirkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti menjadi bahan gossip tetangga di Rumah Susun Blok A ataupun hal buruk lainnya.
Sudah melaksaakan KKN di dekat rumah, melakukan hal aneh-aneh lagi yang terkesan lebay menurut ibuku. Seperti tidak ada tempat KKN lain aja.
Aku minta maaf teman-teman.
Di hari itu, aku belajar lebih ikhlas, lebih menerima hal-hal yang berada di luar kuasaku, serta memaafkan apapun yang terjadi. Aku memaafkan Ibu Sri, belum tentu yang lain.
Semenjak hari itu, teman-teman dendam kepada Ibu Sri.
Sejak saat itu, kami terbangun oleh fakta dan realita yang ada. Kami tidak lagi berada di awan, mengharapkan sesuatu yang terlalu tinggi.
Kami sekarang berpijak kembali di Bumi setelah dijatuhkan dan dikecewakan begitu saja.
Kami pun melanjutkan kegiatan dengan memperbaiki kabel atau barang-barang yang kurang untuk memasang kipas angina dan merencakan kembali apa yang harus ditambal untuk menutupi dua pintu sentra.
Karena apapun, kami harus melanjutkan kehidupan yang sekarang, merelakan yang dulu, walau tidak 100%.
Kami menutup kegiatan dengan membuahkan hasil diskusi berupa, kami memutuskan untuk menutup pintu masuk dengan tanda-tanda dilarang masuk, dan tanda pintu masuk dan pintu keuar, serta 15 pot tanaman.
0 notes
rezafernandaf · 5 years ago
Text
KKN Bagian Satu : Perkenalan
KKN atau Kuliah Kerja Nyata selalu identik dengan kerja sementara salama sebulan atas nama perguruan tinggi di daerah pedesaan atau daerah yang terpencil, bahkan Desa Penari. Hahaha. Tahun ini angkatanku mengalami pengalaman yang berbeda dari KKN sebelumnya. Intinya KKN-ku berjalan dengan sangat luar biasa dan mencapai ekspektasiku!
Pada awalnya kami satu kelompok yang berisikan 30 orang, yang lalu dipecah kecil-kecil menjadi 5 orang per kelompok kecil. Kelompokku sendiri dari Kelompok 7. Dosbing kami adalah Koordinator kelompok juga. Kelompok 7.2. nama kelompokku. Ada Aku sebagai ketua, ada Ridho, Rafli, Billy, dan Greg. Awalnya kami mengerjakan KKN hanya berlima saja tetapi kami kedatangan tamu dari kelompok 34, dari koordinator 8. Kelompok 34 ada Angger, Aini, Bima, dan Zaki. Aku merasa bersyukur sih selama 26 hari kemarin aku dapat bertemu dan bekerja sama dengan mereka. Sebelum kita ke apa saja yang terjadi di KKN kami, aku akan memperkenalkan dulu secara detail anggota-anggotaku.
1. Ridho, Si Wakil Ketua yang selalu berpikiran Mindfulnes.
Mindfulness adalah kondisi dimana kita mampu mengerti situasi, latar belakang, dan masalah orang lain. Mindfulness adalah kondisi paham segala situasi tanpa harus menguras energi. Ridho adalah salah satu anggotaku yang paling dewasa diantara yang lain. Dia adalah rem atau break-ku. Ketika aku hendak berbicara ngawur tanpa filter, dia yang selalu “sebentar, za”, “tahan, za”, “jangan emosi dulu, za”. Aku sangat terbantu sekali atas adanya dia di tim-ku. Karena dia, eksekusi di lapangan hampir program kerja kami berhasil dengan mulus. Temanku yang paling dewasa ini mampu menganalisa dan paham situasi-situasi yang bersifat pragmatis. Maksudnya, ketika ada yang mengatakan kalimat A, Ridho selalu berhasil mengartikannya hal-hal tersembunyi di balik kalimat A yang tidak pernah aku sadari sebelumnya. Aku banyak belajar darinya untuk tidak menerima semua kondisi dan situasi apa adanya, aku harus paham situasi yang terjadi di sekitarku. Karena dia juga aku belajar bekerja sama dan meninggalkan sifat egois dan individualisku sejak semester 1. Dari dia, aku belajar untuk memilih-milih mana orang yang bisa aku percaya agar aku tidak merasakan “trust issue” dan belajar untuk memberikan kesempatan orang lain mengerjakan sesuatu. Dia yang menamparku dengan kata-kata “Jangan gitu, mas. Kita ini sekelompok. Jangan main sendiri-sendiri. Aku sama yang lain ya jadi engga enak.”
2. Rapli, Si Komedian dan Korban Bully
Ketika kami habis dari Siola untuk mengurus perizinan, kami mampir sejenak di Kremes. Kami duduk berhadap-hadapan saat itu. Aku saat itu memulai percakapan dengannya agar tau dia secara personal dia itu teman yang seperti apa. Aku mengingat bahwa dia satu SMP dengan temanku jurusanku, Novita. Lalu aku mencoba untuk menyebutkan teman-teman SD-ku yang bersekolah satu SMP dengannya. Ketika aku menyebutkan satu nama, Rino. Dia mengatakan bahwa, dia dulu dibully sama dia. Aku paham kenapa Rino menjadi pelaku pembully-an saat itu. Rino memang hampir sempurna dalam olah raga. Apa reaksiku saat itu kasihan kepada Rapli? Engga dong. Aku bisa paham kenapa dia dibully dan kenapa Rino ngebully.
Satu hal yang dapat aku pahami dan aku yakini adalah Agama tidak menjadikan siapapun untuk berperang, melainkan pemicu perang adalah kekuasaan dan harta.
Rino ngebully Rapli karena kekuasaan atau “power”. Udah anak basket, anak osis, seorang siswa primadona dan sempurna di seantero sekolah. Sedangkan Rapli mungkin dulunya adalah kutu buku dan wibu. Maka dari itu, Rapli memang saat dia berbicara seperti itu, kelembutannya yang menjadikan dia sebagai sasaran empuk bagi pembully. Karena aku mendengarkan cerita yang seharusnya menjadi rahasia dia, aku pun membagi cerita bagaimana aku tidak menyukai sambal. Aku bercerita bagaimana Papa membuat “prank” dengan mengisi isian tahu dengan sambal tanpa sepengetahuanku, ditambah aku mencoba memakan cabe dengan tahu. Sejak saat itu, aku tidak berani untuk memakan pedas.
Dari kelembutan Rapli, dia menjadi tempat yang nyaman untuk bercerita, karena aku rasa dia bukan teman yang “offensive”.
Aku selalu ketawa ketika teman-teman bercanda dengan menyuruh-nyuruh dia melakukan sesuatu, seperti
“PLI, BAWAIN TANGGA PLI”
“PLI”
“PLI”
“YANG ENAK, PLI”
“Mana Kipli?”
“Pli bawain itu, Pli”
“Pli bawain ini, Pli”
“Pli, jadi bendahara ya, pli”
WKWKWKWKWKWKWKWWKWKWKWKWKWK.
3. Billy, Si Warga Negara yang Baik dan Teladan.
Patut diacungi jempol ketika warga Surabaya suka nyeleneh ketika berkendara motor dan mobil, hanya Billy yang paling berhati-hati, pelan, dan mentaati peraturan lalu lintas. Baru saja pada tanggal 28 Juli 2020 aku meminta nebeng dia, dan ketika aku menyuruhnya untuk putar balik pada rambu dilarang putar balik, dia tidak mau.
“Jangan, za. Itu tanda puter baliknya dicoret. Mana boleh puter balik disitu”
Respect Bro!
Billy merupakan teman yang simple, kebapak-bapakan, dan teman yang rapi. Jika Ridho merupakan anggotaku yang paling dewasa, Billy lebih ke bapak-bapak.an.
Kalau sama dia, aku lebih nyambung ketika kita bahas tentang ekonomi, saham, investasi, dan lain-lain.
Kalau boleh jujur, memang diantara 7 teman lainnya, aku tidak mengenalnya secara personal dan lebih dekat lagi. Mungkin semoga apabila kami dipertemukan kembali, kami bisa lebih akrab.
4. Greg, Teman Sejurusan
Ketika melihat namanya berada dalam satu kelompok denganku, aku merasa santai aja dan memang sudah menduga bahwa kita akan satu kelompok bersama. Saat di Jurusan, kita sangat jarang bertemu dan mengobrol bersama. Saat-saat KKN ini aku lebih mengetahui tentang dia lebih dekat. Yang aku tidak tau itu Greg ternyata seorang teman yang memperhatikan hal-hal kecil yang kadang luput dari aku. Dia juga merupakan teman yang peduli pada cerita dan pengalaman orang lain. Yang paling mengejutkan adalah dia memiliki perspective yang unik dalam menyikapi sebuah peraturan aneh yang lalu dijadikan sebuah jokes.
Contoh :
Greg menemukan peraturan atau protokol kesehatan yang aneh yaitu “ketika mengantarkan makanan, pengemudi dilarang turun” lalu Greg nyeletuk
“kalau pengemudinya dilarang turun, ngasih makannya gimana ya? dilempar gitu? Nyoh!” aku tertawa mendengar celetukannya dan ketika dia memeragakannya.
Aku pun menambahi “kalau gak, pas di luar rumah gitu, mas-masnya bilang MISIII!! MAU NGANTER MAKANAN”
Greg pun membalas “kalau dilempar pun, pizza masih enak didengar kalau jatuh…”
Aku menambahi “ho.oh, kalau pizza. Kalau yang dianter itu sop, plastikan gitu gak enak, greg. Kalo pizza kan masih GEDEBUK! Kalo sop plastik bayangin langsung PYARR” hahahahaha. Bangsat emang.
Greg memiliki nama yang paling sulit dieja pada nama pertamanya, yaitu Gregorius. Maka dari itu, untuk memudahkan memanggilnya, kami memanggil dia Greg, dan di Sastra Inggris pun dia juga dipanggil Greg.
Salah satu hal lucu ketika di ForestThree adalah ketika dia mengucapkan namanya pada mbak-mbak kasir. Di notanya, namanya ditulis “Grab”, lalu pada botol minumannya ditulis “Glen”. Oke, Mas Glen!. Percobaan pun dilakukan lagi dua kali di ForestThree. Percobaannya yang kedua ternyata hanya gagal pada nota. Di notanya, namanya ditulis dengan nama “Grek”, sedangkan di botolnya tertulis nama “Greg”.
Well, they did it, Boys!
5. Angger, Pak Ketua Rasa Wakil
Banyak teman-teman yang mengatakan kalau seandainya Angger tidak mengabari Billy waktu itu, kita tidak akan pernah bertemu dan bekerja sama hingga detik ini. Aku setuju. Aku tidak pernah menyesal menerima bantuan dan kerja sama dari mereka. Angger adalah cowok kurus berkaca mata ini merupakan seorang ketua dari kelompok 34. Katanya kelompok 34 saat itu memang dapat kesialan. Dari 30 mahasiswa, 26 mahasiswanya keluar dikarenakan jurusan kedokteran dan statistika boleh tidak mengikuti KKN karena mendapatkan kegiatan yang setara dengan KKN. Maka dari itu, yang tersisa hanya mereka. Kalau boleh jujur, memang Angger dari awal aku tidak merasakan adanya hawa kepemimpinan, melainkan aku merasa dia lebih dominan dengan jiwa pebisnis. Yaiyadong! Lah emang mahasiswa dari jurusan ekonomi. Kehadirannya pun membuat sifat “terburu-buru”-ku hilang untuk sementara waktu dan melakukan kegiatan KKN secara pelan-pelan.
6. Bima, Si Panglima Tempur yang Dapat Diandalkan
Jangan meremehkan cowok bertubuh gempal dengan berat 100 plus plus ini loh! Dia dimanapun dan apapun kondisinya, akan tetap menjadi senjata mematikan dan kartu AS bagi siapapun yang berada di pihaknya. Aku paham semua teman-teman bekerja dengan sangat keras, tetapi kalau mengurus masalah perizinan dan masalah ribet lainnya, aku larinya kalau tidak ke Ridho ya ke Bima. Aku menyukai karisma atau jiwa kepemimpinannya yang luar biasa dan mendominasi. Wajar di nama tengahnya ada nama “Karismanda”. Betulkan kalau salah ya, Bim. Hehe. Jika dia ditaruh pada suatu organisasi, jiwa kepimpinannya bisa menyesuaikan dengan siapa pimpinannya. Jika dia berada di organisasi atau kelompok yang memiliki ketua yang dapat diandalkan, dia akan menjadi wakil ketua yang sangat membantu. Kalau semisal dia berada di kelompok atau organisasi yang memiliki ketua “sampah”, maka dia akan lebih mendominasi dan melengserkan ketuanya sendiri.
Jujur, aku beruntung sih Bima ada di kelompokku. Selain itu, aku juga dengan sifatnya yang terbuka pada pendapat apapun yang datang kepadanya, open minded dan calon-calon public enemy. Haaahhh.. chuakz! Aku kaget ketika dia menyatakan dia menyukai dark jokes, Tretan Muslim, Coki, Majelis Lucu Indonesia (MLI) hahaha. Kalau ibarat game Chess Rush, dia merupakan salah satu hero yang belum keliatan skill-nya di awal game, tetapi Over Power banget di pertengahan hingga Late Game ketika sudah mencapai level 2, apalagi level 3. Hahahaha.
7. Aini, anak WaraWara
Aku terkejut mengetahui bahwa cewe pegiat Seni, Budaya, dan Sastra dan merupakan manager dari tim WaraWara satu kelompok denganku. Dia merupakan anggota paling tertutup dan misterius yang pernah aku punya. Mungkin karena aku tidak dekat dengan dia secara personal dan dia pun beberapa kali tidak hadir untuk melaksanakan kegiatan KKN. Aku minta maaf kalau kadang sikapku ke kamu, Ni kayak meng-anak tirikan kamu atau bahkan cuek banget ke kamu. Aku tidak ingin mengelak dengan alasan apapun, dan jujur memang aku tidak tahu kamu itu anak yang seperti apa. Tetapi aku akhirnya dapat Relasi dari kamu, karena kalau semisal Awali tidak membalas, ada kamu hahahaha.
8. Bang Jeki, anak Sasindo non-indie
Banyak anak sasindo mendapatkan stigma sebagai anak indie, pecinta senja, dan buku-buku yang dipegang kaum elitis untuk menaikkan derajat di sosial media. Temenku satu ini paling demen banget berdebat, sangat bertolak belakang denganku yang lebih ingin diskusi dan terbuka dengan sudut pandang orang lain. Dia juga merupakan salah satu dari dua anak yang memiliki kemampuan analisa sebuah kondisi dan situasi secara pragmatis seperti yang dilakukan Ridho.
Bener katamu, Zak “Mainmu udah jauh”.
Sekian perkenalan dari kelompokku dan kelompok 34 yang akhirnya menjadikan KKN ini bukan sekedar teman kelompok, melainkan sebuah keluarga baru yang tidak akan bisa didapat dimanapun.
0 notes
rezafernandaf · 5 years ago
Text
Belajar Mindfulness dari Mahasiswa Jurusan Ekonomi
16 hari aku sudah melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata), selain menambah softskills, pada tanggal 14 Juli 2020, aku mendapatkan insight dan pandangan dari temen-temen jurusan Ekonomi. Aku ingin memberikan kredit dan ucapan terima kasih atas insightnya kepada Angger, Rafli, Billy, dan Bima. Pada tanggal 14 Juli 2020, KKN kami mengadakannya pada waktu sore hingga malam hari untuk memantau pengunjung dan pedagang di lokasi KKN kami.
Sebelum aku bertemu dengan mereka pun, sebenarnya aku sudah memiliki sedikit konsep atau ilmu tentang Ekonomi. Bagaimana perjualan, konsep Supply dan Demand, investasi, saham, dan lain-lain. Aku mendapatkan ilmu-ilmu ini paling pertama dari Mama. Mama adalah mantan pegawai pada salah satu bank di Indonesia, inisial pertamanya B, tengahnya R, akhirannya I. Jadi, ketika Mama hendak melakukan transaksi atau melakukan aksi di bidang Ekonomi, aku selalu menjadi “observer” dan sekaligus menjadi “learner”. Dengan kata lain, selain aku melihat, aku juga belajar bagaimana Mama dapat memonopoli uang dengan bijak.
Diskusi yang menarik di hari itu dengan teman-teman KKN adalah aku baru menyadari bahwa mereka jarang sekali atau bahkan tidak pernah mengikuti acara demo-demo besaran yang pernah terjadi pada beberapa bulan atau tahun lalu, seperti Demo BBM turun, Demo Reklamasi Ancol, Demo Perusahaan Aseng (?) hingga Demo Undang-Undang Ngawur usulan pejabat di atas sana.
Aku mendapatkan bahwa mereka menyikapi hal-hal ini dengan santai. Lho bukan kah ini masalah yang serius? Bagi sebagian orang akan menjawab iya, bagi sebagian orang seperti teman-teman Jurusan Ekonomi mungkin tidak. Billy bilang bahwa mereka sebelum melakukan aksi, mereka akan melihat dulu isunya seperti apa, baru mereka menganalisa apa yang akan terjadi pada sistem “ekonomi” kita, apakah kebijakan ini bagus untuk ekonomi atau malah buruk. Sebagai mahasiswa dari Jurusan Sastra Inggris atau jurusan yang sering menganalisa hal-hal abstrak akan menganggap bahwa “Kemanusiaan” itu berharga tetapi dengan “Ekonomi” yang bahagia juga.
Angger menyikapi ini dengan ketawa dan mengganggap itu sebuah “Paradise” yang tidak akan pernah terwujud. Billy melanjutkan dengan berkata bahwa apa yang kita bangun, pasti akan menimbulkan resiko di bidang abstrak ini tadi, seperti “Kemanusiaan”, “Sampah”, “Perusakan Alam”, dan lain-lain. Pandangan-pandangan ini lah yang menyebabkan mereka sering dikucilkan dari para mahasiswa di jurusan lain karena dianggap pengecut karena tidak dapat hadir di acara demo kebanyakan. Dengan kata lain, mereka menganalisa “Uang negara kita aman tidak apabila ada kebijakan ini?”. Kalau aman, mereka akan diam. Kalau tidak aman, mereka mungkin akan bertindak seperti yang mahasiswa lain lakukan. Ikutan demo.
Aku bertanya kepada mereka “berarti jika kalian diberi video Sexy Killers, tanggapan kalian berarti santai ya sama isu di film ini?”. Bima langsung menanggapiku dengan percaya diri bahwa memang itu resiko yang harus diterima ketika melakukan transaksi ekonomi dan aku sudah menduganya. Mereka merasa tidak ada yang salah dengan film Sexy Killers ini, tetapi bagi saya dan teman-teman di jurusan lain mengambil sudut pandang Humanis atau kami lebih memperjuangkan “Kemanusiaan”. Sebuah konsep abstrak yang menyatu di diri kita. Dari sini lah aku mendapatkan sudut pandang baru mengapa mereka jarang sekali atau bahkan tidak pernah mengikuti acara demo.
Dari diskusi ini aku bisa menarik kesimpulan dan dapat memahami bahwa memang teman-teman Ekonomi lebih melihat isu dengan analisa “Uang kita aman gak nih?” dan mereka akan selalu begitu. Untuk teman-teman yang seumuran dengan saya, saya menganggap bahwa mereka bisa dibilang memiliki mahasiswa yang berpikir dengan Mindfulness (?). Maksudku, mereka hanya bertindak sesuai dengan apa yang mereka bisa. Mereka tidak berfokus dengan hal-hal yang berada di luar kuasa mereka. Aku suka dengan cara pikir mereka yang panjang ke depan. Jika dianggap sebagai seorang prajurit di dalam sebuah video game, mereka adalah Sniper yang sangat vital perannya. Tanpa mereka, kita tidak ada “back-up” dan tanpa mereka, kita lumpuh. Mereka juga merupakan orang-orang pengatur strategis yang cerdik.
Sekarang pertanyaan ini menuju kepada kalian lagi.
Mana yang akan kalian perjuangan dan korbankan?
Kemanusiaan? Atau Uang?
Credit. Thanks to :
Stefanus Angger
Bima Karismanda
Rafli Nur Farhan
Billy Aditama
0 notes