Text
Bulan Ramadhan, bulan ibadah.
Tetap semangat beribadah. Ibadah zhahir dan jangan lupakan ibadah batin.
Semoga Allah selalu mudahkan.
2 notes
·
View notes
Text
Ifrath dan tafrith dalam menyikapi pandemi
Ifrath (berlebihan) dan tafrith (meremehkan) dalam menyikapi pandemi, keduanya tidak dibenarkan.
Sikap pertengahanlah yang dipuji oleh Allah. Allah berfirman:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
"Demikianlah kami jadikan kalian sebagai umat yang pertengahan..." (QS. Al Baqarah: 143).
Bagaimana sikap pertengahan itu? Selama seseorang tidak keluar dari koridor syari'at, itulah sikap pertengahan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin jelaskan, "Sikap pertengahan dalam beragama adalah sikap tidak ghuluw (ekstrem) dalam beragama, yaitu melewati batasan yang ditetapkan Allah Azza Wa Jalla, namun juga tidak kurang dari batasan yang ditetapkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bersikap pertengahan dalam beragama yaitu dengan meneladani jalan hidup Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Sedangkan sikap ghuluw, adalah melebihi dari apa yang beliau ajarkan. Dan taqshiir adalah yang melakukan kurang dari apa yang beliau ajarkan" (Majmu’ Fatawa War Rasail Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, 1/43, Asy Syamilah).
Maka sikap pertengahan dalam menyikapi pandemi adalah sikap-sikap yang tidak keluar dari koridor syariat bahkan sesuai dengan tuntunan syariat.
Demikian juga, sikap tafrith (meremehkan) dalam menyikapi pandemi adalah semua sikap yang kurang dari apa yang dituntunkan syari'at. Contohnya:
* Masih bermaksiat di tengah pandemi
* Tidak bertaubat dan tidak memperbanyak beristighfar
* Malas berdoa kepada Allah agar Allah mengangkat pandemi
* Tidak memperbanyak ibadah dan amal shalih
* Futur dari menuntut ilmu agama
* Menganggap remeh pandemi
* Menganggap remeh kematian karena pandemi
* Tidak mengusahakan sebab-sebab untuk menghindari wabah
* Tidak taat kepada ulil amri dalam penanganan pandemi
* Tidak menjalankan protokol kesehatan, padahal ini diperintahkan ulil amri
* Tidak menaati aturan pembatasan kegiatan, padahal ini diperintahkan ulil amri
* Bermudahan membuat kerumunan tanpa kebutuhan mendesak
* Tidak mengindahkan fatwa dan bimbingan para ulama kibar Ahlussunnah
* Tidak mengembalikan masalah kesehatan kepada para ahli kesehatan yang terpercaya
* Menyebar hoax dan narasi-narasi yang tidak jelas validitasnya
* Suuzhan kepada tenaga kesehatan dan pemerintah
* Berobat kepada yang bukan ahli kesehatan
dan semisalnya.
Adapun sikap ifrath (berlebihan) dalam menyikapi pandemi adalah semua sikap yang melebihi batas dari apa yang dituntunkan syari'at. Contohnya:
* Takut berlebihan sehingga putus asa dari rahmat Allah
* Beranggapan pandemi tidak akan berakhir dan akan bertambah parah, ini bentuk suuzhan kepada Allah
* Merasa bahwa penyakit bisa menular dengan sendirinya, tanpa menyadari bahwa semua atas izin Allah dan Allah ciptakan sebab-sebabnya.
* Merasa tidak akan selamat dan tidak akan sembuh jika terkena wabah
* Tidak ada kepedulian kepada orang lain karena terlalu takut
* Mencari perlindungan dari jin dan dukun
* Mencari perlindungan dengan jimat
* Mencari perlindungan dengan berbagai khurafat (keyakinan yang batil)
* Melakukan dzikir-dzikir bid'ah
* Meyakini tidak adanya udzur bagi ibadah-ibadah dalam kondisi wabah, padahal para ulama kibar Ahlussunnah menjelaskan ada banyak udzur dalam kondisi wabah
* Menuduh para ulama besar Ahlussunnah sebagai antek WHO
* Menuduh sesat sesama Ahlussunnah karena berbeda menyikapi ijtihad ulama soal pandemi, padahal ini masalah ijtihadiyah dan bukan masalah landasan akidah Ahlussunnah
* Protokol kesehatan yang berlebihan, seperti memakai APD untuk pergi ke pasar
* Menimbun alat kesehatan dan kebutuhan pokok
dan semisalnya.
Sedangkan perkara-perkara yang sesuai dengan tuntunan syariat seperti:
* menjalankan protokol kesehatan dengan memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan tidak sering keluar rumah
* menjalankan fatwa para ulama kibar bahwa ada udzur-udzur dalam ibadah di masa pandemi
* mematuhi aturan pembatasan kegiatan dari ulil amri
dan semisalnya, ini sama sekali bukan sikap berlebihan, bahkan inilah sikap pertengahan. Wallahu a'lam.
@fawaid_kangaswad
Dari FB/Telegram Ustadz Yulian Purnama
0 notes
Text
Desensitized
Adalah ketika rasa peka/sensitif terhadap sesuatu berkurang.
Seorang yang pada awalnya tidak menyukai suatu keburukan, lalu karena sering menjumpai hal-hal buruk, lama kelamaan menganggap biasa hal tersebut bahkan bisa sampai masuk ke dalamnya.
Terkadang seseorang bisa berubah secara perlahan tanpa disadari. Berawal dari hal-hal kecil yang biasa dijumpai, lama kelamaan hal tersebut bisa mengubahnya. Mungkin inilah yang dimaksud proses matinya hati. Na'udzubillah.
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjelaskan,
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ: {كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}
“Jika seorang hamba melakukan satu dosa, niscaya akan ditorehkan di hatinya satu noda hitam. Seandainya dia meninggalkan dosa itu, beristighfar dan bertaubat; niscaya noda itu akan dihapus. Tapi jika dia kembali berbuat dosa; niscaya noda-noda itu akan semakin bertambah hingga menghitamkan semua hatinya. Itulah penutup yang difirmankan Allah, “Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka lakukan itu telah menutup hati mereka” (QS. Al-Muthaffifin: 4). (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Hadits ini dinilai hasan sahih oleh Tirmidzi).
Tetapi... Hal ini bisa dibawa ke arah sebaliknya. Dengan mengubah kata ‘buruk’ menjadi ‘baik’.
Semoga Allah Ta’ala selalu melindungi kita dari segala keburukan, menjaga agar kita selalu istiqomah, dan mengaruniai kita akhir kehidupan yang baik.
2 notes
·
View notes
Text
Nasihat, Teguran, dan Pelajaran
[1] Istighfar Palsu
Yahya bin Mu’adz Ar-Razi rahimahullah berkata, “Betapa banyak orang yang beristighfar namun dimurkai. Dan betapa banyak orang yang diam namun dirahmati.” Kemudian beliau menjelaskan,“Orang ini beristighfar akan tetapi hatinya diliputi kefajiran atau dosa. Adapun orang itu diam, namun hatinya senantiasa berdzikir.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, karya al-Khathib al-Baghdadi, Hal. 69)
[2] Niat Menimba Ilmu
Abu Abdillah Ar-Rudzabari rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang berangkat menimba ilmu sementara yang dia inginkan semata-mata ilmu, maka ilmunya tidak akan bermanfaat baginya. Dan barangsiapa yang berangkat menimba ilmu dalam rangka mengamalkan ilmu, niscaya ilmu yang sedikit pun akan bermanfaat baginya.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, Hal. 71)
[3] Guru Terbaik
Yusuf bin Al-Husein menceritakan, Aku bertanya kepada Dzun Nun tatkala perpisahanku dengannya,“Kepada siapakah aku duduk atau berteman dan belajar?”. Beliau menjawab, “Hendaknya kamu duduk bersama orang yang dengan melihatnya akan mengingatkan dirimu kepada Allah. Kamu memiliki rasa segan kepadanya di dalam hatimu. Orang yang pembicaraannya bisa menambah ilmumu. Orang yang tingkah lakunya membuatmu semakin zuhud kepada dunia. Bahkan, kamu pun tidak mau bermaksiat kepada Allah selama kamu sedang berada di sisinya. Dia memberikan nasihat kepadamu dengan perbuatannya, dan tidak menasihatimu dengan ucapannya semata.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, Hal. 71-72)
[4] Rusaknya Hati
Muhammad bin Ya’qub rahimahullah berkata, “Suatu saat aku mendengar Al-Junaid ditanya mengenai hati, ‘faktor apa yang merusak hati seorang pemuda?” Maka beliau menjawab, “Rasa tamak atau hawa nafsu dan ambisi.” Lalu beliau ditanya, “Lantas apa yang bisa memperbaiki keadaannya?” Beliau menjawab,“Sikap wara’ atau menjaga diri dari yang diharamkan.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, Hal. 72)
[5] Kenali Dirimu!
Suatu saat ada seorang lelaki berkata kepada Malik bin Dinar, “Wahai orang yang riya’!”. Maka beliau menjawab, “Sejak kapan kamu mengenal namaku? Tidak ada yang mengenal namaku selain kamu.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, Hal. 93)
Beliau tidak menyalahkan seseorang yang merendahkannya denga menyebutnya sebagai pelaku riya’, padahal beliau adalah seorang ulama generasi tabi’in yang terkenal akan keshalehannya. Demikianlah keadaan orang shaleh, mereka merasa bahwa mereka adalah orang yang penuh dosa. Hati mereka begitu lembut dan suci sehingga setitik dosa pun begitu terasa. Demikian juga Rasulullah, beliau bertaubat kepada Allah 100 kali dalam sehari. Berbeda dengan seseorang yang memiliki hati yang gelap, dosa besar pun tetap membuatnya tersenyum dan berbangga.
[6] Antara Wajah dan Perbuatan
Sebagian orang bijak mengatakan, “Semestinya bagi orang yang berakal untuk senantiasa memperhatikan wajahnya di depan cermin. Apabila wajahnya bagus maka janganlah dia perburuk dengan perbuatan jelek. Dan apabila wajahnya jelek maka janganlah dia mengumpulkan dua kejelekan di dalam dirinya.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, Hal. 105)
[7] Amalan Setelah Berbuat Dosa
Seorang lelaki menemui seorang ahli ibadah. Ahli ibadah itu bertanya kepadanya, “Apakah kamu pernah melakukan suatu perbuatan dosa?” Dia menjawab, “Iya.” Ahli ibadah itu pun berkata, “Itu artinya kamu sudah mengetahui bahwa Allah menetapkan hal itu menimpamu?” Dia menjawab, “Iya.” Lalu ahli ibadah itu berpesan, “Maka sekarang beramallah sampai kamu mengetahui bahwa Allah ‘Azza wa Jalla benar-benar telah menghapus dosa itu darimu.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, Hal. 124)
[8] Kiat Menghafal Hadits
Waqi’ rahimahullah berkata, “Apabila kamu ingin menghafalkan hadis, maka amalkanlah hadis itu.”(Mukadimah az-Zuhd karya Imam Waqi’, Hal. 91)
Waqi’ rahimahullah juga berpesan, “Mintalah pertolongan -kepada Allah- untuk menguatkan hafalan dengan cara mempersedikit dosa.” (Mukadimah az-Zuhd, Hal. 91)
[9] Nikmat dan Adzab
Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu berkata, “Barangsiapa yang tidak mengenali kenikmatan Allah terhadap dirinya selain urusan makanan dan minumannya, maka sungguh sedikit ilmunya dan telah datang adzab untuknya.” (Min Kitab az-Zuhd li Ibni Abi Hatim, Hal. 48)
[10] Larut Dalam Pujian dan Celaan
Wahb bin Munabbih rahimahullah berkata, “Salah satu ciri orang munafik adalah menggandrungi pujian dan membenci celaan dan kritikan.” (Min Kitab az-Zuhd li Ibni Abi Hatim, Hal. 51)
[11] Pembersihan Dosa
Ibnu Sirin rahimahullah berkata, “Aku pernah mendapat berita bahwa ada salah seorang dari kaum Anshar yang apabila datang waktu shalat maka dia mengatakan -kepada teman-temannya-, “Berwudhulah kalian, sesungguhnya sebagian ucapan yang tadi kalian katakan lebih kotor daripada hadas.” (Min Kitab az-Zuhd li Ibni Abi Hatim, Hal. 53)
[12] Hakikat Syukur
Muhammad bin Ka’ab rahimahullah mengatakan tentang maksud ayat (yang artinya), “Beramallah wahai keluarga Dawud sebagai bentuk syukur.” (QS. Saba’: 13). Kata beliau, “Hakikat syukur adalah bertakwa kepada Allah dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya.” (Min Kitab az-Zuhd li Ibni Abi Hatim, Hal. 65)
[13] Godaan Perempuan
Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Sungguh apabila aku dititipi untuk menjaga sebuah rumah dari permata itu jauh lebih aku senangi daripada harus dititipi seorang perempuan cantik.” (Min Kitab az-Zuhd li Ibni Abi Hatim, Hal. 67)
[14] Menimba Ilmu Atau Bekerja
Abdurrahim bin Sulaiman ar-Razi rahimahullah berkata, “Dahulu kami belajar kepada Sufyan Ats-Tsauri. Apabila datang kepadanya seorang lelaki dalam rangka menimba ilmu, maka beliau pun bertanya kepadanya, ‘Apakah kamu memiliki jalan penghasilan?’ Apabila orang itu mengabarkan bahwa dia dalam keadaan cukup, maka beliau memerintahkannya untuk menimba ilmu. Dan apabila ternyata orang itu belum berkecukupan maka beliau memerintahkannya untuk mencari pekerjaan.” (Min Kitab az-Zuhd li Ibni Abi Hatim, Hal. 69-10)
[15] Jangan Sebarkan Kekejian!
Khalid bin Ma’dan rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang menceritakan kepada orang-orang semua yang dia lihat dengan kedua pasang matanya, atau apapun yang dia dengar dengan kedua pasang telinganya, atau apa saja yang dipungut oleh kedua tangannya, maka dia termasuk orang-orang yang menyukai tersebarnya kekejian di tengah-tengah kaum yang beriman.” (QS. an-Nuur: 19).” (Min Kitab az-Zuhd li Ibni Abi Hatim, Hal. 71)
[16] Sambutan Yang Indah
Tsabit Al-Bunani rahimahullah berkata, “Dahulu apabila kami datang menemui Anas bin Malik, tatkala beliau melihat kedatangan kami maka beliau minta diambilkan minyak wangi. Kemudian beliau mengusap minyak wangi itu dengan kedua telapak tangannya lalu menyalami saudara-saudaranya yang datang.” (Min Kitab az-Zuhd li Ibni Abi Hatim, Hal. 81)
[17] Catat, Hafalkan, dan Sampaikan!
Yahya bin Khalid Al-Barmaki rahimahullah berkata kepada anaknya, “Dahulu mereka -pendahulu yang salih -mencatat sesuatu yang terbaik dari apa yang mereka dengar. Mereka menghafalkan sesuatu yang terbaik dari apa yang mereka catat. Kemudian mereka menyampaikan sesuatu yang terbaik dari apa yang mereka hafalkan.” (Al-Fawa’id wa al-Akhbar wa al-Hikayat, Hal. 126)
[18] Bukan Amalan Biasa
Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Amal yang paling berat ada tiga; dermawan ketika kondisi serba sedikit, bersikap wara’ atau menjauhi keharaman tatkala bersendirian, dan mengucapkan kebenaran di hadapan orang yang diharapkan dan ditakuti.” (Al-Fawa’id wa al-Akhbar wa al-Hikayat, Hal. 133)
[19] Apalah Artinya Dunia
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Seandainya seluruh isi dunia ini dijadikan Halal bagiku, niscaya aku akan tetap menganggapnya sebagai sesuatu yang kotor dan menjijikkan.” (Al-Fawa’id wa al-Akhbar wa al-Hikayat, Hal. 144)
[20] Puncak Syukur
Muhammad bin Al-Hasan rahimahullah menceritakan, As-Sari bertanya kepadaku, “Apakah puncak syukur itu?” Aku menjawab, “Yaitu Allah tidak didurhakai pada satu nikmat pun -yang telah diberikan-Nya-.” Lalu dia mengatakan, “Jawabanmu tepat, wahai anak muda.” (Al-Fawa’id wa al-Akhbar wa al-Hikayat, Hal. 144)
Ditulis oleh Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi hafizhahullahu Ta’ala Referensi: https://konsultasisyariah.com/10416-nasihat-teguran-dan-pelajaran.html
1 note
·
View note
Text

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata, "Jika Engkau tidak ikhlas, jangan meletihkan dirimu."
[Al-Fawaaid 3/230]
0 notes
Video
youtube
عَنْ أَبِيْ حَمْزَةَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ خَادِمِ رَسُوْل الله عَنْ النَّبِي قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik, khadim (pembantu) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau berkata, “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya”. [HR. Bukhari dan Muslim] Referensi: https://almanhaj.or.id/3002-mencintai-saudara-seiman-termasuk-kesempurnaan-iman.html
0 notes
Text
Saat sedang membaca Al-Qur'an jangan jadikan targetmu,
"Kapan aku mengkhatamkan surah ini?"
Tapi jadikanlah target utamamu saat membaca Al-Qur’an adalah,
“Kapan aku mendapatkan petunjuk dari Al-Qur’an ini?” “Kapan aku bisa mengambil manfaat dari Al-Qur’an?” “Kapan aku menjadi ahli Al-Qur’an dan orang pilihan Allah?”
- Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al-’Abbad Al-Badr hafizhahullahu Ta’ala
https://www.youtube.com/watch?v=_--qwHE9mNo
1 note
·
View note
Text
Salah satu cara memupuk kasih sayang dan menghindarkan dari kebencian adalah dengan banyak mengharapkan dan mendoakan kebaikan pada orang lain. Terlebih lagi pada orang terdekat.
0 notes
Text
https://www.youtube.com/c/ShahihFiqih
Salah satu di antara channel-channel positif di Youtube yang sangat recomended. Berisi potongan nasihat dari ulama-ulama besar yang sudah diberi teks terjemahan bahasa Indonesia, bahkan sudah ada beberapa dengan caption versi English dan Jepang. Bisa sebagai wasilah yang mendekatkan masyarakat dengan para ulama. Semoga Allah memberkahi segenap tim atas kerja kerasnya.
0 notes
Text
Masa-masa pandemi seperti ini mengajarkan kita untuk banyak bersyukur di segala keadaan. Mungkin kemarin sebelum tiba pandemi ini kita pernah merasa jatuh dalam masa-masa sempit. Kemudian datanglah pandemi dan kita baru merasakan bahwa hari kemarin jauh lebih lapang dibanding saat ini.
Sehingga di masa musibah pun kita tetap dianjurkan untuk bersyukur. Karena sesungguhnya, selain sebagai penggugur dosa, Allah pun bisa menimpakan musibah yang lebih berat dari pada ini.
الحمد لله على كل حال
0 notes
Text

Jangan sampai kita beramal tiap hari tanpa perhatian tentang diterimanya amalan kita. Cukuplah sebagai nasihat kisah tentang seorang yang tidak diterima salatnya selama 60 tahun karena tidak tuma'ninah.
اللهم أعنا على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
1 note
·
View note
Text
"Harus kita menjebak diri kita dalam kebaikan. Kalau kita tidak menjebak diri dalam kebaikan, kita akan terjebak dalam hal-hal yang tidak bermanfaat."
Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A. hafizhahullah
1 note
·
View note
Text
True Islam is very strange. And it's people are indeed the strangest amongst mankind.
Ibn al-Qayyim, Madarij as-Salikeen (v. 3, p. 148)
207 notes
·
View notes